BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1 Pelayanan Pelayanan menurut Sianipar (1998:5), adalah melayani, membantu, menyiapkan, mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau keperluan orang. Artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi (seseorang) dan organisasi (sekelompok anggota organisasi), pelayanan masyarakat (publik) adalah segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat pemerintah, termasuk aparat yang dibidang perekonomian dalam bentuk barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketetuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses pemenuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung ialah yang dinamakan pelayanan, sedangkan arti proses itu sendiri menurut Fred Luthans dalam Sianipar (1998:17), adalah “…any action which is performend by management to active organitional objective”. Pelayanan masyarakat (publik) adalah segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparatur pemerintah, termasuk aparatur yang bergerak dibidang perekonomian dalam bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pengertian pelayanan masyarakat tersebut secara konkret menurut Sianipar (1998:5) diutarakan beberapa hal sebagai berikut :
6
7
a.
Pelayanan itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan aparatur pemerintah , termasuk aparatur dibidang perekonomian.
b.
Obyek yang dilayani adalah masyarakat (publik).
c.
Bentuk layanan itu barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan yang dilaksanakan oleh organisasi publik diarahkan pada
pemberian pelayanan yang didasarkan pada kepentingan dan keinginan yang akan memberikan pelayanan yang memuaskan yang dengan dukungan dari kemampuan yang profesional. Pelayanan yang profesianal adalah kemampuan seseorang yang memiliki profesi melayani kebutuhan orang lain atau yang profesional menanggapi kebutuhan khusus orang lain (Sianipar, 1998:6). Sedangkan pelayanan prima (service exelence) adalah suatu sikap atas karyawan yang melayani pelanggan secara memuaskan (Elhaitamy dalam Sianipar, 1998:6). Adanya paradigma baru dari yang dilayani menjadi melayani merupakan usaha menjadikan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan mendapatkan perhatian yang serius. Timbulnya paradigma pelayanan berwawasan masyarakat yang dilayani pada posisi yang penting menjadikan konsep ini merupakan pencerminan pemikiran bahwa masyarakat adalah raja. untuk itu pelayanan yang diberikan harus dapat sesuai dengan keinginan masyarakat atau memuaskan masyarakat. Setiap orang pada umumnya mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, baik material maupun non material. Untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam diperlukan pelayanan yang baik dalam pemenuhan kebutuhannya. Dalam
8
hal ini pelayanan yang dimaksud adalah bahwa pihak rumah sakit harus memahami dan tanggap terhadap segala macam bentuk dan keinginan konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Kunci keberhasilan dalam persaingan sering terletak pada penambahan pelayanan terutama dalam menambah nilai serta meningkatkan kualitasnya. Pembeda pelayanan utama adalah kemudahan, pemeliharaan dan perbaikan serta beberapa lainnya. Dengan memberikan fasilitas pelayanan, pihak rumah sakit berusaha untuk menarik perhatian konsumen dalam upaya memberi kepuasan konsumen. Pelayanan konsumen merupakan aspek penting dalam meningkatkan kualitas rumah sakit, dalam hal ini pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. Fasilitas pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada konsumen bertujuan untuk menarik perhatian konsumen dalam upaya menimbulkan rasa nyaman dan aman. Dalam hal ini aspek pelayanan dapat mempengaruhi permintaan dan kepuasan konsumen. Supriyono (1990:276) mengemukakan bahwa berbagai kegiatan harus dilakukan dalam rangka memuaskan dan memelihara kepuasan para konsumen. Berdasarkan definisi di atas, maka pihak rumah sakit memberi kepuasan konsumen agar tercipta kenyamanan. Rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada konsumen. Hal ini perlu dilakukan untuk menghadapi persaingan rumah sakit lainnya.
9
Pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi, serta konsumen akan merasa sesuai dengan keinginannya. Konsumen sangat peka terhadap pelayanan, maka pihak rumah sakit harus memanfaatkannya dengan memberikan pelayanan yang memuaskan dalam menghadapi pesaing dan akhirnya akan meningkatkan jasa. Dengan demikian pelayanan merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan dengan baik di dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen setiap waktu. Pada umumnya ada lima dimensi yang mempengaruhi tolak ukur penilaian kualitas pelayanan yang dirasakan atau diterima oleh pelanggan. Tahun 1988 Parasuraman, dkk, menemukan lima dimensi pokok kualitas pelayanan (Tjiptono, 2001), yaitu : a. Berwujud (Tangible) Tampilan fisik adalah bukti langsung perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Bukti fisik dapat berupa peralatan yang modern, fasilitas, karyawan yang rapi dan menarik. b. Kehandalan (Reability) Kemampuan untuk melakukan jasa yang dijanjikan dengan segera, tepat dan akurat serta terpercaya. Hal ini berkaitan dengan ketepatan waktu layanan, kemampuan menyediakan layanan secara cepat, tepat dan dapat dihandalkan. Adanya sikap simpati dan dapat dipercaya dari karyawan dalam menanggapi keluhan-keluhan pelanggan, dan kemampuan menyimpan data secara benar dan akurat.
10
c. Jaminan (Assurance) Jaminan adalah pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan/konsumen kepada perusahaan. Jaminan tersebut dapat berupa : 1) kompetensi (competence) yaitu setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 2) kesopanan (courtesy) meliputi sikap santun, perhatian dan keramahan yang dimiliki para karyawan. 3) keamanan (security) yaitu aman dari resiko, bahaya dan keragu-raguan, aspek ini meliputi keamanan secara fisik, financial dan rahasia. 4) kredibilitas (credibility) yaitu sifat yang dapat dipercaya dan jujur. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, karakteristik interaksi dengan pelanggan dan reputasi perusahaan. d. Daya Tanggap (Responsiveness) Kemampuan dalam memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan dangan tanggap. Hal ini berkaitan dengan adanya kecepatan dan ketepatan layanan yang diberikan pada pelanggan yang merupakan keinginan karyawan untuk membantu para pelanggan serta tersedianya karyawan pada saat jam-jam sibuk terjadi. e. Empati (Emphaty) Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribaadi, daan memahami kebutuhan pelanggan. Hal ini berkaitan dengan
11
kepedulian karyawan terhadap pelanggan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Perusahaan harus memiliki objektifitas terhadap pelanggan, yaitu memperlakukan secara sama dengan seluruh pelanggan dan semua pelanggan berhak memperoleh kemudahan fasilitas layanan yang sama. Pelayanan yang diberikan Rumah Sakit sebuah tentunya memiliki fungsi dan tujuan. Tujuan utama diberikannya pelayanan adalah untuk memberikan nilai dan kepuasan bagi konsumen. Adapun konsumen akan merasa puas setelah merasakan pelayanan yang memuaskan dari pihak rumah sakit yaitu keramahan petugas, fasilitas. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Jika kinerja berada di bawah harapan, konsumen tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, konsumen puas dan jika kinerja melebihi harapan maka konsumen amat puas atau senang. Salah satu ukuran kepuasan konsumen dapat dilihat dari dikenakannya tarif dan dihormatinya seorang konsumen oleh petugas rumah sakit. Keberhasilan rumah sakit bukan hanya bergantung pada keberhasilan setiap bagian dalam melakukan tugasnya, tetapi juga pada keberhasilan mengkoordinasikan berbagai kegiatan bagian tersebut. Seringkali bagian-bagian rumah sakit bertindak untuk memaksimalkan kepentingan mereka daripada kepentingan rumah sakit dan konsumen. Seperti bagian pendaftaran kurang cepat atau tanggap mengakibatkan konsumen harus menunggu. Oleh karena setiap bagian telah menciptakan dinding yang menghambat mengakibatkan terhambatnya pula pelayanan kepada konsumen yang berkualitas.
12
2.1.2 Fasilitas Banyak kalangan yang menyatakan bahwa fasilitas fisik berkaitan erat dengan kepuasan konsumen, terutama untuk perusahaan jasa termasuk Rumah Sakit. Youti (1987:12) memberikan definisi mengenai fasilitas fisik adalah segala sesuatu baik benda maupun jasa yang menyertai pelayanan yang diberikan oleh perusahaan baik perusahaan jasa, dagang maupun perusahaan industri. Fasilitas fisik dapat juga diartikan sebagai sarana dan prasarana yang tersedia di lingkungan maupun di dalam kantor perusahaan, dimaksudkan untuk memberikan pelayanan maksimal agar konsumen atau pelanggan merasakan nyaman dan puas. Fasilitas fisik merupakan faktor penunjang utama dalam kegiatan suatu perusahaan, karena apalah artinya suatu perusahaan tanpa fasilitas fisik, tanpa mesin-mesin produksi, tanpa alat-alat kantor, dan tanpa tenaga kerja, mungkin hanya papan nama saja. Mengingat pentingya fasilitas fisik ini perusahaan rela mengeluarkan modal yang besar untuk membeli peralatan atau mesin-mesin canggih yang tarifnya mahal asalkan perusahaan bisa berproduksi secara optimal. Demikian juga untuk badan usaha bidang jasa yang namanya Rumah Sakit. Kelengkapan fasilitas menjadi faktor penentu pilihan pasien untuk berobat ke rumah sakit yang bersangkutan. Demikian juga dengan tenaga medisnya. Banyaknya dokter spesialis, perawat yang memberikan pelayanan yang baik, kenyamanan kamar/bangsal, dan kebersihan menjadi kunci kesuksesan sebuah rumah sakit.
13
2.1.3 Tarif Menurut Fandy Tjiptono (2001; 45) tarif menunjukkan kualitas merek dari suatu jasa, dimana konsumen mempunyai anggapan bahwa tarif yang mahal biasanya mempunyai kualitas yang baik. Tarif (Laksono Trisnantoro, 2004:146) dalam bukunya Manajemen Rumah Sakit adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Tarif rumah sakit merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh rumah sakit swasta juga oleh rumah sakit milik pemerintah. Bagi sebagian rumah sakit pemerintah, tarif memang diterapkan berdasarkan Surat Keputusan Menkes atau Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat pemerintah sebagai pemilik terhadap rumah sakit sebagai firma atau pelaku usaha. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan di Rumah Sakit, yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya. Selain itu tarif rumah sakit menurut Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 920/Men.Kes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik adalah kebijakan pentarifan ditentukan oleh yayasan berdasarkan fungsi sosial oleh Dewan Direksi dan berdoman pada komponen tarif yang ditetapkan Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan Ikatan Profesi dan PERSI setempat.
14
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Kesehatan RI Nomor: 664/BTNKESMAS/DJ/V/1987 Memutuskan tentang Petunjuk Pelaksanaan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Pelayanan Medik Dasar pada Bab IV, pasal 10 mengenai jasa pelayanan (tarif) yaitu jasa pelayanan yang dapat di minta terdiri dari jasa konsultasi, biaya suntikan dan obat-obatan, jasa tindakan medik, jasa penunjang medik, jasa perawatan dan komponen lainnya. Pada pasal 11 menyatakan terhadap masyarakat yang tidak mampu dan cacat harus diberikan pelayanan dengan tarif seringan-ringannya. Tarif Pemerintah umumnya mempunyai cost-recovery (pemulihan biaya rendah diberlakukan pada kelas pelayanan bawah (misal kelas III) maka hal tersebut merupakan sesuatu yang layak, sehingga terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin untuk menggunakan pelayanan rumah sakit. Akan tetapi, apabila tingkat pemulihan biaya ternyata juga rendah untuk kelas VIP misalnya, maka dapat terjadi subsidi untuk masyarakat atas. Adanya kebijakan swadana telah memberikan wewenang penetapan tarif pada direktur rumah sakit, khususnya untuk bangsal VIP dan kelas I yang tidak banyak mempengaruhi orang miskin. Oleh karena itu, pemahaman mengenai konsep tarif perlu diketahui oleh para manager rumah sakit. Tarif atau harga merupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan merek yang berkaitan dengan keputusan membeli konsumen. Ketika memilih diantara merek-merek yang ada konsumen akan mengevaluasi harga secara tidak absolut akan tetapi dengan membandingkan beberapa standar harga sebagai referensi untuk melakukan transaksi pembelian.
15
Doyle dan Saunders (1985:56) menemukan bukti empiris bahwa dengan cara mengurangi harga maka akan meningkatkan ancaman ketika harganya akan dinaikkan.
Faktor
lain
yang
menunjukkan
bahwa
konsumen
juga
mempertimbangkan harga yang lalu dan bentuk pengharapan pada harga di masa yang akan datang yang mungkin tidak optimal, apabila konsumen menunda pembelian di dalam mengantisipasi harga yang lebih rendah di masa mendatang. Namun penurunan harga pada merek berkualitas menyebabkan konsumen akan berpindah pada merek lain, akan tetapi penurunan harga pada merek yang berkualitas rendah tidak akan menyebabkan konsumen berpindah pada merek yang lain dengan kualitas yang sama. Dan biasanya konsumen mempelajari informasi harga dengan dua cara, yaitu dengan disengaja atau intentional dan secara kebetulan atau insidental. Cara belajar secara disengaja berhubungan dengan pencarian yang aktif dan penghafalan harga yang ada, khususnya bagi merek-merek tertentu. Belajar secara insidental termasuk di dalamnya perbandingan secara jelas akan harga sekarang dengan harga sebelumnya yang disimpan dalam ingatan. Jadi harga juga merupakan variabel penting yang digunakan oleh konsumen krena berbagai alasan, baik karena alasan ekonomis yang akan menunjukkan bahwa harga yang rendah atau harga yang selalu berkompetisi merupakan sala satu variabel penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran, juga alasan psikologis dimana harga sering dianggap sebagai indikator kualitas dan oleh karena itu penetapan harga sering dirancang sebagai salah satu instrumen penjualan sekaligus sebagai instrumen kompetisi yang menentukan.
16
Pengaruh harga memberikan gambaran baru tentang strategi komunikasi dan pemasaran untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Rumusan harga untuk kepuasan dikemukakan secara luas, bahwa ada dua prinsip mekanisme harga, yaitu potensial menandai kualitas dari sebuah produk. Penjualan produk berkualitas tinggi kemungkinan dapat ditandai oleh tingginya kualitas produk berdasarkan harga yang tinggi pula. Jika hubungan antara biaya tinggi dan kualitas tinggi diketahui, konsumen dapat menduga dari harga yang tinggi bahwa produk itu berkualitas tinggi. Xie (2000:230) mengungkapkan bahwa konsumen yang baru lebih sensitive dalam perbandingan harga daripada konsumen yang lama dalam waktu melakukan transaksi pembelian. Hal inilah yang kadang menciptakan kesempatan untuk membedakan harga bagi pendatang baru dikaitkan dengan harga yang sangat sensitive. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah pada Bab II, pasal 3 menyatakan tarif rumah sakit pemerintah diperhitungkan atas dasar cost dari setiap jenis pelayanan dan kelas perawatan dengan memperhatikan kemampuan
ekonomi
masyarakat,
rumah
sakit
setempat
lainnya
serta
kebijaksanaan subsidi silang. Menurut (Laksono Trisnantoro, 2004: 147) bahwa tarif rumah sakit swasta ternyata lebih tinggi dibandingkan rumah sakit pemerintah. Hal ini disebabkan oleh rumah sakit swasta ingin memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat.
17
Dengan
latar
belakang
kepemilikan
tersebut,
menurut
(Laksono
Trisnantoro, 2004: 147) tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan sebagai berikut: 1. Penetapan Tarif untuk Pemulihan Biaya Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemilihan biaya rumah sakit. Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama semakin berkurang subsidinya. 2. Penetapan Tarif untuk Subsidi Silang Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas I harus berada di unit cost agar suplusnya dapat dipakai untuk mengatasi kerugian di bangsal kelas III. Selain subsidi silang berbasis pada ekonomi, rumah sakit juga diharapkan melakukan kebijakan penetapan tarif yang berbeda pada bagian-bagiannya. 3. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Akses Pelayanan Ada suatu keadaan rumah sakit mempunyai misi untuk melayani masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit ini mempunyai kebijakan penetapan tarif serendah mungkin. Diharapkan dengan tarif yang rendah maka akses orang miskin menjadi lebih baik. 4. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan penetapan tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter spesialis.
18
5. Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, meminimalkan penggunaan, menciptakan corporate image. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini rumah sakit yang sudah berlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya tidak sama dengan rumah sakit baru. Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli).
2.1.4 Kepercayaan Keuntungan tingkat kepercayaan pada pihak rumah sakit
yang tinggi
adalah kemungkinan untuk mengurangi attention yang berlebihan pada atribut service quality yang lain. Banyak dari masyarakat yang rela untuk antre berjam – jam di rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan karena adanya persepsi kepercayaan mereka yang tinggi pada rumah sakit tersebut. Munculnya rumah sakit yang sepi oleh pasien adalah bentuk respon terhadap perilaku rumah sakit. Kasus mal praktek yang sering menimpa pasien, penangganan yang kurang cepat dan mengakibatkan kematian akan membuat rumah sakit tidak mengakibatkan kepercayaan menurun. Faktor kepercayaan merupakan faktor intern yang juga berhubungan dengan perilaku konsumen dalam pembelian produk atau jasa (Djumhana, 1993:23).
19
Kepercayaan adalah
keyakinan bahwa seseorang karyawan
akan
bersikap jujur dan tunduk pada komitmen, para pemimpin organisasi dan keyakinan bahwa tindakan-tindakan organisasi akan memberi manfaat bagi karyawan (Gilbert dan Tang, 1998). Kepercayaan akan mampu mengurangi sekian persen potensi problem dalam hubungan antarmanusia. Hubungan yang saya maksudkan di sini bisa hubungan apa saja, mungkin bisnis, mungkin profesi, rumah tangga, persahabatan dan lain-lain. Seperti yang kita alami, hubungan kita dengan orang lain itu tak hanya menjadi sumber solusi. Terkadang juga menjadi sumber problem. Problem inipun ada yang berupa kesulitan, dilema, dan misteri. Pokoknya, warna-warni problem itu bisa dikatakan tak terhitung. Berkaitan dengan kepercayaan tersebut,
tidak terlepas dari peran
pimpinan. Hal ini dikarenakan kepercayaan pimpinan kepada bawahan tidak terlepas kebijakan dari pimpinan tersebut. Selama seorang pimpinan bersikap tertutup kepada bawahan, maka tidak mungkin akan muncul kepercayaan pimpinan kepada bawahan. Sedangkan
munculnya
kebijakan
tersebut
disamping mendasarkan pada keyakinan dan keinginan pimpinan juga mendasarkan pada kondisi yang terjadi saat itu. Kepercayaan itu bukan pembawaan (traits) tetapi hasil dari pemberdayaan atau usaha (state), kepercayaan itu bukan pemberian tetapi balasan, kepercayaan itu bukan kumpulan pernyataan (talking only), tetapi kumpulan dari pembuktian (witness). Kepercayaan itu dibangun berdasarkan struktur langkah yang berawal dari: pertama, ketuklah pintu, kedua, buatlah orang lain tahu bahwa kau datang,
20
ketiga, buktikan siapa dirimu. Jika kau sudah berhasil membuktikan siapa dirimu, maka kau akan mudah mengubah orang dan mengubah keadaan. Ketika berbicara kepercayaan, mungkin ada dua hal yang patut diingat. 1. Kepercayaan itu datangnya dari orang lain tetapi alasannya dari kita. Artinya, ada dua pihak yang terlibat di sini. Karena itu sangat mungkin terjadi kasus penyimpangan. Misalnya saja, kita mempercayai orang yang tidak / belum layak dipercaya. Atau juga, kita belum / tidak dipercaya orang lain padahal kita sudah menyiapkan alasan untuk dipercaya. Meskipun teknisnya sangat mungkin muncul kasus seperti di atas, tetapi prinsipnya tidak berubah. Artinya, pada akhirnya orang akan tidak percaya sama kita kalau kita tidak memiliki alasan atau kualifikasi yang layak untuk dipercaya. Sebaliknya, kita akan tetap mendapatkan kepercayaan kalau ternyata kita memiliki bukti-bukti yang layak untuk dipercaya (meski awalnya tidak dipercaya). Prinsip ini tidak bisa berubah. Tehnis sifatnya sementara tetapi prinsip bersifat abadi. 2. Kebanyakan orang sudah mengetahui apa saja yang perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mengetahui apa saja yang perlu dihindari karena akan merusak kepercayaan orang. Tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang mau dan mampu melakukannya. Padahal, pada akhirnya kepercayaan itu butuh pembuktian, bukan pernyataan. Sebagai acuan untuk memperbaiki diri (proses pembelajaran), ada faktor yang dapat jadikan sebagai acuan dalam membangun kepercayaan. Kepercayaan secara umum yang timbul dari tindakan yang dilakukan menurut (Gilbert dan Tang, 1998) meliputi:
21
1. Tingkat kepercayaan konsumen terhadap karyawan 2. Tingkat kemauan karyawan dalam melayani konsumen 3. Reputasi perusahaan Sedangkan kemampuan berkomunikasi itu kita butuhkan antara lain untuk: a) menjelaskan penyimpangan seperti dalam kasus di atas akibat kesalahpahaman, b) menjelasakan kepada orang lain tentang diri kita atau c) menyelesaikan perosalan kesepakatan yang gagal dilaksanakan karena ada masalah yang muncul. Ketiga acuan ini apabila berhasil kita jalankan berdasarkan keadaan-diri kita masing-masing, trust akan muncul. Soal tehnisnya mungkin bermacam-macam. Ada yang mungkin tidak dipercaya lebih dulu baru kemudian dipercaya atau ada yang langsung percaya.
2.1.5 Kepuasan Pasien Secara tradisional pengertian kepuasaan adalah perbedaan antara harapan (expectations) dan kinerja yang dirasakan (perceived performance) (Philip Kotler, 1992 : 452). Secara definitif kepuasan dapat didefinisikan sebagai berikut (Engel dan Miniard, 1995:210) : “Kepuasan adalah evaluasi paska konsumsi bahwa suatu alternatif yang setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Singkatnya alternatif tersebut setidaknya bekerja sebaik yang diharapkan.” Pembelian yang dilakukan oleh konsumen disebabkan oleh motif yang ada pada seseorang yang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada
22
tujuan mencapai kepuasan. Sedangkan tingkah laku yang diarahkan pada tujuan dipengaruhi oleh pandangan seseorang. Oleh karena tingkah laku konsumen itu dimulai dengan suatu kepuasan. Secara definitif dapat dikatakan bahwa kepuasan konsumen (Swastha, 1995:75) adalah : “Suatu dorongan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Dalam hal ini kita perlu mengetahui bahwa suatu keinginan itu harus diciptakan atau didorong sebelum memenuhi motif. Sumber yang mendorong terciptanya suatu keinginan dapat berbeda dari diri orang itu sendiri atau berada pada lingkungannya.”
Kepuasaan adalah suatu tingkat kesesuaian antara harapan (expectation) dan kinerja yang dirasakan (perceived performance) oleh suatu pihak
(yang
dalam hal ini pelanggan baik orang maupun badan), atas kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Menurut Tjiptono (1997 : 34) pada dasarnya tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasaan pelanggan
dapat
memberikan
manfaatnya
diantaranya
hubungan
antara
perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang meguntungkan bagi perusahaan. Melihat begitu pentingnya faktor kepuasaan pelanggan bagi perusahaan, maka perusahaan dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan kemampuan memuaskan pelanggan, karena kepuasaan pelanggan berarti mempertahankan pelanggan yang ada dan menjaring pelanggan baru. Untuk meningkatkan
23
kemampuan
memuaskan pelanggan maka yang harus diperhatikan oleh
perusahaan adalah soal layanan. Layanan disini menyangkut sumber daya manusianya maupun produk yang dihasilkannya. Yang dimaksud layanan sumber daya manusia yang ada di perusahaan harus mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada pelanggan. Agar dapat memberikan pelayanan sebaikbaiknya pada pelanggan, maka perusahaan harus melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia sejak awal. Yaitu sejak perusahaan merekrut tenaga kerja baru. Hal yang dimaksudkan agar memperoleh sumber daya manusia yang benarbenar berkualitas sesuai kebutuhan perusahaan. Dalam pekerjaan hendaknya diterapkan sistem prestasi, sehingga antar sumber daya manusia yang ada saling berlomba-lomba menunjukkan prestasi terbaiknya. Sehingga tingkat kepuasaan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan merasa puas.
2.2.
Penelitian Terdahulu 1. Penelitian tentang pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien pernah dilakukan oleh Ekawati (2001) dengan judul : “Analisi Pengaruh Tarif, Pelayanan dan Lokasi Terhadap Kepuasna Pasien Di RSUD Kardinah Tegal”. Alat analisis yang dipergunakan dalam
penelitian
ini
adalah
regresi
linier
berganda
dengan
menggunakan uji t dan uji F. Hasil dari penelitian ini adalah tarif
24
mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap kepuasan pasien di RSUD. Kardinah Tegal, pelayanan dan lokasi mempunyai pengaruh positif secara parsial terhadap kepuasan pasien di RSUD Kardinah Tegal.
Demikian halnya dengan uji F ada pengaruh yang secara
simultan antara tarif, pelayanan dan lokasi secara secara bersamasama. 2. Penelitian lain tentang pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi minat pasien melakukan rawat inap pernah dilakukan oleh Wibowo (2002) dengan judul: “Analisis Pengaruh Tarif, Fasilitas dan Pelayanan Terhadap Minat Pasien Melakukan Rawat Inap Di RSUD. Purwodadi”. Alat analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan uji t dan uji F. Hasil dari penelitian ini adalah tarif
mempunyai pengaruh negatif
terhadap
terhadap minat pasien melakukan rawat inap di RSUD. Purwodadi. Fasilitas dan pelayanan mempunyai pengaruh positif secara parsial terhadap minat pasien melakukan rawat inap di RSUD. Purwodadi. Demikian halnya dengan uji F ada pengaruh yang secara simultan antara tarif, fasilitas dan pelayanan secara secara bersama-sama.
2.3.
Kerangka Pikir Setiap rumah sakit merupakan usaha jasa diharapkan memuaskan
konsumen atau pasiennya. Dengan kepuasan konsumen tersebut diharapkan rumah sakit dapat
berkembang dan memperoleh tujuannya. Berbagai cara
25
dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa rumah sakit adalah dengan meningkatkan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk menggunakan jasa rumah sakit tersebut antara lain : -
Menetapkan tarif yang wajar
-
Meningkatkan bentuk pelayanan yang diberikan
-
Melengkapi fasilitas yang ada
-
Kepercayaan terhadap perawat dan dokter
Dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen, banyak sekali faktorfaktor yang perlu diperhatikan diantaranya adalah tarif, pelayanan, fasilitas dna kepercayaan. Konsumen akan mengambil keputusan dalam mempergunakan jasa rumah sakit
apabila selera, fungsi dan manfaat dari jasa rumah sakit yang
dibutuhkan telah terpenuhi. Akan tetapi ada beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan dan faktor tersebut dapat merupakan faktor inti yang melekat diambilnya keputusan konsumen dalam menggunakan jasa rumah sakit tersebut. Usaha-usaha yang dilakukan pihak rumah sakit dalam rangka menarik minat pelanggan untuk menggunakan jasa rumah sakit adalah dengan memperbaiki faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan konsumen adalah tarif, pelayanan, fasilitas. Untuk lebih lebih jelasnya dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :
26
Pelayanan (X1)
Fasilitas (X2)
Kepuasan konsumen (Y) Tarif (X3)
Kepercayaan (X4)
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Hubungan Antara Tarif, Pelayanan, Fasilitas Dan Kepercayaan Terhadap Kepuasan Konsumen
2.4.
Hipotesis Untuk
memberikan arahan dalam suatu penelitian, maka diperlukan
hipotesis. Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang perlu diuji kebenarannya. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga ada pengaruh antara pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. 2. Diduga ada pengaruh antara fasilitas terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
27
3. Diduga ada pengaruh antara tarif terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. 4. Diduga ada pengaruh antara kepercayaan terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang 5. Diduga ada pengaruh antara pelayanan, fasilitas, tarif dan kepercayaan terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS. Roemani Muhammadiyah Semarang.