BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian pasar modal Secara umum, pasar modal adalah sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek. Menurut Riyanto (2001:219), pasar modal merupakan suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu pihak, atau emiten yang membutuhkan dana jangka menengah dan jangka panjang di lain pihak, atau dengan kata lain adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya penawaran dan permintaan dana jangka menengah atau jangka panjang. Yang dimaksud dengan pemodal adalah perorangan atau lembaga yang menanamkan dananya dalam bentuk efek, sedangkan emiten adalah perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat. Sartono (2001:24) mendifinisikan pasar modal sebagai tempat terjadinya transaksi asset keuangan jangka panjang atau long term financial asset. Pasar modal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah penawaran surat berharga tersebut tercatatat di bursa.
8
Sedangkan pasar sekunder adalah penawaran surat berharga kepada pemodal setelah surat berharga tersebut ditawarkan di bursa. Harga surat berharga pada penawaran di pasar sekunder ini ditentukan oleh besarnya tingkat permintaan dan penawaran surat berharga tersebut.
2.1.2 Pengertian keputusan investasi (debt to equity ratio) Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002:277) dalam Suryaningasih, keputusan pendanaan atau debt to equity ratio adalah keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan perusahaan, apakah perusahaan akan membelanjai atau mendanai investasinya dengan hutang (debt), dengan modal sendiri (equity), atau dengan kombinasi antara keduanya. Dengan mengetahui komposisi pendanaan suatu perusahan maka kita dapat mengetahui berapakah perbandingan antara hutang dengan modal sendiri yang dipergunakan oleh perusahaan tersebut. Menurut Riyanto (2001:333) debt to equity ratio adalah bagian dari setiap rupiah modal sendiri (equity) yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang (debt). Penentuan proporsi penggunaan dana ini mengarah kepada keputusan mengenai struktur modal, sehingga debt to equity ratio atau keputusan pendanaan ini sering disebut dengan kebijakan struktur modal. Keown, dkk (2000:295), menyebutkan bahwa keputusan perusahaan membeli sahamnya kembali disebut juga keputusan pendanaan. Pembelian kembali sahamsaham perusahaan bertujuan untuk mengubah struktur modal perusahaan dan menurut Sartono (2001:225), struktur modal adalah merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa yang dipergunakan oleh perusahaan. Weston dan
9
Bringham (1991:174) menyebutkan bahwa struktur modal adalah pembiayaan pembelanjaan permanen perusahaan, yang terutama berupa hutang jangka panjang, saham preferen atau prioritas, dan modal biasa tetapi tidak termasuk semua kredit jangka panjang. Keown, dkk (2000:385), membedakan pengertian antara struktur financial dengan struktur modal, dimana srtuktur financial adalah merupakan kombinasi atau bauran segenap pos yang masuk ke dalam sisi kanan neraca keuangan perusahaan (sisi passiva). Sedangkan struktur modal adalah merupakan bauran segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan saja. Jadi, struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
2.1.3 Pengertian dividend payout ratio Menurut Riyanto (2001:266), dividend payout ratio merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Perusahaan-perusahaan bisnis pada umumnya menggunakan laba ditahan sebagai sumber pembiayaan investasi di masa mendatang. Oleh karena rasio pembayaran dividen akan mengurangi jumlah laba yang ditahan oleh perusahaan, maka keputusan dividen jelas melibatkan keputusan pembiayaan perusahaan. Sedangkan dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividend per share dengan earning per share. Jadi, perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share terhadap pertumbuhan earning per share. Rumus dividend payout ratio adalah: Dividend per share Dividend Payout Ratio = Earning per share
10
Di dalam komponen dividend per share terkandung unsur dividen. Jadi jika semakin besar dividen yang dibagikan maka semakin besar dividend payout ratio.
2.1.4 Kebijakan dividen Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham atau keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan menjadi dividen atau ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern dan internal financial. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Keown (2000:463), menyebutkan pembayaran dividen adalah faktor residual, artinya dividen ini adalah dana yang tersisa setelah berbagai keperluan investasi terpenuhi. Keputusan ini langsung mempengaruhi bauran pendanaan perusahaan. Semakin banyak dividennya, akan semakin sedikit dana internal yang tersedia untuk membiayai berbagai proyek investasinya. Jika tidak cukup, perusahaan akan terpaksa mencari dana eksternal, menerbitkan saham tambahan atau obligasi. Oleh karena itu, jumlah pembagian dividen yang terbaik adalah yang tidak sampai mengganggu permodalan perusahaan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2000:343) tidak benar bahwa perusahaan seharusnya membagikan dividen sebesar-besarnya. Apabila dana yang diperoleh dari operasi perusahaan bisa dipergunakan dengan menguntungkan, dividen tidak perlu dibagikan terlalu besar. Faktor lainnya yang perlu diperhatikan dalam menentukan kebijakan
11
dividen yaitu, karena adanya keengganan untuk menurunkan pembayaran dividen per lembar saham, ada baiknya kalau perusahaan menentukan dividen dalam jumlah (dan payout ratio) yang tidak terlalu besar sehingga memudahkan perusahaan untuk meningkatkan pembayaran dividen apabila laba perusahaan meningkatkan dan tidak segera menurunkan pembayaran dividen jika laba menurun. Pembagian dividen yang tidak stabil akan mempengaruhi pandangan investor terhadap kinerja perusahaan. Berubahnya pandangan investor terhadap kinerja perusahaan hanya akan mempengaruhi harga saham. Dalam situasi seperti ini, pembagian dividen dapat menaikkan atau menurunkan harga saham.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen Menurut Riyanto (2001:267) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut: 1) Posisi likuiditas perusahaan Makin kuat posisi likuiditas perusahaan berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Jadi, dapat dikatakan bahwa makin kuatnya posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana di waktu-waktu mendatang, makin tinggi dividend payout rationya. 2) Kebutuhan dana untuk membayar hutang Apabila perusahan menetapkan bahwa pelunasan hutangnya akan diambilkan dari laba ditahan berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut. Ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat dibayarkan sebagai
12
dividen sehingga perusahaan harus menetapkan dividend payout ratio yang rendah. 3) Tingkat pertumbuhan perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, yang ini berarti makin rendah dividend payout rationya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well establish, dimana kebutuhan dananya dapat terpenuhi dengan dana yang berasal dari sumber dana ekstern lainnya, maka keadaannya akan berbeda. Dalam hal ini demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. 4) Pengawasan terhadap perusahaan Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan di dalam perusahaan demikian pula kalau membiayai ekspansi hutang akan memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividend payout rationya. Menurut Wiksuana, dkk (2001:218), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen menyangkut analisis berkaitan dengan:
13
1) Kebijakan pendanaan perusahaan Kebutuhan akan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen. Semakin besar kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi, maka semakin kecil dividen yang akan dibayarkan karena dananya akan digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. 2) Likuiditas Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu apabila perusahaan akan membayarkan dividen berarti perusahaan harus menyediakan uang kas yang cukup banyak dan hal ini akan menurunkan likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun, perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen payout ratio yang besar. 3) Kemampuan meminjam Kekurangan likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk melakukan pinjaman dalam jangka pendek. Kemampuan memperoleh
pinjaman
jangka
pendek
tersebut
akan
meningkatkan
fleksibilitas likuiditas perusahaan. Selain itu fleksibilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk bergerak di pasar modal dengan mengeluarkan obligasi. Perusahaan yang semakin besar dan go public akan memiliki akses yang lebih baik di pasar modal, kemampuan
14
meminjamnya akan lebih besar, menjadikan semakin besarnya fleksibilitas yang akan memperbesar kemampuan membayar dividen. 4) Keadaan pemegang saham Jika suatu perusahaan kepemilikan sahamnya relatif tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan cepat. Namun, jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gain, maka perusahaan dapat mempertahankan pembagian dividen (dividend payout ratio) yang rendah. Dengan dividen payout ratio yang rendah, tentunya dapat diperkirakan bahwa perusahaan akan menahan laba untuk melakukan investasi yang profitable. Sedangkan untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya sangat besar, maka perusahaan itu hanya dapat menilai dividen yang diharapkan oleh pemegang sahamnya dalam konteks pasar. 5) Stabilitas dividen Bagi para investor, faktor stabilitas dividen akan lebih menarik dibandingkan dividen (dividend payout ratio) yang tinggi. Stabilitas disini berarti tetap mempertahankan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan dengan koefisien arah yang positif. Dengan asumsi faktor lainnya tetap, saham yang memberikan dividen yang stabil dalam periode tertentu akan mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan saham yang membayar dividennya dalam persentase yang tetap terhadap laba.
15
2.1.6 Bentuk-bentuk kebijakan dividen Menurut Riyanto (2001:269) ada beberapa macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan yaitu antara lain: 1) Kebijakan dividen yang stabil Kebijakan ini berarti jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya dividen per lembar saham dinaikkan. Dan dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang. Kebijakan ini banyak dilakukan oleh perusahaan karena beberapa alasan yakni: (a) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (b) bisa memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, (c) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. 2) Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen plus jumlah ekstra tertentu Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut. Bagi pemodal
16
ada kepastian akan menerima jumlah dividen yang minimal setiap tahunnya meskipun keadaan keuangan perusahaan agak memburuk. 3) Kebijakan dividen dengan penetapan dividen payout ratio yang konstan Kebijakan ini menetapkan jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya. 4) Kebijakan dividen yang fleksibel Pada kebijakan ini jumlah dividen yang dibayar setiap tahunnya disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan financial dari perusahaan yang bersangkutan.
2.1.7 Return saham Menurut Jogiyanto (2000:107, dalam D’yan), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang dilakukan dengan membeli saham suatu perusahaan. Return terdiri dari return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung bedasarkan data historis, sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa akan datang. Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return total (total return), return relatif (relative return), return kumulatif (cumulative return), dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return total sering disebut dengan return saja. Return total terdiri atas capital gain
17
(loss) dan yield. Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Untuk saham, capital gain terjadi jika harga saham pada periode tertentu lebih tinggi dari periode sebelumnya. Sebaliknya jika harga saham pada periode tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya maka terjadi capital loss. Sedangkan yield adalah persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield merupakan persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya.
2.1.8 Aliran kas bebas (free cash flow) Kieso dan Weygant (2002:244) mendifinisikan aliran kas bebas sebagai jumlah aliran kas diskresioner suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi, melunasi hutang, membeli kembali saham perusahaan sendiri atau menambah likuiditas perusahaan. Sartono (2001:101) mendefinisikan free cash flow sebagai cash flow yang tersedia untuk dibagikan kepada para investor setelah perusahaan melakukan investasi pada fixed assets dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Apabila suatu perusahaan memiliki aliran kas bebas maka manajer perusahaan akan mandapatkan tekanan dari pemegang saham untuk membagikan aliran kas bebas tersebut sebagai dividen. Aliran kas bebas menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar “strategi” menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya aliran kas bebas, berarti perusahaan memiliki kelebihan kas yang dapat digunakan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham. Aliran kas bebas akan
18
mencerminkan bahwa para pemegang saham memiliki peluang untuk memperoleh dividen dimasa yang akan datang. Bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, aliran kas bebas akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan dan perusahaan manakah yang tidak memiliki kemampuan tersebut. Pasar akan bereaksi jika terlihat adanya free cash flow yang dapat meningkatkan harapan mereka untuk mendapatkan dividen di masa depan. Di Indonesia aliran kas bebas lebih banyak dipakai untuk membiayai pengeluaran modal. Hal ini disebabkan masih kurangnya instrumen yang tersedia sehingga perusahaan harus mengeluarkan sejumlah dana untuk menutupi kekurangan tersebut. Dana yang dipakai untuk menutupi kekurangan itu diambil dari aliran kas bebas padahal aliran kas bebas tersebut seharusnya dibagikan sebagai dividen. Adanya free cash flow sebagai sumber dana internal banyak dimanfaatkan untuk merealisasikan pada proyek-proyek perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi. Apabila dalam laporan keuangan tidak tercermin kecukupan laba dan aliran kas bebas, maka pasar akan menanggapi laporan tersebut dengan pasif karena tidak terlihat sinyal yang dapat mencerminkan adanya peluang bagi pemegang saham untuk memperoleh dividen dimasa yang akan datang. Sebaliknya, pasar akan bereaksi positif bila tercermin adanya aliran kas bebas yang dapat memberikan harapan bagi pemegang saham. Aliran kas terdiri dari tiga aktivitas yang berbeda, yaitu (a) aliran kas dari aktivitas operasi yang mencakup pengaruh atas kas dari transaksi yang masuk ke dalam penentuan laba bersih, (b) aliran kas dari aktivitas investasi yang mencakup
19
pengadaan dan penerimaan hutang serta perolehan dan disposisi investasi (baik hutang dan ekuitas) serta kekayaan, pabrik dan peralatan, (c) aliran kas dari aktivitas pendanaan yang melibatkan pos-pos kewajiban dan ekuitas pemilik dan mencakup 1) perolehan modal dari pemilik dan kompensasinya kepada mereka dengan pengembalian atas dan dari investasi mereka, 2) pinjaman uang dari kreditor dan pembayaran kembali hutang yang dipinjam. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) “Pengaruh Dividend Payout Ratio Terhadap Hubungan Antara Kinerja Keuangan dengan Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2003” diteliti oleh Yuliastuti (2004). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan yang diukur menggunakan Return on Assets (ROA) dan Earning per Share (EPS) terhadap return saham dan pengaruh dividend payout ratio terhadap hubungan antara ROA dan EPS dengan return saham. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis linear berganda dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan secara simultan berpengaruh terhadap return saham. ROA secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham dan EPS secara parsial berpengaruh positif terhadap return saham. Dividend Payout Ratio tidak mampu memoderasi hubungan antara ROA dan EPS dengan return Saham. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada variabel bebas dan variabel pemoderasi yang digunakan, serta periode tahun penelitiannya. Pada penelitian terdahulu menggunakan kinerja keuangan
20
sebagai variabel bebas dan dividend payout ratio sebagai variabel pemoderasi, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan kebijaksanaan dividen dan keputusan investasi sebagai variabel bebas, serta menggunakan aliran kas bebas sebagai variabel pemoderasi. Penelitian terdahulu menggunakan periode tahun 2002-2003, sedangkan penelitian sekarang menggunakan periode tahun 2003-2007. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian dan menggunakan return saham sebagai variabel terikatnya. 2) Kurniawan (2005) meneliti “Pengaruh Pemoderasian Free Cash Flow Terhadap Hubungan Antara Tingkat Hutang dan Tingkat Perputaran Persediaan dengan Return Saham”. Objek penelitian pada perusahaan manufaktur periode 2001-2003. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah free cash flow mampu memoderasi hubungan antara tingkat hutang dan tingkat perputaran persediaan dengan return saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan tingkat keyakinan sebesar 95% variabel free cash flow mampu memoderasi hubungan antara tingkat hutang dengan return saham. Sedangkan dengan tingkat keyakinan 95%, variabel free cash flow tidak memoderasi hubungan antara tingkat perputaran persediaan dengan return saham. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah terletak pada variabel bebas yang digunakan dan periode tahun penelitian. Pada penelitian terdahulu menggunakan tingkat hutang dan tingkat perputaran persediaaan sebagai variabel bebasnya, sedangkan pada penelititan
21
sekarang menggunakan kebijkasanaan dividen dan keputusan investasi sebagai variabel bebasnya. Periode tahun yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah 2001-2003, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan periode tahun 2003-2007. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sejkarang adalah sama-sama menggunakan aliran kas bebas sebagai variabel pemoderasi dan return saham sebagai variabel terikatnya. 3) Penelitian mengenai “Pengaruh Free Cash Flow terhadap Hubungan Antara Keputusan Pendanaan dan Pembayaran Dividen dengan Return Saham pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta” yang diteliti oleh Ni Luh Suryaningsih (2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh free cash flow sebagai variabel moderator terhadap hubungan antara keputusan pendanaan dan pembayaran dividen dengan return saham di Bursa Efek Jakarta periode 1998-2002. Riset ini menggunakan free cash flow sebagai variabel pemoderasinya, keputusan pendanaan dan pembayaran dividen sebagai variabel independennya, dan return saham sebagai variabel terikatnya. penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan menambahkan cross product term atau interaction term. Hasil riset ini menunjukkan bahwa free cash flow sebagai variabel pemoderasi signifikan terhadap hubungan keputusan pendanaan terhadap return saham. Free cash flow sebagai variabel pemoderasi menunjukkan nilai signifikan terhadap hubungan antara pembayaran dividen dengan return saham. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada dimensi waktu yang digunakan. Penelitian terdahulu menggunakan periode waktu 1998-2002,
22
sedangkan penelitian sekarang menggunakan periode waktu 2003-2007. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada penggunaan variabel bebas, variabel terikat, serta variabel pemoderasi yang digunakan. 2.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis didasarkan pada rumusan masalah, tujuan, landasan teori, dan penelitian sebelumnya. 2.3.1
Pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara kebijakan dividen dengan return saham Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2005) dan Candra
(2006) menunjukkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh terhadap hubungan antara kebijakan dividen dengan return saham. Hal ini mungkin disebabkan karena dengan adanya kas yang tersisa (free cash flow) dalam perusahaan, maka return saham yang akan diberikan kepemegang saham dapat memenuhi standar kebijakan dividen perusahaan sehingga perusahaan dapat memberikan return yang memuaskan kepada pemegang saham. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut maka hipotesis yang dapat diajukan adalah: H1 : free cash flow mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara kebijakan dividen dengan return saham.
23
2.3.2
Pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara keputusan investasi dengan return saham Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2005) menunjukkan
bahwa free cash flow mempunyai pengaruh positif terhadap hubungan antara keputusan investasi dengan return saham. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Candra (2006) menunjukkan bahwa free cash flow tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap hubungan antara Debt to Equity Ratio dengan return saham. Hal ini dikarenakan adanya konflik kepentingan antara pihak manajemen perusahan dengan pemegang saham. Pihak manajemen perusahaan menginginkan untuk menggunakan kas yang tersisa untuk membiayai leverage sedangkan pemegang saham menginginkan kas yang tersisa dibagikan sebagai dividen untuk menambah kesejahteraan mereka. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah: H2 : free cash flow mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara keputusan investasi dengan return saham.
24