BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen Penjualan Menurut William G. Nickels (1998 : 10) Penjualan adalah “Proses dimana sang penjual memuaskan segala kebutuhan dan keinginan pembeli agar dicapai manfaat baik bagi sang penjual maupun sang pembeli yang berkelanjutan dan yang menguntungkan kedua belah pihak.” Penjualan tatap muka adalah “Interaksi antar individu, saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak lain.” Menurut (Richard R. Still Edward W. Cundiff Norman A.P. Govoni dalam bukunya yang berjudul “Sales Management” p.5) Yang dimaksud dengan "manajemen penjualan" telah berubah secara bertahap selama bertahun-tahun. Pada mulanya, pengusaha menggunakan istilah untuk merujuk hanya ke arah tenaga penjualan personel. Kemudian, istilah ini mengambil makna yang lebih luas di samping pengelolaan penjualan pribadi, baik ke abad kedua puluh, "pihak manajemen penjualan" juga meliputi manajemen dari semua kegiatan pemasaran, termasuk periklanan, promosi penjualan, riset pemasaran, distribusi fisik, biaya, dan produk merchandising.
11
12
Tapi, dalam waktu ini, praktisi bisnis akademik mengadopsi kata untuk menggunakan "manajemen pemasaran" istilah rathet dari "manajemen penjualan" untuk mengGambarkan konsep yang lebih luas. Komite definisi dari Asosiasi Pemasaran Amerika telah sepakat bahwa manajemen penjualan berarti "perencanaan, arah, dan kontrol personal selling, termasuk merekrut, memilih, memperlengkapi,
seperti
menulis,
routing,
mengawasi,
membayar,
dan
memotivasi sebagai tugas-tugas ini berlaku untuk Salesforce pribadi. Winardi (1991 : 2) Penjualan adalah “Proses dimana sang penjual memuaskan segala kebutuhan dan keinginan pembeli agar dicapai manfaat baik bagi sang penjual maupun sang pembeli yang berkelanjutan dan yang menguntungkan kedua belah pihak.William G. Nickels (1998 : 10) Penjualan tatap muka adalah “Interaksi antar individu, saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak lain.” Definisi amerika pemasaran asosiasi membuat manajemen penjualan pada dasarnya identik dengan pengelolaan tenaga penjualan, tapi manajer penjualan modern terus memiliki tanggung jawab jauh lebih luas. Penjualan manajer bertanggung jawab atas aktivitas penjualan pribadi, dan tugas utama mereka adalah pengelolaan tenaga penjualan pribadi. Namun, karena personel penjualan terkait tugas yang tidak terdiri dari tanggung jawab sepenuhnya, kami lebih memilih untuk mengacu pada tanggung jawab pribadi mereka terkait sebagai "manajemen tenaga penjualan."
13
Manager penjualan bertanggung jawab untuk mengorganisir upaya penjualan, baik di dalam maupun di luar perusahaan mereka. Dalam perusahaan, manajer penjualan membangun struktur organisasi formal dan informal yang memastikan komunikasi yang efektif tidak hanya di dalam departemen penjualan tetapi juga dalam hubungannya dengan unit organisasi lainnya. Diluar perusahaan, manajer penjualan berfungsi sebagai salah satu poin yang paling penting perusahaan berorientasi dengan pelanggan dan publik eksternal lainnya. Dan di luar perusahaan, manajer penjualan bertanggung jawab untuk membangun dan memelihara jaringan distribusi yang tepat dan efektiv. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pemasaran lebih luas dibandingkan dengan ruang lingkup penjualan karena penjualan merupakan salah satu kegiatan dalam pemasaran. 2.1.1.1
Jenis-jenis Penjualan
Ada beberapa jenis penjualan menurut Basu Swasta (1998 : 11) yaitu : •
Trade Selling
Dapat terjadi bilamana produsen dan pedagang besar mempersilahkan pengecer untuk berusaha memperbaiki distributor produk-produk mereka. Hal ini melibatkan para penyalur dengan kegiatan promosi, peragaan, persediaan dan pengadaan produk baru, jadi titik beratnya pada “penjualan melalui” penyalur daripada “penjualan ke” pembeli akhir. •
Missionary Selling
Dalam missionary selling penjualan berusaha ditingkatkan dengan mendorong pembeli untuk membeli barang-barang dari penyalur perusahaan. Dalam hal ini
14
perusahaan yang bersangkutan memiliki penyalur sendiri dalam pendistribusian produknya. •
Technical Selling
Berusaha meningkatkan penjualan dengan pemberian saran dan nasehat pada pembeli akhir dari barang dan jasanya dengan menunjukkan bagaimana produk dan jasa yang ditawarkan dapat mengatasi masalah tersebut. •
New Business Selling
Berusaha membuka transaksi baru dengan merubah calon pembeli menjadi pembeli. Jenis penjualan ini sering dipakai oleh perusahaan asuransi. •
Responsive Selling
Dua jenis penjualan utama disini adalah “route driving” dan “retailling”. Jenis penjualan seperti ini tidak akan menciptakan penjualan yang terlalu besar meskipun layanan yang baik dan hubungan pelanggan yang menyenangkan dapat menjurus pada pembeli ulang.
2.1.1.2
Langkah-langkah dalam proses penjualan
Menurut Philip Kotler dialih bahasakan oleh Drs. Alexander Sindoro langkah-langkah dalam proses penjualan meliputi: •
Memilih Prospek dan Menilai Langkah pertama dalam proses penjualan adalah memilih prospek
(prospecting), yaitu mencari siapa yang dapat masuk sebagai pelanggan potensial. Tenaga penjual perlu mengetahui cara menilai prospek (qualify) artinya cara
15
mengenali calon yang baik dan menyisihkan calon yang jelek. Prospek dapat dinilai dengan meneliti kemampuan keuangan, volume bisnis, kebutuhan spesial, lokasi dan kemungkianan untuk tumbuh. •
Prapendekatan. Sebelum mengunjungi seorang calon pembeli, tenaga penjual sebaiknya
mempelajari sebanyak mungkin mengenai organisasi (apa yang dibutuhkan, siapa yang terlibat dalam pembelian) dan pembelinya (karakteristik dan gaya membeli). Langkah-langkah ini dikenal dengan istilah prapendekatan. Wiraniaga sebaiknya menetapkan tujuan kunjungan yang mungkin untuk menilai calon, mengumpulkan informasi, atau membuat penjualan langsung. •
Pendekatan Dalam langkah ini, wiraniaga sebaiknya mengetahui caranya bertemu dan
menyapa pembeli serta menjalin hubungan menjadi awal yang baik. Langkah ini mencakup penampilan wiraniaga, kata-kata pembukaan, dan tindak lanjutan. •
Presentasi dan Demonstrasi Dalam langkah presentasi dari proses penjualan, tenaga penjual
menceritakan “riwayat” produk kepada pembeli, menunjukan bagaimana produk akan menghasilkan dan menghemat uang. Presentasi penjualan dapat diperbaiki dengan alat bantu demonstrasi, seperti buku kecil, pita video, dan sempel produk. •
Mengatasi Keberatan Pelanggan hampir selalu mempunyai keberatan selama presentasi atau
kettika diminta untuk memesan. Dalam mengatasi keberatan wiraniaga harus menggunakan pendekatan positif, menggali keberatan tersembunyi, meminta
16
pembeli untuk menjelaskan keberatan, menggunakan keberatan sebagai peluang untuk memberikan informasi lebih banyak dan mengubah keberatan menjadi alasan untuk membeli. •
Menutup Menutup merupakan langkah dalam proses penjualan ketika wiraniaga
meminta pelanggan untuk memesan. Tenaga penjual harus mengetahui cara mengenali tanda-tanda penutupan dari pembeli termasuk gerakan fisik, komentar dan pertanyaan. •
Tindak Lanjut Merupakan langkah terakhir dalam proses penjualan ketika wiraniaga
melakukan tindak lanjut setelah penjualan untuk memastikan kepuasan pelanggan dan bisnis berulang. 2.1.1.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penjualan
Dalam prakteknya perencanaan penjualan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Basu Swastha (1998:129) faktor-faktor tersebut yaitu: 1. Kondisi dan kemampuan penjual Transaksi jual beli merupakan pemindahan hak milik secara komersial atas barang dan jasa, pada prinsipnya melibatkan dua pihak yaitu penjual sebagai pihak pertama dan pembeli sebagai pihak kedua. Disini penjual harus dapat meyakinkan kepada pembelinya agar dapat mencapai sasaran penjualan yang diharapkan. Untuk maksud tersebut para penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan yaitu : •
Jenis dan Karakteristik barang yang akan ditawarkan
17
•
Harga produk
•
Syarat penjualan seperti : pembayaran, penghantaran, pelayanan purna jual dan sebagainya
2. Kondisi Pasar Pasar sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualan. Adapun faktor-faktor kondisi pasaran yang perlu diperhatikan adalah: •
Jenis pasarnya, apakah pasar konsumen, pasar penjual, pasar industri, pasar pemerintah /pasar internasional.
•
Kelompok pembeli atau segmen pasarnya
•
Daya belinya
•
Frekuensi pembeliannya
•
Keinginan dan kebutuhannya.
3. Modal Akan lebih sulit bagi penjual untuk menjual barangnya apabila barang yang dijual itu belum dikenal oleh pembeli atau apabila lokasi pembeli jauh dari tempat penjual dalam keadaan seperti ini, penjual harus memperkenalkan dahulu / membawa barangnya ketempat pembeli. Untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan adanya saran serta usaha tersebut sepertialat transportasi. Tempat peraga baik diluar maupun didalam perusahaan. Usaha promosi dan sebagainya semua ini hanya dapat dilakukan apabila penjual memiliki sejumlah modal yang diperlukan oleh perusahaan.
18
4. Kondisi Organisasi Perusahaan Pada perusahaan besar biasanya masalah penjualan ditangani oleh bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang tertentu/ ahli dibidang penjualan lain halnya dengan perusahaan kecil masalah-masalah penjualan ditangani oleh orangorang yang juga melakukan fungsi lain. Hal ini disebabkan oleh tenaga kerjanya yang lebih sedikit. Sistem organisasi juga lebih sederhana masalah-masalah yang dihadapinya juga tidak sekompleks perusahaan besar biasanya masalah perusahaan ini ditangani oleh perusahaan dan tidak diberikan kepada orang lain. 5. Faktor lain Faktor-faktor perikalanan,
yang
peragaan,
yang
sering
kampanye,dan
mempengaruhi
pemberian
penjualan
yaitu
Namun
untuk
hadiah.
melaksanakannya diperlukan dana yang tidak sedikit. Bagi perusahaan yang memiliki modal yang kuat kegiatan ini secara rutin dapat dilakukan sebaliknya perusahaan kecil jarang melakukan karena memiliki modal sedikit. 2.1.2 Pengertiaan Pelatihan Menurut (Albert H. Dunn and Eugene M. Johnson, dalam bukunya yang berjudul “Managing the Sales Force” p.87-90) Ada dua filosofi yang sangat berbeda dari pelatihan penjualan, dibedakan dari sifat dan perubahan perilaku, tenaga penjual berusaha untuk membawa hal tersebut kedalam pelatihan. Pelatihan tersebut guna untuk melatih penjualan sehingga tenaga penjual akan merespon dengan cara-cara standar atau diprogram dalam setiap situasi dan semua dapat dilihat dari hasil pekerjaan mereka. Ada juga tanggapan wawasan filsafat, yang lebih berbeda dari kedua hal di atas, pelatihan
berusaha untuk
19
mengembangkan wawasan peserta pelatihan dan keterampilan analisis sehingga mereka merespon dengan tepat, dan dengan cara individual, untuk setiap situasi yang timbul dari pekerjaan mereka. Dalam penjualan yang
merespon
dan
mengkondisikan bahwa semua individu bereaksi dengan cara yang sama untuk situasi tertentu, sedangkan respon dari setiap tenaga penjual berbeda-beda sesuai dengan karakter masing-masing. Berikut ini adalah penjelasan beberapa ahli mengenai pengertian pelatihan: pelaksanaan pelatihan merupakan usaha untuk menghilangkan terjadinya kesenjangan (gap) antar unsur yang dimiliki oleh seseorang tenaga kerja dengan unsur-unsur yang dikehendaki oleh organisasi. Usaha tenaga kerja dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilannya. Melalui ini diharapkan seluruh potensi pekerjaan seperti pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku dapat ditingkatkan, sehingga tidak terjadi lagi kesenjangan tersebut. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian mengenai pelatihan : Menurut Desler (2004,p.216), mengemukakan bahwa : “Pelatihan merupakan proses mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaannya.” Menurut veitzal rival (2004,p226) pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tibgkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan dan pengembangan adalah suatu usaha yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan keterampilan kerja karyawannya. Pengembangan lebih ditujukan
20
untuk meningkatkan kemampuan manajerial, sedangkan pelatihan lebih ditujukan untuk meningkatkan keterampilan teknis. 2.1.2.1 Tujuan Pelatihan Bila suatu perusahaan mengadakan pelatihan bagi karyawannya, terlebih dahulu perlu dijelaskan apa yang menjadi tujuan dari pelatihan tersebut. Tujuan pelatihan ini merupakan pedoman dalam menyusun program pelatihan yang akan berjalan, dalam pelaksanaannya dan dalam pengawasannya. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari suatu perusahaan. Dimana faktor dari perusahaan yang meliputi tenaga kerja, modal, dan tempat usaha akan menghasilkan barang atau jasa yang berguna bagi masyarakat, hal ini merupakan keuntungan bagi perusahaan untuk mengatasi persaingan dengan perusahaan yang sejenis. Berikut ini penjelasan beberapa ahli mengenai pengertian pelatihan : Menurut Atmodiwirio (2002, p.35), “Pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat (kinerjanya). Pelatihan menurut konsep Lembaga Administrasi menekankan kepada proses peningkatan kemampuan seseorang individu dalam melaksanakan tugasnya” Menurut Wahyudi (2002, p.123-124), “Pelatihan dan pengembangan merupakan usaha menghilangkan terjadinya kesenjangan (gap) antara unsur-unsur yang dimiliki oleh seseorang tenaga kerja dengan unsur-unsur yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan kerja yang dimiliki tenaga kerja dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilan.”
21
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan dan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan cara peningkatan keahlian, pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Menurut Pangabean (2002, p.14), tujuan pelatihan pada umumnya untuk kepentingan karyawan, perusahaan, dan konsumen : Karyawan : 1. Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan karyawan 2. Meningkatkan moral karyawan. Dengan keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan pekerjaannya karyawan akan antusias untuk pekerjaannya dengan baik. 3. Memperbaiki kinerja. Karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan, baik perubahan struktur organisasi, teknologi, maupun sumber daya manusia. 4. Membantu karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan, baik perubahan struktur organisasi, teknologi, maupun sumber daya manusia. 5. Peningkatkan karier karyawan. Dengan pelatihan kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan menjadi lebih besar karena keahlian keterampilan dan prestasi kerja lebih baik. 6. Meningkatkan jumlah balas jasa yang dapat diterima karyawan. Dengan pelatihan maka keterampilan semakin meningkat dan prestasi kerja semakin baik dan gaji karyawam akan meningkat karena kenaikan gaji didasarkan prestasi.
22
Perusahaan: 1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Dengan pelatihan perusahaan melakukan perubahan upaya bersama untuk secara benar mendapatkan sumber daya manusia yang memenuhi kebutuhan perusahaan. 2. Penghematan. Pelatihan dapat mengurangi biaya produksi karena pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan karyawan. Jika karyawan terampil, maka bekerjanya lebih cepat, penggunaan bahan baku lebih hemat, dan bisa menggunakan mesin lebih baik. 3. Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan. Dengan pelatihan dapat dikurangi kerusakan barang, produksi, mesin-mesin, dan tingkat kecelakaan karyawan karena keterampilan karyawan telah meningkat. Hal ini dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. 4. Memperkuat komitmen karyawan. Organisasi yang gagal menyediakan pelatihan akan kehilangan karyawan yang berorientasi pencapaian yang merasa frustasi karena merasa tidak ada kesempatan untuk promosi dan akhirnya
memilih
keluar
untuk
mencari
perusahaan
lain
yang
menyediakan pelatihan bagi kemajuan karyawan. Konsumen : 1. Konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitas. 2. Meningkatkan pelayanan karena pemberian pelayanan baik merupakan daya tarik yang sangat penting bagi rekanan perusahaan yang
23
bersangkutan. Ini berarti bahwa dengan adanya pelatihan akan memberi manfaat yang lebih baik pada waktunya. Dari pendapat yang telah dikemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari pelatihan adalah untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan memperbaiki sikap karyawan, sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan apa yang diharapkan. 2.1.2.2 Metode Pelatihan Menurut Hasibuan (2002,p.77) metode pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara tertentu untuk melaksanakan tugas dengan memberikan pertimbangan yang cukup kepada tujuan, fasilitas yang tersedia dan jumlah penggunaan uang, waktu dan kegiatan. Metode pelatihan dimaksudkan sebagai suatu cara sistematis yang dapat memberikan deskripsi secara luas serta dapat membuat kondisi tertentu dalam menyelenggarakan pelatihan guna mendorong peserta dapat mengembangkan aspek kognitif dan psikometrik terhadap penyelesaian tugas dan pekerjaan yang akan dibebankan padanya. Metode pelatihan menurut Sikula yang dikutip oleh Hasibuan (2002,p.77) adalah sebagai berikut : 1. On the job Ada dua cara metode pelatihan ini : a. Cara informal, yaitu pelatihan menyuruh peserta latihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang mengerjakan pekerjaan, kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekannya.
24
b. Cara formal, yaitu supervisor menunjuk seorang karyawan senior untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan karyawan senior. 2. Vestibule Metode
pelatihan
yang
dilakukan
didalam
kelas
untuk
memperkenalkan pekerjaan tersebut. 3. Demonstration and example Metode pelatihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau pekerjaan yang didemonstrasikan. 4. Simulation Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruannya saja. 5. Appreenticeship Metode ini adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukangan
sehingga
para
karyawan
yang
bersangkutan
dapat
mempelajari segala aspek dari pekerjaannya. 6. Classroom method Pelatihan dilaksanakan diruang kelas tetapi adakalanya didaerah pekerjaan sesungguhnya. Classroom method terdiri dari : a. Lecture ( ceramah atau kuliah)
25
Metode kuliah ini diberikan kepada peserta yang banyak didalam kelas, dimana pelatih mengerjakan teori-teori, sedangkan yang dilatih mencatat dan memperhatikan. b. Conference (rapat) Pelatih memberikan masalah tertentu dan para peserta ikut serta berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut. c. Programmed Instruction (Instruksi program) Peserta dapat belajar sendiri, sebab langkah-langkah pekerjaan sudah diprogram. Program instruksi dibentuk sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan saling berhubungan. d. Case study method (Metode studi kasus) Pelatih memberikan suatu kasus, kemudian peserta ditugaskan untuk mengidentifikasikan masalah, menganalisis situasi dan merumuskan penyelesaiannya. e. Role playing Peserta diberikan suatu peran dalam sebuah organisasi tiruan, untuk mengembangkan keahlian dalam mengembangkan keahlian dalam hubungan antara sesama manusia. f. Discussion Method (metode diskusi) Diberikan dengan cara melatih peserta untuk berani memberikan pendapat dan rumusannya serta meyakinkan orang lain terhadap pendapatnya. g. Seminar method (metode seminar)
26
Peserta dilatih agar dapat mempersepsi atau menolak pendapat atau usul orang lain. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan dapat dilakukan pada saat jam kerja. Dapat dilakukan diruang kerja atau di dalam ruangan kelas. Pada dasarnya metode pelatihan harus berdasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai faktor, yaitu : waktu, biaya, jumlah peserta, tingakat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta. 2.1.2.3 Evaluasi hasil program pelatihan Evaluasi mengenai sejauh mana efektivitas suatu program pelatihan tidaklah mudah, prestasi kerja karyawan peserta program dapat merupakan salah satu indikasi efektif atau tidaknya program yang telah diberikan. Menurut Hariandja (2002, p.190) mengemukakan bahwa evaluasi pelatihan dilihat dari efek pelatihan dikaitkan dengan : 1. Reaksi peserta terhadap isi dan proses pelatihan Merupakan cara mudah untuk menilai program pendidikan dan pelatihan yaitu dengan menanyakan kepada peserta tentang apa yang mereka dapat dari pelatihan tersebut. Pertanyaan biasanya diberikan melalui latihan. 2. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman latihan Evaluasi dengan melihat hasil tes yang diberikan sebelum dan sesudah mengadakan pre test yaitu tes sebelum pelatihan dan post test sesudah pelatihan. 3. Perubahan perilaku
27
Evaluasi dilakukan dengan mengukur perubahan perilaku setelah pelatihan dilakukan. Dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada atasannya, rekan kerjanya atau melakukan pengamatan di lapangan. 4. Perbaikan pada organisasi Evaluasi dapat dilihat dari perputaran kerja yang menurun, kecelakaan kerja yang makin rendah, menurunnya ketidakhadiran, dan penurunan biaya proses. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelatihan dilihat dari efek pelatihan berkaitan dengan hal-hal reaksi peserta, pengetahuan yang diperoleh, perubahan perilaku, dan perbaikan organisasi. Apabila evaluasi ini dilakukan berhasil atau tidak. 2.1.3 Pengertian Kompensasi Menurut (Richard R. Still Edward W. Cundiff Norman A.P. Govoni dalam bukunya yang berjudul “Sales Management” p.423) Tenaga penjual yang baik memiliki 7 rencana dalam kompensasi. Pertama, sebagaimana telah ditunjukkan, perusahaan menyediakan upah yang layak, dalam bentuk pendapatan yang terjamin. Tenaga penjual khawatir akan masalah uang umumnya tidak dapat berorientasi pada pekerjaan mereka dengan baik. Kedua, rencana tersebut harus sesuai dengan seluruh program motivasi itu tidak boleh bertentangan dengan faktor motivasi lain, seperti perasaan yang tidak terwujud menjadi anggota tim penjualan. Ketiga, rencana tersebut harus adil, tidak boleh adanya hukum terhadap personil penjualan karena faktor di luar kendali mereka dalam batas-batas senioritas dan keadaan khusus lainnya, penjualan personil harus menerima upah
28
yang sama untuk kinerja yang sama. Keempat, penjualan personil harus mudah untuk memahami mereka harus dapat menghitung keuntungan yang dicapai oleh mereka sendiri. Kelima, rencana tersebut harus memudahkan dalam penyesuaian gaji ketika perubahan kinerja terjadi. Keenam, rencana tersebut harus ekonomis dalam pengelolaan. Ketujuh, rencana tersebut harus membantu dalam mencapai tujuan organisasi penjualan. Dalam merancang rencana baru atau memodifikasi yang lama, manajemen harus membandingkan prototipe dan mempertimbangkan dengan tujuh persyaratan diatas. Suatu cara untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi (George & Jones, 2000). Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk berprestasi dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya. Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat (Handoko,1991). Keadilan kompensasi dapat membuat tenaga penjual lebih terpuaskan dan termotivasi dalam bekerja yang pada akhirnya berdampak positif terhadap prestasi kerjanya (Handoko,1991). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Robbins (1989) bahwa jikalau tenaga kerja mempersepsi upaya-upaya mereka dinilai secara akurat, dan jikalau mereka kemudian mempersepsi bahwa kompensasi (rewards) yang mereka nilai terkait dengan evaluasi mereka, maka organisasi atau perusahaan akan dapat mengoptimalkan sarana-sarana pemotivasian organisasi
29
mulai dari evaluasi dan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur pemberian kompensasi atau penghargaan. Dengan kata lain, kompensasi atau penghargaan akan menghasilkan prestasi kerja dan motivasi kerja yang tinggi apabila (1) dipersepsi cukup adil oleh tenaga kerja, (2) dikaitkan langsung dengan prestasi kerja, dan (3) sesuai dengan kebutuhan dari tiap individu. Ketika merancang rencana kompensasi manager penjualan perlu mengetahui bahwa semua tim penjualan mungkin termotivasi oleh pendapatan yang tinggi. (Darmon di dalam buku “Selling and sales management” p.442) mengidentifikasikan adanya 5 tipe tenaga penjual: 1. Creatures of habit. Tenaga penjual yang mana mencoba mempertahankan standar kehidupan mereka dengan mendapatkan jumlah uang yang ditetapkan. 2. Satisfiers. Tenaga penjual hanya cukup mempertahankan pekerjaan mereka saja. 3. Trade-off-ers. Tenaga penjual yang mengalokasikan waktunya dengan bekerja dan berlibur tanpa dipengaruhi oleh prospek pendapatan yang lebih tinggi. 4. Goal-orientated Tenaga penjual yang berorientasi pada tujuan dimana tenaga penjualan ingin meraih suatu pengakuan atas prestasi yang dicapainya dibandingkan oleh rekan-rekan kerjanya.
30
5. Money-orientated Tenaga penjual yang berorientasi pada uang. Tenaga penjual ini bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan mereka. Hubungan dengan keluarga, waktu luang atau kesehatan tidak dipertimbangkan asalkan mereka dapat memaksimalkan pendapatan mereka. Implikasinya
adalah
manager
penjual
harus
memahami
dan
mengkategorikan tenaga penjualnya berdasarkan motivasi masing-masing. Rencana kompensasi hanya dapat dirancang secara efektiv dengan pemahaman ini. Sebaliknya, ketika tim penjualan hanya dinilai dari komponen utama berdasarkan tujuan utama yang dicapai dan tenaga penjual yang berorientasi kepada penghasilan/gaji, maka dari itu, dalam hal ini transformasi dari gaji tetap ke sistem komisi dibuktikan efektiv. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka kompensasi dapat diartikan bahwa kompensasi merupakan interaksi antara karyawan dengan organisasi, yang berupa timbale balik dari jasa atau tenaga yang dikeluarkan oleh karyawan dan penghargaan dari organisasi dalam bentuk upah atau fasilitas lainnya. 2.1.3.1
Tipe Kompensasi (Jober and Lancaster “Selling and sales Management” p.443)
menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat 3 macam kompensasi: -
Gaji Tetap (Fixed Salary) Metode ini mengharuskan tenaga kerja untuk mengetahui segala aspek dari fungsi penjualan dibandingkan dengan mencapai target penjualan.
31
Tenaga kerja yang dibayar dengan gaji tetap biasanya menyediakan jasa teknikal,
laporan
informasi timbal balik (feedback). Sistem
ini
menyediakan keamanan kepada tenaga penjual yang mengetahui berapa banyak penghasilan yang akan diterima perbulan dan ini relatif murah untuk mengadministrasi karena penghitungan komisi dan bonus tidak termasuk. Sistem ini juga mengatasi masalah pengambilan keputusan atas seberapa banyaknya komisi yang akan diberikan kepada tenaga penjual. -
Komisi (Commission Only) Sistem kompensasi menyediakan insentif penjualan akan tetapi sejak pendapatan adalah hasil kemandirian tenaga penjualan, tenaga penjual akan menolak untuk menghabiskan waktu mereka untuk tugas yang mereka rasa tidak secara langsung ke penjualan. Hasilnya adalah personil penjualan hanya mencapai tujuan yang jangka pendek yang sebagaimana akan mengakibatkan penurunan penjualan untuk jangka panjang. Mereka biasanya menolak untuk menuliskan laporan yang menyediakan informasi pasar kepada manajemen dan menghabiskan waktu hanya untuk dilapangan penjualan. Contohnya seperti pelatihan penjualan. Sistem ini menyediakan sedikit keamanan bagi mereka yang penghasilannya mungkin tidak mencapai target sendiri dan semua tekanan untuk menjual kepada pelanggan, dapat merusak hubungan dengan pelanggan. Hal ini berhubungan dengan industri penjualan, dimana proses pengambilan
32
keputusan diperlukan waktu yang lama oleh tenaga penjual untuk mengakhiri penjualan secara dini. Dari perspektif manajemen, sistem ini tidak hanya menguntungkan biaya finansial secara langsung akan tetapi memungkinkan untuk mengonttrol aktifitas penjualan melalui harga komisi yang lebih tinggi pada produk. Biasanya digunakan pada situasi dimana terdapat sejumlah potensi pelanggan, proses pembelian relatif pendek dan asisten teknikal dan pelayanan tidak diperlukan. -
Gaji dengan Komisi (Salary plus commission) Sistem ini adalah kombinasi dari kedua metode diatas, yang betujuan untuk menyediakan insentif finansial ke level yang lebih aman. pendapatan tidak hanya tergantung pada komisi, manajemen menghasilkan kontrol yang lebih tinggi melalui tenaga penjualan melalui waktu yang digunakan oleh tenaga penjualan daripada hanya berdasarkan sistem komisi. Metode ini cukup atraktif bagi tenaga penjualan yang menginginkan kombinasi keamanan dengan kemampuan penghasilan yang lebih besar dengan mengkontribusikan kemampuan dan usaha yang lebih besar juga.
2.1.3.2 Jenis-jenis Kompensasi Menurut Mathis dan Jackson (2006, p419-420) ada jenis umum komponen nyata dari sebuah program kompensasi.
33
TABEL 2. 1Faktor-faktor kompensasi
Kompensasi Langsung
Tidak Langsung
Upah
Asuransi Kesehatan/Jiwa
Gaji
Cuti Berbayar
Insentif
Dana Pensiun
Dengan
kompensasi
langsung,
pemberi
kerja
menukar
penghargaan moneter dengan kerja yang diselesaikan. Para pemberi kerja memberikan kompensasi tidak langsung seperti asuransi kesehatan untuk setiap orang hanya berdasarkan pada keanggotaan dalam organisasi tersebut. Gaji pokok dan penghasilan tidak tetap merupakan bentuk paling umum dari kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri atas tunjangan karyawan. 2.1.3.3
Tujuan Kompensasi
(Jober,Lancaster,2006 p.442 “Selling and Sales Magement”) menyatakan bahwa manajer penjualan harus mengetahui tipe dari kompensasi yang mereka inginkan, ini dikarenakan ada berbagai objektiv yang dapat dicapai melalui skema kompensasi. Pertama, kompensasi dapat digunakan untuk memotivasi tenaga penjualan dengan menghubungkan pencapaian dan penghargaan moneter. Kedua, dapat digunakan untuk menarik dan menahan tenaga penjualan yang sukses dengan menyediakan standarisasi kehidupan yang lebih bagus kepada mereka. Ketiga, memungkinkan untuk merancang skema kompensasi yang dimana biaya penjualan dapat berjalan sejalan dengan perubahan dari pendapatan penjualan,
34
oleh sebab itu pada tahun penjualan yang lebih rendah disesuaikan dengan pembayaran komisi yang lebih rendah juga. Keempat, kompensasi dapat diformulasikan secara langsung kepada perhatian ke personil penjualan untuk mencapai tujuan penjualan perusahaan. Oleh sebab itu perencanaan kompensasi dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas. 2.1.4 Pengertian Motivasi Menurut Handoko (2001,p225) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan tertentu guna mencapai tujuan. Menurut Wursanto (2002, p.302): “Motivasi mempunyai arti penggerak, alasan, dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu sesuai tujuannya. Menurut Shane dan Glinow (2003,p.132): “Motivation is the process within a person that effect this or her direction, intensity, and the persistence of voluntary behaviour”. Proses Motivasi Dasar :
Gambar 2. 1 Proses Motivasi Dasar
Secara umum motivasi dapat dikatakan sebagai rangkaian yang terdiri dari satu atau lebih persyaratan yang bergerak mengubah dan memelihara perilaku untuk berani bersikap untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.
35
Motivasi bukanlah suatu perilaku, motivasi adalah pernyataan internal yang kompleks yang tidak dapat dipelajari secara langsung, tetapi pernyataan internal yang kompleks itu mempengaruhi perilaku (Owen, 1991, p.102). Jones (1985, p.14) mengemukakan : “motivation is concerned with low behavior is concerned, maintained, directed and stoped”. Sementara Duncan mengemukakan : “from a managerial prespective, motivation refers to any conscius attempt to influence behavior toward the accomplishment of organization.” Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Harvard University sebagaimana dalam Davis and Newstrom menyebutkna bahwa hal-hal yang merangsang motivasi (motivation drivers) adalah terdiri : (i) Achivement, yaitu dorongan untuk mengatasi tantangan, pertumbuhan dan kemajuan; (ii) Affiliation: yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektiv (iii) Competence: yaitu dorongan untuk menghasilkan kerja dengan kualitas tinggi dan (iv) Power : yaitu dorongan untuk mempengaruhin orang lain dan situasi. McClelland dalam Wieland & Ullrich mengemukakan bahwa motivasi adalah sikap emosional yang kuat yang berkaitan dengan perkembangan dan reaksi individu untuk mengantisipasi pencapaian tujuan. Motivasi menentukan individu maupun kelompok dalam mencapai tujuan, sehingga motivasi akan berkait dengan efektifitas organisasi. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan pribadi dalam diri seseorang sehubungan
36
dengan keinginan dan kebutuhannya untuk melakukan kegiatan nyata agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan keinginannya. 2.1.4.1
Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Santrock melihat motivasi terdiri dari Motivasi Intrinsik (MI), yaitu
keinginan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, dan Motivasi Ekstrinsik (ME) yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya. Menurut
Frederick
Herzberg
(dalam
Masithot,
2000,
p20)
mengembangkan teori hierarki kebutuhan maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain : a) Prestasi yang diraih b) Pengakuan orang lain c) Tanggung jawab d) Peluang untuk maju e) Kepuasan kerja itu sendiri f) Kemungkinan penembangan karir
37
Berbeda dengan faktor pemeliharaan (maintenance factor) disebut juga hygine factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut disatidfier (sumber ketidak puasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi: a) Kompensasi b) Keamanan dan keselamatan kerja c) Kondisi kerja d) Status e) Prosedur f) Mutu dari supervisi tekhnis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan. 2.1.4.2
Teori Motivasi Maslow Mashlow’s mengidentifikan bahwa kebutuhan-kebutuhan dari
karyawan terdiri dari : 1. Motivasi bersifat fisik : adalah faktor-faktor untuk bertahan hidup seperti contohnya makanan, minuman, dan keamanan (keamanan dari hal-hal yang tidak dapat diperkirakan dalam hidup : kejadian, sakit, kesehatan) 2. Motivasi sosial : adalah mengenai kepemilikan dan kasih sayang (bagaimana didalam perusahaan adanya lingkungan seperti keluarga); status (reputasi dan tingkat gengsi).
38
3. Diri sendiri : (aktualisasi diri : keinginan dalam pemenuhan pada diri sendiri akan apa yang didapat / diterima dari perusahaan).
GAMBAR 2. 2 Maslow’s Hierarchy of needs
2.1.4.3
Teori Motivasi Vroom V’room expectancy theory berasumsi bahwa motivasi karyawan
untuk mengerahkan usaha tergantung pada harapan mereka untuk mencapai kesuksesan. Berdasarkan teori Vroom tersebut terdapat 3 konsep motivasi yaitu : a) Expectancy : Mengacu pada hubungan seseorang dengan apa yang dirasakan atau diasumsi oleh seseorang antara usaha dan kinerja.
39
b) Instrumentality : Ini mencerminkan persepsi orang tentang hubungan antara kinerja dan imbalan yang akan di terima. c) Valence : Ini merupakan nilai yang ditempatkan diatas dari hadiah / imbalan yang diterima.
GAMBAR 2. 3 The Vroom expextancy theory of motivation
2.1.5 Karakteristik Tenaga Penjualan Karakteristik tenaga penjual didefinisikan sebagai atribut-atribut personal yang melekat pada diri tenaga penjual yang mencerminkan kualitas pribadi. Faktor tenaga penjual telah dibuktikan oleh Kennedy (2001) dalam Sakunda (2001) dapat mempengaruhi pembelian ulang. Sedangkan menurut Churchill, Ford, Hartley & Walker (1985) dalam Nasser et al. (2001) membedakan kinerja
40
tenaga penjual berdasarkan pembawaan, tingkat keahlian, persepsi tanggung jawab dan faktor personal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keempat faktor tersebut mempengaruhi kinerja tenaga penjual. (Stanton & Buskirk, 1978). Terdapat beberapa karakteristik dasar yang umumnya diinginkan untuk tenaga penjual dan terdapat enam atribut karakteristik tenaga penjual yang diidentifikasi oleh (McMurry, 1968): •
Tingkat energy yang tinggi
•
Percaya diri yang tinggi
•
Sistem nilai yang ditandai dengan kebutuhan akan uang, peningkatan standar hidup, dan status lebih atau prestise
•
Kebiasaan mapan dalam bekerja keras dan tanpa pengawasan yang ketat
•
Kebiasaan ketekunan
•
Kecenderungan untuk menjadi kompetitif (Greenberg & Greenberg, 1983). Tenaga penjual memiliki karakteristik
yang diperlukan untuk menjual produk mereka dan menciptakan relasi yang penting dengan pelanggan. 20% dari tenaga penjualan menghasilkan 80% dari semua penjualan yang berarti 80% tenaga penjualan berjuang untuk mencapai 20% yang tertinggal di dalam bisnis Dua karakteristik utama tenaga penjualan adalah sebagai berikut : 1. Goal oriented Riset studi (Basis International,2002) menemukan bahwa tenaga penjualan yang sukses berfokus pada tanggung jawab akan hasil yang dicapai. Mereka biasanya berorientasi pada tujuan utama dan dengan mudah dapat mendekati
41
orang asing. Studi ini mengetahui bahwa penjualan secara efektiv tidak selalu merupakan pembawaan natural. Ini merupakan atribut yang dapat dipelajari dan dapat diinkorporasikan didalam pengembangan personal untuk mencapai status top seller. Mereka terpaku akan pencapaian tujuan mereka dan secara terus menerus mengukur kinerja mereka dengan menbandingkan tujuan utama. 2. Self confidence (Patton dan Sardar 2002) mendefiniskan kualitas yang mengdeskripsikan seorang tenaga penjual yang sukses yaitu penuh dengan energi dan kepercayaan yang tinggi didukung oleh kemampuan untuk mengatasi rintangan kedepan, mereka percaya bahwa top seller memiliki kompulsif untuk menang. 2.1.5.1 Faktor sukses bagi tenaga penjualan yang professional (Jober and Lancaster “Selling and sales Management” p.7) Masalah utama yang dihadapi para tenaga penjual dan calon tenaga penjual saat ini dan manajer penjualan adalah pemahaman tentang faktor-faktor kunci keberhasilan dalam penjualan. Sebuah studi oleh Marshall, Goebel dan Moncrief (2003) meminta manajer penjualan untuk mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi seorang tenaga penjual yang sukses dalam penjualan. Penting untuk mengenali faktor-faktor keberhasilan karena pengetahuan tersebut memiliki potensial untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan efektivitas interaksi antara penjual dan pelanggan dalam beberapa cara. Pertama, manajer penjualan dapat menggunakan pengetahuan tentang faktor penjualan
42
secara luas dan keberhasilan untuk meningkatkan perekrutan dan praktek pelatihan. Kedua, calon tenaga penjualan dapat menggunakan pengetahuan tentang faktor keberhasilan untuk memastikan mereka bekerja menuju tingkat tinggi dan sebaik mungkin jangan menekankan kemampuan mereka sendiri selama wawancara kerja. Ketiga, pendidikan di universitas dan perguruan tinggi memiliki informasi untuk memastikan bahwa kurikulum tersebut adalah yang terbaik dan mencerminkan keterampilan dan pengetahuan tenaga penjual Sepuluh faktor keberhasilan dalam penjualan : •
Keterampilan mendengarkan
•
Keterampilan follow-up
•
Kemampuan beradaptasi dengan gaya penjualan dari situasi ke situasi
•
Keteguhan dalam menjalankan tugas
•
Keterampilan organisasi
•
Keterampilan dalam berkomunikasi secara verbal
•
Kemahiran dalam berinteraksi dengan orang-orang di semua tingkatan dalam organisasi
•
Menunjukkan kemampuan untuk mengatasi keberatan
•
Menutup keterampilan
•
Keterampilan Perencanaan pribadi dan waktu manajemen.
2.1.6 Pengertian Efektivitas penjualan organisasi Emitai Etzioni (1982:54) mengemukakan bahwa “efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.” Komaruddin (1994:294) juga mengungkapkan
43
“efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” The Liang Gie (2000:24) juga mengemukakan “efektivitas adalah keadaan atau kemempuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan.” Sedangkan menurut pendapat Gibson (1984:28) mengemukakan bahwa “efektivitas adalah konteks perilaku organisasi merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan.” Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan Gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasi-aktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas penjualan dapat didefinisikan kedalam hal tenaga penjualan, perilaku, kegiatan, dan alat yang mendorong pertemuan penjualan yang sukses (misalnya, pendekatan keterampilan atau empati). Dari kedua pendekatan yang mungkin dapat disederhanakan dan dinilai lengkap dari efektivitas penjualan itu tidak mengherankan bahwa semakin banyak perusahaan menggunakan beberapa kombinasi dari dua pendekatan tersebut untuk mengoperasionalkan efektivitas penjualan (Anderson dan Oliver 1997, Churchill, Ford dan Walker 1990). Secara keseluruhan, tampaknya disarankan bagi organisasi untuk mengevaluasi
44
tenaga
penjualan
sepanjang
sejumlah
dimensi
perilaku
dan
untuk
menghubungkan mereka dengan hasil penjualan yang sukses. Salah satu dimensi perilaku tersebut yang secara khusus berkaitan dengan hasil penjualan yang sukses adalah kemampuan untuk secara efektif menerima dan bertindak atas rangsangan lingkungan. Georgopualos
dan
Tannebaum
dalam
Tangkilisan
(2005,p139)
mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai “...the extent to which an organization as a social system, given certain resources and without placing strain upon it’s members.” Menurut Argriss dan Siliss dalam Tangkilisan, (2005,p139) mengatakan efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga kerja. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas penjualan organisasi adalah tingkat sejauh mana organisasi berhasil memanfaatkan tenaga penjual yang ada seoptimal mungkin dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya dengan tetap menghindari ketegangan seminimal mungkin di antara para anggotanya. 2.1.6.1 Pendekatan dalam Efektivitas Organisasi Gibson (1984:38) mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas yaitu: 1.
Pendekatan Tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
45
Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem. 2.
Pendekatan Teori Sistem. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-prosespengeluaran dan mengadaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, diman organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok atau organisasi. Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan: (1) Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan-proses-keluaran, bukan keluaran yang sederhana, dan (2) Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antar organisasi dan lingkungn yang lebih besar dimana organisasai itu berada. Jadi: (1) Efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah
konsep
komponen.
(3)
Tugas
manajerial
keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya 3.
Pendekatan Multiple Constituency.
adalah
menjaga
46
Pendekatan ini adalah perspepktif yang menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan
ini
memungkinkan
pentingnya
hubungan
relatif
diantara
kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi. Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi: 1.
Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria pendekatan yang populer digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan dan lain sebaginya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dekenal dengan Manajemen By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2.
Pendekatan
sistem.
Pendekatan
ini
menekankan
bahwa
untuk
meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya, mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
47
3.
Pendekatan konstituensi-strategis. Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
4.
Pendekatan nilai-nilai bersaing. Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan tujuan didasarkan pada pandangan organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam teori sistem, organisasi dipandang sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan pendekatan Multiple Constituency merupakan pendekatan yang menggabungkan pendekatan tujuan dengan pendekatan sistem sehingga diperoleh satu pendekatan yang lebih tepat bagi tercapainya efektifitas organisasi. Sedangkan untuk pendekatan nilai-nilai bersaing merupakan pendekatan yang menyatukan ketiga pendekatan yang telah dikemukakan di atas yang disesuaikan dengan nilai suatu kelompok. 2.1.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut: (1) Adanya tujuan
48
yang jelas, (2) Struktur organisasi. (3) Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, (4) Adanya sistem nilai yang dianut Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan pengarahan dengan cara mengGambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus mendapat perhatian yang seriuas apabila ingin mewujudkan suatu efektivitas. Richard M Steers (1985:209) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: Di bawah ini penulis menguraikan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yang dikemukakan oleh Richard M Steers (1985:8): 1.
Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2.
Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal
49
sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi. 3.
Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu rganisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.
4.
Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi. Menurut pendapat di atas penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa: 1) organisasi terdiri atas berbagai unsur yang saling berkaitan, jika salah satu unsur memiliki kinerja yang buruk, maka akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan; 2) Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang baik dengan lingkungan; 3) kelangsungan hidup organsiasi membutuhkan
50
pergantian sumber daya secara terus menerus. Suatu perusahaan tidak memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi, akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuannya tetapi apabila suatu perusahaan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dapat lebih mudah tercapai hal itu dikarenakan efektivitas akan selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Pengukuran untuk efektivitas penjualan organisasi harus kuantitatif dan sebanding oleh semua responden. (Piercy, Nigel F; Cravens, David W; Morgan, Neil A,1997), menyatakan bahwa efektivitas penjualan organisasi dapat diukur melalui ukuran dan jumlah tenaga penjual yang ada serta dengan produktivitas dan kinerja tenaga penjual yang menghasilkan efektivitas penjualan organisasi yang lebih tinggi. 2.1.6.3
Kinerja Tenaga Penjualan Menurut Goff et.al. (1997; Boles et.al.2001; dalam Yosevina,
2008, p39), tenaga penjualan merupakan ujung tombak keberhasilan perusahaan dalam menjalin hubungan dengan konsumen serta dalam memenuhi kepuasan dari konsumen. Oleh karena itu, semua hubungan dengan pelanggan menuntut perilaku tenaga penjualan yang sopan dan efektif. Tuntutan ini membawa konsekuensi pada pembentukan pola perilaku yang kemudian menjadi kebiasaan. Kinerja tenaga penjualan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk evaluasi dari tenaga penjualan mengenai apa yang mereka lakukan (contohnya: rencana penjualan) maupun juga hasil yang mereka capai. Kinerja
51
tenaga penjualan dapat dilihat dari dua segi yaitu kinerja perilaku (behaviour performance) dan kinerja hasil (outcome performance) (Piercy et.al.1998 dalam Yosevina, 2008, p42). Kinerja perilaku (behaviour performance) lebih memperhatikan pada berbagai macam aktivitas dan keterampilan yang penting dalam memenuhi target penjualan yang telah ditentukan. Kinerja hasil (Outcome performance), lebih menunjukkan pada hasil yang dicapai oleh tenaga penjualan, dengan melihat target penjualan, pangsa pasar yang dihasilkan, pelanggan-pelanggan yang baru, kecepatan penjualan. Hal tersebut didukung oleh Grant et al (2001; dalam Prilia, 2003, p9), kinerja perilaku didefinisikan sebagai evaluasi dari berbagai aktivitas dan strategi yang digunakan oleh tenaga penjual ketika melakukan tanggung jawab pekerjaannya (misal: melakukan presentasi penjualan). Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh hasil. Berbagai aktivitas yang dilakukan tenaga penjual mungkin tidak memberikan hasil secara langsung, seperti: membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat presentasi penjualan yang efektif. (Baldauf et al, 2001; dalam Prilia, 2003, p9). Kinerja hasil didefinisikan oleh Baldauf et al (2001; dalam Prilia, 2003, p22) sebagai evaluasi dari kontribusi tenaga penjual dalam mencapai tujuan organisasi yang berupa hasil (outcome) yang diperoleh berkenaan dengan usaha tenaga penjual. Menurut Baldauf et. al.(2001; dalam Prilia, 2003, p40), kinerja perilaku tenaga penjual, meliputi membangun hubungan efektif, presentasi
52
yang efektif, dan mempertahankan pelanggan. Sedangkan kinerja hasil (Yosevina, 2008, p42) diukur melalui target penjualan, volume penjualan (meningkatkan hasil penjualan), dan kecepatan dalam menjual (jumlah produk yang terjual). 2.1.7 Produktivitas Masalah produktivitas adalah masalah yang sangat penting, apalagi untuk saat ini. Masyarakat semakin sadar bahwa produktivitas dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Meskipun demikian, belum ada persamaan dalam mengartikan produktivitas. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya konsep produktivitas dan banyaknya definisi yang diberikan para ahli. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Adapun pengertian produktivitas: Menurut Sudarmayanti (2001, p57) dalam bukunya yang berjudul “Sumber Daya Manusia dan Produktivitas kerja”, mendefinisikan sebagai berikut : “Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien.” Menurut Robbins (2001, p.237), “Produktivitas merupakan suatu ukuran kinerja termasuk didalamnya efisiensi, dan efektivitas dan hal ini berkaitan dengan kerja individu maupun kelompok dimana ada suatu
53
dorongan
untuk
berusaha
mengembangkan
diri
dan
meningkatkan
kemampuan kerja.” M. Sinungan (2003, p.17) memberikan definisi sebagai berikut: “Suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif dengan menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi.” Menurut Mali, yang dikutip Sedarmayanti, dalam bukunya Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja (2001, p.57), menyatakan bahwa “Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien.” Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana tersebut dilaksanakan. Penjelasan tersebut mengutarakan produktivitas secara total atau secara keseluruhan, artinya keluaran yang dihasilkan diperoleh dari keseluruhan yang dihasilkan diperoleh dari keseluruhan masukan yang ada dalam organisasi. Masukan tersebut lazim dinamakan sebagai faktor produksi. Keluaran yang dihasilkan diperoleh dari masukan yang melakukan proses kegiatan yang bentuknya dapat berupa produk nyata atau jasa. Masukan atau
54
faktor produksi dapat berupa produk tenaga kerja, capital bahkan teknologi dan energy. Salah satu masukan seperti tenaga kerja dapat menghasilkan keluaran yang dikenai dengan produktivitas individu, yang juga disebut produktivitas parsial. Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas maupun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksudkan adalah individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan, sedangkan keluaran (output) kurang perhatian utama. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang merupakan Gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat. Kualitas merupakan suatu ukuran yang merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi, dan harapan. Konsep ini hanya dapat berorientasi kepada masukan, keluaran,
55
atau keduanya. Disamping itu kualitas juga berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil yang dicapai serta keseluruhan. Produktivitas individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian untuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukkan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu. Manfaat peningkatan produktivitas pada tingkat individu dapat dilihat dari : 1. Meningkatnya pendapatan (income) dan jaminan social lainnya. Hal tersebut akan memperbesar kemampuan (daya) untuk membeli barang atau jasa
ataupun keperluan sehari-hari, sehingga
kesejahteraan akan lebih baik. Dari segi lain, meningkatnya pendidikan pendapatan tersebut dapat disimpan yang nantinya bermanfaat untuk investasi. 2. Meningkatnya hasrat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi individu. 3. Meningkatnya motivasi kerja dan keinginan berprestasi. Masalah peningkatan produktivitas merupakan tujuan dan perhatian utama dan setiap organisasi, baik organisasi social maupun lembaga pendidikan. Oleh karena itu, salah satu usaha konkrit dan tearah serta terpadu yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan agar mampu mengembangkan tugas atau pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
56
Dari beberapa definisi diatas, pada umumnya para ahli berpendapat bahwa produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan sumber yang digunakan untuk menghasilkan barang produk dan jasa serta hasil tersebut mempunyai nilai tambah. 2.1.8 Konsep Dasar Hubungan Antar Variabel Menurut jurnal Koh Anthony C (2011) Hasil menunjukkan bahwa nilainilai budaya, varibles individu, dan pengaturan kerja organisasi yang mempengaruhi motivasi penjualan tenaga penjual. Dan Motivasi akan memiliki efek positif dan signifikan terhadap Efektivitas dalam pekerjaan. Menurut jurnal Pettijohn, Charles E; Pettijohn, Linda S; dan Taylor, A J (2002) menyatakan bahwa Akan ada hubungan positif antara karakteristik tenaga penjual yang menunjukkan tingginya tingkat komitmen organisasi atau efektivitas organisasi dan level dimana
tenaga penjual orientasi terhadap
pelanggan. Dan Akan ada hubungan positif antara tenaga penjualan yang telah diberi pelatihan penjualan dan level dimana karakteristik tenaga penjual yang baik dalam orientasi terhadap pelanggan. Menurut jurnal Smith Alan D dan Rupp, William T (2003) Sebuah organisasi penjualan yang berfokus pada pembelajaran akan meningkatkan aset tidak berwujud, dimana satu-satunya cara untuk tetap bertahan dalam menghadapi kompetitif. Hubungan fungsional antara masalah kinerja penjualan dan faktor yang berkaitan dengan motivasi individu, resistensi terhadap perubahan, dan struktur organisasi penjualan dan strategi mungkin ada yang mewakili perubahan konsep manajemen dalam sudut pandang dari dunia
57
internet dan manajemen kontemporer. Dan menurut (Triplett, 2000) dalam jurnal Smith Alan D dan Rupp, William T menyatakan bahwa kompensasi tenaga penjualan adalah kombinasi dari gaji dan komisi dan komisi biasanya berdasarkan hasil kinerja, mendefinisikan kinerja penjualan adalah salah satu aspek yang lebih menantang dan penting dari manajemen penjualan. Sedangkan menurut (Deci dan Ryan 1980) dalam jurnal Smith Alan D dan Rupp, William T (2003) menyatakan bahwa secara sederhana, motivasi instrinsic adalah hal yang baik, dengan itu tenaga penjual lebih berusaha dalam pekerjaan mereka dan lebih mungkin untuk bertindak independen. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi merugikan dalam berbagai situasi dan merupakan contoh dari aktivitas pengendalian dalam upaya untuk memotivasi. Dan gaji merupakan pengaruh kendali untuk tenaga penjualan karena merupakan cara bagi manajemen untuk memaksa tenaga penjual untuk melakukan hal-hal (laporan penjualan) namun mereka tidak sebaliknya. Ini adalah contoh dari kekuatan ekstrinsik yang menurunkan motivasi intrinsik. Sebuah tahap komisi penjualan adalah contoh dari motivasi intrinsik. Dalam hal ini, penjual menyadari pendapatan mereka dibatasi oleh ambisi mereka dan akan mengerahkan upaya peningkatan sampai pasukan ekstrinsik lain terpenuhi, seperti istri atau suami dan keluarga, memaksa mereka akan mencapai tujuan tersebut sehingga semuanya dapat terpenuhi. Dan menurut Anderson and Olivers (1987) dalam jurnal Barker, A Tansu studi tentang perbedaan antara perilaku yang didasarkan atas karakteristik seorang tenaga penjual dibandingkan sistem kontrol berbasis keluaran, telah
58
menyarankan bahwa perusahaan yang menyediakan komponen gaji yang lebih tinggi lebih mungkin untuk mengontrol perilaku penjual dan karena itu mungkin lebih efektif. Dan menurut jurnal Barker, A Tansu Efektif perusahaan harus memiliki tenaga penjualan yang lebih banyak menghasilkan penjualan dan mendukung tim pemain berorientasi dengan lebih baik. Kebijakan dalam penetapan pegawai seperti rekrutmen dan pelatihan merupakan aspek penting untuk menarik orang dengan karakteristik yang baik dan membantu mereka mengembangkan karakteristik mereka setelah bergabung dengan perusahaan. Sementara jalan menuju sukses dipenuhi dengan tantangan dan tidak ada perbaikan yang cepat, meningkatkan kinerja tenaga penjual seperti membentuk karakteristik yang baik bagi tenaga penjual kemungkinan akan meningkatkan keefektifan penjualan dalam penjualan. Menurut (Churchill et al. 1985) dalam jurnal Baldauf, Artur; Cravens, David W; Piercy, Nigel F. Penelitian manajemen penjualan selama dua dekade terakhir memberikan pengetahuan yang luas mengenai anteseden kinerja tenaga penjual. Namun, prediksi kinerja tenaga penjual yang telah diselidiki biasanya lemah. Selain itu, tenaga penjual sebagai pendahuluan konsekuensi penjual juga telah menghasilkan hasil yang lemah (Brown dan Peterson 1993). Akibatnya, pemahaman kita tentang dampak dari tenaga penjualan pada efektivitas organisasi penjualan sangat terbatas. The Walker, Churchill, dan Ford (1979) mengusulkan paradigma organisasi, lingkungan, dan karakteristik penjual sebagai anteseden efektivitas penjualan organisasi. Hubungan ini penting dan
59
baru-baru ini mendapat perhatian penelitian yang meneliti efek dari strategi pengendalian penjualan manajemen terhadap kinerja tenaga penjualan dan efektivitas organisasi dalam penjualan. Dalam jurnal Anderson, Rolph, Mehta, Rajiv, Strong, James. Hasil penelitian menyatakan bahwa "tujuan program yang dinyatakan dalam bentuk hasil yang diinginkan" (misalnya, peningkatan penjualan, peningkatan laba, kesalahan berkurang pada dokumentasi). Kirkpatrick dalam jurnal Anderson menyatakan bahwa secara relatif mudah untuk menilai hasil pelatihan yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam proses laporan dengan hanya menghitung jumlah kesalahan sebelum dan setelah program pelatihan di lakukan. Namun, akan lebih sulit untuk "memisahkan" faktor prestasi kerja yang berkontribusi terhadap pendapatan penjualan meningkat dari variabel asing lainnya. Jurnal Piercy, Nigel F; Cravens, David W; Morgan, Neil A, (1997), menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara efektivitas penjualan organisasi dapat diukur melalui ukuran dan jumlah tenaga penjual yang ada dengan produktivitas. hubungan antara kompensasi tenaga penjualan (sebagai mekanisme kontrol) dan kinerja tenaga penjual yang menghasilkan efektivitas penjualan organisasi yang lebih tinggi, sedangkan menurut Walker et al. (1979) kinerja tenaga penjual berkaitan dengan perilaku tenaga kerja penjualan dan hasil dicapai oleh tenaga penjualan. Sementara tingginya kinerja penjualan diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap efektivitas penjualan organisasi.
60
Piercy et al. juga menyatakan bahwa karakteristik tenaga penjual terkait dengan efektivitas penjualan organisasi yang lebih tinggi. Dan karakteristik tenaga penjual dalam organisasi penjualan yang paling efektif berbeda dengan karakteristik tenaga penjual yang ada pada organisasi penjualan yang kurang efektif dalam sejumlah hal penting. Karakteristik tenaga penjualan mempunyai hubungan signifikan yang lebih besar terhadap efektivitas penjualan organisasi yang tinggi. Hal ini bersangkutan dalam strategi perekrutan tenaga penjual dan pengembangan pribadi untuk tenaga penjual, tetapi juga untuk mengatasi masalah yang dihadapi karakteristik tenaga penjual yang sukses untuk berubah menjadi kinerja penjualan yang efektif. Menurut (Chonco, Enis dan Tanner, 1992) dalam jurnal Pettijohn, Charles E; Pettijohn, Linda S; dan Taylor, A J (2002) beberapa penelitian telah mengindikasikan kemungkinan pelatihan mempunyai dampak terhadap tenaga penjual dalam orientasi kepada pelanggan dan telah disarankan bahwa perusahaan seharusnya terlibat dalam proses pelatihan tenaga penjual tersebut untuk membangun kepuasan pelanggan. 2.2
Kerangka Pemikiran Berdasarkan sub bab konsep dasar hubungan antar variabel diatas dan teori
yang terdapat pada sub bab diatas maka kerangka pemikiran dibentuk menjadi seperti Gambar 2.4 berikut ini :
61
GAMBAR 2. 4 Kerangka Penelitian
62
2.3
Hipotesis Hipotesis yang akan diuji guna memenuhi tujuan-tujuan di dalam penelitian
ini terdiri dari Sembilan buah hipotesis yang dijelaskan berikut ini. Tujuan 1
: Pengujian mengenai apakah variabel Pelatihan (X1) berkontribusi
secara
signifikan
terhadap
variabel
Karakteristik Tenaga Pejualan (Y) . Ho
: Variabel Pelatihan (X1) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Karakteristik tenaga penjual (Y).
Ha
: Variabel Pelatihan (X1) berkontribusi secara terhadap variabel Karakteristik tenaga penjual (Y).
Tujuan 2
: Pengujian mengenai apakah variabel Kompensasi (X2) berkontribusi
secara
signifikan
terhadap
variabel
Karakteristik Tenaga Pejualan (Y). Ho
: Variabel Kompensasi (X2) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Karakteristik tenaga penjual (Y).
Ha
: Variabel Kompensasi (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel variabel Karakteristik tenaga penjual (Y).
Tujuan 3
: Pengujian mengenai apakah variabel Motivasi (X3) berkontribusi
secara
signifikan
Karakteristik Tenaga Pejualan (Y).
terhadap
variabel
63
Ho
: Variabel Motivasi (X3) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Karakteristik tenaga penjual (Y).
Ha
: Variabel Motivasi (X3) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Karakteristik tenaga penjual (Y).
Tujuan 4
: Pengujian mengenai apakah variabel Pelatihan (X1), Kompensasi (X2), Motivasi (X3) berkontribusi secara signifikan
terhadap
variabel
Karakteristik
Tenaga
Pejualan (Y). Ho
:Variabel Pelatihan (X1), Kompensasi (X2), dan Motivasi (X3) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Karakteristik Tenaga Penjual (Y).
Ha
: Variabel Pelatihan (X1), Kompensasi (X2), Motivasi (X3) berkontribusi
secara
signifikan
terhadap
variabel
Karakteristik Tenaga Penjual (Y).
Tujuan 5
: Pengujian mengenai apakah variabel Pelatihan (X1) berkontribusi
secara
signifikan
terhadap
variabel
Efektivitas Penjualan Organisasi pada (Z). Ho
:Variabel Pelatihan (X1) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas penjualan organisasi (Z).
64
Ha
:Variabel Pelatihan (X1) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas penjualan organisasi (Z).
Tujuan 6
: Pengujian mengenai apakah variabel Kompensasi (X2) berkontribusi
secara
signifikan
terhadap
variabel
Efektivitas Penjualan Organisasi pada (Z). Ho
: Variabel Kompensasi (X2) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas penjualan organisasi (Z).
Ha
: Variabel Kompensasi (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas penjualan organisasi (Z).
Tujuan 7
: Pengujian mengenai apakah variabel Motivasi (X3) berkontribusi
secara
signifikan
terhadap
variabel
Efektivitas Penjualan Organisasi pada (Z). Ho
: Variabel Motivasi (X3) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Ha
: Variabel Motivasi berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Tujuan 8
: Pengujian mengenai apakah variabel Karakteristik Tenaga Penjual (Y) berkontribusi secara signifikan
65
terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi pada (Z). Ho
: variabel Karakteristik Tenaga Penjual (Y) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Ha
: Variabel Karakteristik Tenaga Penjual (Y) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Tujuan 9
: Pengujian mengenai apakah variabel Pelatihan (X1), Kompensasi (X2), Motivasi (X3), dan Karakteristik Tenaga Penjual (Y) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Ho
: Variabel Pelatihan (X1), Kompensasi (X2), Motivasi (X3), dan Karakteristik Tenaga Penjual (Y) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Ha
: Variabel Pelatihan (X1), Kompensasi (X2), Motivasi (X3), dan Karakteristik Tenaga Penjual (Y) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Efektivitas Penjualan Organisasi (Z).
Keterangan :
66
Dimana X1 adalah Pelatihan X2 adalah Kompensasi X3 adalah Motivasi Y adalah Karakteristik Tenaga Penjual Z adalah Efektivitas penjualan perusahaan