perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan teori yang dapat mendukung penelitian dan membantu merumuskan kerangka pemikiran. Untuk itu dibawah ini akan diuraikan teori – teori yang mendukung di dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik merupakan setiap Keputusan Pemerintah yang memberikan impak pada kehidupan bersama. Kebijakan publik adalah domain utama pemerintah, dan mempunyai arti strategis bagi pemecahan masalah dalam kehidupan bersama. (Riant Nugroho, 2007 : 218) Menurut Dwiyanto Indiahono (2009 : 18), kebijakan publik dalam kerangka substantive adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapai. Dengan membawa kebijakan publik dalam ranah upaya memecahkan masalah publik maka warna administrasi publik akan lebih terasa kental. Kebijakan publik diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan – urusan publik. Kebijakan publik sejauh mungkin diupayakan berada dalam rel kebijakan yang beraras pada sebesar – besarnya kepentingan publik. commit to user
13
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan menurut Owen dan Rogers (1999) dalam Edi Suharto (2005 : 120)
menjelaskan kebijakan adalah ketetapan yang memuat
prinsip – prinsip untuk mengarahkan cara – cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan program merupakan seperangkat aktivitas atau kegiatan yang ditujukan untuk mencapai suatu perubahan tertentu terhadap kelompok sasaran tertentu. Thomas R. Dye dalam Budi winarno (2012 : 20) yang mengatakan bahwa “Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Sedangkan pendapat dari pakar politik lain, Richard Rose menyatakan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai “serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi – konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan tersendiri”. Berbeda dengan James E. Anderson (1979 : 3) dalam Subarsono (2011 : 2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan – badan dan aparat pemerintah . Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Kebijakan publik dilihat dari perspektif instrumental, adalah alat untuk mencapai suatu tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah mewujudkan nilai – nilai kepublikan. Nilai – nilai kepublikan sebagai commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan kebijakan memiliki wujud bermacam – macam. Secara umum kebijakan publik adalah alat untuk : -
mewujudkan nilai – nilai yang diidealkan masyarakat seperti keadilan, persamaan, dan keterbukaan;
-
memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat (masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan pelayanan publik yang buruk)
-
memanfaatkan peluang baru bagi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat seperti mendorong investasi, inovasi pelayanan, dan peningkatan ekspor
-
melindungi masyarakat dari praktik swasta yang merugikan misalnya pembuatan undang – undang perlindungan konsumen, ijin trakyek, ijin gangguan
(Erwan Agus P dan Dyah Ratih S, 2012 : 64)
Dari beberapa definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan - tindakan pemerintah, kebijakan publik harus berorientasi kepada kepentingan publik dan kebijakan publik merupakan tindakan pemilihan alternatif untuk dilaksanakan dan tidak dilaksanakan oleh pemerintah demi kepentingan publik.
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Implementasi a) Pengertian Implementasi Kebijakan Publik Suatu kebijakan yang telah dirumuskan tentunya memiliki tujuan – tujuan atau target tertentu yang ingin dicapai. Pencapaian target
baru
akan
terealisasi
jika
kebijakan
tersebut
telah
diimplementasikan. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui apakah tujuan kebijakan yang telah dirumuskan tersebut dapat tercapai atau tidak, maka kabijkan tersebut harus diimplementasikan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi kebijakan adalah tahap penting dalam kebijakan, tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar – benar berhasil atau tidak. Menurut Budi Winarno (2012 : 146 - 147) dalam bukunya yang berjudul “Kebijakan Publik” Implementasi merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Jika dipandang dalam pengertian luas, implementasi merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang – undang, mempunyai makna pelaksanaan undang – undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama – sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk to user meraih tujuan – tujuancommit kebijakan atau program – program.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan menurut Solichin Abdul Wahab (2001 : 65) dalam bukunya yang berjudul “Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara” mengemukakan pendapatnya mengenai Pelaksanaan atau implementasi sebagai berikut : “Implementasi adalah tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat – pejabat, kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada terciptanya tujuan – tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Wahab, 2001:65). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah tindakan – tindakan yang dilakukan oleh pihak – pihak yang berwenang/berkepentingan baik pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita – cita/tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi berkaitan dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan/merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan, karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai. Definisi lain berkaitan dengan implementasi dikemukakan oleh Lineberry (1978 : 70) dengan mengutip pendapat Van Mater dan Van Horn (1975) dalam Fadillah Putra (2001 : 82) bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan – tindakan yang dilaksanakan oleh individu – individu, dan kelompok – kelompok pemerintah dan swasta, yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran, yang menjadi prioritas commit to user dalam keputusan kebijakan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya. Berbeda dengan Ripley dan Franklin dalam Budi Winarno (2012 : 148) yang berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan – tujuan program dan hasil – hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Pengertian implementasi diatas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang – undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Sedangkan menurut Ade Kearn dalam Jurnal Internasionalnya “A Study of Policy Implementation” (2008) mengemukakan bahwa : “The policy implementation must contain an appreciation of the effects of having multiple policy objectives, multiple layers of governance and multiple actors involved in policy delivery. Additional elements of a policy implementation framework are: the specification of the stages of implementation;
consideration of interactions between policy commit to user objectives; the need for government to oversee and ensure the effective
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
management of policy networks; and finally, consideration of the effects of competing political interests and perspectives. (Implementasi kebijakan harus berisi apresiasi terhadap efek memiliki beberapa tujuan kebijakan, beberapa lapisan pemerintahan dan aktor yang terlibat dalam penyampaian kebijakan. Elemen tambahan dari kerangka
implementasi
kebijakan
adalah:
spesifikasi
tahapan
pelaksanaan, pertimbangan interaksi antara tujuan kebijakan, perlunya pemerintah untuk mengawasi dan memastikan manajemen yang efektif dari jaringan kebijakan, dan akhirnya, pertimbangan efek kepentingan politik yang bersaing dan perspektif )” Dan menurut Petter Bell dalam jurnal internasionalnya “Information management in law enforcement : The case of policy intelligence strategy implementation (2010) mengemukakan bahwa : “Strategy implementation is important because failure to carry out strategy can cause lost opportunities and leave policy officers reluctant to do strategic planning. Lack of implementation creates problems in maintaining priorities and reaching organizational goals. The strategy execution task is commonly the most complicated and time-consuming part of strategic, management. Yet, strategy implementation suffers from a general lack of academic attention. (Implementasi strategi sangat penting karena kegagalan untuk melaksanakan perencanaan strategi dapat menyebabkan hilangnya kesempatan
dan
tidak
digunakannya
cara
untuk
melakukan
perencanaan strategis. Kurangnya implementasi menciptakan masalah dalam mempertahankan prioritas dan mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu strategi implementasi ini adalah bagian yang paling rumit dan memakan waktu. Namun, implementasi strategi pada umumnya kurang mendapat perhatian akademik)”. Di dalam implementasi program, khususnya yang melibatkan banyak organisasi/instansi pemerintah atau berbagai tingkatan struktur commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari 3 ( tiga) sudut pandang, yaitu : 1.
pemrakarsa kebijaksanaan/pembuat kebijaksanaan
2.
pejabat – pejabat pelaksanaan di lapangan
3.
aktor – aktor perorangan di luar badan – badan pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan yakni kelompok sasaran.
Apabila ternyata program tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka dilakukan upaya penyesuaian terhadap program tersebut atau pengenaan sanksi hukum tertentu pada pejabat – pejabat yang bertanggung jawab atau kebijaksanaan itu sendiri perlu dirumuskan kembali. (solichin abdul wahab, 1991 : 49) Dari beberapa pandangan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan suatu pengertian bahwa implementasi merupakan suatu tindakan dalam suatu proses pelaksaanan yang direncanakan dan ditetapkan untuk direalisasikan. Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan
telah
tersusun dan dana commit to user
telah
siap
untuk
proses
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaannya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan. Kebijakan biasanya berisi suatu program untuk mencapai tujuan, nilai – nilai yang dilakukan melalui tindakan – tindakan yang terarah. Apabila program atau kebijakan sudah dibuat maka program tersebut harus dilakukan oleh para mobiliastor atau para aparat yang berkepentingan. Suatu Kebijakan yang telah dirumuskan tentunya memiliki tujuan – tujuan atau target – target yang ingin dicapai. Pencapaian target baru akan terealisasi jika kebijakan tersebut telah diimplementasikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan adalah tahapan output atau outcomes bagi masyarakat. Proses menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan. Menurut Dyah Ratih Sulistyastuti (2012 : 72), untuk melihat keberhasilan implementasi tidak hanya berhenti pada kepatuhan para implementer saja namun juga hasil yang akan dicapai setelah prosedur implementasi
dijalani maka
upaya
untuk
memahami
realitas
implementasi kebijakan perlu dilihat secara detail dengan proses implementasi yang dilalui para implementer dalam upaya mewujudkan tujuan kebijakan tersebut. Proses implementasi ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Sosialisasi. Sosialisasi merupakan tahapan
yang penting dalam
implementasi suatu kebijakan. Untuk menjamin implementasi dapat berjalan lancar, sebelum kegiatan penyampaian berbagai keluaran kebijakan dilakukan kepada kelompok sasaran dimulai perlu didahului dengan penyampaian informasi kepada kelompok sasaran. Tujuan pemberian informasi ini adalah agar kelompok sasaran memahami kebijakan yang akan diimplementasikan sehingga mereka tidak hanya akan dapat menerima berbagai program yang diinisiasi oleh pemerintah akan tetapi berpartisipasi aktif dalam upaya untuk mewujudkan tujuan - tujuan kebijakan. Informasi yang disampaikan dalam mencari dukungan terhadap kelompok sasaran ini paling tidak harus mencakup berbagai hal yaitu penjelasan secara lengkap tentang tujuan kebijakan, manfaat serta keuntungan yang akan dirasakan oleh kelompok sasaran, stakeholder yang terlibat, dan mekanisme kegiatan sebuah kebijakan atau program tersebut. Kegiatan sosialisasi ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilakukan melalui ceramah, forum warga, dialog interaktif
lewat radio atau TV.
Sedangkan sosialisasi secara tidak langsung terjadi ketika para petugas mensosialisasikan suatu kebijakan tidak berinteraksi langsung
dengan
kelompok sasaran commit to user
tetapi
melalui
papan
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengumuman, pamlet, leaflet, spanduk, brosur, iklan layanan masyarakat lewat TV, radio ,surat kabar maupun website. b. Pelaksanaan Setelah proses sosialisasi, maka kegiatan selanjutnyanya adalah kegiatan dalam pelaksanaanya atau biasa disebut dengan delivery activities. Delivery activities yaitu kegiatan untuk menyampaikan keluaran kebijakan kepada kelompok sasaran. Kegiatan untuk menyampaikan policy output kelompok sasaran ini yang dalam perpektif sempit sebagaimana dikatakan oleh Ripley (1985) sering dipahami sebagai kegiatan implementasi kebijakan. Tujuan dari delivery activities ini adalah sampainya policy output kepada kelompok sasaran. Realisasinya dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya pemberian pelayanan (seringkali gratis) maupun realisasi bantuan. Dengan demikian delivery activities dinilai berhasil apabila pelayanan dan bantuan atau diterima oleh kelompok
sasaran
dengan
baik,
dimana
tepat
waktu
penyampaiannya, tepat kuantitas, tepat kualitas dan tepat sasaran. b) Permasalahan Dalam Implementasi Kompleksitas
dalam
proses
implementasi
tidak
jarang
memunculkan sejumlah permasalahan. Makinde (2005) dalam bukunya Erwan Agus P dan Dyah Ratih S (2012 : 85) mengidentifikasi permasalahan – permasalahan yang muncul dalam proses implementasi di negara berkembang. Permasalahan implementasi tersebut diperoleh commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari penelitiannya di Negeria. Kegagalan implementasi disebabkan antara lain oleh : -
Kelompok sasaran tidak terlibat dalam implementasi program
-
Program
yang
diimplementasikan
tidak
mempertimbangkan
kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan politik -
Adanya korupsi
-
Sumberdaya manusia yang kapasitasnya rendah
-
Tidak adanya koordinasi dan monitoring.
Kasus kedua tentang problema implementasi yang menyebabkan kegagalan sebuah kebijakan diperoleh dari penelitiannya di Ghana. Temuan menunjukkan bahwa kegagalan disebabkan oleh kelangkaan teknologi dan SDM yang memiliki kapasitas. Kasus serupa juga terjadi di negara Pakistan. Implementasi kebijakan di Pakistan, seperti di negara
–
negara
berkembang
lainnya,
menghadapi
sejumlah
permasalahan. Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi di Pakistan adalah : -
Ketidakjelasan tujuan kebijakan
-
Komitmen politik
-
Struktur pemerintahan
-
Sentralisasi kewenangan
-
Sumberdaya
-
Ketergantungan pada budaya asing.
c) Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Implementasi Kebijakan Dalam pelaksanaan suatu kebijakan ada berbagai model yang dapat dipakai sebagai pedoman yang nantinya digunakan commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program. Berbagai model tersebut diantaranya : a. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn Dalam Dwiyanto Indiahono, (2009 : 38 – 39) Model Meter dan Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Meter dan Horn adalah sebagai berikut :
Standart dan sasaran kebijakan Standart dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga diakhir program dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan dari kebijakn atau program yang dijalankan.
Kinerja kebijakan Merupakan penilaian terhadap pencapaian standart dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.
Sumber daya Sumber daya menunjuk pada seberapa besar dukungan finansial dan manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja yang baik. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikasi antar badan pelaksana Hal ini menunjuk pada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program.
Karakteristik badan pelaksana Menunjukkan seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai – nilai yang berkembang, hubungan dari komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.
Lingkungan sosial, ekonomi, politik Menunjukan bahwa lingkuangan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakn itu sendiri.
Sikap pelaksana Sikap pelaksana menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, responsif dan antusias terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini.
b. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III Dalam Dwiyanto Indiahono (2009 : 31 – 32) Dalam model ini terdapat empat variabel yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Empat variabel tersebut adalah sebagai berikut : commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikasi Komunikasi
menunjuk
bahwa
setiap
kebijakan
dapat
dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program dengan para kelompok sasaran. Tujuan dan sasaran dari program dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distrosi atas kebijakan dan program.
Ini
menjadi
penting
karena
semakin
tinggi
pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi
tingkat
penolakan
dan
kekeliruan
dalam
mengaplikasikan program dan kebijakan dalam ranah yang sesungguhnya.
Sumber daya Yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber finansial kecukupan modal investasi atas sebuah program / kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implentasi pogram. Sebab tanpa kehandalan implementator menjadi kurang energik dan berjalan seadanya. Sedangkan sumber daya finasial menjamin keberlangsungan suatu program. Tanpa dukungan finansial yang memadai, commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
program tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
Disposisi Disposisi yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementator kebijakan / proram.karakter yang penting yang dimiliki oleh implementator adalah kejujuran komitmen dan demokratis. Implementator yang meiliki komitmen tinggi dan jujur kan senantiasa bertahn diantara hambatan yang ditemui dalam program / kebijakan.
Struktur birokrasi. Menunjuk bahwa struktur birokrasi
menjadi penting dalam
implentasi kebiajakan. Aspek ini mencakup dua hal penting pertama adalah mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan
melalui
standart
operating
prosedur
(SOP),
sedangkan struktur oragnisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit – belit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelasana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesaian secara ringkas dan fleksibel menghindari “virus weberian” yang kaku, terlalu hirarkis, dan birokratis. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Implemetasi/Pelaksanaan
Penanganan
Gelandangan
dan
Pengemis Pelaksanaan penanganan gelandangan dan pengemis telah diatur dengan usaha – usaha pemerintah di dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis dengan cara sebagai berikut : Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis berbunyi : a. Usaha Preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan sehingga akan mencegah terjadinya : 1). Pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau kelurga – keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya. 2). Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan umum 3). Pergelandangan
dan
pengemisan
kembali
oleh
para
gelandangan dan pengemis yang telah di rehabilitasi dan ditransmigrasikan
ke
daerah
pemukiman
dikembalikan ke tengah masyarakat. commit to user
baru
ataupun
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Usaha
preventif
dimaksudkan
untuk
mencegah
timbulnya
gelandangan dan pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan
menjadi
sumber
timbulnya
gelandangan
dan
pengemis. Usaha tersebut dilakukan antara lain : a. Mengadakan Penyuluhan dan bimbingan sosial b. Memberikan Pembinaan sosial c. Memberikan Bantuan sosial d. Perluasan kesempatan kerja e. Pemukiman lokal f. Peningkatan derajat kesehatan (Pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) b. Usaha Represif
adalah usaha – usaha yang terorganisir, baik
melalui lembaga maupun bukan lembaga dengan maksud untuk menghilangkan pergelandangan dan pengemisan serta mencegah meluasnya di masyarakat. Usaha represif
ini dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau
meniadakan gelandangan dan pengemis yang ditujukan – baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan pergelandangan dan pengemisan. usaha represif sebagaimana dimaksud meliputi :
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Razia Razia dapat dilakukan sewaktu - waktu baik oleh pejabat yang berwenang untuk itu maupun oleh pejabat yang atas perintah Menteri diberi wewenang untuk itu secara terbatas. Razia yang dilakukan oleh pejabat yang diberi wewenang kepolisian terbatas dilaksanakan bersama – sama dengan Kepolisian. (Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) 2. Penampungan sementara untuk diseleksi Gelandangan dan pengemis yang terkena razia ditampung dalam penampungan sementara untuk diseleksi. (Pasal 11 Peraturan
Pemerintah
No.
31
Tahun
1980
Tentang
Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) Seleksi sebagaimana dimaksud untuk menetapkan kwalifikasi para gelandangan dan pengemis dan sebagai dasar untuk menetapkan tindakan selanjutnya. Setelah gelandangan tersebut dirazia dan diseleksi, maka tindakan selanjutnya adalah : (a) Dilepaskan dengan syarat (b) Dimasukkan dalam panti sosial (c) Dikembalikan kepada keluarganya (d) Diserahkan ke Pengadilan (e) Diberikan pelayanan kesehatan (Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pelimpahan Dalam
hal
seseorang
dikembalikan
kepada
gelandangan orang
dan/atau
pengemis
tua/wali/keluarga/kampung
halamannya baik karena hasil seleksi maupun karena putusan pengadilan dapat diberikan bantuan sosial yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Menteri. (Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) c. Usaha Rehabilitatif
adalah usaha – usaha
meliputi usaha – usaha
yang terorganisir
penyantunan, pemberian latihan dan
pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah masyarakat, pengawasan serta bimbingan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai Warga Negara Republik Indonesia. Usaha rehabilitatif ini bertujuan agar fungsi mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat. Usaha rehabilitatif ini dilakukan
dengan
usaha
–
usaha
penampungan,
seleksi,
penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut. Usaha Rehabilitatif sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui Panti Sosial. (Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis). commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tatacara pelaksanaan ketentuan meliputi : -
Usaha – usaha penampungan : Usaha penampungan ditujukan untuk meneliti/menseleksi gelandangan dan pengemis yang dimasukkan dalam Panti Sosial. (Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis)
-
Seleksi : Seleksi yang dimaksud bertujuan untuk menentukan kualifikasi pelayanan sosial yang akan diberikan. (Pasal 17 Peraturan
Pemerintah
No.
31
Tahun
1980
Tentang
Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) -
Penyantunan : Usaha penyantunan ditujukan untuk mengubah sikap mental gelandangan dan pengemis dari keadaan yang non produktif manjadi keadaan yang produktif. Para gelandangan dan pengemis diberikan bimbingan, pendidikan dan latihan baik fisik, mental maupun sosial serta ketrampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya. (Pasal 18 dan 19 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis)
-
Penyaluran : Usaha penyaluran ditujukan kepada gelandangan dan
pengemis
yang
telah
mendapatkan
bimbingan,
pendidikan, latihan dan ketrampilan kerja dalam rangka pendayagunaan mereka terutama ke sektor produksi dan jasa, melalui jalur – jalur transmigrasi swakarya, dan pemukiman commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lokal. (Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) -
Tindak lanjut bertujuan agar fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat : Usaha tindak lanjut ditujukan kepada gelandangan dan pengemis yang telah disalurkan, agar mereka tidak kembali menjadi gelandangan dan pengemis. Usaha tindak lanjut dilakukan dengan : a. meningkatkan kesadaran berswadaya b. memelihara, memantapkan dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi c. menumbuhkan kesadaran hidup bermasyarakat. (Pasal 22 dan 23 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis) Sedangkan di dalam Undang – Undang Republik Indonesia No.
11 tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial usaha – usaha Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta mengenai Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis dilakukan dengan cara melakukan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, yang meliputi : 1. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk :
Motivasi dan diagnosis psikososial; commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perawatan dan pengasuhan;
Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
Bimbingan mental spiritual;
Bimbingan fisik;
Bimbingan Sosial dan konseling psikososial;
Pelayanan aksesibilitas;
Bantuan dan asistensi sosial;
Bimbingan resosialisasi;
Bimbingan lanjut; dan/atau
Rujukan
(Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) 2. Jaminan Sosial Jaminan
sosial
diberikan
dalam
bentuk
asuransi
kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan, jaminan sosial ini untuk dapat menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat ,mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial – ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. (Pasal 9 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) 3. Pemberdayaan Sosial Pemberdayaan sosial dimaksudkan untuk memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Pemberdayaan sosial tersebut dilakukan dalam bentuk : a. Diagnosis dan pemberian motivasi b. Pelatihan keterampilan c. Pendampingan d. Pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha e. Peningkatan akses pemasaran hasil usaha f. Supervisi dan advokasi sosial g. Penguatan keserasian sosial h. Penataan lingkungan; dan / atau i.
Bimbingan lanjut
(Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) 4. Perlindungan Sosial Pasal 14 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun
2009
Tentang
Kesejahteraan
Sosial,
berbunyi
:
Perlindungan sosial dilaksanakan melalui : a. Bantuan sosial Bantuan sosial disini bersifat sementara dan/atau berkelanjutan dalam bentuk : -
Bantuan langsung
-
Penyediaan aksesibilitas
-
Penguatan kelembagaan
Bantuan
sosial
dimaksudkan
agar
seseorang,
keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar. (Pasal 15 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) b. Advokasi sosial Advokasi sosial diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban,
pembelaan, dan pemenuhan hak.
Dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang di langgar haknya. (Pasal 16 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) c. Bantuan hukum Bantuan hukum diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi
hukum.
Diselenggarakan
untuk
mewakili
kepentingan warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan. (Pasal 17 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) 3. Dasar Hukum Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis Dasar hukum yang melatar belakangi pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial dalam menangani gelandangan dan pengemis di Kota Surakarta : commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Tujuan Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 : Penanggulangan gelandangan dan pengemis an yang meliputi usaha – usaha preventif, represif, rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, dan memasyarakatkan kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mancapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia. 2. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Asas dan Tujuan dari penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada Pasal 2 dan 3 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, adalah : -
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas : a. Kesetiakawanan; b. Keadilan; c. Kemanfaatan; d. Keterpaduan; e. Kemitraan; f. Keterbukaan;
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Akuntabilitas; h. Partisipasi; i. Profesionalitas; dan j. Berkelanjutan.
-
Sedangkan tujuan dari penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yaitu : a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelansungan hidup; b. Memulihkan
fungsi
sosial
dalam
rangka
mencapai
kemandirian; c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; e. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan f. Meningkatkan
kualitas
manajemen
penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan perseorangan,
kesejahteraan
keluarga,
kelompok
sosial
ditujukan
dan/atau
kepada,
masyarakat.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki criteria masalah sosial kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban commit to user bencana, dan korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. 4. Kesejahteraan Sosial a. Pengertian Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan
sosial
merupakan
kondisi
terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. (Pasal 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) Sedangkan di dalam Pasal 2 Undang – Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, berbunyi : “Kesejahteraan
sosial
ialah
suatu
tata
kehidupan
dan
penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin, yang memungkinkan
bagi
setiap warga negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik – baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak – hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk mewujudkan tata kehidupan yang tenteram lahir batin yang dapat dirasakan oleh masing – masing individu, golongan, ataupun masyarakat, mereka harus mempunyai kemampuan untuk bekerja dalam upaya memenuhi commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebutuhan hidupnya, baik materiil maupun spirituil tanpa adanya hambatan fisik, mental dan sosial. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah
upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi
sosial,
jaminan
sosial,
pemberdayaan
sosial
dan
perlindungan sosial. (Pasal 1 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) b. Fungsi Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Fungsi penyembuhan dan pemulihan (kuratif/remedial dan rehabilitatif). Fungsi penyembuhan dapat bersifat represif artinya bersifat menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin parah dan tidak menjalar; Fungsi pemulihan (rehabilitatif) terutama untuk menanamkan dan menumbuhkan fungsionalitas kembali dalam diri orang maupun anggota masyarakat Fungsi
penyembuhan
dan
pemulihan
bertujuan
untuk
meniadakan hambatan – hambatan atau masalah sosial yang ada. 2) Fungsi pencegahan (preventif). Dalam hal ini meliputi langkah-langkah untuk mencegah agar jangan sampai timbul masalah sosial baru, juga langkah-langkah commit to userseseorang maupun masyarakat. untuk memelihara fungsionalitas
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Fungsi pengembangan (promotif, developmental) Untuk mengembangkan kemampuaan orang maupun masyarakat agar dapat lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secara produktif. 4) Fungsi penunjang (suportif) Fungsi ini menopang usaha-usaha lain agar dapat lebih berkembang.
Meliputi
kegiatan
–
kegiatan
yang
dapat
memperlancar keberhasilan program – program lainnya seperti bidang
kesehatan,
kependudukan
dan
keluarga
berencana,
pendidikan, pertanian dan sebagainya. (Sumarnonugroho, 1991 : 43). 5. Rehabilitasi Sosial 1. Pengertian Rehabilitasi Rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. (Pasal 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial) Sedangkan di dalam pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ayat 1, 2, dan 3, berbunyi :
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Rehabilitasi
sosial
dimaksud
untuk
memulihkan
dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. 2. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasive, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. 3. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk : a. Motivasi dan diagnosis psikososial; b. Perawatan dan pengasuhan; c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; d. Bimbingan mental spiritual; e. Bimbingan fisik; f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial; g. Pelayanan aksesibilitas; h. Bantuan dan asistensi sosial; i. Bimbingan resosialisasi; j. Bimbingan lanjut; dan/atau k. Rujukan Sedangkan di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial, berbunyi : Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada seseorang yang mengalami kondisi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial
dan
penyimpangan
perilaku,
commit to user perlindungan khusus yang meliputi :
serta
yang
memerlukan
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Penyandang cacat fisik; b. Penyandang cacat mental; c. Penyandang cacat fisik dan mental; d. Tuna susila; e. Gelandangan; f. Pengemis; g. Eks penderita penyakit kronis; h. Eks narapidana; i. Eks pencandu narkotika; j. Eks psikotik; k. Pengguna psikotropika sindroma ketergantungan; l. Orang yang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome; m. Korban tindak kekerasan; n. Korban bencana; o. Korban perdagangan orang; p. Anak terlantar; dan q. Anak dengan kebutuhan khusus. 2. Tujuan Rehabilitasi Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan gelandangan dan pengemis dalam mencapai taraf kehidupannya, penghidupan dan kehidupan yang layak. 6. Gelandangan dan Pengemis a. Pengertian Gelandangan dan Pengemis Masalah gelandangan dan pengemis
merupakan salah satu
masalah yang menyangkut bidang kesejahteraan sosial, yang antara lain sebagai akibat sampingan dari proses Pembangunan Nasional, commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka penanggulangan perlu dikoordinasikan dalam program – program, dengan pendekatan yang menyeluruh baik antar profesi maupun antar instansi disertai partisipasi aktif dari masyarakat (koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi). Di dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, berbunyi : Pada
umumnya
timbulnya
gelandangan
dan
pengemis
diakibatkan oleh tekanan ekonomis, dengan mempunyai latar belakang permasalahan yang berbeda - beda diantara daerah yang satu dengan daerah yang lain, sehingga mereka jadi gelandangan dan pengemis itu dilakukan dalam keadaan terpaksa satu dan lain hal untuk mempertahankan
hidupnya.
Mengingat
tujuan
utama
usaha
penanggulangan gelandangan dan pengemis adalah agar mereka kembali menjadi Warganegara yang berguna bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia. Sedangkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, yang berbunyi : Gelandangan adalah orang – orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma dan kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta – minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gelandangan adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap serta mengembara di tempat umum sehingga hidupnya tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Sedangkan Pengemis adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta – minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain. (http://arifrohmansocialworker.blogspot.com/2011/02/programpenanga nan-gelandangan-dan.html) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan Gelandangan dan Pengemis (gepeng) adalah seorang yang hidup mengelandang dan sekaligus mengemis. Karena tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari – hari. Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
Gelandangan
mempunyai pengertian sebagai : berkeliaran kesana sini tak tentu tujuan. Yang dimaksud berkeliaran kesana sini diatas adalah orang yang tidak tentu tempat kediaman dan pekerjaannya. (Siswo Prayitno Hadi Podo, 2012 : 276 )
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan yang disebut dengan Pengemis adalah orang yang minta – minta atau peminta – peminta. (Siswo Prayitno Hadi Podo, 2012 : 650 ) Pengertian lain menjelaskan Gelandangan adalah orang – orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Pengemis adalah orang – orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta – minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan
belas
kasihan
dari
orang
lain.
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19560 4121983011ATANG_SETIAWAN/PENDIDIKAN_ANAK_MASAL AH_SOSIAL/GEPENG.pdf) b. Faktor Penyebab Munculnya Gelandangan dan Pengemis Masalah sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang di miliki, lingkungan, sosial budaya,
kesehatan
dan
lain
sebagainya.
Adapun
permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut : commit to user
gambaran
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Masalah kemiskinan Kemiskinan
menyebabkan
seseorang
tidak
mampu
memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak. 2. Masalah Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis
relatif rendah sehingga menjadi
kendala untuk
memperoleh pekerjaan yang layak. 3. Masalah keterampilan kerja Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. 4. Masalah sosial budaya Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis, yaitu : a. Rendahnya harga diri Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang mengakibatkan tidak dimiliki rasa bamu untuk minta minta. b. Sikap pasrah pada nasib Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan. c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ada kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup mengelandang. (http://wwwdayatranggambozo.blogspot.com/2011/05/gelanda ngan-dan-pengemis-gepeng.html) c. Ciri – ciri Gelandangan dan Pengemis Ciri – ciri Gelandangan : 1. Anak sampai usia dewasa, tinggal disembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat – tempat umum, biasanya dikota – kota besar 2. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas atau liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya. 3. Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta – minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas. (Pemutakhiran dan Pemetaan Data PMKS Disosnakertrans Surakarta, 2012 : 11 - 12) Ciri – ciri Pengemis : 1. Anak sampai usia dewasa 2. Meminta – minta di rumah – rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas) pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya. 3. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura – pura sakit, merintih dan kadang – kadang mendoakan dengan bacaan – bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
4. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya. (Pemutakhiran dan Pemetaan Data PMKS Disosnakertrans Surakarta, 2012 : 11).
B. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan teori – teori yang disampaikan oleh penulis, maka diperlukan adanya suatu kerangka pemikiran yang jelas. Tujuannya adalah untuk memudahkan pembaca dalam memahami penelitian mengenai “Implementasi Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis oleh Disosnakertran Kota Surakarta”. Selain itu juga kerangka pemikiran merupakan landasan berpikir bagi penulis, yang digunakan sebagai pemandu dan petunjuk arah yang hendak dituju. Pada penelitian ini terdapat permasalahan yaitu masih tingginya persoalan gelandangan dan pengemis di Indonesia demikian juga di wilayah Kota Surakarta. Dengan permasalahan tersebut Disosnakertrans kota surakarta melakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial gelandangan dan pengemis, maka muncul kebijakan pemerintah kota Surakarta yang diterapkan dalam program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial. Kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Pelaksanaan Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis Di Kota Surakarta dimulai dari commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahap awal sosialisasi yaitu rapat koordinasi antar tim gabungan dan tahap pelaksanaan yang terdiri dari usaha represif, usaha preventif dan usaha rehabilitatif. Sehingga suatu tujuan dapat tercapai yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan gelandangan dan pengemis sehingga tidak lagi berkeliaran dijalanan dan taraf kehidupannya lebih sejahtera, pemerintah harus mampu meminimalisir keberadaan pengemis di Kota Surakarta. Gambar penelitian ini dapat dilihat pada kerangka berpikir dibawah :
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis di Surakarta. Implementasi Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis di Surakarta.
Gelandangan dan Pengemis yang berkeliaran di wilayah Kota Surakarta yang membutuhkan penanganan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan. Tahap Sosialisasi - Rapat Koordinasi antar badan pelaksana (tim gabungan) Tahap Pelaksanaan Usaha Represif - Razia - Penampungan sementara untuk diseleksi - Pelimpahan Usaha Preventif - Memberikan pembinaan sosial, latihan dan pendidikan - Memberikan bantuan sosial Usaha Rehabilitatif - Penampungan - Seleksi - Penyantunan
Tercapainya tujuan program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial dalam menangani gelandangan dan pengemis, tujuannya yaitu untuk usaha – usaha pencegahan timbulnya gelandangan dan pengemis, bertujuan pula untuk memberikan rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis, agar mampu mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sebagai commit towarga user negara Republik Indonesia. seorang