BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Menurut American Management Association (AMA) dalam Montana (2008,p. 2), manajemen adalah menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Menurut Tripathi dan Reddy (2008, p.2), manajemen adalah seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Pengertian ini menjadi perhatian berbedaan yang penting antara seorang manajer dan anggota lain dalam suatu organisasi. Menurut Hasibuan dalam Suprapto (2009, p.124), manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan seni mengenai proses pengelolaan sumber daya untuk mencapai suatu ekfektivitas yang efisiensi.
2.1.2 Orientasi Kewirausahaan Menurut Sudjana dalam Isa (2011), kewirausahaan merupakan sikap dan perilaku wirausaha. Wirausaha ialah orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil risiko dan berorientasi laba. Menurut Untoro dan Tim Guru Indonesia (2010, p.55), kewirausahaan adalah suatu keberanian untuk melakukan upaya-upaya memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh seseorang, atas dasar kemampuan dengan cara memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan
9
9 orang lain. Sedangkan pengertian orientasi menurut Hariandja (2007, p.153), orientasi merupakan suatu program untuk memperkenalkan pegawai baru pada peran-peran mereka, organisasi, kebijaksanaan-kebijaksanaannya, nilainilai, keyakinan-keyakinan dan pada rekan kerja mereka.
2.1.2.1 Pengertian Orientasi Kewirausahaan Menurut
Muchtolifah
(2005),
orientasi
kewirausahaan
merupakan kapabilitas organisasi memberikan kontribusi penciptaan sumberdaya organisasi yang unik, keunggulan posisional yang berpengaruh terhadap kinerja. Menurut Risnawati dan Noermijati (2008),
orientasi
kewirausahaan
merupakan
orientasi
strategi
perusahaan dalam berwirausaha untuk memperoleh keunggulan kompetitif dengan indikator : pengambilan keputusan, praktek dan metode. Menurut Ginsberg dalam Isa (2011), pengertian orientasi kewirausahaan sebagai kecenderungan individu untuk melakukan inovasi, proaktif dan mau mengambil risiko untuk memulai atau mengelola usaha. Menurut Morris dan Paul dalam Fayolle (2007, p.129), orientasi kewirausahaan adalah kecenderungan manajemen puncak untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan, inovatif dan untuk menunjukkan proaktif. Dari beberapa pendapat para ahli di atas mengenai orientasi kewirausahaan, maka penulis menyimpulkan bahwa orientasi kewirausahaan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya agar mampu melakukan strategi dalam berwirausaha sehingga memperoleh keunggulan kompetitif..
10 2.1.2.2 Dimensi Orientasi Kewirausahaan Untuk mengukur orientasi kewirausahaan (entrepreneurial orientation) digunakan Dimensi yang dikembangkan dari penelitian Lee dan Tsang dalam Suci (2009) : 1. Need for Achievment, indikator nya adalah : a. Tidak puas bila yang diinginkan belum diperoleh b. Terus berusaha meskipun orang lain mengatakan tidak mungkin c. Terus bekerja sampai mencapai tujuan yang diinginkan 2. Locus of Control, indikatornya adalah : a. Apa yang dicapai adalah hasil kerja keras (Internal Locus of Control) b. Untung atau ruginya usaha ditentukan oleh diri sendiri (Internal Locus of Control) c. Mampu menguasai diri (Internal Locus of Control) 3. Self Reliance, indikatornya adalah : a. Orang lain banyak yang dapat bekerja sebaik saya b. Suka mengambil keputusan sendiri c. Saya lebih suka melibatkan teman 4. Extroversion, indikatornya adalah : a. Suka berjumpa dengan orang baru b. Berinisiatif untuk memluai pembicaraan c. Menyukai banyak kesibukan
11 2.1.3 Budaya Organisasi Menurut ,Tylor dalam Susanto (2008,p3), budaya adalah sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kapabilitas serta kebiasaan
yang diperoleh
oleh
seseorang sebagai anggota
sebuah
perkumpulan atau komunitas tertentu. Menurut Robbins dan Judge (2009,p5), organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatinf terus menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama.
2.1.3.1 Pengertian Budaya Organisasi Menurut Robbins dan Mary (2009, p.62) budaya organisasi adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, bagaimana karyawan bersikap. Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2007,p.44) budaya organisasi adalah apa yang dipersepsikan karyawan dan cara persepsi itu menciptakan suatu pola keyakinan, nilai, dan ekspektasi. Menurut Mondy dalam Moeljono (2005, p.12), mengartikan budaya organisasi sebagai sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasan bersama dalam organisasi yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku. Dapat juga diartikan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah sistem informasi untuk mempertahankan dan mentransmisikan pengetahuan, kepercayaan, mitos-mitos, dan tingkah laku. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Budaya Organisasi adalah suatu sistem nilai, keyakinan yang
12 melekat dalam perusahaan dan perlu untuk menjadi panutan bagi seluruh anggota perusahaan.
2.1.3.2 Dimensi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2003,p525) dalam Wibowo (2011,p37) mengemukakan adanya tujuh karateristik budaya organisasi, yaitu : 1. Innovation and risk taking (inovasi dan pengambilan resiko), suatu tingkatan dimana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. 2. Attention to detail (perhatian pada hal detail), dimana pekerja diharapkan menunjukan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail. 3. Outcome orientation (orientasi pada manfaat), dimana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat dari pada sekadar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut. 4. People orientation (orientasi pada orang), dimana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi. 5. Team orientation (orientasi pada tim), dimana aktivitas kerja diorganisasi berdasar tim daripada individual. 6. Agrressiviness (agresivitas), dimana orang cenderung lebih agresif dan kompetitif dari pada easygoing. 7. Stability (stabilitas), dimana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo sebagai lawan dari perkembangan.
13 Karakteristik ini juga telah digunakan sebagai dimensi dalam jurnal Soedjono (2005),
2.1.3.3 Fungsi Budaya Organisasi Menurut Jerald dan Robert (2003,p518) dalam Wibowo (2011,p51), fungsi budaya organisasi yaitu 1. Budaya memberikan rasa identitas Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama organisasi didefinisikan, semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi organisasi dan merasa menjadi bagian penting darinya. 2. Budaya membangkitkan komitimen pada misi organisasi Kadang-kadang sulit
bagi orang untuk
berpikir di luar
kepentingannya sendiri, seberapa besar akan memengaruhi dirinya. Tetapi apabila terdapat strong culture, orang akan merasa bahwa mereka menjadi bagian dari yang besar, dan terlibat dalam keseluruhan kerja organisasi. lebih besar dari setiap kepentingan individu, budaya mengingatkan orang tentang apa makna sebenarnya organisasi itu. 3. Budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerja, membuat jelas apa yang harus dilakukan dan kata-kata dalm situasi tertentu, terutama berguna bagi pendatang baru. Budaya mengusahakan stabilitas bagi perilaku, keduanya dengan harapan apa yang harus dilakukan pada waktu yang berbeda dan juga apa yang harus dilakukan individu yang berbeda disaat yang sama. Suatu
14 perusahaan dengan budaya yang kuat mendukung kepuasan pelanggan, pekerja mempunyai pedoman tentang bagaimana harus perilaku.
2.1.3.4 Klasifikasi Budaya Terkait Kinerja Menurut Susanto A.B (2008,p246), Perusahaan dengan budaya yang menaruh perhatian kepada stakeholder seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan dan pemasoknya serta memiliki kepemimpinan yang kuat dan efektif akan berkinerja lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang kurang menaruh perhatian atau tidak memiliki kepemimpinan yang efekif. Budaya dan kinerja adalah hal saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan kinerja, Menurut Kotter dan Heskett dalam Susanto A.B (2008,p246) mengklasifikasikan kedalam tiga kategori, yakni: 1) Budaya yang kuat (Strong Culture) Budaya yang kuat diasosiasikan dengan kinerja yang unggul, dimana budaya yang kuat memiliki seperangkat nilai-nilai dan metode yang relatif konsisten dalam menjalankan aktivitas bisnis. 2) Budaya yang adaptif (Adaptive Culture) Budaya yang dapat membantu dalam mengantisipasi dan beradaptasi
terhadap
perubahan
lingkungan
yang
dapat
menghasilkan kinerja yang superior dalam jangka waktu yang lama. 3) Budaya berkinerja rendah (Low-Performance Culture)
15 Ada 3 komponen yang mengakibatkan budaya organisasi merusak kinerja: a. Situasi dimana pemimpin dan manager bersifat arogan. Sikap ini
dapat
muncul
disebabkan
oleh
kesuksesan
demi
kesuksessan yang tepah diraih. b. Sikap para pemimpin dan manager yang kurang menghargai pelanggan, karyawan dan pemegang saham. c. Resisten terhadap nilai-nilai seperti kepemimpinan dab perubahan.
2.1.4 Kemampuan Manajemen 2.1.4.1 Pengertian Kemampuan Manajemen Menurut Suci (2009), kemampuan manajemen (managerial skills) merupakan sekumpulan keahlian dan kompetensi baik secara administrative maupun operasional dalam periode waktu tertentu. Menurut Tangkilisan (2007,p. 10), kemampuan manajemen yaitu kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya agar dapat digerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain. Menurut Siagian dalam Mulyanto (2007), kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk mengelola usaha seperti
perencanaan
,
pengorganisasian,
pemberian
motivasi,
pengawasan dan penilaian. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kemampuan Manajemen adalah suatu keterampilan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh efektivitas.
16 2.1.4.2 Jenis Kemampuan Manajemen Menurut Darsono dan Siswandoko (2011, p.32), manajemen terdiri dari beberapa manajer yang mempunyai kemampuan serta ketrampilan seperti ketrampilan teknil, manusiawi dan keterampilan konseptual. 1. Ketrampilan Teknis Ketertampilan teknis berhubungan dengan mencipta output atau komoditi yang mampu menghasilkan laba. Untuk menghasilkan laba, manajemen harus bekerja efektif, efisien dan produktif melalui
spesialisasi
pekerjaan.
Keterampilan
teknis
pada
umumnya harus dimiliki oleh para pekerja tetap terutama muntuk manajer lini (pertama) yang berhubungan langsung dengan para buruh. 2. Ketrampilan Manusiawi Keterampilan manusiawi berhubungan dengan memberdayakan suatu buruh yang meliputi : a. Keterampilan mengetahui dan memahami pola perilaku dan pola pikir buruh, kemudian mengubahnya kearah pola pikir dan pola perilaku perusahaan yang berorientasi kerja efisien, efektif dan produktif. b. Ketrampilan kerja sama dengan sesame rekan dan atasan serta para
buruh.
Membentuk
jaringan
kerjasama
tersebut
merupakan suatu hal yang sulit sebab kerjasama itu mereka harus melakukan akomodasi pikiran ketiga pihak tersebut dan
17 harus asimiliasi pola perilakunya agar perusahaan dapat berjalan harmonis. c. Ketrampilan memotivasi dan mengarahkan buruh untuk bekerja sesuai dengan program kerja d. Ketrampilan mengelola konflik sesame rekan kerja, konflik dengan buruh dan konflik dengan atasan. e. Ketrampilan komunikasi dengan sesama f. Ketrampilan membagi wewenang dan tanggungjawab dengan bawahan (pendelegasian). 3. Ketrampilan Konseptual Ketrampilan konseptual berhubungan dengan berpikir analitik, kritis, proaktif dan dialektik. Berpikir analitik, dimana harus mmapu membandingkan kinerja saat ini dengan masa lampau atau kinerja saat ini dengan program kerja atau kinerja saat ini dengan perusahaan sejenis yang lebih maju (benchmarking). Berpikir kritis, dimana mampu mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap mapan (status quo, atau tidak ada perubahaan). Berpiki proaktif, dimana harus mampu memprediksi masa mendatang sebagai informasi relevan untuk mengambil keputusan. Berpikir dialektik, yaitu berpikir saling hubungan antara unsure-unsur kondisi obyektif, konflik dan perubahan.
2.1.4.3 Indikator Kemampuan Manajemen Menurut Latif dalam Suci (2009), indikator yang digunakan dalam mengukur variabel kemampuan manajemen adalah :
18 1. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan karyawan secara baik. 2. Mampu mengantar barang tepat waktu. 3. Kemampuan membuat keputusan sendiri. 4. Mampu menyelesaikan masalah usaha 5. Mampu mengarahkan dan memotivasi karyawan. 6. Mampu mendelegasikan pekerjaan dengan baik 7. Mampu untuk membuat rencana strategi bisnis 8. Memperhatikan perubahaan lingkungan yang terkait dengan usaha 9. Membangun tim kerja yang handal 10. Mampu menyelesaikan konflik yang terjadi.
2.1.5 Kinerja Perusahaan Kinerja merupakan hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi (Gibson dalam Soedjono, 2005). Menurut Ruhimat M, Supriatna Nana dan Kosim (2006,p.12), perusahaan adalah kesatuan teknis (unit ekonomi) yang mengkombinasikan sumber daya alam (tanah dan unsure-unsurnya), sumber daya manusia, modal dan skill (kewirausahaan) untuk menghasilkan sejumlah barang dan jasa tertentu.
2.1.5.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Menurut Soedjono (2005), kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer / pengusaha. Menurut Suci Rahayu P (2009), kinerja sebuah perusahaan adalah hal yang sangat menentukan dalam perkembangan perusahaan. Kinerja perusahaan
19 merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi dari perusahaan dalam periode waktu tertentu. Menurut Jauch dalam Suci (2009), Kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, tingkat turnover dan pangsa pasar yang diraihnya. Menurut Umar (2005, p.155), kinerja perusahaan adalah dari sisi bagaimana manajemen perusahaan mersespons kondisi eksternal dan internalnya, yang dengan tolak ukur tertentu dapat diketahui berapa tingkat turbelensinya dan berapa tingkat perusahaan mampu mengantisipasinya. Dapat
disimpulkan
dari
beberapa
pengertian
kinerja
perusahaan diatas, yaitu kinerja perusahaan merupakan suatu tingkat pencapaian suatu perusahaan pada periode waktu tertentu sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan suatu pengusaha / manajer (atasan).
2.1.5.2 Tujuan Penilaian Kinerja Dalam melaksanakan kerja, karyawan mengkonsumsi input perusahaan yang direalisasikan dalam bentuk biaya. Menurut Darsono dan Siswandoko (2011, p.49), Penilaian kinerja hakikatnya adalah untuk : 1. Mengetahui
kemampuan
SDM
mencapai
sasaran
kerja
(efektivitas) 2. Mengetahui kemampuan
SDM menggunakan
input untuk
mencapai sasaran kerja (efisiensi) 3. Untuk menentukan besarnya imbalan materiil dan non-materiil.
20 Dalam penilaian kinerja, penyelia atau supervisor memegang peranan yang penting dimana mereka harus obyektif dalam melakukan penilaian. Suatu penilaian akan salah dan merugikan karyawan dan perusahaan karena beberapa sebab yaitu : 1. Penilai bertindak subyektif 2. Standar kinerja (ukuran) yang ditetapkan terlalu tinggi atau rendah. 3. Gaya manajemen : Otoriter, penilaian kinerja sangat subyektif karena ukurannya dan kemampuan pemimpin. Demokratis, penilaian kinerja obyektif karena ukurannya adalah potensi SDM.
2.1.5.3 Dimensi Kinerja Perusahaan Dalam Soedjono (2005), kenerja perusahaan diukur melalui konsep balanced scorecard (digunakan sebagai dimensi dalam penelitian tersebut) yaitu melalui : 1. Perspektif finansial, dimana pada perspektif ini perusahaan dituntut
untuk
meningkatkan
pangsa
pasar,
peningkatan
penerimanan melalui penjualan produk perusahaan. Selain itu peningkatakan
efektivitas
biaya
dan
utilitas
asset
dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan. 2. Perspektif pelanggan : dimana perusahaan harus mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan segmen pasar. Identifikasi secara tepat kebutuhan pelanggan sangat membantu perusahaan bagaimana memberikan layanan kepada pelanggan.
21 3. Perspektif proses bisnis internal : dimana perusahaan harus mengidentifikasi proses-proses yang kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan dan tujuan peningkatan nilai finansial. 4. Perspektif pertumbuhan dan pelajaran : dimana tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasi dimana perusahan harus unggul untuk mencapai terobosan kinerja, sementara tujuan dalam perspektif ini yaitu memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan-tujuan dari ketika perspektif sebelumnya dapat tercapai. Tujuan –tujuan dari perspektif ini merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif sebelumnya.
2.1.5.4 Manajemen Kinerja Manajemen kinerja membutuhkan proses sistematis, untuk itu perlu dibuat desain tahap-tahap yang membantu mencapai kinerja optimal Mahmudi (2010,p16). Tahap-tahap yang perlu dilakukan antara lain : 1) Tahap perencanaan kinerja Tahap perencanaan kinerja merupakan tahapan yang paling kritis. Perencanaan kinerja dilakukan pada tahap awal dari keseluruhan proses manajemen kinerja.
22 2) Tahap pelaksanaan kinerja Dalam tahap implementasi ini, manajer bertanggung jawab untuk melakukan pengorganisasian, pengkoordinasian, pengendalian, pendelegasian dan pengarahan kepada bawahanya. 3) Tahap Penilaian kinerja Penilaian kinerja untuk menentukan kesuksesan dan kegagalan. Penilaian kinerja tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai. 4) Tahap review kinerja Tahap ini, untuk membahas, mendiskusi dan mengkaji kinerja yang telah dicapai. Hal-hal yang menjadi tema pokok dalam pembahasan tersebut adalah tentang apa yang telah dikerjakan dan bagaimana hasilnya,bagaimana mencapai hasil itu,berapa tingkat efektivitasnya,bagaimana kemajuanya,dan sebagainya. 5) Tahap perbaikan kinerja Tahap ini merupakan tahap untuk revisi tahap pertama,yaitu menetapkan kembali akuntabilitas kinerja yang harus dipenuhi oleh appraise.merevisi tujuan,target kinerja,standar kinerja dan criteria kinerja.
2.2
Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan antar Variabel Penelitian Berdasarkan penelitian terdahulu : 1) Dalam jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol 7, No.1 yang berjudul “Pengaruh budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan
23 Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya” .Soedjono. 2005, adanya keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja perusahaan dimana semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi maka baik kinerja perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi. 2) Dalam jurnal Aplikasi Manajemen Vol 7 No.2 yang berjudul “Pengaruh Sumber Daya Manusia, Orientasi Pasar, Orientasi Kewirausahaan terhadap Strategi bersaing dan Kinerja Rumah Sakit (Studi pada Rumah Sakit Umum Daerah di Jawa Timur)”. Muchtolifah. (2009).
Kinerja
perusahaan akan tinggi jika orientasi kewirausahaan dioptimalkan. 3) Dalam jurnal Aplikasi Manajemen Vol 9 No.3 yang berjudul “Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Organisasi Koperasi : Oprientasi Pasar sebagai Variabel intervening (Studi pada Koperasi Primer di kota Palu, Sulawesi Tengah)”. Risnawati dan Noerrnijati. (2011). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Orientasi kewirausahaan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja koperasi. 4) Dalam jurnal Management skills of Afghan respondents : a comparison of technical, human and conceptual differences based on gender dalam Journal of international business and cultural studies. Budaya merupakan salah satu pendorong bagi seseorang dalam melakukan management skills. Selain itu juga budaya yang berbeda dalam industri yang berbeda akan menghasilkan kemampuan manajemen juga. 5) Dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol 11 No.1 yang berjudul “Peningkatan Kinerja Melalui Orientasi Kewirausahaan, Kemampuan
24 Manajemen dan Strategi Bisnis (Studi pada Industri Kecil Menengah Bordir di Jawa Timur)”. Rahayu Puji Suci. (2009). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha pada industri kecil menengah border di Jawa Timur. Selain itu juga orientasi kewirausahaan memiliki pengaruh terhadap kemampuan manajemen kemudian baru bardampak kepada kinerja. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh variabel orientasi kewirausahaan dan budaya organisasi. Sehingga dapat dirumuskan paradigma mengenai pengaruh orientasi kewirausahaan dan budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan. Orientasi Kewirausahaan (X1) Kemampuan Manajemen (Y) Budaya Organisasi (X2)
Sumber: Penulis (2013) Gambar 2.1 Paradigma Kerangka Pemikiran Keterangan: Menggambarkan pengaruh Menggambarkan hubungan
Kinerja Perusahaan (Z)
25 2.3
Hipotesis Menurut Sekaran (2006, p135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variable yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangkan teoritirs yang dirumuskan untuk studi penelitian. Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat asosiatif, yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi antar variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini: Untuk T-1 : Tidak ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan antara Orientasi Kewirausahaan (X1) , Budaya Organisasi
(X2)
terhadap Kemampuan Manajemen (Y) secara simultan dan parsial. Untuk T-2 : Tidak ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan antara Kemampuan Manajemen (Y) terhadap Kinerja Perusahaan (Z) secara simultan dan parsial. Untuk T-3 : Tidak ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan antara Orientasi Kewirausahaan (X1) , Budaya Organisasi (X2) secara simultan dan parsial terhadap Kinerja Perusahaan (Z) baik secara langsung dan tidak langsung melalui Kemampuan Manajemen (Y).