BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian yang Relevan Disadari bahwa penelitian ini bukanlah kajian pertama yang mengangkat masalah ini. Telah banyak penelitian yang relevan sebelumnya. Berikut adalah uraian singkat hasil penelitian relevan yang pernah dilakukan. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang “Variasi Bahasa Bolaang Mongondow Kelompok Pedagang di Pasar Serasi Kotamobagu’’. Dalam penelitian ini, Nurlaila memfokuskan pada masalah variasi bahasa Bolaang Mongondow yang ada pada kelompok pedagang di pasar, yang telah dilihat dari bentuk kata, pilihan kata, susunan kalimat, dan cara pengungkapannya. Vanda Hardinata (2008) mengkaji tentang “Ragam Bahasa Pedagang Asongan dalam Interaksi Jual-Beli di Terminal Situbondo’’. Hasil penelitian tentang ragam bahasa pedagang asongan di terminal Situbondo menjelaskan bahwa pada ciri fonologis ditemukan adanya perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Pada ciri morfologis dilakukan pengamatan terhadap penemuan adanya bentuk-bentuk morfemmorfem tertentu, baik yang merupakan alomorf atau bukan. Ciri sintaksis adalah ciri bahasa yang dapat dilihat dari konstruksi kalimat. Ciri diksi didefinisikan sebagai pemilihan atau pemakaian kata yang akan digunakan untuk berinteraksi dalam situasi tertentu, sedangkan ciri leksikal merupakan ciri yang dapat dilihat dari kata atau kosakata. Penyelidikan tentang ciri intonasi menjadi sulit apabila dianalisis sampai kepada yang paling detail. Penelitian di atas terdapat perbedaan, yaitu pada objek penelitian. Objek penelitian yang sudah ada yakni pasar serasi di kotamobagu, di Terminal Situbondo, sedangkan pada
penelitian yang akan dilakukan yaitu di Terminal Isimu Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Dalam hal ini, penulis akan melihat ragam bahasa pedagang pedagang asongan serta faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya ragam bahasa yang ada di Terminal Isimu Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Persamaannya dapat dilihat dari bentuk dan cara pengungkapannya. 2.2 Ragam bahasa Sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret tidak menjadi seragam. Bahasa itu menjadi beragam atau bervariasi. Terjadinya keberagaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta wilayah yang sangat luas. Yang dimaksud beragam dalam variasi bahasa tersebut ialah, bahwa bahasa memiliki banyak bentuk, variasi dan ragam. 2.3 Pedagang Asongan Pedagang asongan adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menempatkannya di kotak kecil yang mudah dibawa dan dipindah-pindahkan. Kotak tersebut biasanya mereka kalungkan di leher seperti tas, dan barang-barang yang mereka tawarkan biasanya berupa rokok, korek api, kembang gula, kertas tisu, kacang, kuaci, buah, dan barang-barang ringan lainnya.
2.4 Ragam Bahasa sebagai Bagian dari Variasi Bahasa Ragam bahasa sebagai bagian dari variasi bahasa. bahasa beragam-ragam yang digunakan manusia, yang disebut variasi bahasa, (Pateda, 2008: 81). Secara leksikografi, variasi adalah (1) tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula; (2) bentuk atau rupa yang lain; (3) hiasan tambahan; (4) dalam bidang biologi perubahan atau rupa bentuk yang turun temurun pada binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, sedangkan dalam bidang linguistik “wujud berbagai manifestasi bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan” (Alwi dkk 2005: 1259). Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan.Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu.Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak.Variasi bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.Namun Halliday membedakan variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan pemakaian (register).Chaer (2004:62) mengatakan bahwa variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunanya.
Chaer dan Agustina (2004: 61-72) mengatakan variasi bahasa itu pertama dibedakan berdasarkan penutur dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, dimana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminya, dan kapan bahasa itu digunakan. Berdasarkan
penggunaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi variasi bahasa dalam formalnya. Sehubungan dengan penggunaan bahasa tersebut, variasi bahasa di bagi menjadi 2 bagian seperti berikut:
1) Variasi bahasa dilihat dari Segi Pemakai Variasi bahasa dilihat dari segi pemakai bahasa dapat dibagi atas: a) globalisasi, yaitu variasi bahasa yang dituturkan oleh pemakai bahasa ketika ia kesurupan, b) idiolek, menurut Ohoiwutun (2002: 20) ciri-ciri unik berbahasa dari seorang penutur secara individual ini dinamai idiolek, c) ekabahasawan, yaitu bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa yang hanya menguasai satu bahasa, d) dwibahasawan, yaitu orang yang sanggup menggunakan dua bahasa, e) anekabahasawan, yaitu pemakai bahasa yang mampu menggunakan lebih dari dua bahasa ketika ia berkomunikasi, f) rol, yaitu peranan dimainkan oleh seorang pemakai bahasa dalam berinteraksi sosial, g) variasi karena status sosial, yakni disebabkan oleh umur, jenis kelamin, hubungan kekeluargaan, latar belakang pendidikan pemakaian bahasa, waktu, tempat, jenis pekerjaan dan tingkat keakraban. 2) Variasi dari Segi Keformalan Berdasarkan tingkat keformalannyam, Martin Joss (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 92) dikatakan dalam bukunya “The five clock” membagi variasi bahasa lima macam gaya (style), yaitu (I) gaya atau ragam baku (frozen), yakni variasi bahasa yang paling formal yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, upacara–upacara resmi. (II)
gaya atau ragam resmi (formal), yakni variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran. (III) gaya atau ragam usaha (konsultatif), yakni variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. (IV) gaya atau ragam santai (casual), yakni variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. (V) gaya atau ragam akrab (intimate),yakni variasi bahasa yang digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau antar teman yang sudah karib. Variasi bahasa dapat terjadi karena perbedaan geografis penutur, perbedaan sejarah/waktu, dan perbedaan sosial penutur (misalnya daerah, status, ragam (style), usia, gender, dan keetnisan, agama, lingkungan, dan sebagainya. Ketiga perbedaan ini dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama, perbedaan geografis dan sejarah. Penutur yang dipisahkan oleh wilayah yang berbeda cenderung memiliki perbedaan dalam kosa katanya, baik perbedaan wicara, perbedaan subdialek, perbedaan dialek, maupun perbedaan bahasa. Demikian pula halnya penutur yang memiliki latar belakang sejarah yang berbeda juga cenderung berbeda bahasa atau dialeknya. Yang kedua, perbedaan sosial. Penutur ketika berinteraksi dengan mitra tuturnya biasanya memperhatikan “dalil” sosiolinguistik, yaitu siapa yang berbicara, kepada siapa ia berbicara, di mana, kapan, untuk apa, bagaimana, dan tentang topik apa.
Berdasarkan paparan di atas / sebelumnya dapat dikatakan bahwa bahasa yang digunakan
oleh
setiap
orang
bervariasi,
baik
dilihat
dari
bentuknya,
dari
pengungkapannya, maupun lainnya. 2.5 Penggunaan Bahasa Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, berpikir, bercakap-cakap, bersuara. Lebih spesifik lagi berbahasa ini merupakan kegiatan dan proses memahami dan menggunakan isyarat komunikasi yang disebut bahasa (Chaer, 2003: 44). Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial, Sebagai makhluk sosial manusia perlu berinteraksi dengan manusia lain Dalam interaksi, manusia menggunakan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang mereka maksudkan. Hal ini bisa dicermati bahwa bahasa merupakan unsur terpenting dalam komunikasi. Dialek bahasa yang digunakan untuk berkomunkasi merupakan cerminan bagi seorang pedagang asongan. Hal ini dapat dipahami apabila memperhatikan dan menyimak jenis bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kedudukan sebagai dialek bahasa pedagang asongan berfungsi sebagai identitas atau sebuah lambang kebanggaan bagi pedagang asongan tersebut. Faktor di atas ditunjang oleh salah satu pakar, yakni Pateda (1990: 01) menyebutkan 6 faktor, yakni: bahasa ini terdesak pemakaiannya karena, (i) pengaruh Dialek Manado, (ii) pengaruh penggunaan bahasa Indonesia, (iii) campurbaur dengan kelompok etnik yang lain, (iv) pernikahan, yakni jejaka atau gadis Gorontalo menikah dengan kelompok etnik yang lain, (v) terbukanya perhubungan, baik darat, laut, maupun udara yang menyebabkan mobilitas pemakaian dengan mudah pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, (vi) sikap
orang Gorontalo sendiri yang lebih suka menggunakan bahasa yang bukan bahasa Gorontalo. Selain itu juga karena adanya perkembangan zaman, sehingga mau tak mau penutur bahasa daerah Gorontalo mengikuti arus perkembangan tersebut akibatnya banyak pedagang yang mencampurbaurkan bahasa.