BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas atau kemampulabaan merupakan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba. Profitabilitas mencerminkan keuntungan dari investasi keuangan. Myers dan Majluf (1984) berpendapat bahwa manajer keuangan yang menggunakan packing order theory dengan laba ditahan sebagai pilihan pertama dalam pemenuhan kebutuhan dana dan hutang sebagai pilihan kedua serta penerbitan saham sebagai pilihan ketiga, akan selalu memperbesar profitabilitas untuk meningkatkan laba. Profitability ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Agus Sartono, 2008). Rasio ini sangat diperhatikan oleh calon investor maupun pemegang saham karena berkaitan dengan harga saham serta dividen yang akan diterima. Profitabilitas sebagai tolak ukur dalam menentukan alternatif pembiayaan, namun cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan sangat tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan dibandingkan dari laba yang berasal dari opersai perusahaan atau laba netto sesudah pajak dengan modal sendiri. Dengan adanya berbagai cara dalam penelitian profitabilitas suatu perusahaan tidak
14
15
mengherankan bila ada beberapa perusahaan yang mempunyai perbedaan dalam menentukan suatu alternatif untuk menghitung profitabilitas. Hal ini bukan keharusan tetapi yang paling penting adalah profitabilitas mana yang akan digunakan, tujuannya adalah semata-mata sebagai alat mengukur efisiensi penggunaan modal di dalam perusahaan yang bersangkutan. Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni pendekatan penjualan dan pendekatan investasi. Ukuran yang banyak digunakan adalah return on asset (ROA) dan return on equity (ROE), rasio profitabilitas yang diukur dari ROA dan ROE mencerminkan daya tarik bisnis (bussines attractive). Return on asset (ROA) merupakan pengukuran kemampuan perusahaaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. ROA digunakan untuk melihat tingkat efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik suatu perusahaan. Salah satu ukuran rasio profitabilitas yang sering juga digunakan adalah return on equity (ROE) yang merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan total modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi investasi yang nampak pada efektivitas pengelolaan modal sendiri. Cara menilai profitabilitas perusahaan adalah bermacam-macam tergantung dari total aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya.
16
Agus Sartono (2008), berpendapat bahwa alat yang digunakan menghitung profitabilitas :
1). Profit Margin
2). Net Profit Margin
3). Return On Equity
EBIT = ————— Penjualan
EAT = ———— Penjualan EAT = ————— Modal Sendiri
E AT 4). Return On Invesment = —————— Total Aktiva
Dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan sektor perusahaan pembiayaan yang terdaftar di BEI digunakan Return On Equity (ROE), karena ROE mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan dalam bentuk penyertaan modal sendiri yang ditanamkan oleh pemegang saham. 2.1.2 Risiko Perusahaan Agnes Sawir (2004) berpendapat bahwa risiko adalah kemungkinan penyimpangan antara pendapatan yang sesungguhnya dengan pendapatan yang diharapkan, dengan kata lain risiko adalah merupakan variabilitas dari tingkat pendapatan. Ini berarti tinggi rendahnya risiko akan mempengaruhi tinggi
17
rendahnya pendapatan. Dengan menggunakan rumus dapat dijabarkan sebagai berikut : Tingkat Pendapatan
= f (risiko)
Pengertian risiko menunjukkan kemungkinan bahwa beberapa kejadian yang tidak diinginkan akan terjadi. Pengertian ini memberi isyarat bahwa risiko tersebut merupakan penyimpangan dari apa yang telah direncanakan dengan apa yang terjadi. Agnes Sawir (2004) berpendapat bahwa berdasarkan struktur keuangan maka risiko dibedakan menjadi 2 (dua ) yaitu : 1)
Risiko usaha (Bussines Risk) adalah variabilitas dari pendapatan yang diharapkan (laba sebelum bunga dan pajak) terhadap total penjualan bersih.
2)
Risiko keuangan (Financial Risk) adalah tambahan risiko yang timbul karena penggunaan leverage keuangan. Terdapat dua dimensi risiko dalam kaitannya terhadap keputusan
perusahaan, apakah nantinya menggunakan hutang atau tidak dalam menjalankan operasinya. Dua dimensi risiko tersebut yang pertama adalah risiko bisnis atau seberapa berisiko saham perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan hutang, dan yang kedua risiko keuangan yang merupakan tambahan risiko yang dikenakan pada pemegang saham sebagai akibat dari keputusan perusahaan untuk mempergunakan hutang. Brigham dan Houston (2006) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan risiko bisnis adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren di dalam
18
proyeksi pengembalian atas modal yang diinvestasikan di dalam sebuah perusahaan. Jadi sebelum akan memutuskan menggunakan hutang sebaiknya manajemen perusahaan mempertimbangkan terlebih dahulu risiko bisnisnya. Fluktuasi (standar deviasi) pendapatan operasional dibagi dengan total asset digunakan sebagai proksi risiko bisnis. Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor. Brigham dan Houston (2006) mengemukakan enam faktor penting yang dapat mempengaruhi risiko bisnis : 1)
Variabilitas permintaan Semakin stabil permintaan akan produk perusahaan dipasaran dan tetap menjaga positioning produk dengan kompetitor maka semakin rendah risiko bisnisya.
2)
Variabilitas harga jual Perusahaan yang produk-produkya di jual di pasar yang sangat tidak stabil terkena risiko bisnis yang lebih tinggi daraipada perusahaan yang sama yang harga produkya lebih stabil.
3)
Variabilitas biaya input Perusahaan yang biaya inputya sangat tidak pasti akan terkena tingkat risiko bisnis yang tinggi.
4)
Kemampuan menyesuaikan harga terhadap perubahan biaya Beberapa perusahaan memiliki kemampuan yang lebih baik daripada yang lain untuk
menaikkan harga output mereka ketika biaya input naik .
19
Semakin besar kemampuann melakukan penyesuaian harga output mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah tingkat risiko bisnisnya. 5)
Pengembangan produk Perusahaan di bidang industry yang menggunakan teknologi tinggi seperti obat-obatan dan computer tergantung pada produk –produk baru.
6)
Eksposur risiko asing Perusahaan yang menghasilkan sebagian besar labanya dari operasi luar negeri dapat terkena penurunan laba akibat fluktuasi nilai tukar.
2.1.3 Leverage Leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki
biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial
pemegang saham. Leverage juga dapat meningkatkan variabilitas keuntungan karena jika perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah biaya tetapya maka pengguanaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Konsep leverage sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analisis keuangan dalam melihat trade off antara risiko dan keuntungan. Agus Sartono (2008) memaparkan konsep sebagai berikut : 1) Operating leverage Perusahaan yang memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap , maka
dikatakan
Menggunakan
perusahaan
leverage
operasi
menggunakan perusahaan
operating
leverage.
mengharapkan
bahwa
penjualan akan meningkatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil pengguanaan biaya tetap operasi
20
terhadap laba sebelum bunga dan pajak
disebut degree of operating
leverage (DOL). Besar kecilya DOL akan berdampak pada tinggi rendahnya risiko bisnis perusahaan. Semakin besar DOL, maka semakin besar pula risiko bisnis yang ditanggung perusahaan. 2 ) Financial Leverage Financial Leverage adalah pengguanaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana dengan biaya tetap dsebut degree of financial leverage (DFL). Pengguanaa financial leverage yang tinggi mengakibatkan risiko keuangannya juga meningkat. 3) Combined leverage Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa. Degree combined leverage (DCL) merupakan multiplier effect atas perubahan laba per lembar saham karena perubahan penjuaalan. DCL mengukur keseluruhan risiko perusahaan , DCL merupakan fungsi dari DOL dan DFL. Seperti diuraikan di atas, bahwa risiko usaha merupakan variabilitas dari laba operasi (EBIT) terhadap total aktiva atau dengan kata lain risiko usaha merupakan kemungkinan penyimpangan antara profitabilitas aktiva sesungguhnya
21
dengan profitabilitas aktiva yang diharapkan. Tingkat profitabilitas dipengaruhi oleh tingkat operating leverage, oleh karenanya variabilitas profitabilitas aktiva dipengaruhi oleh variabilitas dari pengunaan biaya tetap. Dengan uraian di atas dapat dikatakan bahwa, variabilitas profitabilitas aktiva bisa disebut dengan risiko usaha yang besar kecilnya dipengaruhi oleh biaya tetap yang ditanggung oleh perusahaan. Risiko usaha yang tercermin dari operating leverage dan risiko keuangan tercermin dari financial leverage, maka akan menghasilkan risiko perusahaan yang akan tercermin dari variabilitas profitabilitas. Risiko keuangan terjadi sebagai
akibat
penggunaan
hutang
perusahaan.
Jika
perusahaan
tidak
menggunakan hutang maka risiko perusahaan akan sama dengan risiko usaha. 2.1.4
Intensitas Modal Perusahaan Berinvestasi dalam perusahaan harus selalu mempertimbangkan peluang
atau prospek perusahaan dalam memperebutkan pasar. Commanor dan Wilson (1972) menyatakan bahwa indikator prospek perusahaan di masa mendatang yang dapat digunakan dalam penelitian adalah intensitas modal, dimana intensitas modal mencerminkan seberapa besar modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan pendapatan (Waluyo dan Kaarno, 2000) sehingga intensitas modal perusahaan dapat dijadikan sebagai indikator prospek perusahaan dalam memperebutkan pasar. Rasio intensitas modal disebut juga dengan rasio perputaran total aktiva (total assets turnover) atau perputaran modal (capital turnover). Rasio ini
22
merupakan perbandingan antara jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi (operating assets) terhadap jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tertentu. Syamsudin (2000) berpendapat bahwa rasio intensitas modal ini menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan seluruh aktiva perusahaan di dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio intensitas modal berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva di dalam menghasilkan penjualan. Besarya asset yang sama dapat memperbesar volume penjualan apabila rasio intensitas modalya ditingkatkan atau diperbesar. Rasio intensitas modal ini penting bagi kreditur dan pemilik perusahaan, tetapi akan lebih penting lagi bagi manajemen perusahaan karena hal ini menunjukkan efisien tidakya penggunaan seluruh aktiva di dalam perusahaan. Rasio intensitas modal ini merupakan ukuran tentang sampai berapa jauh aktiva ini telah dipergunakan di dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali operating asset berputar dalam suatu periode tertentu biasanya satu tahun. Menganalisa ratio ini sebaiknya diperbandingkan selama berapa tahun sehingga diketahui trend dari penggunaan operating assets. Suatu trend angka rasio yang cenderung naik memberikan gambaran bahwa perusahaan semakin efisien dalam menggunakan aktiva. Menurut Munawir (1998) menyatakan bahwa dalam menaksir rasio ini harus hati-hati karena rasio ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu: (1)rasio ini hanya menunjukkan hubungan antara penghasilan (sales revenue) dengan aktiva yang dipergunakan tidak memberikan gambaran tentang laba yang diperoleh, (2) penjualan adalah untuk satu periode, sedang total operating assets
23
merupakan akumulasi kekayaan perusahaan selama beberapa periode, mungkin adanya ekspansi yang tidak segera dapat menghasilkan tambahan penjualan sehingga rasio pada tahun pertama adanya ekspansi menunjukkan rasio yang rendah. Untuk menghindari kelemahan rasio intensitas modal biasanya sering dihubungkan dengan tingkat profit yang diperoleh dengan cara membagi profit dengan total penjualan netto. Tingkat perputaran aktiva atau asset yang tinggi menunjukkan manajemen yang efektif tetapi dapat juga perputaran yang tinggi disebabkan aktiva perusahaan yang sudah tua dan sudah habis disusutkan karena keadaan perusahan. 2.1.5 Pengaruh Risiko Usaha terhadap Intensitas Modal Risiko usaha menunjukkan seberapa besar risiko saham perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang. Perusahaan harus memperhitungkan risiko usaha karena merupakan faktor potensial yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan dengan risiko usaha yang tinggi akan kesulitan dalam
menentukan
target
laba
karena
labanya
cenderung
fluktuatif
(penyimpangan relatif besar ). Brigham dan Houston (2006) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan risiko bisnis adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren di dalam proyeksi pengembalian atas modal yang diinvestasikan di dalam sebuah perusahaan. Jadi sebelum memutuskan menggunakan hutang sebaiknya manajemen perusahaan mempertimbangkan terlebih dahulu risiko bisnisnya. Fluktuasi (standar deviasi) pendapatan operasional dibagi dengan total asset digunakan sebagai proksi risiko bisnis.
24
Brigham dan Houston (2006) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki risiko usaha yang tinggi cenderung menggunakan rasio intensitas modal yang rendah karena tingkat ketidakpastian pendapatan semakin tinggi sehingga terdapat hubungan yang negatif antara risiko usaha terhadap intensitas modal perusahaan. 2.1.6 Pengaruh Risiko Keuangan terhadap Intensitas Modal Fluktuasi bisnis perusahaan berdampak besar terhadap keuntungan pemilik ekuitas bila sebagian modal perusahaan diungkit (are leveraged) oleh hutang. Oleh karena itu risiko keuangan yang tercermin dari
leverage keuangan
meningkatkan risiko pemilik modal (Brealey et al. 1995: 441). Intensitas modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan. Keputusan tersebut ditetapkan oleh manajemen perusahaan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa risiko keuangan yang akan dihadapi perusahaan untuk bisa keluar masuk industry pembiayaan (barrier to entry) di Indonesia melalui strategi intensitas modal yang akan dilakukan oleh manajemen. Risiko keuangan disini timbul akibat dari penggunaan hutang yang harus menetapkan tingkat hutang yang optimum sebagai konsekuensi dalam menghadapi berbagai risiko yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Berdasarkan Signaling theory penggunaan hutang memberikan sinyal positif pada pasar. Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban dimasa mendatang. Brigham dan Houston (2006) mengatakan bahwa penggunaan hutang yang terlampau besar juga tidak dapat dibenarkan karena pada tingkat tertentu penambahan hutang akan menurunkan intensitas modal perusahaan akibat dari pembayaran bunga yang
25
sangat tinggi, seperti apa yang disebutkan dalam teori trade-off penggunaan hutang yang terlampau besar akan menimbulkan biaya kebangkrutan yang tinggi pula. 2.1.7 Pengaruh Risiko Usaha terhadap Profitabilitas Perusahaan Operating leverage terjadi setiap saat perusahaan mempunyai biaya tetap operasi yang harus ditutup, berapapun unit yang dihasilkan. Dalam jangka panjang, semua biaya menjadi variabel sehingga analisis akan menyangkut hanya analisis jangka pendek. Tingkat operating leverage dari suatu perusahaan pada suatu tingkat output menunjukkan persentase perubahan dalam keuntungan karena perubahan pada output yang menyebabkan perubahan laba. Suad Husnan (2000) berpendapat bahwa tingkat operating leverage per unit :
Operating Leverage
=
EBIT —————
… .....................
(1)
Net Sales Menurut Mamduh Hanafi (2008) menunjukkan suatu gejala hubungan positif antara risiko dengan tingkat pendapatan atau keuntungan. Pilihan tersebut mempunyai hubungan langsung dengan pengambilan keputusan manajer dalam keadaan tidak pasti demi kelangsungan hidup perusahaan. Penelitian ini berkaitan Frensday dan Styama (2007) dimana hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah risiko bisnis berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan dan didukung juga oleh penelitian Wijaya Oka (2000) hasil dari penelitiannya menemukan bahwa risiko usaha berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.
26
2.1.8 Pengaruh Risiko Keuangan terhadap Profitabilitas Perusahaan Pengaruh penggunaan leverage keuangan merupakan pengaruh terhadap perusahaan yang akan menimbulkan beban hutang akan sangat berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Apabila perusahaan menggunakan hutang lebih besar maka bunga yang dibayar semakin besar dan ini berarti bagian yang diterima oleh pemilik modal sendiri berupa net income akan semakin kecil. Menurut Mamduh Hanafi (2008) menunjukkan suatu gejala hubungan positif antara risiko dengan tingkat pendapatan atau keuntungan. Pilihan tersebut mempunyai hubungan langsung dengan pengambilan keputusan manajer dalam keadaan tidak pasti demi kelangsungan hidup perusahaan. Pada dasarnya financial leverage diharapkan dapat meningkatkan bagian pemilik modal sendiri. Leverage yang menguntungkan terjadi apabila perusahaan memperoleh keuntungan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan. Leverage yang negatif terjadi apabila keuntungan dari penggunaan dana tersebut tidak mampu menutupi biaya yang telah dikeluarkan. Alasan dipergunakan Debt To Equity Ratio ( DER ) ini karena modal sendiri benar-benar dipakai jaminan dalam mengadakan pinjaman untuk menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Penelitian ini berkaitan dengan yang dilakukan oleh Cyrillius Martono (2001) dan Yulia Fitri (2006) yang menjelaskan bahwa rasio leverage keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan karena semakin
27
tinggi penggunaan hutang menyebabkan manfaat penghematan pajak yang diperoleh dari hutang menjadi berkurang, sebaliknya financial distress perusahaan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut menyebabkan rating obligasi perusahaan menurun dan pada akhirya biaya hutang menjadi besar. Hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Wijaya Oka (2000) dan Intan Ratna Dewi (2004) di mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ratio leverage berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas. 2.1.9 Pengaruh Intensitas Modal Perusahaan terhadap Profitabilitas Perusahaan Konsep profitabilitas
industri yang digunakan oleh Beard dan Dess
(1979), mengacu pada dua perspektif, yakni dilihat dari kepentingan manajemen dan kepentingan pemilik modal. Keunikan dari rasio profitabilitas yang diukur dengan ROE adalah bahwa rasio ini mencerminkan daya tarik bisnis (business attractiveness).
Fluktuasi
bisnis
perusahaan
berdampak
besar
terhadap
keuntungan pemilik ekuitas bila sebagian modal perusahaan diungkit (are leveraged) oleh hutang. Brealey et al. (1999) menyatakan bahwa leverage keuangan meningkatkan risiko pemilik modal. Intensitas modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan. Keputusan tersebut ditetapkan oleh manajemen perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan
profitabilitas
perusahaan.
Penggunaan
Intensitas
modal
didefinisikan sebagai rasio antar fixed asset seperti peralatan, mesin dan berbagai property terhadap asset total. Rasio ini menggambarkan seberapa besar asset
28
perusahaan diinvestasikan dalam bentuk fixed asset untuk peningkatan profitabilitas perusahaan. Pengukuran rasio Perputaran total aktiva bila dibalik (reciprocal) akan mencerminkan rasio intensitas modal atau capital intensiveness (Brigham dan Gapensky 1996). Comannor dan Wilson (1967) menemukan bukti bahwa pada pada tingkat konsentrasi industri yang tinggi rasio ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. (MacMillan et al. 1982) menemukan hasil yang kontradiktif bahwa rasio intensitas modal perusahaa terbukti berpengaruh signifikan tetapi negatif terhadap semua sel matrkis portfolio BCG. Hasil MacMillan
konsisten
dengan
penemuan
menurut
Hermeindito
(1997)
membuktikan bahwa rasio intensitas modal perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan tekstil dan produk tekstil di Bursa Efek Indonesia.