BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Ubi Jalar Ubi
jalar
merupakan
komoditas
pertanian
yang
sangat
efisien
memanfaatkan hara, sinar matahari dan air. Umurnya yang pendek sekitar 3-4 bulan mempercepat pengembalian modal yang digulirkan. Ubi jalar dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Di Indonesia yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Di dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m dpl, ubi jalar masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya rendah1. Berikut adalah taksonomi untuk tanaman ubi jalar (Rukmana, 1997 dalam Dede Juanda, dkk) Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Convolvulales
Famili
: Convolvulaceae
Genus
: Ipomoea
Spesies
: Ipomoea batatas
1
aagos.ristek.go.id/pertanian/ubi_jalar.pdf
9
10
Ubi jalar merupakan salah satu makanan penghasil karbohidrat utama selain beras, singkong dan jagung. Di Indonesia, rata-rata penduduknya mengkonsumsi ubi jalar sebagai makanan tambahan atau sampingan, kecuali di Irian Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok. Ubi jalar di kawasan dataran tinggi Jayawijaya merupakan sumber utama karbohidrat dan memenuhi hampir 90% kebutuhan kalori penduduk (Wanamarta, 1981 dalam Zuraida dan Supriati, 2001). Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien, selain itu ubi jalar juga mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup, asam askorbat, tianin, riboflavin, niasin, fosfor, besi, dan kalsium. Ubi jalar mempunyai kandungan gizi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beras, jagung dan terigu. Ubi jalar yang berwarna oranye kaya akan provitamin A (betakaroten) dan vitamin C sementara yang berwarna kuning selain kaya vitamin C juga kaya kalium yang berfungsi menguatkan tulang (Hafsah, 2004). Menurut Zuraida dan Supriati (2001), ada beberapa keunggulan dan keuntungan mengkonsumsi ubi jalar yaitu: 1. Ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktivitas antara 20-40 ton/hektar umbi segar. 2. Kandungan kalori per 100 gram cukup tinggi, yaitu 123 kalori dan dapat memberikan rasa kenyang dalam jumlah yang relatif sedikit. 3. Cara penyajian hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam, serta serasi (compatible) dengan makanan lain yang dihidangkan. 4. Harga per unit murah dan bahan mudah diperoleh di pasar lokal.
11
5. Dapat berfungsi dengan baik sebagai substitusi dan suplementasi makanan sumber karbohidrat tradisional nasi beras. 6. Bukan jenis makanan baru dan telah dikenal secara turun-temurun oleh masyarakat Indonesia. 7. Rasa dan teksturnya sangat beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen. 8. Mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi sehingga layak dinilai sebagai golongan bahan pangan sehat. Sebagai gambaran kandungan gizi berbagai jenis ubi jalar bila dibandingkan dengan beras, jagung dan terigu dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kandungan Gizi dalam 100 gram Ubi jalar, Beras, Jagung dan Terigu
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Zat Makanan Kalori (kal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Zat kapur (mgr) Phospor (mgr) Zat besi (mgr) Vitamin A (Sl) Vitamin C (mgr) Vitamin B 1 (mgr) Kalsium (gram)
Beras Giling 360,0 6,8 0,7 78,9 6,0 140,0 0,8 0,3 0,1 -
Ubi Ubi Jagung Terigu putih oranye 355,0 365,0 123,0 123,0 9,2 8,9 1,8 1,8 3,9 1,3 0,7 0,7 73,7 77,3 27,9 27,9 10,0 16,0 256,0 106,0 49,0 49,0 2,4 1,2 0,7 0,7 0,1 60,0 7.700,0 0,1 22,0 22,0 1,0 1,0 30,0 30,0
Ubi kuning 136,0 1,1 0,4 32,3 52,0 0,7 900,0 35,0 0,1 57,0
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Hafsah (2004)
2.1.2 Agroindustri Ubi Jalar Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utama atau
12
suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian. Menurut Suprapto (2008), definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida, dan industri jasa sektor pertanian. Menurut Austin (1992) dalam Suprapto (2008), agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan dikebanyakan Negara berkembang karena empat alasan, yaitu: 1.
Agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Agroindustri melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk transformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini berarti bahwa suatu negara tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumber daya agronomis tanpa pengembangan agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi pertanian. Disisi lain, agroindustri tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga menimbulkan permintaan ke belakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi pertanian. Akibat dari permintaan ke belakang ini adalah: a.
Petani terdorong untuk mengadopsi teknologi baru agar produktivitas meningkat.
13
b.
Akibat selanjutnya produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat.
c. 2.
Memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain).
Agroindustri hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Transformasi penting lainnya dalam agroindustri kemudian terjadi karena permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indikator penting lainnya tentang
pentingnya
agroindustri
dalam
sektor
manufaktur
adalah
kemampuan menciptakan kesempatan kerja. Di Amerika Serikat misalnya usahatani hanya melibatkan 2 persen dari angkatan kerja, sedangkan agroindustri melibatkan 27 persen dari angkatan kerja. 3.
Agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Produk agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana seperti pengeringan, mendominasi ekspor kebanyakan negara berkembang sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk agroindustri cenderung lebih tinggi dari nilai tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor karena produk manufaktur lain sering tergantung pada komponen impor.
4.
Agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi. Agroindustri dapat menghemat biaya dengan mengurangi kehilangan produksi pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat memberikan keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok apabila pengolahan tersebut dirancang dengan baik.
14
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa agroindustri sangat berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Penggunaan produk pertanian melalui agroindustri tidak hanya dikonsumsi dalam produk segar, akan tetapi produk olahan yang lebih dibutuhkan oleh konsumen. Ubi jalar merupakan salah satu potensi makanan lokal yang bisa dikembangkan usaha agroindustrinya di Indonesia, akan tetapi masyarakat Indonesia belum begitu banyak mengenal atau mengetahui produk olahan dari ubi jalar. Di negara yang industrinya telah maju seperti Jepang, Taiwan, dan Republik Rakyat Cina, ubi jalar diolah menjadi tepung dan pati. Kadar pati dan gula pereduksi ubi jalar adalah 8-29% dan 0,5-2,5%, karena kandungan pati dan gula pereduksi cukup tinggi, maka ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup (Kay, 1973 dalam Zuraida dan Supriati, 2001). Menurut Winarno (1982) dalam Zuraida dan Supriati (2001), kira-kira setengah dari produksi ubi jalar di Jepang digunakan untuk pembuatan pati yang dimanfaatkan oleh industri tekstil, kosmetik, kertas, dan sirup glukosa. Di Cina, ubi jalar diolah menjadi tepung yang banyak dimanfaatkan untuk industri makanan. Menurut Damardjati dan Widowati (1994) dalam Zuraida dan Supriati (2001), alternatif produk yang dapat dikembangkan dari ubi jalar dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1.
Produk olahan dari ubi jalar segar, contohnya ubi rebus, ubi goreng, ubi, timus, kolak, nogosari, getuk, dan pie
15
2.
Produk ubi jalar siap santap, seperti keremes, saos, selai, hasil substitusi dengan tepung seperti biskuit, kue dan roti, bentuk olahan dengan buahbuahan, seperti manisan dan asinan.
3.
Produk ubi jalar siap masak, umumnya berbentuk produk instan seperti mi dan bihun. Produk ini belum cukup dikenal di Indonesia, tetapi cukup populer di Cina dan Korea, terbuat dari pati ubi jalar
4.
Produk ubi jalar bahan baku, bentuk produk ini umumnya bersifat kering, merupakan produk setengah jadi untuk bahan baku, awet dan tahan disimpan lama, antara lain adalah irisan ubi kering, tepung, dan pati. Selain itu, ubi jalar juga menjadi campuran utama pembuatan saos tomat dan sambal
2.1.3 Manajemen Pengadaan Manajemen pengadaan (Pujawan, 2005) adalah salah satu komponen utama manajemen rantai pasok. Tugas dari manajemen pengadaan adalah menyediakan input, berupa barang maupun jasa yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi maupun kegiatan lain di perusahaan. Bagian pengadaan tentu tidak hanya bisa berperan secara strategis dalam menciptakan keunggulan dari segi ongkos, akan tetapi juga punya peran dari aspek keunggulan kompetitif lainnya. Peran bagian pengadaan pada aspek keunggulan kompetitif lainnya adalah dari segi waktu. Sebagai salah satu faktor penting dalam berkompetisi, waktu bisa sangat menentukan berhasil tidaknya rantai pasokan dalam pertarungan di pasar.
16
Kecepatan dan ketepatan waktu pengiriman dari pemasok tidak hanya memungkinkan perusahaan untuk memproduksi dan mengirim barang tepat waktu untuk konsumen, namun juga bisa mengurangi tingkat persediaan bahan baku atau produk jadi yang harus disimpan sehingga akan berakibat pada penghematan biaya. Secara umum, tugas-tugas dari bagian pengadaan adalah (Pujawan, 2005): 1.
Merancang hubungan yang tepat dengan pemasok. Hubungan dengan pemasok bisa bersifat kemitraan jangka panjang maupun hubungan transaksional jangka pendek. Model hubungan yang tepat tentu bergantung pada banyak hal, termasuk diantaranya jaminan pengadaan barang dari pemasok dan harga pembelian. Bagian pengadaan mempunyai tugas untuk merancang hubungan dengan pemasok, disamping itu bagian pengadaan juga perlu menetapkan berapa jumlah pemasok yang harus dipelihara untuk tiap jenis barang.
2.
Memilih pemasok. Kegiatan memilih pemasok bisa memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit apabila pemasok yang dimaksud adalah pemasok utama. Bagi para pemasok utama yang berpotensi untuk menjalin hubungan jangka panjang, proses pemilihan ini bisa melibatkan evaluasi awal, kunjungan lapangan dan sebagainya. Proses seperti ini tentu memakan waktu dan biaya yang cukup besar. Kemampuan pemasok material harus dijadikan pertimbangan dalam kunci persaingan disamping kemampuan lainnya seperti pengembangan produk. Pemasok yang menawarkan barang
17
dengan kualitas, kuantitas serta harga yang cocok dengan keinginan dan kebutuhan perusahaan harus diprioritaskan. 3.
Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok. Kegiatan pengadaan membutuhkan bantuan teknologi. Teknologi yang lumrah digunakan adalah telepon, dengan munculnya internet teknologi pengadaan mengalami perkembangan dalam membantu kelancaran proses pengadaan.
4.
Memelihara data barang yang dibutuhkan dan data pemasok.
Bagian
pengadaan harus memiliki data lengkap tentang barang-barang yang dibutuhkan dan data mengenai para pemasok. Beberapa data pemasok yang penting untuk dimiliki adalah nama, alamat, jenis barang yang dipasok, harga per unit, waktu pengiriman, kinerja masa lalu, dan kualifikasi umum seperti sertifikasi. 5.
Melakukan proses pembelian. Pekerjaan yang paling rutin dilakukan bagian pengadaan adalah proses pembelian. Proses pembelian dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pembelian rutin dan pembelian melalui tender dengan proses yang berbeda.
6.
Mengevaluasi kinerja pemasok. Penilaian kinerja pemasok merupakan pekerjaan yang penting dilakukan guna menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Hasil penilaian digunakan sebagai masukan bagi pemasok untuk meningkatkan kinerja mereka. Bagi perusahaan pembeli, kinerja pemasok bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan volume pembelian.
18
2.1.4
Strategi Pengadaan Bahan Baku
2.1.4.1 Pengertian Strategi Menurut Chandler (1962) dalam Rangkuti (2006), yaitu: “Strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut“. Sedangkan menurut Hamel dan Prahalad dalam Rangkuti (2006), yaitu “Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan“. Jhonson dan Scholes (1993) dalam Triton (2010) strategi adalah “Arah dan cakupan organisasi yang secara ideal untuk jangka yang lebih panjang, yang menyesuaikan sumber dayanya dengan lingkungan yang berubah, dan secara khusus, dengan pasarnya, dengan pelanggan dan kliennya untuk memenuhi harapan stakeholder“. Porter (2005) dalam Rangkuti (2006), mendefinisikan strategi secara singkat sebagai alat yang sangat penting untuk mecapai keunggulan bersaing. Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan bentuk atau pola tindakan yang tepat untuk mengerahkan dan mengarahkan seluruh sumber daya organisasi dalam mewujudkan visi organisasi. Tujuan merancang strategi yaitu untuk membangun keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam menghadapi pesaing-pesaing di dunia bisnis. 2.1.4.2 Pengadaan Bahan Baku Pengadaan bahan baku adalah bagian dari kegiatan manajemen pengadaan. Pengadaan bahan baku merupakan kegiatan yang sangat penting karena
19
merupakan faktor utama dalam menjalankan produksi. Industri pertanian adalah usaha mengolah bahan baku, bila terjadi kekurangan bahan baku maka proses pengolahan dan pemasaran menjadi tidak efektif. Menurut Purwadi dan Nugroho (2011), akibat-akibat yang disebabkan dari kurangnya bahan baku: 1. Penurunan kapasitas proses pengolahan 2. Peningkatan biaya operasi total 3. Peningkatan break down operasi Karakterisitik utama pengadaan bahan baku , yaitu (Austin dalam Purwadi dan Nugroho, 2011): 1. Kuantitas yang cukup 2. Kualitas yang sesuai 3. Waktu yang tepat 4. Harga yang wajar 5. Organisasi yang efektif Dalam melakukan usaha untuk pemenuhan persediaan bahan baku, perusahaan agroindustri melakukan berbagai alternatif, seperti mempunyai lahan sendiri, bermitra dengan petani atau pihak lain, dan pembelian langsung ke pasar. Umumnya, perusahaan agorindustri jarang sekali yang memiliki lahan sendiri untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan baku. Meski perusahaan memiliki lahan sendiri, ketersediaannya tidak mencukupi kebutuhan perusahaan, sehingga perusahaan akan tetap memerlukan alternatif lainnya dalam pengadaan bahan baku.
20
Menurut Soekartawi (2000), ada dua cara pemenuhan bahan baku untuk agroindustri selain dari mengusahakan kepemilikan lahan sendiri, yaitu: 1. Melakukan pembelian di dalam negeri a. Melakukan kontrak dengan petani atau pihak lain b. Melakukan kerjasama pengadaan bahan baku melalui prinsip partnership (kemitraan) c. Melakukan pembelian langsung 2. Melakukan impor Teknik pengadaan bahan baku dari dalam negeri dengan menjalin kontrak dengan petani atau pihak lain berarti didalamnya menggunakan konsep kemitraan, Herjanto (2003) menyatakan bahwa “Pemasok (supplier) merupakan mitra dalam proses produksi sehingga perlu adanya kerja sama yang baik dalam melaksanakan rencana produksi“. Menurut Hafsah (1999), “Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan“. Tujuan kemitraan dalam subsektor agribisnis, secara nyata adalah: 1.
Meningkatkan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, baik dalam bentuk segar maupun olahan.
2.
Memberikan kepastian kepada petani dalam memasarkan hasil produksinya.
3.
Memperbaiki harga yang diterima petani, dengan tingkat harga yang menguntungkan.
4.
Meningkatkan pendapatan petani.
5.
Meningkatkan efisiensi perusahaan dalam proses produksi.
21
6.
Memperluas penyerapan tenaga kerja. Menurut Hafsah (1994), berdasarkan pola kemitraan yang dijalin, terdapat
enam pola kemitraan yang biasa dilakukan, yaitu: 1.
Pola inti plasma, merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh kemitraan ini adalah pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR), dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengelola dan memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra usaha ini memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai persyaratan yang disepakati.
2.
Pola subkontrak, merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra/petani yang memproduksi kebutuhan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu.
3.
Pola dagang umum, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra.
4.
Pola keagenan, merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Perusahaan bertanggungjawab
22
terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi kewajiban untuk memasarkan produk tersebut. 5.
Waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan yang diberikan hak lisensi, merk dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra sebagai penerima waralaba disertai bantuan bimbingan manajemen.
6.
Kerjasama Operasional Agribisnis, merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, dan manajemen pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku perusahaan agar
tercukupi secara tepat jumlah, tepat waktu dan tepat kualitas serta kontinuitas produksi terjamin, maka pengusaha agroindustri perlu berpikir jangka panjang. Beberapa pengamat dalam Soekartawi (2000), berpendapat bahwa pengusaha agroindustri yang memikirkan perusahaannya secara jangka pendek untuk meraih laba yang sebesar-besarnya dan mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan, maka perusahaan tersebut relatif akan mudah terguncang manakala ada masalahmasalah eksternalitas seperti masalah risiko dan ketidakpastian dalam penyediaan bahan baku. Dalam pemilihan alternatif sistem pengadaan bahan baku, faktor prinsip yang memutuskan pemilihan tersebut adalah berdasarkan biaya, kontrol dan fleksibilitas (Pujawan, 2005).
23
Tabel 4. Implikasi Pemilihan Alternatif dalam Sistem Pengadaan Bahan Baku NO
1
2
3
Perusahaan memproduksi sendiri Biaya produksi penuh termasuk tanah perbaikan dan modal peralatan. Biaya Penambahan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengatur tenaga kerja dan fungsi produksi Pengendalian maksimum di atas fungsi produksi, dengan kendala Kontrol sumber daya yang dapat digunakan Maksimum eksposur dari risiko bencana alam Dibatasi oleh investasi Fleksibilitas dalam produksi Faktor
Sumber: Pujawan, 2005
Perusahaan membeli bahan baku di bawah Perusahaan membeli bahan baku kontrak di pasar terbuka Biaya administrasi kontrak
Harga pembelian bahan baku
Risiko dari biaya yang tidak diperoleh kembali pada: pengadaan dan distribusi input, tenaga ahli, pelayanan, konsumen dan tambahan biaya
Keadaan pertumbuhan bahan yang berlebihan
Tidak ada, atau melalui insentif lain
Pengurangan risiko jumlah, kualitas dan waktu pada pemasokan Perubahan dilakukan dalam jangka dan kontrak
Sangat fleksibel
24
2.1.5 Analytical Hierarchy Process Metode Analytical Hierarchy Process (AHP), merupakan metode yang dapat digunakan untuk melihat bobot keterkaitan antar variabel (Marimin dan Maghfiroh, 2010) . Analytical Hierarchy Process adalah alat bantu pengambilan keputusan yang sederhana, untuk menangani masalah yang kompleks, tidak terstruktur, bahkan multi atribut. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompok-kelompoknya, dan kelompok-kelompok tersebut menjadi suatu bentuk hirarki. Perbedaan antara model AHP dengan pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya. Model-model yang sudah ada umumnya memakai input yang kuantitatif atau berasal dari data sekunder, otomatis model tersebut hanya dapat mengolah hal-hal yang bersifat kuantitatif. Dengan penggunaan input yang kualitatif (persepsi manusia) maka model ini dapat juga mengolah hal-hal kualitatif disamping hal-hal yang kuantitatif. Jadi, bisa dikatakan bahwa model AHP adalah suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif, karena memperhitungkan hal-hal kualitatif dan kuantitatif sekaligus (Yunitarina, 2010). Berbagai keuntungan memecahkan masalah dengan menggunakan AHP (Marimin dan Maghfiroh, 2010) : 1.
Kesatuan. Metode AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.
25
2.
Kompleksitas. Metode AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
3.
Saling
ketergantungan.
ketergantungan
Metode
elemen-elemen
AHP dalam
dapat suatu
menangani sistem
saling
dan
tidak
memaksakan pemikiran linier. 4.
Penyusunan hirarki. Metode AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
5.
Pengukuran. Metode AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal terwujud untuk menetapkan prioritas.
6.
Konsistensi. Metode AHP melacak konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
7.
Sintesis. Metode AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
8.
Tawar-menawar. Metode AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan untuk memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
9.
Penilaian dan konsensus. Metode AHP tidak memaksa konsensus tapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
26
10.
Pengulangan
proses.
Metode
AHP
memungkinkan
orang-orang
memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Penyusunan AHP terdiri dari tiga prinsip dasar, yaitu (Marimin dan Maghfiroh, 2010): 1.
Penyusunan Hirarki Hirarki adalah alat mendasar dari pikiran manusia. Penyusunan hirarki
dilakukan untuk menggambarkan dan menguraikan segala bentuk permasalahan ke dalam unsur-unsur atau elemen pokok yang kemudian dibagi menjadi bagianbagian. Dalam hirarki, elemen-elemen suatu permasalahan diidentifikasikan, kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang homogen dan ditata dalam bentuk hirarkis. Keunggulan dalam membuat hirarki adalah: a. Menggambarkan sistem yang dapat digunakan untuk menggambarkan bagaimana perubahan prioritas pada tingkat diatas akan mempengaruhi tingkat dibawahnya. b. Memberikan informasi yang sangat terperinci atau detail tentang struktur dan fungsi sistem pada tingkat yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai pelaku dan tujuan pada tingkat diatasnya. Batasan dari elemen disuatu tingkat paling baik disajikan pada level berikutnya. c. Sistem secara alamiah merupakan suatu hirarki.
27
d. Stabil, dimana sedikit perubahan mempunyai sedikit pengaruh, dan fleksibel dimana tambahan pada hirarki yang sudah terstruktur dengan baik tidak akan merusak kinerjanya. Dalam penyusunan hirarki, tingkat paling atas pada hirarki disebut dengan tujuan atau fokus. Sementara itu, tingkat dibawahnya adalah atribut atau kriteria. Apabila hirarki masih dapat dipecahkan kembali, maka tingkatan berikutnya disebut dengan sub atribut dan seterusnya sampai pada tingkat terakhir adalah alternatif-alternatif yang akan dievaluasi atau dipilih. Gambar 1. Struktur Hirakri AHP
Tujuan (Objective)
Atribut 2
Atribut 1
SubAtribut 1
Alternatif 1
SubAtribut 2
SubAtribut 3
Alternatif 2
Sumber: Marimin dan Maghfiroh, 2010
SubAtribut 4
Alternatif 3
SubAtribut 5
Alternatif 4
28
2.
Penentuan Prioritas Langkah berikutnya setelah masalah berhasil dipecahkan menjadi
struktur hirarki, dipilih prioritas untuk mendapatkan nilai keberartian relatif dari masing-masing elemen ditiap tingkat. Penilaian berpasangan dimulai dari tingkat kedua (tingkat atribut) dan diakhiri pada tingkat paling bawah (alternatif). Pada tiap tingkatan, masing-masing elemen dibandingkan berpasangan atau dengan lainnya untuk mendapatkan nilai tingkat keberartian berdasarkan elemen yang berada langsung ditingkat atasnya. Pembuat keputusan harus mengekspresikan preferensinya diantara pasangan elemen. Metode rangking menjadikan pembuat keputusan yang dapat menggabungkan antara pengalaman dan pengetahuan dengan cara yang alami dan intuisi. Langkah pemberian bobot untuk tiap kriteria dengan menggunakan metode AHP yaitu bobot diberikan secara terpisah lalu digabungkan atau diberi secara bersama-sama dengan sistem perbandingan berpasangan. Cara pemberian bobot: a.
Masing-masing kriteria memiliki tingkat kepentingan yang berbeda.
b.
Pemberian bobot untuk masing-masing kriteria dilakukan bersama oleh manajer fungsional.
c.
Pembobotan bisa diberikan secara terpisah kemudian digabungkan atau diberikan secara bersama-sama melalui konsensus.
d.
Pada model AHP, pemberian bobot ini dilakukan dengan sistem perbandingan berpasangan, caranya: Dua buah kriteria diambil dan dibandingkan.
29
Apabila dua buah kriteria dianggap sama pentingnya maka akan diberikan angka 1 pada keduanya. Apabila kriteria satu secara absolut lebih penting maka diberi nilai 9 dan kriteria yang satunya diberi nilai 1. Keseluruhan ada sembilan angka yang mungkin diberikan sebagai skala perbandingan interpretasi yang disajikan pada tabel 5. Skala nilai pembobotan perbandingan berpasangan pada metode AHP menggunakan nilai 1 sampai dengan 9 yang ditetapkan bagi pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis disetiap tingkat hirarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat diatasnya. Pengalaman telah membuktikan bahwa skala dengan sembilan satuan dapat diterima dan mencerminkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen (Saaty, 1993). Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan Tingkat kepentingan 1 3
5
7
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama penting Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
30
Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan (Lanjutan) Tingkat kepentingan 9
2, 4, 6, 8
Kebalikan
Definisi
Penjelasan
Satu elemen mutlak Bukti yang mendukung elemen yang lebih penting daripada satu terhadap elemen lain memiliki elemen yang lainnya tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai-nilai antara dua Nilai ini diberikan bila ada dua nilai pertimbangan kompromi diantara dua pilihan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan dengan i
Sumber: Thomas L. Saaty, 1993
3.
Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Penilaian yang mempunyai konsisten tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan agar hasil keputusannya akurat. Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang benar dalam dunia nyata. Metode AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika penilaiannya lebih dari 10%, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.
31
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian Kraig Jones et al (2007) yang berjudul “Commodity-
Procurement Strategies of Food Companies“, fungsi dasar dari pengadaan adalah untuk mempertahankan pasokan komoditas dalam memenuhi permintaan produksi. Alternatif strategi pengadaan bahan baku yang bisa digunakan adalah: 1. Pembelian langsung di pasar terbuka. Berdasarkan penelitian ini pembelian langsung terhadap pasar ini meminimalkan biaya persediaan serta tidak membutuhkan taktik canggih atau analisis pasar, hanya melibatkan pemantauan untuk memasok kebutuhan selanjutnya. Kekurangan dari strategi ini adalah perusahaan dalam mengeluarkan biaya seperti harga komoditas tidak bisa didapatkan dengan harga murah sesuai keinginan perusahaan, akan tetapi harus mengikuti harga yang ditetapkan oleh pasar. 2. Pembelian pengadaan komoditas melalui kontrak. Berdasarkan penelitian ini pengadaan bahan baku melalui kontrak memiliki kelebihan, seperti kualitas dari komoditas bisa disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan biaya yang dikeluarkan bisa lebih rendah dibandingkan pembelian langsung ke pasar terbuka, karena sudah ada kesepakatan sebelumnya antara perusahaan dengan pemasok seperti harga, volume dan waktu pengiriman. Kelemahan dari sistem kontrak adalah adanya kemungkinan pemasok gagal untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan perusahaan, baik kualitas maupun kuantitas.
32
Penelitian Didit Ambardi (2010) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Pemilihan Pemasok dan Penentuan Kuantitas Pesan Bahan Baku dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process dan Multi Objective Linear Programming (Studi Kasus: Koperasi Jasa Usaha Bersama Puspetasari)“. Pada penelitian ini kriteria yang digunakan untuk pemilihan pemasok adalah kualitas, biaya (harga bahan baku, transportasi dan administrasi), pengiriman (ketepatan waktu pengiriman, kuantitas bahan baku yang dikirim, dan kesesuaian kuantitas bahan baku yang dipesan), teknologi pemasok, bisnis pemasok dan hubungan dengan pemasok.
2.3
Kerangka Pemikiran PT Galih Estetika Indonesia merupakan perusahaan agroindustri ubi jalar
pertama di Indonesia yang mulai berorientasi pada usaha ini tahun 1993. Pasokan ubi jalar didapatkan dari petani Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Bogor. Produk yang diproduksi diantaranya pasta dan tepung adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal, juga lebih banyak diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Permintaan konsumen perusahaan akan olahan ubi jalar terjadi peningkatan setiap tahunnya, sehingga dalam memenuhi komitmen terhadap kebutuhan konsumen, jaminan pasokan bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian disamping proses bisnis lainnya. Kelangkaan bahan baku merupakan permasalahan utama yang sedang dialami perusahaan. Hal ini dikarenakan disamping meningkatnya kebutuhan ubi
33
jalar untuk pabrik-pabrik lain, juga terbatasnya lahan petani khususnya di Kabupaten Kuningan untuk menanam dan mengembangkan produk segar ubi jalar. Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas, maka pembaharuan strategi untuk menjamin ketersediaan bahan baku harus dilakukan, sehingga usaha agroindustri ubi jalar ini dapat berkembang dan memiliki keunggulan kompetitif. Metode AHP digunakan untuk menentukan strategi alternatif yang sebaiknya diterapkan perusahaan dalam pengadaan bahan baku untuk memenuhi permintaan konsumen, baik lokal maupun ekspor. Penjabaran diatas, dapat dijelaskan pula melalui gambar bagan kerangka pemikiran di halaman berikut:
34
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Menentukan strategi alternatif pengadaan bahan baku yang sesuai digunakan oleh perusahaan
Kelangkaan Bahan Baku Kriteria Pengadaan Bahan Baku: 1. Biaya 2. Kontrol 3. Fleksibilitas
Sub Kriteria Biaya: 1.Harga Bahan Baku 2.Biaya Transportasi
Pembelian langsung ke petani atau bandar tanpa ikatan kontrak
Sub Kriteria Kontrol 1.Kualitas bahan baku 2.Kuantitas bahan baku 3.Waktu pengadaan bahan baku
Sistem kontrak dengan petani
Sub Kriteria Fleksibilitas 1.Isi Perjanjian 2.Jangka waktu perjanjian
Pola Kemitraan Sistem Plasma
Jaminan ketersediaan bahan baku untuk memenuhi permintaan produk oleh konsumen dapat terus terpenuhi