BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian dari Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. 1) Nellasari Mokodenseho dengan judul Tokoh Dan Penokohan Serta Perubahannya dalam novel The Twillight Saga Karya Stephenie Meyer, tahun 2011. Permasalahan dalam penelitiannya : (1)
bagaimana karakter tokoh
dalam novel The Twillight Saga Karya Stephenie Meyer?, (2) bagaimana pikiran tokoh dalam novel The Twillight Saga Karya Stephenie Meyer?, (3) bagaimana perasaan tokoh dalam Novel The Twillight Saga Karya Stephenie Meyer?, (4) bagaimana tindakan tokoh dalam novel The Twillight Saga Karya Stephenie Meyer?, (5) bagaimana pandangan hidup dalam Novel The Twillight Saga Karya Stephenie Meyer?. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa,
(1)
pikiran
akan
mempengaruhi perasaan dan tindakan tokoh, (2) perasaan tokoh yang digambarkan menentukan peristiwa yang terjadi pada tokoh, (3) tindakan tokoh merupakan wujud dari pikiran dan perasaan tokoh dan sehingga dari tindakan tokoh terlihat adanya perubahan dari beberapa tokoh dalam cerita novel. Adapun persamaan penelitian dari Nellasari Mokodenseho dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menganalisis perubahan pada tokoh
dalam novel akan tetapi objek serta pendekatan yang digunakan berbeda. Nellasari menganalisis tokoh dalam novel the twillight saga dengan pendekatan Psikologi sedangkan penelitian sekarang menganalisis tokoh dalam novel Dhuha di Victoria dengan menggunakan pendekatan struktural. 2) Dian Rahmasari Skripsi yang berjudul “Karakterisasi Tokoh dalam Novel Putra Salju” Karya Salman El-Bahry tahun 2012. Permasalahan yang diangkat yaitu (1) Bagaimana karakter tokoh dalam novel Putra Salju karya El-Bahry. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dalam penelitian ini adalah deskripsi tokoh-tokoh dalam novel Putra Salju. Adapun persamaan penelitian dari Dian Rahmasari dengan penelitian sekarang adalah sama-sama mengkaji tentang karakter tokoh. Sedangkan perbedaannya terdapat pada objek yang digunakan. Penelitian dari Dian Rahmasari menggunakan novel Putra Salju karya Salman El-Bahri, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan novel Dhuha di Victoria karya Taufiqurrahman Al-Azizy.
2.2 Landasan Teori Dalam landasan teori ini akan dijelaskan beberapa pendapat atau teori dari para ahli, yakni mengenai unsur-unsur intrinsik novel yaitu tema, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat, tokoh dan penokohan, macam-macam pembagian tokoh, hakekat watak, perubahan watak tokoh dalam novel, serta pendekatan struktural. Hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
2.2.1 Unsur Intrinsik Novel Unsur intrinsik novel meliputi : a. Tema Sumardjo dan Saini (1997:56) mengemukakan bahwa tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema bisa hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Menurut Aminudin (2010:91) tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Nurgiyantoro, (2010:68) juga mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis yang dapat menyangkut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. b. Alur (plot) Alur pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan
istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminudin, 2010:83). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2010:113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yag satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sedangkan dalam (KKDK 2012: 12) alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan kearah klimaks dan penyelesaian, atau jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab-akibat). Yang berlawanan dengan keadaan yang diharapkan. c. Setting/Latar Gambaran watak, peristiwa atau adegan akan menjadi lebih konkret apabila dihubungkan dengan waktu, tempat, suasana, dan berbagai aspek budaya dan masyarakat. Hal itu sependapat dengan (Aminudin, 2010:67). yang mengemukakan bahwa Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta mempunyai fungsi fisikal dan fungsi psikologis Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi sedangkan latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.
Kosasih (2012:67) mengemukakan bahwa latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual atau bisa pula yang bersifat imajiner. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. d. Sudut pandang Sudut pandang (point of view) mengarah pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010:248). Sudut pandang, point of view; viewpoint, merupakan salah satu unsur fiksi yang oleh Stanton (dalam Nurgiyantoro 2010:246) digolongkan sebagai sarana cerita, literary device. Walaupun demikian, hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting. Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi
afektif pembaca
terhadap sebuah karya fiksi pun dalam banyak hal dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang. Dengan demikian, sudut pandang pada hakekatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang sengaja dipilih pengarang untuk dikemukakan dan ceritanya. e. Gaya bahasa Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti leksikal ‘alat untuk menulis’. Dalam karya sastra
istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminudin, 2010:72). Gaya bahasa juga merupakan pemakaian bahasa yang khas dan istimewa, yang merupakan ciri khas seorang penulis aliran sastra, dan lain-lain (Tuloli 2000:60). Gaya adalah sesuatu yang lembut, rumit, dan penuh rahasia dalam karya seni. Dengan mempelajari gaya pengarang kita akan lebih memahami lebih baik pribadi yang kreatif daripada kita membaca biografinya yang ditulis orang lain (Sumardjo dan Saini, 1997:92). Jadi gaya bahasa merupakan hasil kreativitas pengarang dalam menciptakan bahasa yang indah dan menarik. f. Amanat Amanat merupakan salah satu unsur dalam cerita yang sangat penting. Pentingnya amanat dalam cerita berhubungan dengan mutu atau kualitas sebuah karya tersebut (Didipu, 2013:33). Amanat juga merupakan atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita itu (Kosasih, 2012:41) Adanya pesan dari sebuah novel sangatlah penting. Sehingga hasil dari kegiatan membaca novel akan menginspirasi pembaca untuk berbuat lebih baik lagi.
g. Tokoh dan Penokohan Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (KKDK, 2012 :274). Selain itu tokoh juga adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan (memiliki sifat/watak) di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh adalah pelaku dalam suatu karya sastra, tokoh sangat berperan penting dalam jalannya suatu cerita yang ditulis. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Jika terjadi seorang tokoh bersikap dan bertindak secara lain dari citranya yang telah digambarkan sebelumnya, dan karenanya merupakan suatu kejutan, hal itu haruslah tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi plot sehingga cerita tetap memiliki kadar plausibilitas atau kalaupun tokoh itu bertindak secara “aneh” untuk ukuran kehidupan yang wajar, maka sikap dan tindakannya itu haruslah tetap konsisten (Nurgiyantoro, 2010:167). Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan,
amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Sedangkan
penokohan
ialah
bagaimana
cara
pengarang
menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan (Esten, 1978:27). Penokohan yang baik ialah penokohan yang berhasil mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat. 2.2.2 Macam-Macam Tokoh Ada berbagai macam pembagian tokoh dalam novel, yakni: A. Berdasarkan fungsinya tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. 1. Tokoh utama Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan plot.
2. Tokoh tambahan Tokoh tambahan adalah tokoh yang bersifat menunjang tokoh utama. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tak langsung. B. Berdasarkan perannya tokoh dibagi menjadi tokoh protagonis dan antagonis. 1. Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya
secara
populer
disebut
hero-tokoh
yang
merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita, Altenbern dan lewis dalam (Nurgiyantoro, 2010:179). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita,harapan-harapan kita, pembaca. Setiap karya fiksi harus mengandung konflik, ketegangan khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. 1) Tokoh Antagonis Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki watak tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pembaca, biasanya tokoh antagonis merupakan tokoh yang menyebabkan konflk.
C. Berdasarkan penampilannya tokoh dibagi menjadi tokoh sederhana dan tokoh bulat 1. Tokoh sederhana Dalam bentuknya yang asli tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu pula. Sifat dan tingkah laku dari seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. 2. Tokoh Bulat Tokoh bulat, kompleks berbeda halnya dengan tokoh sederhana. Tokoh sederhana adalah tokoh yang dapat diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin saling bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannyapun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2010:183). Tokoh bulat juga merupakan tokoh yang diungkap berbagai sisi kehidupannya, pribadinya, dan jati dirinya, ia dapat memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga.
D. Berdasarkan perkembangannya tokoh dibagi menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. 1. Tokoh Statis Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwaperistiwa yang terjadi, Altenbernd dan Lewis dalam (Nurgiyantoro, 2010 :188). Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tidak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antar manusia. 2. Tokoh Berkembang Tokoh berkembang di pihak lain adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinterksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain. Yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. E. Berdasarkan pecerminan (perwakilan) tokoh dibagi menjadi tokoh tipikal dan tokoh individual. 1. Tokoh Tipikal Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualisnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010:190 ) tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan atau penunjukkan terhadap orang
atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia nyata. Penggambaran itu tentu saja tidak bersifat langsung dan tidak menyeluruh, justru pihak pembacalah yang menafsirkannya. 2. Tokoh Individual Tokoh yang mempunyai sifat individual biasanya sangat unik, yaitu hanya khusus. Ia mempunyai sifat yang berbeda dengan manusia lain, sehingga tidak mencerminkan kelompok orang. 2.2.3 Hakekat Perwatakan Tokoh Utama Watak, perwatakan, dan karakter, merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih merujuk pada kualitas pribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2010:164). Watak juga dapat didefinisikan seperti sifat orang, sifat orang ini kemudian dapat didefinisikan seperti sebuah kualitas personal atau kepribadian seseorang (Susanto, 2012:122). Jadi perwatakan tokoh utama adalah sifat yang dimiliki oleh tokoh yang berperan sebagai inti sari dari sebuah cerita. Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusurinya lewat : (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat baaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh
yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan 9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya (Aminudun 2010 :81). 2.2.4 Perubahan Perwatakan Tokoh Dalam Novel Perubahan perwatakan tokoh merupakan hal yang banyak ditemukan dalam berbagai macam karya sastra khususnya novel. Dalam KBBI perubahan adalah hal atau keadaan yang berubah, watak adalah sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. Sedangkan novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya. Jadi perubahan watak tokoh dalam novel adalah keadaan yang berubah dari sifat batin seorang tokoh dalam suatu karya sastra. Menurut Stanton (dalam Susanto, 2012 :131-132) perubahan sifat atau watak salah satunya dapat disebabkan oleh Plot. Karena plot itu merupakan satu mata rangkai sebuah peristiwa yang dihubungkan dengan sebab-akibat. Satu penyebab yang dapat menyebabkan secara langsung peristiwa lain. Pada umumnya satu cerita fiksi memiliki satu tokoh utama yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian dalam cerita. Peristiwa atau kejadian
itu dapat
menyebabkan pada perubahan di dalam diri seorang tokoh utama. Watak seorang tokoh dapat diketahui dari alasan seorang tokoh melakukan sebuah tindakan atau alasan mengapa hal itu dilakukan oleh para tokoh atau oleh seorang tokoh (Susanto, 2012:132). 2.2.5 Pendekatan Struktural Dalam karya sastra sering didengar istilah pendekatan struktural. Tuloli (2000:43) mengatakan bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar,
dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersamasama menghasilkan makna keseluruhan. Setiap unsur intrinsik saling berhubungan dengan unsur lainnya untuk membentuk kesatuan makna suatu karya sastra. Sedangkan menurut (Ratna, 2011:91) Pendekatan struktural berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antar hubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan totalitasnya. (Jabrohim, 2012:20) juga mengatakan bahwa analisis stuktural berarti memahami unsur-unsur atau anasir yang membangun struktur. Keseluruhan pengertian tersebut menunjukkan bahwa strukturalisme segala sesuatu di dalam dunia membangun dunianya sendiri, mekanismenya sendiri, untuk menjalankan fungsi-fungsinya sendiri, terlepas dari berbagai kemungkinan pengaruh dari luar. Sesuatu dipahami sebagai kekuatan yang mampu membangun, mengembangkan, dan mempertahankan dirinya sendiri dengan caranya sendiri pula. Dengan kata lain, strukturalisme cenderung memahami segala sesuatu sebagai sebuah sistem yang tertutup, otonom (Faruk 2012: 157).