BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Sekam Padi Padi merupakan komoditas pangan utama di Indonesia. Tingkat produksi maupun konsumsi padi selalu menempati urutan pertama dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan lainnya. Konsumsi padi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Demikian juga dengan produksi maupun produktivitas padi semakin meningkat seiring dengan penggunaan varietas unggul dan teknik budidaya yang intensif (Yudhi Mahmud dan Sulistyo Sidik Purnomo, 2014). Tanaman padi merupakan sejenis tumbuhan semusim yang sangat mudah ditemukan, terutama di daerah pedesaan. Tanaman padi termasuk tanaman yang berumur pendek. Biasanya hanya berumur kurang dari satu tahun dan berproduksi satu kali. Setelah tanaman padi itu berbuah dan dipanen, padi tidak akan tumbuh seperti semula lagi, tetapi akan mati. Pada dasarnya, tanaman padi dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, anakan, dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri atas malai dan buah padi (AAK, 1990). Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dalam proses penggilingan padi, yaitu sekitar 20% dari bobot gabah. Sekam padi terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik. Komposisi senyawa organik dalam sekam padi terdiri atas protein,
6
lemak, serat, pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sedangkan komposisi senyawa anorganik biasanya terdapat dalam abunya. Komposisi sekam padi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam Padi No. Komponen 1. H2O 2. Crude Protein 3. Crude Fat 4. Ekstrak Nitrogen Bebas 5. Crude Fiber 6. Abu 7. Pentosa 8. Selulosa 9. Lignin (Sumber : Houston, 1972)
% Berat 2,4 - 11,35 1,7 - 7,26 0,38 - 2,98 24,7 - 38,79 31,37 - 49,92 13,16 - 29,04 16,94 - 21,95 34,34 - 43,80 21,40 – 46,97
Penggunaan sekam padi antarnegara atau daerah berbeda-beda, tergantung pada sistem penggilingan padi. Pertimbangan penggunaannya akan dipengaruhi oleh suplai di suatu daerah, penyimpanan, teknologi yang ada, dan yang penting adalah pertimbangan ekonomi. Diperkirakan saat ini, hampir seluruh sekam tidak dipakai atau dibuang begitu saja. Sebenarnya, sekam padi bisa digunakan untuk berbagai keperluan, akan tetapi penggunaannya di Indonesia masih terbatas pada beberapa hal, seperti litter untuk ternak dan bahan bakar untuk pembakaran tanah liat (Edi Soenarjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam, 1991). Menurut Joddy Arya Laksmono dan Nova Ardiyanto (1999), sekam padi sebagai limbah pertama dari penggilingan padi memiliki potensi cukup besar dalam industri, diantaranya sebagai berikut.
7
1. Sumber Silika Silika dapat diperoleh dengan membakar sekam pada suhu tertentu sehingga dihasilkan abu yang berwarna keputih-putihan yang mengandung silika sebagai komponen utamanya. 2. Penghasil pelarut berupa minyak Pemasakan sekam dengan adanya larutan asam dalam proses destilasi uap akan menghasilkan minyak yang berfungsi sebagai pelarut. Juga sebagai bahan baku industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural. 3. Bahan Bangunan Sekam digunakan pada bahan bangunan terutama kandungan silika (SiO2) untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah, seperti cetakan batu bata, batu bata tulis. Hal ini penting untuk membuat batu bata dan beton lebih ringan. Sekam padi juga dapat digunakan untuk membuat papan kedap air bagi bangunan. 4. Bahan Bakar Sekam dipakai untuk menggerakkan mesin di dalam penggilingan padi. Selain itu dipakai untuk memanaskan udara dalam pengeringan padi. Sumber energi panas karena kadar selulosanya cukup tinggi sehingga dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil. Jika diinginkan tidak ada asap dan pemanasan lebih lama, maka sekam digunakan dalam bentuk briket arang sekam. 5. Bahan Pengampelas Kandungan
silika
yang
sangat
tinggi
pada
bagian
luar
sekam
mengakibatkan kekerasan yang tinggi pada sekam. Hal tersebut membuat sekam mempunyai sifat abrasive (sifat keras) sehingga dapat digunakan sebagai pembersih dan politur. 8
2. Abu Sekam Padi Abu sekam padi merupakan limbah yang diperoleh dari hasil pembakaran sekam padi. Pada pembakaran sekam padi, semua komponen organik diubah menjadi gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dan tinggal abu yang merupakan komponen anorganik (Amaria, 2012). Sekam padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi (500-600ºC) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia (Andhi Laksono Putro dan Didik Prasetyoko, 2007). Sebagian besar abu tersebut mengandung silika, sedikit logam oksida, dan karbon residu yang diperoleh dari pembakaran terbuka. Komposisi kimia abu sekam padi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Abu dari Sekam Padi. Komponen % Berat Kering SiO2 86,9 - 97,3 K2O 0,58 – 2,50 Na2O 0,0 – 1,75 CaO 0,20 – 1,50 MgO 0,12 – 1,96 Fe2O3 trace – 0,54 P2O5 0,20 – 2,85 SO3 0,10 – 1,13 Cl trace – 0,42 (Sumber: Houston dalam Edi Soenarjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam, 1991). Berdasarkan literatur lain dijelaskan bahwa sekam padi yang dibakar pada suhu antara 500-700ºC akan menghasilkan struktur abu sekam padi yang amorf (Ngatijo, Faizar Faried, dan Intan Lestari, 2011). Pembakaran sekam dapat menghasilkan silika dalam berbagai bentuk tergantung pada kebutuhan industri tertentu dengan mengatur suhu pembakaran. Silika dalam bentuk amorf sangat reaktif. Pembakaran secara terbuka (seperti di sawah-sawah) dapat menghasilkan
9
abu silika bentuk amorf dan biasanya mengandung 86,9–97,80% silika dan 10– 15% karbon (Dardjo Sumaatmadja, 1985). 3. Senyawa SiO2 Silika adalah senyawa hasil polimerisasi asam silikat, yang tersusun dari rantai satuan SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Di alam, senyawa silika ditemukan dalam beberapa bahan alam, seperti pasir, kuarsa, gelas, dan sebagainya. Silika sebagai senyawa yang terdapat di alam berstruktur kristalin, sedangkan sebagai senyawa sintetis adalah amorf. Secara sintetis senyawa silika dapat dibuat dari larutan silikat atau dari pereaksi silan (Siti Sulastri dan Susila Kristianingrum, 2010). Silika merupakan mineral yang banyak terdapat di alam dalam keadaan bebas maupun sebagai campuran dengan mineral lainnya membentuk mineral silikat. Senyawa silikat yang paling sederhana mengandung ion SiO4− 4 dan dikenal sebagai ortosilikat. Dalam spesies SiO4− 4 , atom Si merupakan atom pusat dari sebuah tetrahedron yang keempat sudutnya ditempati oleh atom oksigen (O) (Kristian H. Sugiyarto, 2004). Kerangka struktur SiO4− 4 dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur SiO4− 4 (Sumber: Kristian H. Sugiyarto, 2004).
10
Menurut Kristian Handoyo (1996), silika dibagi menjadi 2 macam. 1. Silika amorf Silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21g/cm3. 2. Silika kristal Silika kristal terdiri dari bermacam-macam jenis, seperti kwarsa, tridimit, dan kristobalit yang merupakan akibat dari modifikasi temperatur dari rendah ke tinggi yang merubah simetri kristal dan kerapatannya. Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas, mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni (Islam dan Ani, 2000). 4. Zeolit Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh Cronstedt, seorang ahli mineralogi Swedia. Nama zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “zein” berarti “mendidih” dan “lithos” artinya “batuan". Disebut demikian karena mineral ini mempunyai sifat mendidih/mengembang apabila dipanaskan (M. Arifin dan Uun Bisri, 1995). Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit
11
dan dapat menyerap air secara reversibel (Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati, 1994). Struktur zeolit berupa kerangka tiga dimensi terbuka yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral SiO4 dan AlO5− 4 yang saling berhubungan melalui atom O 4-
membentuk rongga-rongga intrakristalin dan saluran-saluran yang teratur. Dalam struktur tersebut, Si4+ dapat digantikan dengan Al3+ sehingga terbentuk muatan negatif berlebih pada ion Al. Muatan negatif ini akan dinetralkan oleh kationkation (Barrer, 1982). Kerangka tetrahedral alumina dan silikat yang membentuk struktur zeolit dapat dilihat pada Gambar 2.
O
Si
O
O
Al
O
O O
O
Gambar 2. Tetrahedral Alumina dan Silikat pada Struktur Zeolit (Sumber: Barrer, 1982). Struktur umum penyusun kerangka zeolit dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini: M+
M+
O Si O O
Al-
Si
AlO O
O O
O
O
O
O
Si O O
AlO O
Gambar 3. Struktur Umum Kerangka Zeolit (Sumber: Gates, 1992)
12
Rumus struktur zeolit menurut Georgiev et al. (2009) dapat dituliskan sebagai berikut. Mx/n [(AlO2)x.(SiO2)y] . wH2O Keterangan: M = kation alkali atau alkali tanah n
= valensi dari kation M
w = jumlah molekul air per satu unit sel x,y = total jumlah tetrahedral per satu unit sel [ ] = struktur kerangka alumina silikat Jadi zeolit terdiri dari 3 komponen, yaitu kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat, dan fase air. Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan (Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati, 1994). Menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994), zeolit mempunyai beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Dehidrasi Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat adsorbsinya. Zeolit dapat melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif terinteraksi dengan molekul yang akan diadsorbsi. 2. Adsorbsi Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada di sekitar kation. Bila kristal zeolit dipanaskan pada suhu 300–400ºC maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan. 13
3. Penukar ion Ion-ion pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit antara lain tergantung dari sifat kation, suhu dan jenis anion. 4. Katalis Ciri paling khusus dari zeolit yang secara praktis akan menentukan sifat khusus mineral ini adalah adanya ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya. Bila zeolit digunakan pada proses penyerapan atau katalitis maka akan terjadi difusi molekul ke dalam ruang bebas di antara kristal. Dengan demikian dimensi serta lokasi saluran sangat penting. Reaksi kimia juga terjadi dipermukaan saluran tersebut. Zeolit merupakan katalisator yang baik karena mempunyai pori-pori yang besar dengan permukaan maksimum. 5. Penyaring/pemisah Zeolit sebagai penyaring molekul maupun pemisah didasarkan atas perbedaan bentuk dan ukuran. Molekul yang berukuran lebih kecil dapat melintas sedangkan yang berukuran lebih besar dari ruang hampa akan tertahan atau ditolak. Menurut proses pembentukannya, zeolit dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf. Sedangkan zeolit sintetis dibuat dari gel alumio silikat dengan meniru proses hidrotermal pada mineral zeolit alam, yang dibuat dari larutan natrium aluminat, natrium
14
silikat, dan natrium hidroksida (M. Arifin dan Uun Bisri, 1995). Menurut Auerbach dkk dalam A.M. Fuadi, dkk (2012), zeolit sintetis memiliki karakteristik yang berbeda dengan zeolit alam. Jika karakteristik zeolit alam tergantung dengan kondisi geologis dan geografis alam, maka karakteristik zeolit sintetis hanya dipengaruhi oleh teknik sintesis, kondisi proses pembuatan serta komposisi bahan baku. Dewasa ini telah dikenal beragam jenis zeolit sintetis, beberapa diantaranya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rumus Oksida Beberapa Jenis Zeolit Sintetis Zeolit Rumus Oksida Zeolit A
Na2O.Al2O3.2SiO2.4,5H2O
Zeolit N-A
(Na,TMA)2O.Al2O3.4,8SiO2.7H2O; TMA – (CH3)4N+
Zeolit H
K2O.Al2O3.2SiO2.4H2O
Zeolit L
(K2Na2)O.Al2O3.6SiO2.5H2O
Zeolit X
Na2O.Al2O3.2,5SiO2.6H2O
Zeolit Y
Na2O.Al2O3.4,8SiO2.8,9H2O
Zeolit P
Na2O.Al2O3.2-5SiO2.5H2O
Zeolit O
(Na2,K2,TMA2)O.Al2O3.7SiO2.3,5H2O; TMA – (CH3)4N+
Zeolit Ω
(Na,TMA)2O.Al2O3.7SiO2.5H2O; TMA – (CH3)4N+
Zeolit ZK-4
0,85Na2O.0,15(TMA)2O.Al2O3.3,3SiO2.6H2O
Zeolit ZK-5 (R,Na2)O.Al2O3.4-6SiO2.6H2O (Sumber: Georgiev et al., 2009) Sifat zeolit sangat tergantung dari jumlah komponen Al dan Si dari zeolit tersebut. Oleh sebab itu, maka zeolit sintetis menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994) dikelompokkan sesuai dengan perbandingan kadar komponen Al dan Si dalam zeolit menjadi: 1. Zeolit kadar Si rendah (kaya Al) Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi tinggi karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volum porinya
15
dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm3 volum zeolit. Contoh zeolit Si rendah yaitu zeolit A dan X. 2. Zeolit kadar Si sedang Jenis zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka diusahakan membuat zeolit dengan kadar Si yang lebih tinggi dari 1 yang kemudian diperoleh zeolit Y dengan perbandingan kadar Si/Al = 1-3. Contoh zeolit sintetis jenis ini adalah zeolit Omega. 3. Zeolit kadar Si tinggi Zeolit ini mempunyai perbandingan kadar Si/Al antara 10-100 bahkan lebih dan mempunyai sifat permukaan yang kadang-kadang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Sifatnya sangat hidrofilik dan akan menyerap molekul yang tidak polar dan baik digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon. Contoh zeolit jenis ini adalah zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21, ZSM-24. 4. Zeolit Si Kalau zeolit Si tinggi masih mengandung Al meskipun hanya sedikit, tetapi zeolit Si ini tidak mengandung Al sama sekali atau tidak mempunyai sisi kation sama sekali. Sifat zeolit jenis ini adalah sangat hidrofilik-hidrofobik sehingga dapat mengeluarkan atau memisahkan suatu molekul organik dari suatu campuran air. Contoh zeolit silika adalah silikalit. 5. Sintesis Zeolit Menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994), zeolit sintetis dapat diproduksi dengan cara hidrotermal dan kebanyakan diproduksi di bawah kondisi tidak seimbang, akibatnya zeolit yang dihasilkan merupakan bahan metastabil (mudah berubah).
16
Teknik hidrotermal merupakan teknik preparasi zeolit sintetis yang paling umum digunakan. Meskipun relatif sederhana dan tidak memerlukan peralatan yang khusus, namun teknik ini memiliki kelemahan, yaitu memerlukan waktu yang lama dan banyak bahan kimia yang terbuang. Sehingga pada tahap terapan, metode ini menjadi tidak ekonomis (A.M. Fuadi dkk, 2012). Bahan utama pembentuk zeolit dalam kondisi hidrotermal adalah aluminat silikat (gel) dan berbagai logam sebagai kation. Komposisi gel, sifat fisik dan kimia reaktan, serta jenis kation dan kondisi kristalisasi sangat menentukan struktur yang diperoleh. Menurut Mursi Sutarti dan Minta Rachmawati (1994), beberapa proses untuk menghasilkan zeolit yang mempunyai nilai ekonomi dapat dibagi menjadi 3 kelompok berikut. 1) Proses hidrogel Bahan dasar awal terdiri dari larutan Na silikat, Na aluminat, dan NaOH. Gel dikristalisasikan dalam sistem hidrotermal tertutup pada suhu yang bervariasi antara suhu kamar sampai 200ºC. Waktu yang diperlukan untuk kristalisasi adalah antara beberapa jam sampai beberapa hari. Bahan lain yang diperlukan adalah metal alkali dari hidroksida yang larut, aluminat dan silikat. 2) Konversi dari mineral kapur Bahan dasar awal untuk proses ini adalah kaolin, yang biasanya harus didehidroksilasi menjadi meta-kaolin dengan jalan kalsinasi. Pada suhu antara 500-600ºC terbentuk meta-kaolin, diikuti terbentuknya mulit pada suhu antara 1000-1050ºC.
17
3) Bahan dasar yang ada di alam Bahan yang ada di alam antara lain kerak geotermal, abu terbang dan limbah cair dari industri aluminium. Kerak geotermal yang mengandung 92% SiO2 dan 1,1 Al2O3 ditambah dengan Na aluminat dan NaOH sehingga campuran mempunyai komposisi Na2O/SiO2 = 1,1; SiO2/Al2O3 = 2 dan H2O/Na2O = 60 dipanaskan pada suhu 90-95ºC selama 4 jam akan menghasilkan zeolit A dengan kadar 88%. Kapasitas air murni sebagai pelarut pada temperatur yang tinggi seringkali tidak mampu untuk melarutkan zat dalam proses pengkristalan, oleh karena itu perlu ditambahkan mineralizer. Mineralizer adalah suatu senyawa yang ditambahkan pada larutan yang encer untuk mempercepat proses kristalisasi dengan cara meningkatkan kemampuan melarutnya, sehingga yang biasanya tidak dapat larut dalam air dengan ditambahkannya mineralizer dapat menjadi larut. Mineralizer yang khas adalah suatu hidroksida dari logam alkali, khususnya amfoter dan oksida asam. Mineralizer yang digunakan untuk SiO2 adalah NaOH, KOH, Na2CO3 atau NaF (Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari, 2007). 6. Difraksi Sinar-X (XRD) Difraksi sinar-X merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik sinar-X (mempunyai λ = 0,5-2,5 Å dan energi ± 107 eV), yaitu pengukuran radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal. Penghamburan sinar-X oleh unit-unit padatan kristalin, akan menghasilkan pola-pola difraksi yang digunakan untuk menentukan susunan partikel pada kisi padatan (Chang, 1998). 18
Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah persamaan Bragg. Menurut Chorkendroff dan Niemantsverdiet (2003), persamaan Bragg ditunjukkan pada persamaan berikut. n.λ = 2 d sinθ Keterangan: n : bilangan bulat orde refleksi/ pembiasan (1,2,3, dst....) λ : panjang gelombang sinar-X yang digunakan (Å) d : jarak antara dua bidang kisi (Å) θ : sudut antara sinar datang dengan bidang normal (º) Pola difraksi sinar-X memberikan data berupa jarak interplanar (d spacing), sudut difraksi (2θ), intensitan relative (I/I0), indeks miller (dhkl), lebar puncak, parameter unit sel (a, b, c, a, b dan g). Analisis kualitatif maupun kuantitatif data tersebut memberikan informasi tentang kemurnian mineral, identifikasi jenis mineral dengan membandingkan data d yang diperoleh dengan data d dari Joint Comitte of Powder Diffraction Standart (JCPDS) dan diperjelas dengan XRD Simulated Pattern (Udaibah dalam Dania Kurniawati, 2010). Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Pola difraksi setiap padatan kristalin yang khas, bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X
19
yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1990). Secara umum, difraksi serbuk sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui, menentukan kemurnian sampel, dan menentukan ukuran kristal. Banyak data difraksi serbuk sinar-X yang dikumpulkan dari senyawa anorganik, organologam, dan organik telah disusun menjadi Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS). Standar ini digunakan untuk mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui (Weller, 2006). Aplikasi sinar-X pada zeolit dapat ditentukan dengan membandingkan pada pola difraksi standar JCPDS. Puncak karakteristik zeolit X sesuai pola difraksi standar JCPDS No. 01-073-9586 Quality: B dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Puncak Karakteristik Zeolit X pada Standar JCPDS No. 2θ d Irel h k l 1. 6,11 14,452 100,0 1 1 1 2. 9,99 8,850 19,8 2 2 0 3. 11,72 7,547 6,5 3 1 1 4. 15,42 5,743 8,1 3 3 1 5. 23,28 3,817 7,9 5 3 3 6. 26,63 3,345 6,6 2 4 6 7. 30,91 2,890 7,9 1 5 7 7. Spektroskopi Inframerah (FTIR) Spektroskopi inframerah merupakan metode analisis yang didasarkan pada penyerapan (adsorbsi) energi pada suatu molekul cuplikan yang dilewatkan radiasi inframerah. Pengadsorbsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer inframerah, yang memplot jumlah radiasi inframerah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi (panjang gelombang) radiasi (Flanigen, dan Khatami, 1974). Seperti halnya dengan tipe penyerapan energi
20
yang lain, maka molekul akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi bila mereka menyerap radiasi inframerah. Hanya frekuensi (energi) tertentu dari radiasi inframerah yang akan terserap oleh molekul (Hardjono Sastrohamidjojo, 1992). Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik senyawa organik atau anorganik, menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Kegunaan utama dari spektrofotometri inframerah adalah untuk memperoleh keterangan tentang struktur karena setiap frekuensi radiasi yang berbeda berpengaruh terhadap molekul dengan cara yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu memperhatikan prosedur penyiapan cuplikan mengingat senyawa yang akan dianalisis dapat berupa padatan, cairan, dan gas yang memerlukan penanganan yang berbeda pula (Hardjono Sastrohamidjojo, 1992). Spektrofotometer inframerah adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang antara 300–4000 cm-1. Spektrum inframerah tengah yang terletak pada daerah panjang gelombang 300-1300 cm-1 merupakan alat yang sensitif untuk menunjukkan sifat struktur dari kerangka zeolit. Frekuensi vibrasi pada daerah tersebut menyediakan informasi mengenai komposisi dan cara setiap tetrahedral SiO4 dan AlO4 terikat satu sama lain (Flanigen, dan Khatami, 1974). Serapan-serapan di atas 1300 cm-1 bukan merupakan serapan karakteristik dari zeolit. Gambaran umum mengenai spektra IR dari zeolit ditunjukkan seperti pada Tabel 5.
21
Tabel 5. Gambaran Umum Spektra IR dari Zeolit Mode Vibrasi Bilangan gelombang cm-1 Dalam Tetrahedral Regangan asimetris 1250 – 950 Regangan simetris 720 – 650 Ikatan T-O 420 – 500 Ikatan Luar Cincin ganda 650 – 500 Pembukaan pori 300 – 420 Regangan simetris 750 – 820 Regangan asimetris 1050 – 1150 (Sumber: Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari, 2007)
B. Penelitian yang Relevan Jumaeri, Widi Astuti, dan Wahyu Tutik Puji Lestari (2007) telah melakukan penelitian mengenai preparasi zeolit dari abu layang batubara secara alkali hidrotermal dengan menggunakan autoclave stainless-steel. Abu layang batubara tersebut digunakan sebagai sumber SiO2 dan Al2O3. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa aktivasi abu layang dengan proses alkali hidrotermal dapat menghasilkan material zeolit (zeolit-like) yang mengandung mineral sodalit, mullit, dan zeolit P. Karakteristik zeolit yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan temperatur pada proses hidrotermal. Pada konsentrasi NaOH dan temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan kristalinitas produk. Proses alkali hidrotermal pada temperatur 160ºC, konsentrasi NaOH 2M dan waktu 72 jam dihasilkan zeolit dengan intensitas fasa kristalin tertinggi. Perlakuan awal dengan larutan HCl 1M juga dapat meningkatkan kristalinitas produk yang dihasilkan. Penelitian lainnya memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika untuk membuat zeolit sintetis dilakukan oleh Ghasemi dan Younesi (2011).
22
Penelitian ini dilakukan pada suhu kamar tanpa menggunakan bahan organik. Nanokristal zeolit NaA dengan ukuran kristal 50-120 nm berhasil disintesis pada temperatur kamar dengan waktu kristalisasi selama 3 hari dan perbandingan Na2O/SiO2 = 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu reaksi, perbandingan Na2O/SiO2, dan alkalinitas sangat berpengaruh pada sifat struktural produk yang dihasilkan. Penelitian lainnya yang juga memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika untuk pembuatan zeolit dilakukan oleh A.M. Fuadi, dkk (2012). Pembuatan zeolit sintetis dilakukan dengan menggunakan microwave pada berbagai variasi suhu dan waktu. Pada penelitian ini, sintesis dengan microwave yang dilakukan pada suhu rendah dapat menghasilkan kristal zeolit sintetis setelah 60 menit, pada kondisi med low kristal zeolit diperoleh setelah proses 20 menit, dan pada suhu sedang kristal zeolit sudah terbentuk meskipun proses baru berjalan 5 menit. Kesimpulan yang diperoleh yaitu suhu dan waktu reaksi berpengaruh pada proses pembuatan zeolit sintetis. Semakin besar suhu yang digunakan, maka akan semakin cepat kristal zeolit sintetis tersebut terbentuk sehingga lebih efisien waktu.
C. Kerangka Berpikir Padi merupakan produk utama pertanian di berbagai negara agraris, seperti Indonesia. Sekam padi merupakan salah satu hasil samping dari proses penggilingan padi yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah. Pada proses pembakaran sekam padi, semua komponen organik diubah menjadi gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dan menyisakan abu yang memiliki 23
kandungan silika (SiO2) yang cukup besar, yaitu berkisar antara 86,9-97,3%. Kandugan silika yang tinggi tersebut memungkinkan dimanfaatkan sebagai sumber silika untuk menggantikan sumber lain yang lebih mahal. Penelitian ini mencoba memanfaatkan abu sekam padi sebagai sumber silika pada pembuatan zeolit sintesis dengan menerapkan prinsip Green Chemistry yang memperhitungkan sumber daya yang digunakan serta penggunaan energi yang diminimalkan. Penelitian ini menggunakan temperatur kamar (T= 25 ± 2°C) sebagai temperatur sintesis dengan berbagai variasi waktu aging. Sintesis zeolit dimulai dengan peleburan abu sekam padi menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH) akan membentuk larutan natrium silikat (Na2SiO3) yang larut dalam air. Kemudian membuat larutan natrium aluminat dengan mencampurkan larutan NaOH dengan Al2O3. Proses sintesis dilakukan dengan menambahkan larutan natrium aluminat secara perlahan-lahan ke dalam larutan natrium silikat disertai pengadukan hingga homogen. Pengadukan dilanjutkan dengan periode aging pada suhu kamar (T= 25 ± 2ºC) dengan berbagai variasi waktu aging, yaitu 24, 48, dan 72 jam. Serbuk yang dihasilkan dari proses sintesis selanjutnya dikarakterisasi secara kualitatif. Karakterisasi serbuk dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-X untuk mengetahui struktur kristal (kristalinitas) zeolit yang dihasilkan dan spektroskopi inframerah untuk mengetahui perubahan gugus fungsi. Hasil karakterisasi tersebut diharapkan sama dengan standar difraksi sinar-X (JCPDS) No. 01-073-9586 Quality: B.
24