BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antenatal Care 2.1.1
Pengertian Antenatal Care
Antenatal care atau pemeriksaan kehamilan merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal (Padila, 2014). Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak wanita merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal (Padila, 2014). Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin. Pelayanan antenatal merupakan upaya kesehatan perorangan yang memperhatikan ketelitian dan kualitas pelayanan medis yang diberikan, agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu, sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2007). 2.1.2
Tujuan Antenatal Care
Pelayanan antenatal care diberikan sedini mungkin kepada wanita semenjak dirinya hamil. Pedoman pelayanan antenatal care menurut Depkes (2007) memiliki beberapa tujuan, yaitu:
11
12
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi. b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu. c. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan. d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, dan persalinan yang aman dengan trauma seminimal mungkin. e. Mempersiapkan
peran
ibu
agar
masa
nifas
berjalan
normal
dan
mempersiapkan ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif. f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi, agar dapat tumbuh kembang secara normal. g. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati, dan kematian neonatal. h. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin. 2.1.3
Fungsi Antenatal Care
Selain tujuan antenatal care juga memiliki tiga fungsi yaitu yang pertama, sebagai promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan. Fungsi yang kedua yaitu untuk melakukan screening, identifikasi wanita dengan kehamilan resiko tinggi dan merujuk bila perlu. Fungsi yang terakhir adalah untuk memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi (Padila, 2014).
13
2.1.4
Standar Kualitas Pelayanan Antenatal
Standar kualitas pelayanan antenatal yang diberikan kepada ibu hamil yaitu penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan darah, lingkar lengan atas (LiLA). Selain itu dilakukan juga pengukuran tinggi fundus uteri, hitung denyut jantung janin (DJJ), tentukan presentasi janin untuk memperkirakan usia kehamilan dan kesehatan janin. Untuk mendukung kesehatan ibu dan janin diberikan juga imunisasi Tetanus Toxoid (TT), pemberian tablet tambah darah/tablet besi (Fe), serta pemeriksaan laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana kasus, dan temu wicara efektif (Kemenkes, 2013). 2.1.5
Standar Pelayanan Antenatal Kunjungan Pertama
Standar pelayanan antenatal pada kunjungan pertama ibu hamil meliputi tahap pencatatan yang meliputi adalah identitas ibu hamil, kehamilan sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, serta penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan. Pada tahap pemeriksaan dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, dan pemeriksaan obstetrik. Tahap pemberian terapi yaitu pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT), pemberian obat rutin seperti tablet Fe, kalsium, multivitamin, dan mineral lainnya serta obat-obatan khusus atas indikasi dan penyuluhan/konseling (Depkes RI, 2007). 2.1.6
Standar Pelayanan Kunjungan Ulang
Pemeriksaan kunjungan ulangan yaitu setiap kunjungan pemeriksaan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan pemeriksaan antenatal pertama. Kunjungan ulangan lebih diarahkan untuk mendeteksi komplikasi, mempersiapkan kelahiran, dan mendeteksi kegawatdaruratan, pemeriksaan fisik yang terarah serta
14
penyuluhan bagi ibu hamil. Kegiatan yang dilakukan yaitu anamnesa tentang keluhan utama, pemeriksaan umum, obstetrik, laboratorium, imunisasi TT bila perlu, pemberian obat rutin khusus dan penyuluhan (Depkes RI, 2007). 2.1.7
Jadwal Kunjungan Ibu Hamil
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah seorang wanita merasa dirinya hamil. Pemeriksaan antenatal selain kuantitas (jumlah kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan program pelayanan antenatal yang ditetapkan oleh Depkes (2007), yaitu tentang frekuensi kunjungan sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagai berikut: a. Minimal 1 (satu) kali kunjungan selama trimester pertama (< 14 minggu) = K1. b. Minimal 1 (satu) kali pada trimester kedua (antara minggu ke 14-28) = K2. c. Minimal 2 (dua) kali pada trimester ketiga (antara minggu ke 28-36 dan sesudah minggu ke 36) = K3 dan K4. Apabila terdapat kelainan atau penyulit kehamilan seperti mual, muntah, keracunan kehamilan, perdarahan, kelainan letak dan lain-lain, frekuensi pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan. Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin terhadap perlindungan ibu hamil dan janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan (Kemenkes RI, 2013).
15
2.1.8
Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal
Pelayanan kegiatan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu dokter umum dan dokter spesialis dan tenaga paramedik yaitu bidan, perawat yang sudah mendapat pelatihan. Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, bidan praktik swasta, polindes, rumah sakit bersalin, dan rumah sakit umum (Padila, 2014). 2.1.9
Cakupan Pelayanan Antenatal
Cakupan pelayanan antenatal adalah persentasi ibu hamil yang telah mendapatkan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja yang terdiri dari cakupan K1 dan cakupan K4. Cakupan K1 adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapatkan pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Kemenkes RI, 2010). 2.1.10 Pelayanan Antenatal Lengkap Antenatal care lengkap atau yang sering disebut dengan K4 adalah seorang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit 4 kali selama kehamilannya dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah 1 kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III (Kemenkes RI, 2010).
16
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan 2.2.1
Umur Ibu
Umur adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan dan mengetahui pentingnya ANC (Padila, 2014). Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan berisiko tinggi apabila ibu hamil berusia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Umur di bawah 20 tahun dikhawatirkan mempunyai risiko komplikasi yang erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi wanita, diatas 35 tahun mempunyai risiko tinggi karena adanya kemunduran fungsi alat reproduksi. Gangguan ini bukan hanya bersifat fisik karena belum optimalnya perkembangan fungsi organ-organ reproduksi, namun secara psikologis belum siap menanggung beban moral, mental, dan gejolak emosional yang timbul serta kurang pengalaman dalam melakukan pemeriksaan ANC (Padila, 2014). Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi, dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Padila, 2014).
17
2.2.2
Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu orang. Ibu yang pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang, mempunyai anggapan bahwa ia sudah
berpengalaman
sehingga
tidak
termotivasi
untuk
memeriksakan
kehamilannya (Padila, 2014). 2.2.3
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses belajar. Pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Padila, 2014). Pendidikan dapat terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja yang mempunyai tiga ciri khas. Ciri pertama, belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan didasari bukan karena kebetulan (Notoatmodjo, 2007).
18
Ruang lingkup pendidikan menurut Notoatmodjo (2007) terdiri dari pendidikan formal, informal, dan non formal. a. Pendidikan formal Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga, mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah atau di universitas. b. Pendidikan informal Pendidikan informal berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidikan, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, dan tanpa eveluasi yang formal berbentuk ujian. c. Pendidikan non formal Pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa. Tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah, dapat memilki pengetahuan praktis dan keterampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar meliputi SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B. Pendidikan menengah yakni SMU/SMK. Pendidikan tinggi yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, dokter, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
19
2.2.4
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan tahap awal dalam adopsi perilaku baru sebelum terbentuknya sikap terhadap objek baru yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan. Salah satu cara untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau dari yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, melalui pengamatan atau eksperimen serta diturunkan dengan cara logika secara tradisional. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan baik, pengetahuan cukup, dan pengetahuan kurang. Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2010). 2.2.5
Sikap
Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu (Padila, 2014).
20
Sikap merupakan penentu penting dalam memberikan gambaran tingkah laku seseorang. Berdasarkan pada sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil terhadap suatu masalah yang dihadapinya. Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan (Padila, 2014). Karakteristik sikap menurut Notoatmodjo (2010) adalah: a. Sikap merupakan kecenderungan berpikir, berpresepsi, dan bertindak. b. Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi). c. Sikap relatif lebih menetap dibandingkan emosi dan perilaku. d. Sikap mengandung aspek penilaian dan evaluatif terhadap objek dan mempunyai tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Pembentukan sikap pada manusia dipengaruhi oleh faktor dalam diri manusia (internal) dan pengaruh interaksi manusia satu dengan lainnya (eksternal). Faktorfaktor internal yang membentuk sikap yaitu fisiologi, psikologi, dan motif. Sedangkan faktor eksternal yaitu pengalaman yang diperoleh individu, situasi yang dihadapi oleh individu, norma dalam masyarakat, hambatan, dan pendorong yang dihadapi individu dalam masyarakat (Sunaryo, 2013). Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah pengungkapan atau pengukuran sikap. Sikap dapat diukur dengan beberapa cara. Secara garis besar pengukuran sikap dibedakan menjadi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung (Sunaryo, 2013).
21
Pengukuran sikap dalam penelitian ini dilakukan dengan pengukuran sikap secara langsung dan berstruktur. Pengukuran secara langsung dengan cara subjek dimintai pendapat tentang bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan padanya. Berstruktur artinya dengan memberikan pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu instrument yang telah ditentukan, serta langsung diberikan kepada subjek yang diteliti (Sunaryo, 2013). Instrumen pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan skala Guttman agar mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “positif” apabila didapatkan nilai 51100%, atau “negatif” apabila didapatkan nilai 0-50%. Untuk mendapatkan persentase dari nilai responden, menurut Sugiyono (2012) dapat digunakan rumus sebagai berikut: Nilai persentasi responden = Nilai jawaban responden x 100% Nilai maksimal 2.2.6
Dukungan Keluarga
Dukungan atau motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang. Dukungan mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Dukungan menjadi suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo, 2010).
22
Bentuk dukungan menurut Indriyani & Asmuji (2014) ada lima yaitu: a. Dukungan instrumental Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung, seperti pinjaman uang, pemberian barang, makan, serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih mudah. b. Dukungan informasional Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran, atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah. c. Dukungan emosional Bentuk dukungan seperti ini dapat membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, dipedulikan, dan dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sngat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol. d. Dukungan pada harga diri Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif dari individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif pada individu lain. Bentuk dukungan ini dapat membantu individu membangun harga diri dan komperhensi.
23
e. Dukungan dari kelompok sosial Bentuk dukungan ini akan membantu individu merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengannya, sehingga individu yang merasa memiliki teman senasib. Pengukuran dukungan keluarga dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Melalui kuesioner klien diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaanpertanyaan yang dapat memancing motivasi klien. Dukungan terbagi menjadi dua yaitu dukungan baik dan dukungan kurang (Notoatmodjo, 2010). 2.2.7
Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan
Jarak adalah ruang sela antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitaas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak juga merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan (Padila, 2014). Jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan dapat di ukur melalui santuan panjang. Jarak tempuh dikatakan dekat bila ≤ 5 km dan jauh bila > 5 km (Adri, 2008). Penelitian mengenai jarak yang dilakukan Adri (2008), menunjukkan ada pengaruh antara jarak terhadap pemeriksaan kehamilan. Berbeda dengan hasil penelitian Sumiati (2012), menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
24
2.2.8
Pekerjaan Ibu
Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing dan suatu cara seseorang yang tujuannya untuk mencari uang terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan dapat diklasifikasikan yaitu bekerja (buruh, tani, swasta, dan PNS) dan tidak bekerja (ibu rumah tangga dan pengangguran) (Notoatmodjo, 2010). Pekerjaan ibu yang dimaksudkan adalah apabila ibu beraktifitas ke luar rumah maupun di dalam rumah kecuali pekerjaan rutin rumah tangga. Ibu yang bekerja akan memiliki sedikit waktu untuk memeriksakan kehamilannya dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, akan memiliki banyak waktu untuk memeriksakan kehamilan (Notoatmodjo, 2010). 2.2.9
Pendapatan
Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari pihak sendiri. Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata keluarga dari suatu keluarga yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan seluruh anggota keluarga tersebut. Pendapatan yang dimaksud adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan orang tua dan anggota keluarga lainnya (Padila, 2014). Berdasarkan keputusan Gubernur Kalimantan Barat tentang Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2013, ditetapkan Standar Upah Minimum Kabupaten Landak tahun 2013 sebesar Rp. 1.125.000. Upah ini menjadi patokan peneliti
25
sebagai batasan instrumental pada data karakteristik responden. Pendapatan kurang apabila < Rp. 1.125.000 dan pendapatan cukup apabila ≥ Rp. 1.125.000. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang antenatal care yang baik dan kesadaran untuk diperiksa. Melalui pendapatan keluarga, dapat menyediakan semua kebutuhan dirinya baik yang primer maupun sekunder. Keterbatasan sarana dan sumber daya, rendahnya penghasilan, adanya peraturan atau perundangan yang menjadi penghambat akan membatasi keberdayaan orang perorang maupun masyarakat untuk merubah perilakunya (Padila, 2014). Pendapatan mempengaruhi kunjungan ANC, hal ini disebabkan karena biaya penghidupan yang tinggi sehingga diperlukan pasien untuk menyediakan dana yang diperlukan. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2007), menyatakkan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4). 2.3 Hubungan Faktor Umur, Paritas, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga, Jarak Rumah Ke Pelayanan Kesehatan, Pekerjaan, dan Pendapatan Terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4) 2.3.1
Hubungan Faktor Umur dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Semakin cukup umur seorang ibu, tingkat kematangan dalam berpikir semakin baik sehinggga akan termotivasi untuk memeriksakan kehamilan, juga mengetahui akan pentingnya pemeriksaan kehamilan. Semakin muda umur ibu, semakin tidak
26
mengerti tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. Usia produktif, aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun (Padila, 2014). Beberapa penelitian mengenai usia ibu hamil telah dilakukan. Penelitian Sumiati (2012), menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan. Hasil ini menunjukkan semakin tua umur ibu belum tentu tidak bisa melakukan ANC dengan baik, dan sebaliknya ibu yang berumur lebih muda juga belum tentu mampu melakukan ANC yang ideal di fasilitas kesehatan. Kesamaan hasil didapatkan oleh Siswosuharjo (2004), menyatakan bahwa umur secara bermakna tidak berhubungan dengan keputusan ibu memilih pelayanan ANC. Umur merupakan faktor predisposisi seseorang untuk memutuskan memanfaatkan
pelayanan
kesehatan,
tetapi
untuk
bertindak
masih
dipertimbangkan quality, accessibility, and affordability pelayanan kesehatan. Pada saat seseorang diminta untuk memilih pelayanan ANC dengan keterbatasan biaya yang dimiliki, umur seseorang tidak dapat menjadi penentu utama dalam faktor penentu keputusan, melainkan kemampuan membayar dan keterjangkauan pelayanan. 2.3.2
Hubungan Faktor Paritas dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya. Beberapa penelitian tentang paritas ibu, seperti hasil penelitian Pongsibidang, dkk (2013) menyatakan bahwa
27
tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan keteraturan kunjungan kehamilan. Ibu dengan paritas tinggi lebih merasa dirinya sudah berpengalaman dalam kehamilan dan persalinan, sehingga tidak terlalu khawatir lagi seperti pada saat kehamilan sebelumnya. Senada dengan hasil penelitian Rauf (2013) menyatakan bahwa, tidak ada hubungan bermakna antara paritas dan kunjungan pemeriksaan kehamilan. Ibu dengan paritas tinggi yang mempunyai risiko pada kehamilaan sebelumnya sehingga merasa perlu untuk memeriksakan kehamilannya, begitu pula ibu yang paritas rendah merasa perlu untuk memeriksakan kehamilan secara teratur karena belum memiliki pengalaman tentang kehamilan. Sedangkan ibu yang kurang memanfaatkan pelayanan antenatal dengan paritas tinggi merasa telah memiliki pengalaman
pada
kehamilan
sebelumnya
sehingga
tidak
perlu
sering
memeriksakan kehamilan dan ibu dengan paritas rendah yang kurang memeriksakan kehamilan disebabkan karena terlambat mengetahui tentang kehamilannya. 2.3.3
Hubungan
Faktor
Pendidikan
dan
Kunjungan
Pemeriksaan
Kehamilan (K4) Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting untuk mengembangkan diri, umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan berbeda tingkah lakunya dengan ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak mendapatkan
28
pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan terutama dalam keadaan hamil yang merupakan kondisi berisiko (Padila, 2014). Peran ibu yang berpendidikan rendah lebih bersifat pasrah, menyerah pada keadaan tanpa ada dorongan untuk memperbaiki nasibnya. Mereka pasrah mengabaikan berbagai tanda dan gejala yang penting dan dapat menyebabkan keadaan berbahaya, karena hal demikian dianggap biasa. Pada kunjungan pemeriksaan kehamilan, faktor pendidikan termasuk dalam faktor predisposisi individu untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, dikarenakan adanya perbedaan dalam pengetahuan tentang kesehatan dan nilai sikap individu tersebut (Padila, 2014). Pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap perilaku individu dalam mengambil setiap keputusan dan sikapnya yang selalu berpedoman pada apa yang mereka dapatkan melalui proses belajar dan pengalaman yang diterimanya. Ibu yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang proporsional karena manfaat pelayanan kesehatan akan mereka sadari sepenuhnya (Padila, 2014). Perubahan perilaku kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan lebih mudah diterima pada kelompok orang yang berpendidikan tinggi dibandingkan yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan formal mempengaruhi perbedaan pengetahuan dan keputusan. Pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
29
Beberapa penelitian terkait pendidikan, seperti hasil penelitian Puspita (2004) menyatakan bahwa pendidikan berhubungan dengan pengetahuan seputar pelayanan antenatal yaitu semakin tinggi pendidikan maka ada kecenderungan semakin sering peluang untuk pemeriksaan ANC yang lengkap. Hal ini didukung pula dari hasil penelitian Khalimah (2007) menyatakan, pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan segala informasi dari luar terutama mengenai kehamilan yang dialaminya dengan baik. 2.3.4
Hubungan Faktor Pengetahuan dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Seorang ibu perlu mengetahui, memahami dan sadar bahwa dalam kehamilannya ia harus betul-betul memelihara kesehatannya. Pengertian tentang kehamilan, risiko yang dihadapi dalam kehamilan, persalinan, dan nifas serta upaya-upaya yang dapat dilakukan agar dapat menjalani kehamilannya dengan selamat perlu diketahui ibu (Depkes RI, 2010). Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Padila, 2014). Pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman berbagai informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, media masa, media elektronik, buku petunjuk dan tenaga kesehatan. Selain itu terdapat juga faktor lain yaitu pengalaman, pengaruh orang tua, teman, media masa dan petugas kesehatan. Semua faktor ini dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan (Sumiati, 2012).
30
Ibu yang berpengetahuan baik, tingkat pemahamannya tentang pemeriksaan kehamilan yang selama ini diperoleh melalui penyuluhan kesehatan atau informasi dari media masa masih dalam tahap adopsi. Tahap ini ibu baru menyadari arti dari stimulus tersebut berupa niat tanpa diikuti perubahan sikap dan perilakunya. Setelah mendapatkan informasi salah satunya dapat menjamin seseorang untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang didapat. Hal ini didukung dengan teori tentang seseorang mengadopsi perilaku baru, terjadi proses berurutan yaitu mulai dari Awareness, Interest, Evaluation, Trial, Adoption (Indriyani & Asmuji, 2014). Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengukur pengetahuan seseorang, seperti Sumiati (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan. Seorang ibu hamil berperilaku memilih tenaga kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilannya ditentukan oleh seberapa banyak pengetahuan tentang proses dan perawatan kehamilan itu sendiri. Artinya pengetahuan ibu tentang kehamilan, persalinan, dan perawatan setelah persalinan termasuk cara perawatan bayi setelah dilahirkan akan mempengaruhi perilakunya dalam memilih tenaga dan fasilitas kesehatan. Hasil yang sama pada penelitian Dewi (2013) menyatakan bahwa, ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang ANC dengan frekuensi kunjungan. Didukung pula dengan hasil penelitian Erlina (2013), menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan.
31
2.3.5
Hubungan Faktor Sikap dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Sikap ibu hamil merupakan penentu penting untuk melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan. Sikap ini akan menggambarkan corak tingkah laku ibu, sehingga dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil. Sikap seorang ibu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, karena hal ini diperlukan faktor pendukung lain salah satunya adalah pengetahuan (Padila, 2014). Pengukuran sikap telah dilakukan oleh berbagai penelitian, salah satunya pada penelitian Komariyah (2008) yang mengukur sikap ibu hamil terhadap pemeriksaan kehamilan menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan. Berbeda pula dengan hasil penelitian Adri (2008), menunjukkan bahwa ada pengaruh antara sikap ibu hamil terhadap pemeriksaan kehamilan. Sikap yang positif terhadap pemeriksaan kehamilan akan memberikan pengaruh yang baik dalam peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil dan menurunkan angka kematian ibu sesuai yang diharapkan. 2.3.6
Hubungan Faktor Dukungan Keluarga dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Keluarga merupakan orang terdekat yang memiliki waktu lebih banyak untuk berinteraksi bersama ibu hamil. Keluarga juga dilibatkan dalam menjaga kesehatan ibu hamil. Dukungan keluarga merupakan sumber eksternal yang dapat membantu ibu untuk mengatasi masalah apa pun (Indriyani & Asmuji, 2014).
32
Adanya dukungan keluarga dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis bagi ibu hamil, karena ia merasa di perhatikan oleh orang-orang disekitarnya. Dukungan berupa instrumen, informasi, emosional, harga diri, dan kelompok sosial sangat diperlukan oleh ibu hamil. Hal ini dikarenakan ibu hamil merupakan makhluk social, memerlukan keberadaan orang lain untuk memberi perhatian, dukungan bantuan, dan kerja sama dalam menjaga kesehatannya disaat hamil (Indriyani & Asmuji, 2014). Dukungan keluarga sangat memegang peranan penting dalam perilaku ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilannya. Semakin baik pemeriksaan kehamilannya maka pihak keluarga akan semakin tenang untuk menghadapi persalinan, karena dapat mengetahui kondisi kehamilannya serta kesehatan ibu dan bayinya (Indriyani & Asmuji, 2014). Terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang ibu. Faktor internal seperti keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, intelegensi dan bakat. Faktor eksternal seperti pendidikan, agama, kebudayaan, lingkungan, dan sosial ekonomi (Indriyani & Asmuji, 2014). Beberapa penelitian mengenai dukungan keluarga telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Sumiati (2012), menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan K4. Dukungan yang baik memiliki peluang untuk melakukan kunjungan K4 sesuai dengan standar dibandingkan ibu yang memiliki dukungan kurang. Hasil ini didukung oleh
33
penelitian Rauf (2013) menyatakan bahwa, ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan ANC. 2.3.7
Hubungan Faktor Jarak dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Keterjangkauan ibu termasuk dalam jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan ibu untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan. (Padila, 2014). Beberapa hasil penelitian mengenai jarak, seperti penelitian Rauf (2013) menyatakan bahwa, tidak terdapat hubungan antara jarak dengan pemanfaat pelayanan antenatal care. Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan merasa mudah mengakses pelayanan, jarak antara rumah dengan puskesmas dekat dan dapat diakses dengan berjalan kaki. Apabila jarak antara rumah dengan puskesmas sukup jauh, ibu menggunakan sarana transportasi mudah didapatkan dengan biaya terjangkau dan tidak menghabiskan banyak waktu perjalanan lama. Sedangkan ibu hamil yang kurang memanfaatkan pelayanan antenatal disebabkan rumah yang jauh dari puskesmas selain itu, sulit menemukan sarana transportasi umum serta menghabiskan waktu yang lama untuk perjalanan sehingga lebih sering menggunakan jasa panggilan kepada petugas kesehatan. Terdapat perbedaan hasil pada penelitian Adri (2008) menyatakan, terdapat pengaruh antara faktor jarak dengan kelengkapan pemeriksaan kehamilan. Ibu
34
yang jarak tempat tinggal dekat lebih banyak melakukan pemeriksaan kehamilan dibandingkan ibu yang jarak tempat tinggal jauh. 2.3.8
Hubungan Faktor Pekerjaan Ibu dan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan (K4)
Untuk mendeteksi keterkaitan antara pekerjaan ibu dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan, telah dilakukan banyak penelitian. Sumiati (2012) menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa, ibu yang berstatus bekerja maupun yang tidak bekerja memiliki peluang yang sama untuk memeriksakan kehamilannya atau faktor status pekerjaan ibu tidak berpengaruh terhadap status ANC. Sejalan dengan hasil penelitian Pongsibidang (2013) yang menyatakan bahwa, tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu untuk melakukan kunjungan antenatal. Ibu yang bekerja sebagai PNS atau pegawai/karyawan swasta lebih teratur melakukan kunjungan antenatal dibandingkan ibu yang bekerja sebagai pedagang atau wiraswasta dan ibu rumah tangga. Penyebabnya adalah ibu yang berkerja sebagai pegawai negeri atau pegawai/karyawan swasta mempunyai pendidikan yang tinggi serta pengetahuan yang cukup dibandingkan dengan ibu yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta dan ibu rumah tangga. 2.3.9
Hubungan
Faktor
Pendapatan
dan
Kunjungan
Pemeriksaan
Kehamilan (K4) Keterjangkauan termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Siswosuharjo (2004) melakukan penelitian
35
mengenai pendapatan yang menyatakan ada hubungan bermakna dengan keputusan ibu hamil memilih pelayanan ANC. Besar kecilnya pendapatan sangat berpengaruh pada kemampuan seseorang membeli pelayanan kesehatan, sehingga diasumsikan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin besar kemungkinannya untuk memilih memanfaatkan pelayanan ANC. Namun penghasilan tinggi juga memiliki peluang lebih tinggi untuk mencari pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan dirinya atau mencari pelayanan kesehatan lain yang lebih bermutu. Senada dengan hasil penelitian Surniati (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pendapatan dengan keteraturan pemanfaatan antenatal care. Ibu yang pendapatan cukup tetapi tidak teratur dalam memanfaatkan pelayanan antenatal, hal ini karena terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tidak dimasukan seperti sikap, pengalaman, kebutuhan dan sebagainya. Meskipun memiliki pendapatan yang cukup untuk membiayai pelayanan, tetapi jika ibu yang memiliki sikap yang negatif akan cenderung menjauhi atau tidak memanfaatkan pelayanan. Begitu pula dengan yang berpendapatan kurang, dikarenakan mereka menempatkan pelayanan kesehatan sebagai kebutuhan sekunder.