BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai babad, yang dilakukan oleh peneliti dari jurusan Sastra Bali, Universitas udayana. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari jurusan Sastra Bali, Universitas Udayana antara lain : 1. Babad Tusan,1989. "Analisis Stuktur dan Nilai", oleh I Wayan Madra. Tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini mengunakan tahapan pada umumnya. Tahapan itu seperti : (1) tahapan pemilihan masalah dan topik; (2) tahapan pencarian naskah; (3) tahapan pemilihan naskah; (4) tahapan penentuan hubungan naskah yang ada; (5) analisis teks (Edward Djmaris lewat Suastika, 1985: 13-14). Dalam penerapan cara kerja diatas, dan guna mendapatkan data yang lebih lengkap, dibantu dengan teknik transliterasi yaitu penggantian jenis tulisan; huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Babad Tusan merupakan karya sastra sejarah, karya-karya tersebut mempunyai pola struktur isi yang mengandung unsur-unsur sastra dan sejarah. Unsur keindahan dan Khayalan sebagai unsur sasra pada umumnya masih tetap dipertahankan. Sedangkan unsur sejarah menjadi ciri pembeda khusus dari jenis karya sastra lainnya. Babad Tusan merupakan karya sastra yang 7
utuh dan menyeluruh, dimana jaringan unsur-unsurnya saling berkaitan membentuk satu kesatuan karya satra yang utuh dan bulat. Tulisan tersebut memberikan inspirasi dalam analisis ini dikarenakan sama-sama menggunakan babad sebagai objek penelitian. Selain itu, tulisan I Wayan Madra memiliki relevansi dengan analisis yang dilakukan terutama mengenai unsur-unsur struktur yang terkandung dalam karya sastra babad. Perbedaannya, penelitian terhadap teks babad Pasek Dukuh Sebun menyertakan struktur bentuknya (kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, dan gaya bahasa), sebab untuk menemukan fungsi yang terkandung dalam teks babad Pasek Dukuh Sebun tidak bisa terlepas dari bentuk karya tersebut.
2. Babad Catur Bhumi "Analisis Sturktur dan Fungsi" oleh Anak Agung Sagung Alit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode filologi. Dalam pengolahan data atau dalam tahapan analisis teks ditempuh metode deskriptif berdasarkan tahapan kerja teori struktural dan fungsi dengan dilandasi dengan pola berpikir dan deduktif. Penerapan metode filologi di atas masih di tunjang dengan teknik translitrasi yaitu penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu dengan abjad yang lain (Sulastin Sutrisno, 1983: 101). Dalam upaya pengumpulan data diluar naskah ditempuh dengan metode wawancara yang bermaksud bahwa informasi diminta sesuai dengan keterangan-keterangan kepada pihak responden atau pemberi keterangan. Adapun penelitian ini dijadikan sebagai
8
kajian pustaka, karena penelitian terhadap naskah Babad Catur Bumi, juga digunakan sebgai naskah perbandingan dalam penelitian ini. 3. Babad Dalem Tarukan,1988. "Analisis Struktur dan Fungsi" oleh Anak Agung Gde Tresna. Penelitian ini menggunakan naskah sebagai objek penelitian. sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang ditempuh dalam mengumpulkan data menggunakan metode filologi. Prosedur yang dikerjakan yaitu (1) tahapan pemilihan topik, (2) tahapan pencarian naskah, (3) tahapan pemilihan naskah, (4) tahapan mencari hubungan-hubungan naskah-naskah yang ada, (5) analisis teks. Dalam tahapan analisis teks diterapkan model analisis deskriptif berdasarkan tahapan teori struktural dan fungsi. Sedangkan metode filologi dibantu oleh teknik terjemahan secara idiomatik (gramatikal), dan dibantu dengan wawancara. Berdasarkan pengamatan setelah mengadakan analisis srtuktur dan fungsi Babad Dalem Tarukan dapat ditarik kesimpulan : Babad Dalem Tarukan termasuk karya sastra sejarah yang memiliki pola struktur yang mengandung unsur-unsur sejarah. Hal ini ini terbukti dengan penyajian teks babad tersebut mengambil babon ceritanya dari peristiwa peristiwa sejarah dan diramu dengan unsur-unsur keindahan dan rekaan sebagai unsur sastra. Babad Dalem Tarukan merupakan karya sastra yang unsur-unsurnya atau elemen-elemennya saling berkaitan dan membentuk suatu kebulatan yang utuh. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu media informasi untuk membantu proses penelitian yang dilakukan mengenai struktur dan fungsi dalam karya sastra babad. 9
Dari penelitian-penelitian
yang sudah dilakukan oleh para sarjana
sebelumnya, walaupun kajian yang dikaji berbeda, namun metode dan teknik pengkajiannya tidak terlalu berbeda. Namun dalam penelitian kali ini, peneliti mengunakan metode yang sedikit berbeda dari metode-metode dan pembahasan yang sebelumnya sudah pernah digunakan dalam penelitan babad kali ini. Menurut peneliti hal inilah yang dijadikan perbandingan dalam penulisan babad Pasek Dukuh Sebun ini. Karena dalam penelitian ini memerlukan referensi yang cukup untuk menjadikan penelitian ini lebih baik dari penelitian-penelitian sebelumnya.
2.2 Konsep Konsep merupakan unsur-unsur pokok dari suatu pengertian, definisi, batasan, secara singkat dari sekelompok fakta, gejala, atau merupakan definisi dari apa yang perlu diamati dalam proses penelitian (Hendriyani, 2012: 11). Beberapa konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:
2.2.1 Babad Istilah babad digunakan di Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Sedangkan di Sulawesi Selatan digunakan Lontara, Tambo di Sumatra Barat, Hikayat dan silsilah di Kalimantan, Sumatra dan Malaysia; di Burma dan Thailand digunakan istilah Kronikel (pinjaman dari bahasa Inggris Cronicle) (Soedarsono, 1985: 305). 10
Darusuprapta seperti yang dikutip oleh Sarman (1984: 1) menyatakan babad adalah salah satu jenis karya sastra sejarah yang berbahasa Jawa Baru. Penamaan ini bermacam ragam, antara lain berdasarkan nama diri, nama georafi, nama peristiwa dan yang lainnya Babad merupakan penulisan sejarah tradisional suatu historigrafi tradisional adalah suatu bentuk dari suatu kultur yang membentuk riwayat, dimana sifat-sifat dan tingkat kultur mempengaruhi bahkan menentukan bentuk itu, sehingga historigrafi selalu mencerminkan kultur yang menciptakannya ( Kartodirdjo, 1968: 24) Menurut Soekmono (1973: 103), babad merupakan cerita sejarah yang biasanya lebih berupa cerita dari pada uraian sejarah, meskipun yang menjadi pola adalah memang peristiwa sejarah. Sedangkan menurut Uhlenbeck, babad merupakan suatu Kronikel atau tulisan sejarah yang digunakan oleh masyarakat Jawa dalam menentukan dan menuliskan peristiwa-peristiwa sejarah yang digubah dalam bentuk tembang atau bentuk lain (1964: 128) Berdasarkan pendapat dari beberapa sarjana mengenai babad, akhirnya dapat disimpulkan bahwa babad adalah bentuk karya sastra yang sumbernya diambil dari peristiwa-peristiwa sejarah yang dikaitkan dengan silsilah suatu warga (kelompok keturunan), keruntuhan suatu daerah atau kerajaan.
11
Babad sebagai karya sastra sejarah ditulis oleh seorang pujangga yang disebut pratisantana, keturunan masing-masing klen. adapun tujuannya untuk memuliakan leluhur suci yang dipujanya dan dibanggakan yang diangkat dalam cerita itu (Suteja, 1986: 23) Tradisi penulisan babad oleh seorang anggota warga dengan berbagai tujuan adalah memberikan semacam peluang bagi si penulis dalam menyelipkan imajinasi, tafsiran, fakta, alam pikiran, kepercayaan serta unsur-unsur fiktif yang senantiasa dihubungkan dengan ketinggian derajat leluhurnya. penulis babad meramu peristiwaperistiwa sejarah sesuai dengan daya khayal, intlektual, pandangan, selera, pengalaman, situasi, dan kondisi pada zamannya (Suarka,1989: 10). Di samping sebagai sumber penelitian sejarah, babad juga dapat dijadikan sumber ilmu- ilmu sastra (Suteja, 1986: 6). Dalam kaitannya dengan babad sebagai suatu karya sastra, Darusuprapta dalam artikelnya menyatakan bahwa di antara unsur keindahan dan khayalan yang terasa menonjol adalah berupa: mitologi, legenda, hagiografi, simbolisme dan sugesti. Unsur tersebut terasa merupakan ramuan sastra di dalam pola unsur struktur sastra sejarah (Suteja, 1986: 5). Seperti yang disebutkan di atas, menurut Suteja babad di Bali mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Sakral-magis, 2. Legendaris, 12
3. Religio-magis, 4. Mitologis, 5. Istana Sentris. 6. Raja kultus, 7. Geneologi, 8. Pragmantaris, 9. Pragmatis, 10. Lokal/regional 11. Analogis, Simbolis, 12. Anonim. Sedangkan di Jawa babad pada umumnya
bersfiat mitologis, legendaris,
hagiografi, simbolis, dan sugesti (Sarman Am, 1984: 54) Sedangkan menurut Kartodirjo (1968: 34) babad di Jawa bersifat: (1) genealogis yang merupakan permulaan dari semua penulisan sejarah; (2) asal mula raja kultus yang mistis atau legendaris yang merupakan bagian terpenting; (3) mitologis melayu polinesia tentang perkawinan dengan bidadari; (4)legenda tentang pembuatan anak; (5) legenda tentang permulaan kerajaan; (6) kecenderungan menjungjung tinggi raja kula. Demikian babad secra umum bersifat historis, lokal, anonim, dan fiktif (mitologis, legendaris, simbolis, sugesti).
13
2.2.2Konsep Struktur Ratna (2004: 88) menyatakan bahwa secara etimologi struktur berasal dari kata struktura, bahasa Latin, yang berarti bentuk atau bangunan. Kehadiran Strukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai teori atau pendekatan. Hal ini pun tidak salah, karena baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang diungkap melalui karya sastra, sedangkan teori adalah pisau analisisnya (Endraswara, 2008:49). Menurut peaget Endraswara (2008: 50) strukturalisme mengandung tiga hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain. Dalam konsep struktur ini peneliti akan meneliti Babad Pasek Dukuh Sebun dalam unsur intrinsik dan ektrinsik. Dimana unsur intrinsik meliputi analisis alur, insiden, penokohan, latar, tema dan amanat. Sedangkan dari unsur ektrinsiknya
14
meliputi aspek historis, aspek religius, dan aspek sosial dalam kaitannya dengan fungsi Babad Pasek Dukuh Sebun.
2.2.3 Konsep Fungsi Menurut Teeuw (1984: 304) fungsi sastra dalam masyarakat sering lebih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya untuk hubungan antara fungsi estetik dan fungsi lain dalam variasi dan keragamannya dapat kita amati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik; demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu. Suastika (2011: 4) menyebutkan bahwa teori fungsi berkaitan dengan manfaat atau guna. Dari teori fungsi tersebut konsep fungsi merupakan rancangan awal untuk mengetahui apa fungsi karya sastra (babad) di dalam masyarakat. Konsep fungsi ini nantinya akan memaparkan fungsi karya sastra di dalam masyarakat secara cermat dan mendalam. Sedangkan Robson (1978: 25) menyatakan bahwa fungsi atau kegunaan karya sastra tradisional erat kaitannya dengan bidang: a) agama, filsafat, mitologi; b) ajaran yang bertalian dengan sejarah etika; c)keindahan atau alam hiburan. Setiap karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang mempunyai sejarah kejadiannya, artinya setiap teks direka atau dihadirkan guna memenuhi suatu fungsi. Selain itu, fungsi sastra sebagai hiburan, yang biasanya digunakan untuk menyenangkan hati dan menenangkan pikiran. 15
2.3 Landasan Teori Dalam memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam suatu penelitian ilmiah tentu harus dilandasi dengan teori-teori. Untuk itu teori yang digunakan sebagai landasan dalam babad Pasek Dukuh Sebun adalah teori struktural yang dibantu dengan teori fungsi. Adapun teori struktural yang dijadikan acuan adalah teori struktural yang dikemukakan oleh Teeuw (1984: 135-136) yang menyatakan bahwa analisis struktur pada prinsipnya bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Sedangkan konsep teori fungsi yang akan digunakan adalah teori fungsi yang dikemukakan Robson (1978: 8) Sebagai suatu metode strukturalisme memiliki beberapa ciri-ciri antara lain : (a) ciri yang paling utama adalah perhatiannya terhadap keutuhan, dan totalitas. Kaum strukturalisme percaya bahwa totalitas lebih penting dari bagian-bagiannya. Totalitas dapat dijelaskan sebaik-baiknya apabila dipandang dari hubungan-hubungan yang ada di antara bagian-bagian itu. Maka yang menjadi dasar telaah strukturalisme bukanlah bagian-bagian totalitas itu, tetapi jaringan hubungan yang ada antara bagian-bagian itu, tetapi jaringan hubungan yang ada. (b) strukturalisme tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang ada dibawah atau di balik 16
kenyataan empiris. Kaum strukturalisme berpendapat bahwa yang terlihat dan terdengar misalnya bukan struktur yang sebenarnya, tetapi hanya merupakan hasil atau bukti adanya struktur, (c) Strukturalisme merupakan pendekatan yang anti klausal. Dalam analisis kaum strukturalisme murni, pengertian sebuah akibat sama sekali tidak dipergunakan (Damono, 1984:37). Analisis srtuktur pada prinsipnya bertujuan untuk memaparkan secermat, seteliti, mendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna penyaluran, analisis struktur bukanlah penjumblahan anasir-anasir itu (Teeuw, 1984:135-136) Luxemburg (1984: 38) merumuskan struktur pada pokoknya berarti sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan kerena ada relasi timbal-balik
antara
bagian-bagiannya
dan
antara
bagian-bagiannya
dengan
keseluruhan Menurut Endraswara (2013:49) pada dasarnya strukturalisme merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memilik struktur yang saling terkait satu sama lain. Menurut Peaget dalam Endraswara (2013: 30) strukturalisme mengandung tiga hal pokok . pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagianbagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang 17
menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), strutur ini menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri (self regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal diluar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, srtuktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain (Endraswara, 2013:50). Untuk dapat memahami babad Pasek Dukuh Sebun dan kemanfaatannya dalam masyarakat Bali khususnya keturunan dari Pasek Dukuh Sebun itu sendiri, perlu disertai dengan pembicaraan dari segi intrisik dan ekstrinsiknya. Dalam relevansinya dengan pembicaraan tersebut, akan dilandasi oleh konsep teori fungsi. Fungsi sastra, menurut sejumblah teoritikus, adalah untuk membebaskan pembaca dan penulis dari tekanan emosi (Wellek-Werren, 1989: 35). Fungsi sastra dalam masyarakat sering masih lebih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalah hubungan antara fungsi estetik dan fungsi lain (agama, sosial) dalam variasi dan keragamannya dapat kita amati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik; demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw, 1984: 304). Sedangkan Robson (1978: 8) memberikan konsep fungsi atau peranan karya sastra, biasanya erat kaitannya dengan filsafat berhubungan erat dengan bentuk-bentuk kesenian lain (seperti musik, lukisan dan juga relief bangunan). Oleh karena itu pada dasarnya sastra memegang peranan yang sama dalam masyarakat. Kemudian fungsi atau kegunaan sastra tradisional di 18
tingkat intelektual dan rohani erat kaitannya dengan bidang (a) agama, filsafat, motologi; (b) ajaran yang bertalian dengan sejarah, etika; (c) keindahan alam dan hiburan. Menurut Ekadjati (1980/1981: 21) yang dimaksud dengan fungsi ialah apa yang dituju pengarang dalam karangannya, apa yang diharapkan pengarang dalam karangannya, apa maksud pengarang membuat karangan demikian, dan apa fungsi bagian-bagian karangan dalam keseluruhannya. Sedangkan sarjana lain memberikan ulasan bahwa sastra memang mampu memberikan hiburan dan kesenangan pada kita dalam memperoleh kekayaan rokhani( bukan sekedar pengetahuan), yang dapat memperkuat jiwa (Sumardjo, 1984: 17
19