BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daya Ledak 2.1.1 Pengertian Daya Ledak Daya ledak otot merupakan komponen biomotorik yang dibutuhkan pada banyak cabang olahraga prestasi misalnya bola voli, bola basket, sepak bola, atletik, dan lain-lain. Semakin besar daya ledak otot yang dimiliki seorang atlet, berarti semakin tinggi prestasi yang dapat dicapai. Untuk itu komponen ini perlu ditingkatkan melalui pelatihan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan. Otot yang kuat memiliki daya ledak yang tinggi, otot yang memiliki daya ledak yang tinggi hampir dapat dipastikan mempunyai kekuatan yang baik (Baley, 1986). Daya merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimal (Bompa dan Haff, 2009). Daya ledak adalah kemampuan seseorang mengatasi tahanan dengan kecepatan tinggi dalam gerak yang utuh (Hairy, 2008). Daya ledak otot adalah kemampuan otot untuk mempergunakan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat (Harsono, 2006). Daya ledak ialah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang digerakkan dalam waktu yang sependeknya (Sajoto, 2003). Daya ledak adalah Kemampuan otot untuk berkontraksi dengan kekuatan maksimal dalam waktu yang singkat. Daya ledak untuk aktivitas gerak seperti menendang, melompat, meloncat, berlari, juga menampilkan kerja maksimal perunit waktu (Powers dan Howley, 2009). Daya ledak otot adalah kemampuan otot melakukan kerja secara tiba-tiba dan kuat atau kemampuan otot untuk mempergunakan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat 9 (Harsono, 2007). Daya ledak sangat dibutuhkan pada cabang-cabang olahraga yang mengubah momentum horisontal menjadi momentum vertikal seperti cabang atletik
khususnya lompat dan loncat. Gerakan ini dilakukan secara tiba-tiba dengan kekuatan penuh dan cepat. Daya ledak otot tungkai sangat dibutuhkan oleh semua cabang olahraga diantaranya: cabang atletik, permainan, bela diri, cabang senam dan cabang
olahraga renang,
bagaimanapun tinggi penguasaan pengetahuan, dan teknik serta taktik bermain. Tanpa ditunjang oleh daya ledak otot tungkai yang tinggi mustahil seorang atlet dapat menyelesaikan pertandingan dan menghasilkan kemenangan (Nala, 2004). Berdasarkan pendapat diatas daya ledak dijelaskan kemampuan seseorang melakukan gerakan meloncat ke atas dengan tiba-tiba dan kuat (explosive power) untuk mencapai ketinggian yang cukup (Powers dan Howley, 2009). Pada manusia dikelompokan menjadi tiga besar kelompok otot yakni kelompok otot panggul dan tungkai, kelompok otot badan dan kelompok otot dada, bahu dan lengan. Secara fungsional sebenarnya terintegrasi pada rantai daya ledak (power chain) (Bompa dan Haff, 2009). Daya ledak berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan otot yang dinamis dan exsplosif, ini melibatkan pengeluaran otot maksimum dalam satu durasi waktu yang pendek (Nugroho, 2005). Daya ledak sering disebut kekuatan eksplosif ditandai dengan adanya gerakan atau perubahan tiba-tiba yang cepat, di mana tubuh terdorong ke atas atau vertikal baik dengan cara melompat atau meloncat atau terdorong ke depan yang disebut dengan horizontal. Sesuai spesifikasinya daya ledak dibedakan menjadi : 1) Daya ledak eksplosif (exsplosif power), 2) Daya ledak cepat (speed power), 3) Daya ledak kuat (strength power), 4) Daya ledak tahan lama (endurance power) ( Nala, 2004). Daya ledak adalah kerja otot yang dapat dilakukan dalam satu kesatuan waktu dalam kepentingan olahraga daya ledak yang dimaksud adalah daya ledak eksplosif, yang terdiri dari
dua kelompok biomotorik yaitu unsur kekuatan (strength) atau kecepatan (speed). Bila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatannya, maka menjadi daya ledak kekuatan atau (strength power), kalau penekanan pelatihan pada komponen kecepatan, maka hasil berupa kecepatan atau (speed power) jika penekanan pelatihan pada komponen daya tahan, maka akan dihasilkan daya ledak daya tahan atau endurance power (Nala, 2011). Daya ledak adalah kemampuan otot untuk mempergunakan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat (Sajoto, 2003). Daya ledak ini sering dibutuhkan dalam melakukan gerakan meloncat maupun meloncat baik pada cabang olahraga pertandingan maupun perlombaan. Dengan memiliki daya ledak yang baik seorang atlet dapat melakukan gerakan meloncat sejauh-jauhnya dalam loncat jauh dan setinggi-tingginya dalam cabang loncat tinggi. Ditinjau dari beban yang dihadapi, daya ledak dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu daya ledak absolut dan relatif. Pada daya ledak absolut kekuatan digunakan untuk mengatasi suatu beban luar yang maksimum, sedangkan daya ledak relatif adalah kekuatan yang digunakan untuk mengatasi beban dalam berupa berat badan sendiri (Berger, 2002). Bila ditinjau dari kesesuaian macam atau jenis gerakan daya ledak dapat dibedakan menjadi daya ledak siklik dan daya ledak asiklik. Daya ledak siklik adalah daya ledak yang dihasilkan oleh kinerja, gerakan berturut-turut yang sama atau berulang-ulang yang dilakukan dalam waktu tertentu, sedangkan daya ledak asiklik adalah daya ledak yang dihasilkan dari suatu gerakan tertentu dalam waktu yang singkat (Sumosarjono, 2006). Dalam aktivitas olahraga daya ledak siklik dan asiklik dapat dikenali dari peranannya dalam suatu cabang olahraga yang memerlukan power asiklik secara dominan pada nomornomor lempar dan melompat dan loncat, atletik, senam, bela diri permainan, loncat indah. Sedangkan power siklik, lari cepat bersepeda, renang dan sejenisnya (Bompa dan Haff, 2009). Untuk mengukur daya ledak dipergunakan cara meloncat keatas tanpa awalan atau
dengan loncat tegak tanpa awalan, dengan pencapaian ketinggian yang maksimal (Said, 2009). 2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Daya Ledak Otot Tungkai Daya ledak merupakan perkalian antara kekuatan dan kecepatan, maka berapa besar potensi kekuatan dan kecepatan seorang atlet ini juga sebagai daya ledak yang dimiliki. Bila ditilik lebih mendalam kondisi daya ledak seorang atlet dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal atlet. Daya ledak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor secara langsung maupun tidak langsung, karena pengaruh komponen biomotorik lainnya terutama kekuatan dan kecepatan otot. Kemampuan daya ledak tergantung dari (Sumoarjono, 2009: Sana, 2007). 1). Kekuatan otot dasar 2). Kecepatan otot yang aktif (otot cepat dan otot lambat) 3). Besarnya beban yang digerakkan 4). Koordinasi intra muscular 5). Panjang awal otot dalam mulai kontraksi 6). Posisi sendi 7). Motivasi Kekuatan otot dasar melukiskan kontraksi maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot dan kemampuan otot-otot, kekuatan otot-otot tungkai kaki berfungsi sebagai penyangga berat tubuh, meloncat, berjalan, berlari, mengepak, menggiring (Harsono, 2007). Kecepatan otot yang aktif, kecepatan adalah merupakan laju gerak otot baik untuk bagian tubuh maupun untuk seluruh tubuh kemampuan atau juga dapat disebut kecepatan bergerak atau berpindah tempat dalam melakukan gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Bernhard, 1982).
Besarnya beban yang digerakkan. Beban adalah sarana yang dipergunakan untuk pelatihan beban biasanya berupa berat badan, repetisi dan set atau beban yang terbuat dari pasir, besi, pemberat lainnya, dalam penelitian ini beban yang dipergunakan adalah beban dari berat badan sediri, loncat tangga dan lompat rintangan setinggi 40 cm dalam satu menit pada masing-masing kelompok pelatihan (Nala, 2011). Koordinasi
intra
muscular,
kemampuan
otot
seseorang
mengintegrasikan
bermacam-macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. Koordinasi merupakan gabungan berbagai gerakan yang dilakukan secara harmonis (Nala, 2004). Panjang awal otot dalam mulai, otot berkontraksi bila mendapat stimulus. Stimulus dibawa oleh serabut syaraf eferen dari susunan saraf pusat (SSP). Sampai pada ujung saraf motorik yang melekat pada sel otot yakni neuro muscle junction. Selanjutnya rangsangan tersebut masuk ke dalam sel otot melalui tubulus-tubulus. Tubulus adalah organ yang berupa pipa yang menghubungkan antara bagian luar sel dan bagian dalam sel. Dengan mekanisme tertentu, rangsangan tersebut menyebabkan kadar kalsium di cairan sarkoplasma meningkat tajam. Peningkatan kalsium ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di benang aktin yang pada akhirnya sisi lekat aktin terbuka. Terbukanya sisi lekat aktin mengakibatkan kepala myosin menempel selanjutnya terjadilah crossbridge actomiosin. Selanjutnya penguraian ATP di kepala myosin mengakibatkan kepala- kepala myosin mengadakan power stroke, akhirnya akan terjadi penarikan aktin ke arah pusat sarcomere oleh myosin, sehingga sarcomere mengalami pemendekan. Prinsip dasar kontraksi otot adalah menahan atau melawan kepanjangan otot (kontraksi otot menuju ke arah pendek), dikarenakan aktin ditarik ke arah pusat sarcomere oleh myosin. Ada lima jenis kontraksi otot yaitu isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan pliometrik (Hasnan, 2007).
Posisi sendi, posisi sendi khususnya lutut, dan pergelangan tangan, sangat berpengaruh terhadap daya ledak, jika posisi sendi tepat pada saat melakukan gerakan maka daya ledak otot berpengaruh terhadap gerakan (Karna, 2007). Motivasi memberikan kontribusi yang menjanjikan bagi kelangsungan gerak. Secara umum motivasi adalah salah satu faktor pendukung berkembangnya suatu gerak atau aktivitas. Disisi lain, tanpa adanya motivasi, suatu gerak tidak akan pernah berjalan dan berkembang sesuai dengan harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, telah dijelaskan dalam teorinya yaitu Hirarki kebutuhan bahwa semua motivasi terjadi sebagai reaksi atas persepsi seorang (Bout, 2009). Beberapa macam pelatihan untuk meningkatkan tenaga ledak otot, antara lain: Meloncat kodok ke depan, berjingkat satu kaki bergantian, berlari dan loncat rintangan dengan beban, naik turun tangga dengan pembebanan, dan lainnya (Harsono, 2007). Naik turun tangga dan loncat rintangan adalah suatu jenis olahraga atau juga sebagai suatu jenis pelatihan fisik yang kompleks, karena bentuk aktivitas fisik ini memerlukan komposisi unsur-unsur yang harmonis. Komponen fisik yang diperlukan dalam pelatihan naik turun tangga dan loncat rintangan adalah kekuatan-kekuatan otot kaki, daya ledak, kelentukan daya tahan otot (Sukaryo 2004). Pelatihan naik turun tangga ini banyak dipilih sebagai alternatif bentuk kepelatihan fisik dalam berbagai cabang olahraga (Iskandar, 2005). Pelatihan naik turun tangga dan loncat rintangan dengan beban, yang dilaksanakan secara sistematis, dan terprogram dapat meningkatkan kerja jantung dan paru-paru menjadi semakin baik, karena gerakan naik turun tangga dan loncat rintangan memerlukan kontraksi otot yang maksimal yang dapat dihasilkan dari adanya suplai oksigen dan darah ke sel otot secara kontinyu dan
lancar, dengan adanya suplai darah dan oksigen ini kerja jantung dan
paru-paru semakin baik dan efisien. Di samping itu pula pelatihan naik turun tangga dan loncat rintangan dengan pembebanan yang cukup dapat meningkatkan komponen biomotorik
diantaranya: kekutan otot, daya tahan otot, tenaga ledak, kecepatan reaksi, kelentukan, keseimbangan dan koordinasi (Bompa dan Haff, 2009). 1.2
Pelatihan Pelatihan adalah
usaha untuk memperbaiki sistem, organ atau alat tubuh dan
fungsinya yang bertujuan untuk mengoptimalkan penampilan dan kinerja (Astrand dan Rodahl, 2003). Pelatihan merupakan suatu proses yang sistematis dari pelatihan atau bekerja dengan berulang-ulang dengan penambahan beban pelatihan dan pekerjaan secara progresif (Harsono, 2007). Pelatihan merupakan suatu aktivitas komplek, suatu kinerja dari atlet yang dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang (Bompa dan Haff, 2009). Secara garis besarnya, pelatihan terdiri dari empat bagian besar yang diperlukan dalam meningkatkan penampilan seseorang. Pelatihan itu menyangkut; pelatihan fisik, pelatihan teknik, pelatihan taktik, dan pelatihan mental. 1. Pelatihan fisik. Pelatihan fisik dilakukan secara teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam program pelatihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata akan tetapi tidak tampak bila dilakukan secara tidak teratur (Fox, dkk., 1988). Sebelum melakukan pelatihan perlu diadakan pemanasan, yang merupakan syarat umum dan harus menjadikan bagian dari pelatihan. Caranya adalah dengan kalistenik, peregangan dan pelemasan gerakan tubuh secara umum yang berubungan dengan aktivitas saraf otot untuk mengantisipasi gerakan berikutnya. Perkembangan kondisi fisik sangatlah penting untuk dapat mengikuti pelatihan dan perlombaan dengan sempurna. Ada beberapa kondisi fisik yang perlu dikembangkan: daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kekuatan, kelentukan, kecepatan, kelincahan, daya ledak, ketepatan, keseimbangan, waktu reaksi, dan koordinasi (Sajoto, 2003).
2. Pelatihan teknik Pelatihan teknik adalah pelatihan yang khusus untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular. Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dari teknik yang diperlukan dari cabang olahraga yang bersangkutan harus dapat dilatih dan dikuasai secara sempurna (Bompa dan Haff, 2009). 3. Pelatihan taktik. Pelatihan taktik atau siasat adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelatihan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan interpretasi atau daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap pelatihan (Suharno, 1993). 4. Pelatihan mental Pelatihan mental juga sangat sangat penting diperhatikan dibandingkan dengan pelatihan lainnya dan harus dilakukan pelatihan. Pentingnya pelatihan ini karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan taktik apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, prestasi maksimal tidak mungkin akan tercapai. Pelatihan mental menekan pada perkembangan kedewasaan atlet dan penekanan emosi serta impulsif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan. Sportivitas, percaya diri dan kejujuran (Nala, 2011). Dari uraian di atas dapat disimpulkan pelatihan merupakan gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual yang bertujuan untuk memperbaiki fisiologis dan psikologis tubuh agar pada saat olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 2004).
2.3 Pelaksanaan Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya suatu perubahan (Pinayungan, 2007). Pelatihan merupakan sejumlah rangsangan (stimulus) yang dilaksanakan pada jarak waktu tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi (Hasnan, 2007).
Pelatihan bermaksud untuk memobilisasi
cadangan kesanggupan tubuh dengan jalan memberikan rangsangan gerakan pada organorgan tubuh sebagai akibat penyelesaian diri/adaptasi dari organ-organ tersebut dengan manifestasinya berupa fungsi yang lebih baik (Manuaba, 2004). Dalam penelitian ini pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan loncat rintangan setinggi 40 cm 15 repetisi 4 set dan naik turun tangga setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set. 2.3.1 Komponen pelatihan meliputi: 2.3.1.1. Tipe Aktivitas dan Macam Pelatihan Tipe kegiatan pelatihan yang dipilih untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran fisik, daya ledak otot tungkai yang baik, dan dapat meloncat setingi-tingginya atau sejauh-jauhnya adalah tipe pelatihan yang mengakibatkan sebagian besar kelompok otot tubuh, khususnya tungkai kaki dilakukan dalam jangka waktu lama, dan dinamis, metabolismenya mempergunakan udara luar aerobik (Sumosarjono, 2006). 2.3.1.2. Lama Pelatihan Lamanya pelatihan (duration) adalah waktu dan lamanya aktivitas itu dilaksanakan dalam setiap pelatihan atau setiap aktivitas, makin berat intenitas pelatihan, maka lama pelatihan makin pendek, sebaliknya makin ringan intensitas pelatihan maka lama pelatihan akan makin panjang (Syarifuddin, 2005). Pada umumnya orang berpedoman bahwa kalau pelatihan lebih sering dan lebih lama dilaksanakan maka hasilnya akan lebih besar. Tetapi harus diingat adanya waktu pemulihan asal dan juga tidak boleh adanya kelebihan pelatihan
(over training). Dalam penelitian ini lama pelatihan dilaksanakan selama satu setengah bulan atau enam minggu (Nala, 2011).
2.3.1.3 Frekuensi Pelatihan Frekuensi pelatihan yang baik setidak-tidaknya empat kali seminggu ini sesuai bagi mahasiswa pemula sehingga menghasilkan peningkatan kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Harsono, 2007). Frekuensi pelatihan yang baik setidaknya tiga atau empat kali dalam seminggu ini sesuai bagi atlet pemula sehingga menghasilkan peningkatan kemampuan otot yang baik tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dalam frekuensi pelatihan diusahakan agar tidak ada hari istirahat dua hari berturuturut (Nala, 2011). Menurut Fox, dkk. (1988), frekuensi pelatihan untuk daya ledak sebanyak 2-3 kali perminggu agar dapat melakukan pemulihan selama 2 kali 24 jam. Dalam penelitian ini frekuensi pelatihan yang digunakan adalah 3 kali dalam seminggu. 2.3.1.4. Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan merupakan suatu proses kegiatan yang sistematis dalam waktu yang relatif lama makin meningkatkan potensi individu yang bertujuan membentuk fungsi fisiologis adapun tujuan pelatihan untuk meningkatkan kondisi fisik umum, untuk mengembangkan fisik khusus yang ditentukan oleh olahragawan tersebut untuk menyempurnakan teknik olahraga yang disiplin dan koordinasi gerak untuk mempertahankan kesehatan mahasiswa, mencegah cedera, untuk menjamin dan mengamankan persiapan secara optimal, meningkatkan kepribadian, kemauan yang keras kepercayaan diri, ketekunan semangat dan disiplin, untuk memperkaya pengetahuan, teori dengan memperhatikan dasar fisiologis, psikologi dan gizi (Bompa dan Haff, 2009).
2.3.2 Prinsip Pelatihan Dikemukakan bahwa dalam melaksanakan pelatihan, harus berpegangan pada prinsip-prinsip yang akan menghasilkan kondisi fisik yang meningkat (Krempel, 2006). Untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai hendaknya memperhatihan prinsip-prinsip pelatihan beban. Prinsip pelatihan ada beberapa macam di antaranya adalah: 2.3.2.1. Prinsip Beban Berlebihan (Overload). Pada dasarnya untuk mendapatkan efek pelatihan yang baik, maka organ tubuh harus diberi beban melebihi beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari, beban yang diberikan bersifat individual tetapi pada prinsipnya diberikan beban mendekati beban maksimal dengan melaksanakan prinsip beban berlebihan, maka kelompok-kelompok otot akan berkembang kekuatannya secara efektif (Syariffudin, 2006). 2.3.2.2. Prinsip Kenaikan Beban yang tetap, teratur dan ajeg Suatu pelatihan beban makin lama semakin berat merupakan keharusan untuk menguatkan otot-otot sehingga nantinya dapat mencapai prestasi yang maksimal, kenaikan beban itu secara setingkat demi setingkat dengan teratur dan ajeg, peningkatan beban pelatihan harus berpedoman pada ciri-ciri loading: intensitas, volume, frekuensi, kenaikan beban yang terlalu cepat akan menyebabkan rusaknya otot bagi orang yang melakukan pelatihan, waktu itu perlu dibuatkan suatu program pelatihan yang baik dan berusaha untuk melaksanakan program itu dengan sesungguhnya (Nala, 2011).
2.3.2.3. Prinsip Individual Dalam melaksanakan pelatihan yang efektif maka harus mengetahui tingkatantingkatan masing-masing individu agar dapat dilatih secara sistematis dan metode untuk tujuan mencapai prestasi. Dan pada dasarnya setiap individu memiliki perbedaan baik dalam
kemampuan, potensi, karakteristik maupun psikologi untuk itu faktor individu harus juga diperhatikan sebaiknya-baiknya, oleh karena ini prinsip individu merupakan syarat yang penting dalam suatu pelatihan. Seluruh konsep pelatihan haruslah disesuaikan dengan kekhasan, setiap individu agar tujuan pelatihan dapat sejauh mungkin dicapai (Harsono, 2007). 2.3.2.4. Prinsip Pelatihan Beraturan Pelatihan beban hendaknya diatur sedemikian rupa yang dimulai dari melatih kelompok otot yang besar kemudian baru melatih kelompok otot yang kecil hal ini karena kelompok otot-otot yang kecil lebih cepat lelah. Pada prinsip ini juga menekankan tidak diperbolehkan memberikan pelatihan secara beruntun pada sekelompok otot yang sama karena otot akan mengalami kelelahan dan membutuhkan waktu lama untuk pemulihannya (Harsono, 2007). 2.3.2.5. Prinsip Kekhususan Dalam beberapa hal pelatihan berbeban hendaknya selalu bersifat khusus karena pada dasarnya setiap cabang olahraga yang ditekuni dan tidak diperkenankan memberi bentuk pelatihan yang gerakannya berlawanan dengan gerakan dari masing-masing cabang olahraga. Didalam melakukan peningkatan kekuatan otot-otot yang perlu diperhatikan adalah tujuan dari peningkatan otot tersebut. Oleh karena itu pelatihan beban merupakan pelatihan ketrampilan gerak khusus sesuai dengan cabang olahraga yang diikuti, semakin besar frekwensi pelatihan maka semakin bertambah kekuatan kontraksi otot (Nala, 2011). 2.3.2.6. Prinsip Pulih Asal Hasil yang diperoleh dalam peningkatan kualitas fisik yang diperoleh melalui hasil pelatihan dalam kurun waktu tertentu akan menurun kembali. Oleh karena itu kesinambungan suatu pelatihan memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara kondisinya (Gunter, 2003).
2.3.2.7. Prinsip Beban Harus Sepanjang Tahun Tanpa Diselingi Mengingat penyusunan kualitas gerak terhadap beban tersebut bersifat gagah dan sementara maka untuk mencapai prestasi maksimal, merupakan suatu keharusan bahwa beban pelatihan yang diberikan sepanjang tahun secara teratur dan kontinyu. Penyesuaian mahasiswa yang mempunyai prestasi akan menurun bagi prestasinya. Apabila beban pelatihan selalu ringan tanpa adanya penambahan (Bernhard, 2005). 2.3.2.8. Prinsip Interval Pada prinsip ini sangat penting dalam rencana suatu pelatihan yang bersifat harian, mingguan, bulanan dan tahunan yang berguna untuk ketahanan jasmani dan rohani seseorang dalam menjalankan pelatihan. Juga merupakan irama jalannya pelatihan dalam penelitian program mingguan (Nala, 2004). 2.3.2.9. Prinsip Beban Gawat atau Prinsip Stress Beban pelatihan harus dapat menimbulkan kelelahan lokal maupun kelelahan total dari jasmani seseorang olahragawan, kelelahan lokal itu disebabkan oleh beban yang diberikan dengan waktu tetap dan intensity maksimal yang mengakibatkan kelelahan fungsi sistem otot (Sumosarjono, 2006). 2.3.2.10. Prinsip Nutrisi Prinsip nutrisi sangat penting bagi tubuh seseorang untuk meningkatkan prestasi serta menjaga kondisi fisik agar tetap prima sehingga keseimbangan kebutuhan zat makanan dengan pengeluaran tenaga, yang pada akhirnya akan dapat mencegah terjadinya kerusakan dan over training (Harsono, 2007). 2.3.3 Makna Pelatihan Semua pendekatan yang berhasil untuk suatu pelatihan kekuatan hanya mempunyai satu faktor kunci yang berlaku secara umum: pendekatan yang memberi beban lebih secara
nyata pada kelompok otot aktif, kekuatan akan mencapai hasil mana kala suatu otot secara berulang-ulang dirangsang untuk menghasilkan suatu tingkat tenaga yang melebihi tenaga biasa yang merangsang otot tersebut (Syariffudin, 2006). 2.3.4 Takaran Pelatihan Daya Ledak Sebuah program pelatihan akan membuahkan hasil yang baik, bila disusun berdasarkan atas pengembangan kemampuan fisiologis khusus yang dibutuhkan dalam penampilan suatu cabang olahraga dengan takaran yang tepat, tekaran dalam dunia olahraga dipergunakan sebagai suatu ukuran untuk menentukan kuantitas dan kualitas yang menjadi bagian dari metode pelatihan oleh karena itu sangat penting peranannya dalam meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan terutama kemampuan komponen biomotorik secara tepat dan efisien (Nala, 2004). Suatu takaran pelatihan akan mencapai sasaran atau tujuan jika dalam porogram pelatihan sudah mencakup: 1) jenis atau tipe pelatihan yang dipilih, 2) unsur intensitas (persentase beban dan kecepatan), 3) Volume (durasi, jarak dan jumlah repetisi), 4) Intensitas (kekerapan, frekuensi) pelatihan (Soetopo dkk., 2007). 2.3.5 Daya Ledak Dan Refleks Regang Daya ledak memiliki hubungan yang relevan dengan refleks regang dinamis dan refleks regang statis. Refleks regang dinamis dicetuskan oleh sinyal dinamik yang kuat, sinyal itu dijalankan dari ujung sensoris primer kumpulan otot akibat regang atau pemanfatan berlangsung cepat. Refleks regang statis dicetuskan oleh sinyal reseptor statis yang secara terus menerus dijalankan oleh ujung primer sekunder (Sugiyono, 2007). 2.3.6 Pelatihan Daya Ledak Pelatihan olahraga yang dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai ada beberapa macam antara lain: naik turun tangga ke depan, berjingkat satu kaki bergantian, berlari dan loncat rintangan dengan beban, naik turun tangga dengan pembebanan, loncat kodok dan
lainnya (Sukaryo, 2004). Untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai dalam penelitian ini dipergunakan pelatihan naik turun tangga dan loncat rintangan (Nala, 2004).
2.4. Loncat Rintangan Untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai dilatih dengan meloncati rintangan dan menyundul bola yang digantung (Hairy, 2008). Untuk mendapatkan daya ledak yang baik dapat dilakukan dengan pelatihan loncat rintangan setinggi 35 cm sampai 40 cm (Syarifuddin, 2005). Dengan jalan demikian atlet akan dapat melocat lebih tinggi dengan mengangkat kedua kaki dan menekuk kedua lutut. Di samping itu juga untuk meningkatkan ketinggian loncatan dapat dilakukan dengan jalan lain yaitu dibantu dengan menggantungkan sebuah benda. Tinggi benda kira-kira tidak akan terjangkau bila seseorang meloncat. Yang dimaksud dengan loncat adalah menekan dengan dua kaki secara bersama-sama dengan kekuatan penuh sehingga terjadi kontraksi otot kaki dengan tujuan untuk menguatkan daya ledak otot tungkai (Jonath, 2003). Loncat merupakan gerakan berpindah tempat atau tetap di tempat dengan menolakan tungkai kaki sekuat-kuatnya untuk mencapai ketinggian tertentu (Sajoto, 2003). Sedangkan loncat rintangan adalah melakukan gerakan mengangkat kaki/meloncat melewati rintangan dengan ketinggian tertentu dengan tolakan kaki yang terkuat dan pendaratan yang baik dengan efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Meloncati rintangan juga dijelaskan suatu bentuk pelatihan di dalam memupuk keberanian meloncat dengan kedua kaki di atas rintangan untuk dapat meningkatkan prestasi (Giriwijoyo, 2007). Meloncat rintangan adalah suatu bentuk pelatihan percepatan yang dilakukan loncat sesuai dengan program latihan (Sarjono dan Sumarjo, 2004; Sarjiyanto dan Sujarwadi, 2010). Faktor yang dipengaruhi dalam pelatihan loncat rintangan adalah. 1). Kecepatan, 2). tenaga ledak, 3). kekuatan, 4). keseimbangan
Kecepatan adalah merupakan laju gerak otot baik untuk bagian tubuh maupun untuk seluruh tubuh kemampuan atau juga dapat disebut kecepatan bergerak atau berpindah tempat dalam melakukan gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkatsingkatnya (Harsono, 2007). Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan yang sejenisnya secara berturut - turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Nugroho, 2005). Kekuatan merupakan komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot-otot untuk menerima beban sewaktu melakukan kegiatan atau bekerja (Syarifuddin, 2006). Secara psikologis kekuatan dapat diartikan sebagai kemampuan berdasarkan kemudahan bergerak proses sistem saraf dan perangkat otot untuk melakukan gerak dalam waktu tertentu (Kosasih, 2005). Daya ledak adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dengan kekuatan maksimal dalam waktu yang singkat. Untuk mengukur daya ledak dipergunakan cara meloncat keatas tanpa awalan atau dengan loncat tegak tanpa awalan (Said, 2009). Keseimbangan dikemukakan sebagai kemampuan statis atau mengontrol sistem neuromuskuler dalam kondisi statis maupun dinamis (Harsono, 2007). Keseimbangan juga di jelaskan kemampuan individu untuk memelihara sistem neuromuskuler dalam kondisi statis untuk jawaban yang efisien atau mengontrol dalam bentuk efisien yang khusus sambil bergerak (Krempel, 2006). Melihat dari komponen yang dipengaruhi oleh kedua bentuk pelatihan di atas untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai dilaksanakan pelatihan. 2.4.1 Komponen Loncat rintangan Dalam gerakan loncat rintangan untuk mencapai ketinggian yang diinginkan seorang mahasiswa. Semua teknik melopmpati rintangan mempunyai tujuan untuk dapat melewati tintangan atau mencapai ketinggian sebesar mungkin, karena itu mempertahankan titik berat badan serendah mungkin. Faktor kondisi harus mengambil syarat-syarat, yang tidak hanya
dibutuhkan untuk menguasaan teknik, akan tetapi harus memberikan kemungkinan untuk mengangkat badan setinggi mungkin dari tanah. (absolut sprongkracht = tanaga-loncatan yang mutlak (Jarver, 2008). 2.4.2 Komponen Otot yang Terlibat dalam Loncat Rintangan Pelatihan loncat rintangan dengan melakukan gerakan double leg speed hop adalah pelatihan yang dilakukan dengan cara posisi badan berdiri dengan setengah jongkok, kedua kaki diregangkan selebar bahu, kemudian meloncat ke atas depan dengan cepat hingga posisi kaki di bawah pantat dan selanjutnya mendarat dengan kedua kaki. Pelatihan double leg speed hop ini melibatkan otot-otot gluteals, hamstrings, quadriceps dan gastrocnemius (Furqon dan Doewes, 2002; Baechle dan Groves, 2003). 2.4.3 Pelatihan Loncat rintangan Pelatihan loncat rintangan membutuhkan sebuah bilah bambu yang ditopang oleh dua buah penyangga. Loncat rintangan dilakukan tanpa ancang-ancang yaitu dengan berdiri setengah jongkok pada jarak 40 cm dari rintangan.
Takaran yang diberikan sebanyak 15
repetisi 5 set. Lomcat rintangan ditunjukkan pada gambar 2.1. Faktor yang mempengaruhi adalah. 1) kecepatan 2) daya tahan 3) kesimbangan 4) kekuatan 5) Daya ledak otot. 6) Koordinasi (Harsono, 2007).
40 cm
Gambar 2.1. Loncat Rintangan (Suarjana, 2014) 2.4.3.1. Kecepatan Kecepatan adalah merupakan laju gerak otot baik untuk bagian tubuh maupun untuk seluruh tubuh kemampuan atau juga dapat disebut kecepatan bergerak atau berpindah tempat dalam melakukan gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkatsingkatnya (Harsono, 2007). 2.4.3.2. Daya Tahan Daya tahan merupakan faktor yang sangat menentukan seseorang untuk dapat melakukan suatu aktivitas, tanpa adanya daya tahan yang tinggi
mustahil akan dapat
menyelesaikan suatu aktivitas dengan waktu yang lama (Hairy, 2008). 2.4.3.3. Keseimbangan Keseimbangan dikemukakan sebagai kemampuan statis atau mengontrol sistem neuro muskulern dalam kondisi statis maupun dinamis (Harsono, 2007). Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk memepertahankan sikap atau posisi tubuh yang tepat pada waktu melakukan gerakan (Said, 2009). 2.4.3.4. Kekuatan Kekuatan otot kaki berfungsi sebagai penyangga berat badan, meloncat, berjalan, berlari, mengepak, menggiring. Sedangkan otot-otot yang lainnya merupakan dasar tumpuan agar tubuh dapat tegak dan kuat sehingga tungkai kaki dan tangan serta tungkai kaki dan kaki dapat berfungsi dengan balk di samping otot-otot itu sendiri dapat berfungsi untuk membantu gerakan (Nala, 2011). 2.4.3.5. Daya Ledak Otot
Daya ledak otot adalah kemampuan otot untuk mempergunakan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat (Harsono, 2007). Daya ledak ialah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang digerakkan dalam waktu yang sependeknya (Sajoto, 2003). 2.4.3.6. Koordinasi Koordinasi ialah kemampuan seseorang mengintegrasikan
bermacam-macam
gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif (Sajoto, 2003). Pendapat ini didukung oleh Nala (2004), bahwa koordinasi merupakan kemampuan tubuh untuk mengintegraikan atau memadukan berbagai gerakan yang berbeda menjadi gerakan tunggal yang harmonis dan efektif. 2.5. Naik Turun Tangga Pelatihan naik turun tangga merupakan jenis pelatihan yang merupakan gerakan mengubah momentun horisontal menjadi momentum vertical dengan mengusahakan efisiensi gerakan untuk mencapai ketinggian yang cukup. Pada rangkaian gerakan naik turun tangga seorang melangkahkan kaki dan berusaha mencapai tangga satu tingkat dengan ketinggian 40 cm, dengan membuat gerakan naik turun dari saat awal melangkah seefektif mungkin agar dapat meraih tangga berikutnya (Nala, 2011). Naik turun tangga merupakan salah satu latihan kekuatan otot-otot tungkai yang memakai berat badan sendiri sebagai beban latihan, yang cara pelaksanaannya melangkah ke depan dan ketas (vertical) dengan salah satu kaki dan mendarat,
posisi kaki dalam
pelaksanaan ini diusahakan mendaratkan kaki tepat pada tangga dengan kekuatan penuh dalam repetisi dan set yang dipergunakan (Said, 2009). Dengan adanya pelatihan naik turun tangga dengan pembebanan yang cukup, maka mempunyai pengaruh terhadap daya ledak otot tungkai.
Gerakan naik turun tangga dapat dilakukan dengan posisi berdiri tegak paha horisontal kedua kaki menahan berat badan kemudian melangkah ke atas ke depan kemudian mendarat dengan satu kaki disusul dengan kaki yang lainnya namun tetap keseimbangan tubuh tetap terjaga, posisi tangan rilek mengikuti gerakan kaki. Dalam melaksanakan pelatihan naik turun tangga ini kontraksi otot akan berlangsung pada tungkai kaki, pada gerakan pinggang, dada dan leher sehingga akan terbentuk kekuatan, ketahanan, kelentukan, keseimbangan badan, serta koordinasi yang tinggi dan hal ini akan berpengaruh pada pencapaian prestasi pada cabang-cabang olahraga (Soebroto, 2008). 2.5.1 Komponen Otot yang Terlibat dalam Naik Turun Tangga Secara anatomis otot pada tungkai manusia dibedakan menjadi dua yaitu otot tungkai atas dan otot tungkai bawah. Otot tungkai atas yang terlibat dalam gerakan yang memerlukan daya ledak otot tungkai adalah gluteus maximus, biceps femoris, semitendinosus, semi membranosus, gluteus medius, gluteus minimus, adductor magnus, adductor brevis, adductor longus, gracillis, pectineus, sartorius, rectus femoris, vastus madialis dan vasatus lateralis, dan dan otot tungkai bawah: gastrocnemius, soleus, peroneus aterior, plantaris tibialis, flexor digitorum longus, extensor digitorum longus, dan fleksor calcaneol” (Baechle dan Groves, 2003) Otot-otot yang dikembangkan pada latihan naik turun tangga antara lain flexi paha, ekstensi lutut, aduksi dan abduksi yang melibatkan otot-otot gluteus medius dan minimus, adductor longus, brevis, magnus, minimus dan halucis (Syaifuddin, 2006) 2.5.2 Komponen Naik Turun Tangga Dalam gerakan naik turun tangga komponen-komponen biomotorik yang dipengaruhi antara lain: 1)
Kekuatan Otot-Otot tungkai
Kekuatan otot-otot melukiskan kontraksi maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot dan kemampuan otot-otot yang dimulai pada umumnya adalah otot-otot tangan, lengan, bahu, dada, perut tungkai kaki dan punggung, kekuatan otot tungkai dipergunakan untuk meloncat ke depan dalam loncat jauh. Dengan memiliki kekuatan otot tungkai melakukan gerakan menolakkan kaki, melompat dan meloncat serta pendaratan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (Sumosarjono, 2006). 2)
Kelentukan persendian paha, lutut, dan pergelangan kaki Kelentukan merupakan Persyaratan yang secara otomatis benar-benar diperlukan bagi
kelangsungan gerak dalam olahraga, kelentukan membuat sendi-sendi dapat digerakan dengan baik dan sepenuhnya ke segala arah yang diinginkan. Perkembangan kebutuhan tergantung kepada keadaan perseorangan kelentukan yang baik pada umumnya dicapai bila semua sendi tubuh menunjukan kemampuan dapat bergerak dengan lancar sesuai dengan fungsinya. Kelentukan juga merupakan gerakan maksimal yang kemungkinan dapat dilakukan oleh suatu persendian (Nala, 2004). 3)
Daya Ledak otot Daya ledak ialah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal
yang digerakkan dalam waktu yang sependeknya (Sajoto, 2003). Tenaga ledak yang kuat dibutuhkan pada saat menolakan kaki take of atau tinggal landas pada pada saat menumpu semakin baik tenaga ledak seorang peloncat dan pelompat. 4)
Keseimbangan Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengontrol otot-otot
bekerja secara efisien (Nurhasan, 2006). 5) Koordinasi
Koordinasi merupakan gabungan berbagai gerakan yang dilakukan secara harmonis dengan penguasaan koordinasi yang tinggi maka tubuh akan bekerja secara efisien dan optimal tanpa menguasai koordinasi yang baik sering tenaga banyak keluar secara sia-sia (Nala, 2004). Koordinasi merupakan rangkaian gerakan harmonis, dalam pelaksanaan gerakan melompat dan meloncat koordinasi sangat dibutuhkan untuk menjaga efektifitas dan efisiensi dari tubuh. 6) Daya Tahan otot Daya tahan dijelaskan keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang lama, tanpa kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan suatu kegiatan. Daya tahan bagi setap individu sangat penting untuk mendukung aktivitas atau pelatihan yang dilaksanakan, daya tahan ada 2 macam. Daya tahan umum meliputi kerja jantung, paru dan pembuluh darah dalam melakukan aktivitas dalam jangka waktu yang lama, daya tahan otot adalah kemampuan otot melakukan gerak secara berulang-ulang dalam waktu yang lama (Nala, 2004). 2.5.3 Faktor-Faktor Teknis Naik Turun Tangga Ancang-ancang, nain turun tangga, persiapan dan pendaratan, Ancang-ancang pada gerakan naik turun tangga harus diteliti sebagai gerakan melangkah pada titik penglihatan yang lain. Bagi seorang melakukan gerakan naik turun tangga suatu kecepatan ancang-ancang hanya merupakan nilai yang sangat terbatas. Pada jarak naik turun tangga hanya berati, selama tempat pemindahan dan pendaratan satu sama lain letaknya berjauhan. Seorang bisa kehilangan beberapa cm dan dapat mengenai tangga disebabkan karena kecepatan ancangancang dibandingkan dengan tenaga melangkah dan tekniknya terlalu pelan (Sajoto, 2003). Gambar naik turun tangga tampak pada Gambar 2.2.
40 cm
Gambar 2.2. Naik Turun Tangga (Suarjana, 2014) 2.5.4. Kaitan Kegunaan Tenaga Ledak Otot Tungkai Dengan Loncat Tangga Tujuan pelatihan naik turun tangga dikaitkan dengan kemampuan daya ledak otot tungkai. Pelatihan merupakan suatu proses kegiatan yang sistematis dalam waktu yang relatif lama makin meningkatkan potensi individu yang bertujuan membentuk fungsi fisiologis. Adapun tujuan pelatihan loncat tangga, untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai yang akan dipergunakan untuk mencapai hasil lompatan yang setingginya (Sukarman, 2006). 2.5.5. Pelatihan Naik Turun Tangga Pelatihan naik turun tangga mempengaruhi: 1) Daya ledak, 2) kekuatan otot, 3) daya tahan, 4) kelenturan, 5). Keseimbangan. Adapun pelaksaan loncat tangga pada gambar di bawah ini (Sukarman, 2006). 2.6 Sepuluh Komponen Bio Motorik Sepuluh Komponen Kebugaran Fisik yang sangat penting dalam setiap kegitan lebih-lebih kegiatan olahraga meliputi: 2.6.1. Kecepatan Secara psikologis kecepatan dapat diartikan sebagai kemampuan berdasarkan kemudahan bergerak, sistem saraf dan perangkat otot untuk melakukan gerak dalam waktu tertentu (Pearce, 2012). Kecepatan adalah merupakan laju gerak otot baik untuk bagian tubuh
maupun untuk seluruh tubuh kemampuan atau juga dapat disebut kecepatan bergerak atau berpindah tempat dalam melakukan gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Harsono, 2007). Kecepatan adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenisnya secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Sajoto, 2003). 2.6.2. Kekuatan Kekuatan otot-otot melukiskan kontraksi maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot dan kemampuan otot-otot yang dimulai pada umumnya adalah otot-otot tangan, tungkai kaki, bahu, dada, perut tungkai kaki dan punggung, kekuatan otot tangan dan tungkai kaki penting untuk memegang, mengangkat, mengayun, menarik, melempar, mendorong, menolak, dan mendorong. Sedangkan kekuatan otot-otot tungkai kaki berfungsi sebagai penyangga berat tubuh, meloncat, berjalan, berlari, mengepak, menggiring. Sedangkan otot-otot yang lainnya merupakan dasar tumpuan agar tubuh dapat tegak dan kuat sehingga tungkai kaki dan tangan serta tungkai kaki dan kaki dapat berfungsi dengan balk di samping otot-otot itu sendiri dapat berfungsi untuk membantu gerakan (Bompa dan Haff, 2009). 2.6.3. Kelentukan Dengan adanya pelatihan-pelatihan mendorong, menarik lari jungkir balik meloncat maupun meloncat yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan, sistematis dengan pembebanan yang cukup progresif teratur serta berkelanjutan. Oleh karena ini maka kelentukan tubuh atau bagian tubuh dapat dicapai dengan sempurna (Said, 2009). 2.6.4. Kecepatan Reaksi Kecepatan reaksi dijelaskan sebagai kemampuan melaksanakan gerak dengan cepat ini tergantung dengan kekuatan otot, elastisitas otot, teknik yang tepat dan dibatasi oleh bakat yang terpendam dalam diri seseorang (Bouchard, 2005). Kemampuan reaksi erat sekali
kaitannya dengan replek, kecepatan gerak, makin meningkat umur, kecepatan reaksi akan makin menurun puncaknya terdapat pada usia senja (Nala, 2004). 2.6.5. Daya Tahan Daya tahan merupakan faktor yang sangat menentukan seseorang untuk dapat melakukan suatu aktivitas, tanpa adanya daya tahan yang tinggi
mustahil akan dapat
menyelesaikan suatu aktivitas dengan waktu yang lama (Sajoto, 2003). 2.6.6. Keseimbangan Keseimbangan dikemukakan sebagai kemampuan statis atau mengontrol sistem neuro muskulern dalam kondisi statis maupun dinamis (Harsono, 2007). Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk memepertahankan sikap atau posisi tubuh yang tepat pada waktu melakukan gerakan (Said, 2009). 2.6.7. Daya Ledak Daya ledak otot adalah kemampuan otot untuk mempergunakan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat (Harsono, 2007). Daya ledak ialah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang digerakkan dalam waktu yang sependeknya (Sajoto, 2003). Daya ledak adalah” Kemampuan otot untuk berkontraksi dengan kekuatan maksimal dalam waktu yang singkat. Untuk mengukur daya ledak dipergunakan cara meloncat keatas tanpa awalan atau dengan loncat jauh tanpa awalan (Said, 2009). 2.6.8. Kelincahan Kelincahan merupakan kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu atau seseorang yang mampu mengubah satu posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik (Syarifuddin, 2006). Kelincahan juga dijelaskan adalah kemampuan untuk bereaksi secara cepat (bagian tubuh atau seluruh tubuh) tanpa gangguan pada keseimbangan dalam olahraga yang sifatnya perorangan dan permainan dan lain-lainnya kelincahan ini sangat diperlukan (Nala, 2004).
2.6.9. Ketepatan. Ketepatan adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerak-gerik bebas terhadap suatu saaran sasaranini dapat merupakan suatu jarak atau mungkin suatu objek langsung yang harus dikenai dengan salah satu bagian tubuh (Syarifuddin, 2006). Ketepatan merupakan komponen bio motorik yang menekankan pada sasaran yang dituju dengan penguasaan ketepatan yang baik akan mempermudah menjangkau sasaran yang diinginkan (Nala, 2004) 2.6.10. Koordinasi Koordinasi ialah kemampuan seseorang mengintegrasikan
bermacam-macam
gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif atau gabungan berbagai gerakan yang dilakukan secara harmonis (Sajoto, 2003).