7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Definisi Keluarga Berencana Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committee 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun,dkk. 2008; 19).
2.1.2Tujuan Keluarga Berencana (KB) 1) Menjarangkan kehamilan 2) Membatasi jumlah anak 3) Mencegah kehamilan karena alasan pribadi 4) Mewujudkan Normal Keluarga Kecil Bahagia dan sejahtera
2.1.3 Manfaat KB Setiap tahun, terdapat 500.000 perempuan meninggal karena berbagai masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tidak aman. KB bias mencegah sebagian besar kematian tersebut. Di masa kehamilan, KB dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya berikut ini : a. Kehamilan terlalu dini. Perempuan hamil yang berumur di bawah 17 tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan. Hal ini karena tubuhnya
8
belum sepenuhnya tumbuh, belum cukup matang dan siap dilewati oleh bayi. Selain itu, bayinya dihadang oleh risiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun. b. Kehamilan terlalu lambat. Perempuan yang usianya terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan terancam banyak bahaya, khususnya bila ia mempunyai masalah kesehatan lain atau terlalu sering hamil dan melahirkan. c. Kehamilan yang terlalu berdesakan jaraknya. Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energy dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan dan sudah hamil lagi, maka tubuhnya tidak sempat memulihkan kebugaran. Berbagai masalah, bahkan bahaya kematian, bias menghadang. d. Terlalu sering hamil dan melahirkan. Bila perempuan yang sudah mempunyai lebih dari empat anak terus saja hamil dan bersalin lagi, maka ia dihadang oleh bahaya kematian karena perdarahan hebat dan macam-macam kelainan yang lainnya.
2.1.4 Metode KB Ada lima metode KB, sebagai berikut : a. Metode perintang. Metode ini bekerja dengan cara menghalangi sperma dari pertemuan dengan sel telur (merintangi pembuahan). b. Metode hormonal. Metode ini mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel telur, mempersulit pembuahan, dan menjaga agar dinding-dinding rahim tidak menyokong terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki.
9
c. Metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim (IUD) dan berfungsi untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma. d. Metode alamiah. Metode ini membantu membantu kapan masa subur, sehingga dapat menghindari hubungan seks pada masa itu. e. Metode permanen. Metode ini menjadikan pasangan tidak bias lagi memiliki anak untuk selamanya dan biasanya melalui suatu operasi.
2.1.5 Sasaran KB 1) Sasaran langsung : Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 20-45 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga efek langsung penurunan fertilisasi. 2) Sasaran tidak langsung : a. Kelompok remaja usia 15-19 tahun, remaja ini memang bukan merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya alat-alat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi.
10
b. Organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi pemerintah maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam melembagakan NKKBS.
2.2 Kontrasepsi 2.2.1 Definisi Kontrasepsi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi.Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari / mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma.Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan. 2.2.2 Jenis-Jenis Kontrasepsi a. Metode Kontrasepsi Sederhana antara lain : 1) Kondom 2) Coitus Interuptus 3) KB Alami (metode kalender, suhu basal dan lendir serviks) 4) Diafragma 5) Kontrasepsi Kimiawi
11
b. Metode Kontrasepsi Afektif antara lain : 1) PIL KB 2) Suntikan KB 3) Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK / Implant) 4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR / IUD) c. Metode Kontrasepsi Mantap (KONTAP)
2.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD 2.3.1 Definisi IUD IUD adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastic (polyethyline).Ada yang dililit tembaga (Cu), adapula yang tidak, adapula yang dililit tembaga bercampur perak (Ag).Selain itu ada pula yang dibatangnya berisi progesterone.
2.3.2 Syarat Umum IUD a. Kemampuannya untuk mencegah kehamilan b. Ketidakmudahannya untuk lepas spontan (ekspulsi) c. Kemudahannya untuk dipasang d. Kemudahannya untuk melepas e. Minimal efek samping f. Kemudahannya untuk mendeteksi bahwa ia masih di tempat
12
2.3.3 Jenis – Jenis IUD a. IUD Generasi Pertama : disebut Lippesloop, berbentuk spiral atau huruf S ganda, terbuat dari plastic (poyethyline). b. IUD Generasi Kedua : a) Cu T 200 B ; berbentuk T yang batangnya dililit tembaga (Cu) dengan kandungan tembaga. b) Cu 7 ; berbentuk angka 7 yang batangnya dililit tembaga. c) ML Cu 250 ; berbentuk 3/3 lingkaran elips yang bergerigi yang batangnya dililit tembaga. c. IUD Generasi Ketiga : a) Cu T. 380 A : berbentuk huruf T dengan lilitan tembaga yang lebih banyak dan perak. b) MI Cu 375 : batangnya dililit tembaga berlapis perak. c) Nova T. Cu 200 A : batang dan lengannya dililit tembaga. d. IUD Generasi Keempat Ginefix, merupakan AKDR tanpa rangka, terdiri dari benang polipropilen monofilament dengan enam butir tembaga.
2.3.4 Efektivitas IUD Efektivitas IUD dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100% bergantung jenis IUD. IUD terbaru seperti copper T 3800 memiliki efektivitas cukup tinggi, bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan.
13
2.3.5 Cara Kerja IUD IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. IUD memiliki benang yang menggantung sampai liang vagina, hal ini dimaksudkan agar keberadaannya bisa diperiksa oleh akspetor sendiri. IUD mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Hal ini dikarenakan adanya IUD yang dianggap sebagai benda asing sehingga menyebabkan peningkatan leuokosit. Tembaga yang dililitkan pada IUD juga bersifat toksik terhadap sperma dan ovum. Demikian pula IUD yang mengandung hormone progesterone. Lebih kentalnya lender serviks akan mempersulit sperma untuk melewati serviks dan akan terbunuh oleh leukosit yang timbul dalam cairan uterus sebagai hasil dari rangsangan tembaga.
2.3.6 Keuntungan dan Kelemahan IUD 1) Keuntungan IUD a) Efektif dengan segera yaitu setelah 24 jam dari pemasangan. b) Reversible dan sangat efektif c) Tidak mengganggu hubungan seksual d) Metode jangka panjang e) Tidak mengganggu produksi ASI f) Dapat dipasang segera setelah melahirkan ataupun pasca abortus.
14
g) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). 2) Kerugian IUD a) Dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi panggul b) Perforasi uterus, usus dan kandung kemih c) Bila terjadi kehamilan bisa terjadi kehamilan ektopik d) Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV / AIDS sehingga wanita yang memiliki peluang promiskuitas (berganti-ganti pasangan) tidak direkomendasikan untuk menggunakan alat kontrasepsi ini. e) Prosedur medis (pemeriksaan pelvik) diperlukan sebelum pemasangan sehingga banyak perempuan yang takut menggunakan kontrasepsi jenis ini. f) Adanya perdarahan bercak / spotting selama 1-2 hari pasca pemasangan tetapi kemudian akan menghilang. g) Klien tidak bisa memasang ataupun melepas sendiri, petugas kesehatan yang diperbolehkan memasang juga yang terlatih. h) Kemungkinan terlepasnya AKDR setelah pemasangan atau selama pemakaian, sehingga akseptor harus mengecek keberadaan AKDR dengan meraba dengan jari benang pada liang vagina sewaktu-waktu (bila ada indikasi terlepasnya AKDR) atau rutin pada akhir menstruasi.
15
2.3.7 Waktu penggunaan IUD Penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat : a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil b. Hari pertama sampai ke tujuh siklus haid c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan. d. Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi. e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.
2.3.8 Waktu Kontrol IUD Waktu control IUD harus diperhatikan, adalah : a. 1 bulan pasca pemasangan b. 3 bulan kemudian c. Setiap 6 bulan berikutnya d. Bila terlambat haid 1 minggu. e. Perdarahan banyak atau keluhan lain.
2.3.9 Indikasi Pemakaian IUD IUD diberikan pada wanita yang menginginkan kontrasepsi efektif yang berjangka panjang tetapi belum menginginkan atau masih takut menggunakan metode sterilisasi. Lippes loop misalnya dapat dipakai sepanjang masa selama
16
tidak menunjukkan adanya efek samping dan TCu 380A dapat bertahan sampai 8 tahun. IUD juga diberikan pada wanita yang tidak mau repot minum pil setiap hari atau mempunyai kontraindikasi pemakaian pil. IUD tidak sama sekali mengganggu produksi ASI, meskipun mengandung tembaga dan progesterone.
2.3.10 Pemasangan IUD a. Persiapan Alat-alat Untuk Pemasangan IUD 1) Satu set IUD 2) Cairan antiseptic secukupnya, antara lain : yodium 1%, betadine 1 %, dettol : air = 1:20 3) Kapas 4) Speculum cocor bebek / speculum SIMS 5) Gunting 6) Sonde uterus 7) Tenakulum satu gigi 8) Tang tampon / pinset panjang 9) Sepasang sarung tangan steril 10) Busi / dilatator hegar 11) Kartu KB 12) Buku-buku administrasi dan registrasi KB
17
b. Cara Pemasangan IUD Secara Umum 1) Member penjelasan kepada calon peserta mengenai keuntungan, efek samping dan cara menanggulangi efek samping, 2) Melaksanakan anamnesa umum, keluarga, media dan kebidanan, 3) Melaksanakan pemeriksaan umum meliputi timbang badan, mengukur tekanan darah, 4) Mempersilahkan calon peserta untuk mengosongkan kandung kemih, 5) Calon peserta dipersilahkan berbaring dalam posisi litotomi untuk mempermudah pemasangan IUD, 6) Petugas cuci tangan 7) Memakai sarung tangan kanan dan kiri 8) Lakukan pemeriksaan dalam (PD), untuk menentukan besar rahim dan bentuk rahim, 9) Masukkan speculum, bersihkan dinding vagina dan mulut rahim dengan kapas desinfektan. Perhatikan dinding vagina dan mulut rahim apakah terdapat kelaianan atau tidak, 10) Bersihkan portio dengan larutan antiseptic, 11) Kait bibir depan portio serviks dengan tenakulum tepat pada sebelah atas portio, 12) Masukkan sonde sesuai dengan arah rahim, untuk menentukkan dalamnya rahim,
18
13) Siapkan IUD steril. Biasanya IUD generasi II atau III telah dikemas dalam keadaan suci hama (bila bungkusannya tidak rusak). Sedangkan lippes loop perlu disucihamakan dulu, 14) Masukkan IUD sesuai dengan arah dan dalamnya sonde, 15) Gunting benang sehingga panjang benang ± 5 cm, 16) Speculum sym dilepas dan benang IUD didorong kesamping mulut rahim, 17) Peserta dirapikan dan dipersilahkan berbaring ± 5 menit 18) Alat-alat dibersihkan 19) Petugas cuci tangan
2.3.11 Prosedur Pencabutan IUD a. Persiapan Alat 1) Spekulum cocor bebek / Spekulum SIMS yang kecil, sedang, atau besar, 2) Forsep arteri lurus / korentang 3) Cairan antiseptic secukupnya dalam baskom kecil seperti : povidon iodine 1 %, atau dettol : air = 1: 20, 4) Kain kasa atau kapas 5) Tang tampon / pinset panjang 6) Sepasang sarung tangan steril 7) IUD removel / pengait AKDR 8) Sonde uterus.
19
b. Cara Pelepasan IUD a) Petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir b) Peserta dipersilahkan untu BAK terlebih dahulu dan membersihkan daerah genetilnya, kemudian dipersilahkan berbaring di tempat periksa dalam posisi litotomi. c) Gunakan sarung tangan d) Bersihkan dinding vagina dan mulut rahim dengan kapas desinfektan e) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukkan besar, bentuk, dan posisi rahim. f) Masukkan speculum ke dalam liang vagina. Posisikan sedemikan rupa sehingga mulut rahim terlihat dengan baik, g) Bersihkan serviks dengan larutan antiseptic 3x secara merata pada daerah serviks dan vagina, h) Identifikasi benang AKDR, jika terlihat jepit benang dengan porsep, tarik benang AKDR perlahan-lahan ke arah bawah hingga keluar dari liang vagina. Bila terasa ada tahanan terlalu kuat, cobalah lakukan maneuver dengan menarik-narik secara halus benang tersebut. i) Apabila benang tidak terlihat, masukkan sonde sesuai dengan posisi rahim pada pemeriksaan dalam. Ukur dalam rahim dan putar gagang sonde secara perlahan-lahan dalam bentuk lingkaran, benturan sonde dengan IUD akan terasa bila IUD terdapat di dalam rahim. Tarik IUD keluar dengan memakai IUD removel / pengait IUD. j) Lepaskan speculum, kemudian lakukan desinfeksi daerah vagina.
20
k) Alat-alat dibereskan l) Pasien dirapikan kembali.
2.3.12 Efek Samping Pemasangan IUD 1) Perdarahan : a) Gejala / keluhan : keluar darah dari liang vagina di luar haid dalam jumlah kecil berupa bercak-bercak (spotting) atau dalam jumlah berlebihan (metrorhagia). Perdarahan ini dapat pula terjadi masa haid dalam jumlah berlebihan (menometrorhagia) b) Penanggulangan : (a) Konseling : beri penjelasan bahwa perdarahan ringan biasanya terjadi pada awal pemasangan. Selama haid, perdarahan lebih banyak dari pada biasanya hal ini tidak berbahaya. (b) Pemberian preparat besi ; 1 x 1 tablet perhari (c) Bila perdarahan banyak sekali rujuk ke RS dang anti cara KB. 2) Keputihan : a) Gejala / keluhan : (a) Terdapat cairan putih yang berlebihan, terjadi akibat produksi cairan rahim yang berlebihan (b) Tidak berbahaya apabila cairan tersebut tidak berbau, tidak terasa gatal, dan tidak merasa panas b) Penanggulangan : (a) Berikan konseling sebelum pemasangan AKDR
21
(b) Pada kasus dimana cairan berlebihan, dapat diberikan ekstrak beladona 10mg 2x1 tablet untuk mengurangi cairan tersebut. (c) Bila terdapat perubahan bau dan warna hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi. 3) Ekspulsi a) Gejala / keluhan : tidak adanya AKDR dalam liang vagina yang menyebabkan rasa tidak enak bagi wanita. Dapat terjadi ekspulsi sebagian atau seluruhnya. Biasanya terjadi pada waktu haid. b) Penanggulangan : (a) Konseling ; menjelaskan kepada pasien bahwa ekspulsi mungkin saja terjadi pada pemakai AKDR (5%), hal ini disebabkan oleh tidak sesuainya ukuran AKDR yang terpasang. (b) Melepas AKDR dan mengganti dengan ukuran yang sesuai. 4) Nyeri a) Gejala / keluhan : nyeri pada waktu pemasangan AKDR, waktu haid. b) Penanggulangan : (a) Konseling : jelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan dari rahim dan bersifat sementara dan mudah diatasi. (b) Tindakan medis : (1) Inspeculo : apakah ada cairan keputihan yang berbau, erosi pada portio
22
(2) Pemeriksaan dalam : apakah terdapat tanda-tanda radang di rahim. Bila terdapat tanda-tanda radang, AKDR harus segera dilepas. Apabila benang AKDR terlalu panjang dipotong. (3) Pemberian obat analgesic. 5) Infeksi : a) Gejala / keluhan : adanya rasa nyeri didaerah perut bagian bawah, bila disertai demam, keputihan yang berbau busuk dan rasa nyeri pada waktu melakukan hubungan suami istri / periksa dalam. b) Penanggulangan : (a) Rujuk ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut (b) Bila tidak dapat diatasi AKDR dilepas dan diganti dengan cara kontrasepsi lain. 6) Translokasi Translokasi adalah pindahnya AKDR dari tempat seharusnya. Penanggulangan : (1) Konseling : menjelaskan kepada akseptor bahwa hal tersebut mungkin saja terjadi. Penyebabnya dapat karena kelainan rahim, kesalahan teknis dalam pemasangannya. (2) Rujuk ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut dan pengangkatan IUD.
2.4 Pasangan Usia Subur Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ
23
reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang. Dalam menjalani kehidupan berkeluarga, PUS sangat mudah dalam memperoleh keturunan, dikarenakan keadaan kedua pasangan tersebut normal. Hal inilah yang menjadi masalah bagi PUS yaitu perlunya pengaturan fertilitas (kesuburan), perawatan kehamilan dan persalinan aman. Dalam penyelesaian masalah tersebut diperlukan tindakan dari tenaga kesehatan dalam penyampaian penggunaan alat kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan tersebut. Maka dari itu, petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti oleh masyarakat luas.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi IUD 2.5.1 Paritas / jumlah anak Anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri, apakah satu, dua tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sebuah anak adalah sebuah pilihan, yang mana sebuah pilihan sangat dipengaruhi Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi juga untuk penyelenggaraan pelayanan, pengaturan dan dukungan
24
yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal ; mengatur jumlah anak, jarak dan usia ideal melahirkan anak. Berdasarkan
pengertian
tersebut
maka
paritas
mempengaruhi
pemilihan jenis alat kontrasepsi. Paritas yang diteliti adalah paritas 1-2, paritas 2-4, paritas > 4. Hal ini dikarenakan akseptor yaitu mempunyai anak lebih dari empat cenderung mengalami resiko tinggi persalinan. Apabila terjadi kehamilan tersebut digolongkan dalam kehamilan resiko tinggi. 2.5.2 Umur Usia
yang
dimaksud
disini
adalah
usia
akseptor
KB.
Usia
mempengaruhi akseptor dalam penggunaan alat kontrasepsi. Dari faktor-faktor usia dapat ditentukan fase-fase. Usia kurang 20 tahun; fase menunda kehamilan, usia antara 20-30 tahun; fase menjarangkan kehamilan. Usia antara 30 tahun lebih; fase mengakhiri kehamilan. Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Masa menunda kehamilan (kesuburan) Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun.Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai: a) Kembalinya kesuburan yang tinggi. Artinya kembalinyakesuburan dapat dijamin 100%. Ini penting karena akseptor belummempunyai anak. b) Efektifitas
yang
tinggi.
Hal
ini
penting
karena
kegagalan
akanmenyebabkan tujuan KB tidak tercapai. Prioritas kontrasepsi yang sesuai:Pil, AKDR, Cara sederhana (kondom, spermisida).
25
2) Masa mengatur kesuburan (menjarangkan) Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30 tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai: a) Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup. b) Efektifitas cukup tinggi. c) Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yangaman untuk ibu dan anak. d) Tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Ini penting karenaASI adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2 tahun.Penggunaan ASI mempengaruhi angka kesakitan bayi/anak. Prioritas kontrasepsi yang sesuai: AKDR, Suntikan, Pil, Norplant (AKBK), Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun) 3) Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi). Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan umur istritelah melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai: a) Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menyebabkan terjadikehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain ituakseptor sudah tidak ingin mempunyai anak lagi. b) Dapat dipakai untuk jangka panjang. c) Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masaumur tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, danmetabolik meningkat.
26
Oleh karena itu, sebaiknya tidakmemberikan obat/kontrasepsi yang menambah kelainan/penyakittersebut. Prioritas kontrasepsi yang sesuai: Kontap, AKDR, Norplant (AKBK), Suntik, Pil. 2.5.3 Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi
setelah
orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar penginderaan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang tercakup dalam domain kognitif yaitu : a. Tahu (know) Dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Tahu (know) ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.Seseorang yang telah faham terhadap objek atau materi
27
tersebut harus dapat menyimpulkan dan menyebutkan contoh, menjelaskan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus dan metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Arti dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kepada suatu bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata lain sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian ini didasarkan
28
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.5.4 Pendidikan Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Adapun jenjang pendidikan akseptor yang diteliti : a. Pendidikan Dasar (SD) b. Pendidikan Menengah (SMP dan SMA) c. Pendidikan Tinggi Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat Untuk sampai pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang baik.Apakah mungkin menciptakan anak yang berkualitas di tengah waktu yang terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin
29
menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas. 2.5.5 Dukungan Suami Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain menyangkut : a. Pemakaian alat kontrasepsi b. Tempat mendapatkan pelayanan c. Lama pemakaian d. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi e. Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi Dalam hal komunikasi, peran suami istri antara lain : a. Suami memakai kontrasepsi b. Istri memakai kontrasepsi tapi tidak dibicarakan dengan suami c. Suami istri tidak memakai kontrasepsi, tapi dibicarakan antara suami istri d. Suami istri tidak memakai dan tidak dibicarakan antara suami istri. Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi terutama dalam pemeliharaankesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri, dan keluarganya. Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya peserta KB pria antara lain: a. Kondisi lingkungan sosial budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting
dilakukan serta
30
pandangan yang cenderung menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan KB dan kesehatan reproduksi sepenuhnya kepadapara wanita. b. Pengetahuan, kesadaraan Pasangan Usia Subur (PUS) dan keluargadalam KB pria rendah. c. Keterbatasan jangkauan (aksesibilitas) dan kualitas pelayanan KBpria. Meskipun dari dua metode KB pria telah tersedia berbagai merek kondom dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebih baik, namun seringkali menjadi alasan utama yang dikemukakan dari berbagai pihak mengapa kesertaan pria dalam KB rendah adalah terbatasnya metode atau cara kontrasepsi yang tersedia. d. Dukungan politis dan operasional masih rendah di semua tingkatan. Hal tersebut di atas membahas tentang partisipasi pria secara langsung dalam ber-KB (sebagai peserta KB pria dengan menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan) namun ada pula partisipasi pria secara tidak langsung dalam ber-KB. Partispasi pria secara tidak langsung salah satunya dengan cara mendukung istri dalam ber-KB. Apabila disepakati istri yang akan ber-KB, peranan suami adalah memberikan dukungan dan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB, adapun dukungannya meliputi: a. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya. b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol.
31
c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontraspsi. d. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan. e. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan. 2.5.6 Budaya Menurut Prof. Koentjaraningrat Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta;buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi atau budi dan akal. Jadi budaya adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal dan budi tersebut. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Lasari, Rizma fazriyanti) Pembuat keputusan untuk mengunakan kontrasepsi secara statistik berhubungan dengan pilihan kontrasepsi. Seorang wanita yang menentukan sendiri apakah ia akan menggunakan kontrasepsi dan kontrasepsi apa yang ia pilih umumnya memilih alat kontrasepsi jangka pendek (92%). Di sisi lain jika pembuat keputusan ber-KB adalah suaminya, penggunaan kontrasepsi jangka pendek dapat ditekan (71%) dan bagi merekan yang ber-KB sebagai hasil dari keputusan bersama, penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek terhitung sebanyak 71%. Menilik pengaruh dari keyakinan (agama), tampak bahwa kepercayaan seorang wanita mempengauhi pilihan kontrasepsinya. 87.1% wanita yang beragama Islam lebih memilih alat kontrasepsi jangka pendek sedangkan wanita non-muslim yang memilih alat kontrasepsi jangka pendek ter
32
hitung sebanyak 53.3%. Namun trend secara umum menunjukkan bahwa seluruh responden masih memiliki kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan alat kontrasepsi jangka penjang atau yang lebih permanen. Tidak disangsikan lagi bahwa akses terhadap alat kontrasepsi berkaitan dengan pilhan kontrasepsi seorang wanita. Wanita yang memperoleh alat kontrasepsi sektor pemerintah memiliki kecenderungan lebih kecil untuk memilih alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang memperoleh kontrasepsi dari sektor swasta dan sumber lainnya (54.1% versus 89.5% dan 98.3%). Menurut tempat kediamannya, seperti yang diperkirakan, wanita yang tinggal di daerah pedesaan memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan (83% versus 90.5%). Penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek menurun sejalan dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan, sebaliknya penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen meningat sejalan dengan meningkatnya tingkaat kesejahteraan kecuali bagi mereka yang termasuk keluarga sangat miskin. Seperti yang diharapkan, wanita yang lebih tua cenderung untuk memilih kontrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan wanita yang ber usia lebih muda. Sejalan dengan meningkatnya usia, maka kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen pun meningkat. Ketika dibandingkan dengan pemilihan alat kontrasepsi jangka
33
pendek, ketika seorang wanita berusia antara 30-39 tahun, maka kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar 0.69. Ketika wanita tersebut berusia 40-49 tahun, maka kemungkinan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat menjadi 1.53 dan sebesar 23.05 untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen. Berdasarkan pengaruh dari tingkat pendidikan wanita, kemungkinan bagi mereka yang memiliki pendidikan sekurang-kurangnya setingkat dengan SLTA, kemungkinan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar 2.80 dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki pendidikan SD atau SMP. Bagaimana dan siapa yang memutuskan pengunaan alat kontrasepsi juga berpengaruh terhadap pilihan kontrasepsi seorang wanita. Wanita yang memakai alat kontrasepsi berdasarkan keputusan dari suaminya memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen dibandingkan dengan alat kontrasepsi jangka pendek. Di sisi lain, kecenderungan bagi mereka yang penggunaan alat kontrasepsinya berdasarkan keputusan bersama meningkat sebesar 0.75 untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang dan meningkat sebesar 1062 untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen.
34
2.6 KERANGKA KONSEP
UMUR PARITAS
PENGETAHUAN
PENGGUNAAN KONTRASEPSI IUD
PENDIDIKAN
BUDAYA DUKUNGAN SUAMI
KET :
: Variabel Penelitian
: Indikator