BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka Dalam suatu penelitian salah satu bagian yang memegang peranan cukup penting adalah kajian pustaka. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran, dan studi-studi mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Kajian mengenai pelestarian bahasa sebagai salah satu usaha pemertahanan bahasa Bali sudah banyak dilakukan oleh para ahli sosiolinguistik dengan beragam masalah yang terjadi. Penelitian mengenai pelestarian bahasa Bali dalam media cetak berbahasa Bali sejauh ini belum pernah dijadikan sebagai objek penelitian, namun ada penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yang dijadikan acuan oleh peneliti, yaitu: 1. Laksminy (2001) mengenai “Kebertahanan Bahasa dalam Keluarga Campuran Etnik Bali-Orang Asing di Bali”. Orang asing yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang asing berlatar belakang budaya Barat seperti Eropa dan Amerika, sedangkan orang asing yang berlatar belakang budaya Timur adalah orang asing Asia, seperti orang Jepang. Penelitian ini menitikberatkan pada pencarian faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya kebertahanan bahasa dalam perkawinan campur tersebut, baik secara sosiolinguistik maupun non-sosiolinguistik, serta mengetahui latar belakang sosial budaya penutur mempengaruhi kebertahanan bahasa dalam kawin campur tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Walaupun demikian, penutur bahasa Bali dan bahasa Asing
10
masih menjungjung tinggi nilai-nilai kebudayaan Bali yang dirasa perlu untuk dilestarikan dengan tetap menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia. Hal ini mencerminkan adanya kebertahanan terhadap bahasa Bali dan bahasa Indonesia penutur dalam keluarga campuran budaya timur. Persamaannya, konteks penelitian dengan kajian di atas sama-sama ada upaya pemertahanan bahasa Bali terkait dengan pelestarian bahasa Bali, sedangkan perbedaannya, terletak pada teori yang digunakan, karena Laksminy menggunakan dua teori untuk membedah permasalahannya yaitu teori sosiolinguistik dan teori semiotik. Relevansinya sebagai sumber inspirasi dalam memahami konsep penelitian. 2.
Paramarta (2009) mengenai “Pemertahanan Bahasa Bali Melalui Siaran
Berbahasa Bali di Bali TV”. Penelitian tersebut berbicara mengenai dampak positif terhadap pemertahanan bahasa Bali dengan siaran berbahasa Bali di Bali TV. Kajian-kajian ragam-ragam bahasa dalam siaran berbahasa Bali di Bali TV dikatakan menunjukan adanya peningkatan ativitas penggunaan BB dalam masyarakat etnis Bali. Menurut penelitian tersebut ada empat variabel yang menunjukan peningkatan penggunaan bahasa Bali, yaitu variabel latar, topik, situasi, dan hubungan antarpeserta wicara ketika bahasa Bali dipakai sebagai pengantar siarannya. Selain itu penelitian ini juga menjelaskan mengenai respon masyarakat terhadap penggunaan bahasa Bali dalam siaran berbahasa Bali di Bali TV. Yang menjadi tolak ukur sikap bahasa adalah aspek kognitif, afektif, dan konatif.
11
Persamaannya
adalah
penelitian
Paramarta
mengkaji
mengenai
pemertahanan bahasa melalui media massa berbahasa Bali dan penelitian ini mengkaji pelestarian bahasa dalam media cetak berbahasa Bali. Pelestarian bahasa merupakan salah satu upaya dari pemertahanan bahasa. Untuk membedah permasalahan dalam penelitian juga menggunakan teori sosiolinguistik. Perbedaannya adalah dalam penelitian di atas meneliti mengenai respon masyarakat penutur bahasa Bali di kota Denpasar terhadap pemakaian bahasa Bali di Bali TV. Penelitian di atas juga menggunakan metode kuisioner sedangkan dalam penelitian ini tidak. 3.
Budiarsa (2004) dalam makalahnya yang berjudul “Eksistensi Penggunaan
Bahasa Bali sebagai Bentuk Pemertahanan Bahasa Bali di Daerah Pariwisata” menyatakan bahwa penggunaan bahasa sangat terkait dengan nilai-nilai sosialbudaya dari suatu masyarakat tutur di tempat bahasa itu digunakan. Uraian di atas mengetengahkan bahwa bentuk dan pemilihan bahasa ditentukan oleh konteks penuturan. Persamaan kajian di atas dengan penelitian ini adalah objek kajian yang sama-sama menggunakan bahasa Bali, sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini menggunakan media cetak berbahasa Bali. 4.
Merti (2010) dalam tesis yang berjudul “Pemertahanan Bahasa Bali dalam
masyarakat Multikultural di Kota Denpasar”. Hal yang diungkapkan dalam penelitian ini yaitu; (1) upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar, (2) faktor-faktor penunjang dan penghambat pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar, dan
12
(3) mempertanyakan dampak dan makna pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar. Dalam penelitian di atas, upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar dilakukan di dalam keluarga, di pasar tradisional, di dalam kegiatan keagamaan, kegiatan adat, di dalam pementasan kesenian (Wayang Kulit, Arja, Pasantian), dan di dalam kebijakan pemerintah. Faktor penunjang pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar yaitu adanya rubrik Bali Orti dalam Bali Post, adanya majalah Bali Aga, program Bali Orti dalam Bali TV, dan adanya program siaran Radio Genta Bali. Sedangkan faktor penghambat pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar yaitu surat izin usaha penerbitan (SIUP) Bali Post, keterbatasan sumber bacaan berbahasa Bali dalam majalah Bali Aga, pilihan bahasa dalam iklan Bali TV, dan dominasi usia dewasa dalam target pendengaran siaran Radio Genta. Dampak pemertahanan bahasa Bali dalam penelitian ini seperti dampak marginalisasi sastra daerah Bali, dualisme dalam masyarakat, komersialisasi Budaya, dan dampak kekurangmahiran berbahasa Bali. Makna pemertahanan bahasa Bali dalam penelitian ini dikonsepkan sebagai nilai-nilai baik secara langsung maupun tidak langsung yang diperoleh masyarakat multikulturalisme di Kota Denpasar. Makna pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikulturalisme di Kota Denpasar yaitu, penguatan solidaritas, pembentuk sikap dan perilaku hidup masyarakat, pemotivasi spiritual, pelestarian bahasa Bali sebagai bahasa Ibu, penyadaran identitas etnik, dan semagat kepahlawanan dalam memperjuangka eksistensi bahasa Bali.
13
Dalam penelitian ini menggunakan tiga teori yaitu (1) teori sosiolinguistik untuk membahas permasalahan mengenai upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar, (2) teori perubahan sosial untuk membahas permasalahan mengenai faktor-faktor penunjang dan penghambat upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat di kota Denpasar, dan (3) teori motivasi untuk membahas permasalahan mengenai dampak dan makna . pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di kota Denpasar. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu berupa kata-kata dan ungkapanungkapan yang berhubungan dengan banyaknya jenis upaya pemertahanan bahasa Bali.
Teknik
analisis
data
dilakukan
dengan
cara
mengidentifikasi,
mengklasifikasi, dan melakukan interpretasi. Persamaan kajian di atas dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan bahasa Bali, sedangkan perbedaannya yaitu dalam penelitian ini menggunakan media cetak sebagai salah satu upaya pelestarian bahasa Bali. Berdasarkan pemaparan kajian pustaka di atas, maka diketahui bahwa penelitian terhadap bahasa Bali sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian ini akan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini mengenai pelestarian bahasa Bali dalam media cetak berbahasa Bali, yang berfokus pada berita utama dan cerpen berbahasa Bali dalam rubrik Bali Orti di Bali Post dan rubrik Mediaswari di Pos Bali.
14
2.2 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang berada di luar bahasa, dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya (Kridalaksana, 2008: 132). Konsep berfungsi sebagai penjelas atau penghubung tentang suatu topik yang akan dibahas. Untuk menghidari adanya perbedaan persepsi, perlu dijelaskan beberapa konsep, sesuai dengan topik penelitian ini. Adapun konsep dari penelitian ini yaitu :
2.2.1 Pelestarian Bahasa Pelestarian, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 588) berasal dari kata lestari, yang artinya adalah tetap seperti keadaan semula dan tidak berubah. Kemudian, dalam kaidah penggunaan bahasa Indonesia, penggunaan awalan pa- dan akhiran –an artinya digunakan untuk menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja). Jadi, berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan pelestarian adalah upaya atau proses untuk membuat sesuatu tetap selamalamanya. Bisa pula didefinisikan pelestarian sebagai upaya pemertahanan sesuatu yang dalam hal ini adalah bahasa Bali supaya tetap sebagaimana adanya. Pelestarian bahasa merupakan salah satu upaya dari pemertahanan bahasa. Pemertahanan bahasa berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Kridalaksana (1984: 143) menyebut pemertahanan bahasa dengan istilah pemeliharaan bahasa (language maintenance). Pemeliharaan bahasa merupakan usaha agar suatu bahasa tetap dipakai dan dihargai, terutama sebagai identitas
15
kelompok, dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan melalui pengajaran, kesusastraan, dan media massa. Banyak faktor yang mempengaruhi pemeliharaan bahasa, salah satunya yang dikemukakan oleh Richard, dkk (1985: 158) sebagai berikut. Many factors affect language maintenance, for example:
(a) Whether or not the language is an official language. (b) Whether or not it is use in the media, for religious purpose, in education. (c) How many speakers of the language live in the same area. In some places where the use of certain languages has greatly decreased there have been attempts at revival, eg of welsh in wales and gaelic in part of scotland. Banyak faktor yang mempengaruhi pemeliharaan bahasa , misalnya : (a) Apakah atau tidak bahasa adalah bahasa resmi . (b) Apakah atau tidak itu adalah penggunaan di media, untuk tujuan agama, pendidikan. (c) Berapa banyak penutur bahasa hidup di daerah yang sama. Di beberapa tempat di mana penggunaan bahasa tertentu telah sangat menurun telah ada upaya kebangkitan, misalnya dari welsh di wales dan Gaelik di bagian Skotlandia. Kedwibahasaan
masyarakat
merupakan
faktor
dasar
penyebab
pemertahanan dan pergeseran bahasa. Kedwibahasaan (bilingualisme) adalah seseorang yang menguasai dua bahasa atau suatu kebiasaan pemakaian dua bahasa dalam hubungan pembicaraan dengan orang lain (Jendra, 1991: 84-85). Menurut Nababan (1985: 29), kedwibahasaan atau bilingualisme dapat bersifat perorangan (individu) atau masyarakat (sosial). Selain kedwibahasaan (bilingualism), multilingualism juga merupakan faktor penyebab pemertahanan dan pergeseran bahasa. Menurut Crystal dalam bukunya yang berjudul The Cambridge Encyclopedia of Language (1987: 360), situasi multibahasa dapat berkembang untuk alasan-alasan yang mungkin sulit
16
dipisahkan karena asal-usul yang jelas mengenai sejarah masyarakat. Seringkali situasi ini dipilih oleh masyarakat sendiri, tetapi juga dapat dipaksakan kepada masyarakat oleh keadaan lainnya. Bertitik tolak dari hal tersebut, pelestarian bahasa dalam penelitian ini dikonsepkan sebagai upaya-upaya pelestarian suatu bahasa yang dalam hal ini adalah bahasa Bali dalam media cetak berbahasa Bali yang beredar di lingkungan masyarakat agar bahasa Bali tetap digunakan. Berkaitan dengan hal itu, loyalitas masyarakat pendukungnya merupakan salah satu faktor penting dalam pelestarian bahasa Bali.
2.2.2 Ragam Bahasa Menurut Chaer (2010: 62) ragam bahasa adalah keragaman bahasa yang disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam. Dalam pandangan sosiolinguistik , bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individu, tetapi merupakan gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaiannya tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor-faktor nonlinguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa seperti di bawah ini (Fishman dalam Aslinda-Syafyahya, 2010: 17). 1) Faktor-faktor sosial: status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, dan jenis kelamin. 2) Faktor-faktor situasional: siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai masalah apa.
17
Dalam ragam atau variasi bahasa ada dua pandangan yaitu (1) ragam bahasa sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur dan keragaman fungsi bahasa dan (2) ragam bahasa yang memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam (Chaer, 1995: 81). Keragaman bahasa akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Ragam atau variasi bahasa disebabkan karena adanya: 1) Interferensi. Interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa
yang
sedang
digunakan,
sehingga
tampak
adanya
penyimpangan kaidah dari bahasa yang digunakan itu (Chaer, 1994: 66). 2) Integrasi. Chaer (1994: 67), menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa masuk dan sudah dianggap, diperlukan, dan dipakai sebagai bagian dari bahasa yang menerima atau yang memasukinya. Proses integrasi memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang berintegrasi itu telah disesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya. 3) Bahasa gaul. Menurut Kridalaksana (2001: 87), bahasa gaul adalah bahasa yang khas yang dipakai dan dimengerti orang dalam bidang lain. Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai
18
bahasa pergaulan. Istilah bahasa gaul muncul pada akhir tahun 1980an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasa anak jalanan atau bahasa yang digunakan oleh para waria. Bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa kata bahasa gaul dan menerbitkannya lewat kamus yang bernama kamus bahasa gaul pada tahun 1999.
2.2.3 Media Massa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 640), media merupakan alat, sarana komunikasi, perantara, dan penghubung. Media diartikan sebagai perantara atau pengantar yang dalam hal ini perantara atau pengantar pesan dalam sebuah proses komunikasi. Media juga disebut sebagai alat atau sarana dalam berkomunikasi. Dengan demikian, dapat dikatakan media massa merupakan alat penyampaian ide ataupun gagasan yang ditunjukkan kepada orang banyak (massa, publik). Romly (2003: 5) mengatakan bahwa media massa (mass media) merupakan saluran, alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa. Karakteristik media massa meliputi beberapa hal yaitu : 1. Publisitas, disebarluaskan kepada khalayak. 2. Universalitas, pesannya bersifat umum. 3. Perioditas, tetap atau berkala. 4. Kontinuitas, berkesinambungan. 5. Aktualitas, berisi hal-hal baru.
19
Menurut Bungin (2006: 7), media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara massa. Media massa mempunyai peran yang sangat penting dalam memberi informasi kepada masyarakat dan sekaligus dapat menggiring pandangan
masyarakat
terhadap
suatu
persoalan,
walaupun
sesungguhnya fungsi media massa adalah menguraikan fakta dan kenyataan kepada masyarakat dan menyampaikan pendapat publik tentang suatu persoalan. Media massa yang berkualitas tidak hanya dilihat dari isi pesan atau informasi yang disampaikan, tetapi menyangkut bagaimana informasi itu disampaikan (Pastika, 2013: v). Istilah “media massa”, yang merupakan singkatan dari “media komunikasi massa”, dipergunakan untuk menunjukan penerapan suatu alat teknis (media) yang menyalurkan atau merupakan wadah komunikasi massa. Dari sudut pandang itu, dapat dikatakan bahwa media massa terdiri atas media massa cetak (printed media) dan media massa elektronik (electronic media) (Pratikto, 1987: 76). Media massa cetak, yaitu surat kabar, majalah, jurnal, pamflet, dan banyak alat teknis lainnya yang dapat membawakan pesan-pesan untuk orang banyak. Media massa elektronik, yaitu televisi, radio, dan gambar hidup dalam arti audiovisual, bisa didengar maupun dilihat. Kedua media massa tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam penyampaian informasinya. Surat kabar merupakan salah satu media massa dalam bentuk media massa cetak (printed media) yang diterbitkan secara berkala. Tulisan yang termuat dalam surat kabar berbentuk berita, artikel, feature, dan tajuk. Kelebihan media massa
20
cetak ini selain harganya yang terjangkau, informasinya lengkap, mudah dan cepat menjangkau khalayak yang diinginkan, serta mudah disimpan dan di bawa kemana-mana. Berita yang dimuat dalam surat kabar dapat memperkaya khazanah pengetahuan masyarakat yang membacanya serta analisa lebih tajam, dapat membuat orang benar-benar mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam dan dapat membuat orang berfikir lebih spesifik tentang isi tulisan. Peran media massa baik itu media massa cetak maupun media massa elektronik dalam era global sekarang, sangat penting dalam mewarnai kehidupan masyarakat.
Media
massa
mempunyai
kemampuan
yang
besar
untuk
mempengaruhi masyarakat. Dengan adanya media massa masyarakat dimudahkan dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Umumnya ada lima kriteria sebuah informasi dikatakan memiliki nilai berita: kekinian (timeliness), kedekatan (proximity), keterkenalan (prominence), dampak (consequence), dan daya tarik manusiawi (human interest) (Kusumaningrat, 2005: 61-64). Kekinian menjadi kunci untuk menentukan sebuah informasi layak disajikan sebagai berita atau tidak. Penyebabnya, hakikat berita memang menampilkan informasi terbaru. Di sisi lain, masyarakat pembaca atau penikmat media memang membutuhkan berita-berita terhangat. Itu sebabnya, media-media massa bersaing untuk menampilkan berita terkini. Selain aspek kekinian, sebuah informasi juga harus diuji dari sisi kedekatan dengan pembaca atau penikmat media. Kedekatan dengan pembaca bisa secara geografis atau bisa pula secara emosional. Karakteristik konsumen media memang lebih memilih berita-berita
21
yang terjadi di lingkungan terdekatnya atau secara emosional memiliki hubungan dengan materi atau sumber berita. Kelayakan sebuah berita juga berkaitan dengan aspek keterkenalan. Yang dimaksud dengan keterkenalan tidak saja orang, tetapi juga tempat atau pun peristiwa-peristiwa yang sudah dikenal publik. Orang-orang terkenal atau pun orang-orang penting yang kerap disebut sebagai tokoh masyarakat (public figure), memiliki daya tarik tinggi di mata masyarakat (Kusumaningrat, 2005: 63).
2.3 Landasan Teori Menurut Ratna (2004: 95) teori merupakan alat, kapasitasnya berfungsi untuk mengarahkan sekaligus membantu memahami objek secara maksimal. Landasan teori sangat bermanfaat untuk memberikan arah, tuntunan, dan mengontrol jalannya pelaksanaan penulisan, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan penulisan yang tidak menggunakan rancangan penulisan (Jendra, 1981: 3). Teori pada prinsipnya sama pentingnya dengan metode, teori merupakan suatu alat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian yang sering diistilahkan dengan pisau pembedah. Ketepatan dalam memakai teori akan mempermudah dalam mengatasi suatu permasalahan yang ada dalam penelitian yang dilakukan. Untuk mengkaji pokok-pokok permasalahan seperti yang telah dipaparkan diatas, diperlukan suatu teori yang dapat menjangkau seluruh permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, teori yang dimaksud yaitu teori sosiolinguistik.
22
Teori sosiolinguistik merupakan salah satu teori bahasa yang berkembang cukup lama. Teori Sosiolinguistik adalah ilmu yang meneliti dua aspek hubungan timbal balik antara bahasa dengan prilaku organisasi sosial (Fishman dalam Jendra, 1991: 6). Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur yaitu sosio dan linguistik. Kedua bidang ilmu tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat, maka untuk memahami apa yang dimaksud dengan sosiolinguistik, perlu terlebih dahulu mengetahui apa itu sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 2010: 2). Kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti pola-pola pemakaian bahasa yang dilakukan penutur, topik, latar pembicaraan. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu (Fishman dalam Chaer, 2003: 5). Dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan penuturnya dan bahasa sebagai anggota masyarakat. Sebagai alat berkomunikasi, bahasa digunakan untuk bertukar pikiran atau
23
berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Secara khusus teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemertahanan bahasa. Pelestarian bahasa merupakan salah satu upaya pemertahanan bahasa. Pelestarian bahasa dilakukan setelah bahasa utama digeser oleh bahasa lain. Suatu bahasa akan selalu digeser oleh bahasa kelompok dominan yang kuat. Bahasa kelompok dominan selalu diasosiasikan dengan status, kesuksesan, dan prestise. Holmes (1992: 70) mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi upaya pemertahanan suatu bahasa. Faktor yang pertama, faktor pola penggunaan bahasa atau faktor ranah (domain). Semakin banyak domain suatu bahasa minoritas digunakan, semakin banyak pula kesempatan yang dimiliki bahasa tersebut untuk bertahan. Faktor kedua adalah faktor demografi, yaitu bila suatu kelompok mempunyai cukup banyak penutur dan mampu mengisolasi dirinya dari kontak dengan kelompok mayoritas, maka bahasa minoritas akan mempunyai luang untuk bertahan. Faktor ketiga adalah faktor sikap terhadap bahasa minoritas. Pemertahanan bahasa akan berhasil apabila penutur bahasa tersebut menghargai dan menghormati bahasanya sebagai identitas kelompok minoritas tersebut. Pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa diibaratkan seperti dua sisi mata uang; bahasa menggeser bahasa lain atau bahasa yang tak bergeser oleh bahasa; bahasa tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri. Pergeseran bahasa berarti
bahasa tidak mampu mempertahankan diri dan
komunitas pengguna bahasa meninggalkan bahasanya sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Apabila pergeseran bahasa itu terjadi, komunitas kolektif memilih bahasa baru.
24
bahasa secara
Dalam pemertahan bahasa, komunitas bahasa secara kolektif menentukan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai. Ketika komunitas bahasa mulai memilih bahasa baru di dalam komunitasnya, itulah merupakan tanda bahwa pergeseran bahasa sedang berlangsung. Pemertahanan bahasa itu sering merupakan ciri guyup dwibahasa atau ekabahasa (Sumarsono, 2007: 231232). Konsep lain yang lebih jelas dirumuskan oleh Fishman (dalam Sumarsono 1993:1), pemertahanan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa di satu pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain dalam masyarakat multibahasa. Pergeseran dan pemertahanan bahasa terjadi karena ketidakberdayaan minoritas mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan bahasa mayoritas yang lebih dominan. Ketidakberdayaan bahasa minoritas untuk bertahan hidup itu mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan bahasa kedua, sehingga mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan, kemudian terjadilah persaingan dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli bergeser atau punah. Dibutuhkan sebuah komitmen dalam peletarian sebuah bahasa. Hal ini dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat yang semakin maju, serta semakin banyak bahasa-bahasa asing yang masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya lowongan pekerjaan yang menyertakan kemampuan bebahasa asing sebagai persyaratan utama untuk bekerja ditempat tersebut.
25
Pelestarian bahasa akan berhasil apabila penutur bahasa tersebut menghargai dan menghormati bahasanya sebagai identitas kelompok minoritas dan sebagai wahana ekspresi budaya mereka. Semakin positif sikap penutur bahasa minoritas, maka semakin positif pula dampaknya terhadap pemertahanan bahasa minoritas.
26