BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Green marketing Green marketing (pemasaran hijau) sebagai salah satu usaha strategis dalam menciptakan suatu bisnis yang berbasis lingkungan dan kesehatan. Pride and Ferrell (dalam Nanere, 2010), menyatakan bahwa green marketing sebagai usaha organisasi atau perusahaan dalam mendesain, promosi, harga dan distribusi produk-produk yang tidak merugikan lingkungan. Green marketing tidak hanya sekedar menawarkan produk yang ramah lingkungan kepada konsumen, akan tetapi juga mengenai proses produksi dan distribusi produk tersebut. Pemasaran yang berbasis pada kelestarian lingkungan, merupakan perkembangan baru dalam bidang pemasaran dan merupakan peluang potensial dan strategis yang memiliki keuntungan ganda, baik bagi pelaku bisnis maupun masyarakat sebagai pengguna (Allen, 2011). Green marketing hadir dengan melihat kepuasan, kebutuhan, keinginan dan hasrat pelanggan dalam hubungannya dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup. Green marketing berhubungan dengan empat elemen dari bauran pemasaran (produk, harga, promosi dan distribusi) untuk menjual produk dan pelayanan yang ditawarkan dari keunggulan pemeliharaan lingkungan hidup yang dibentuk dari pengurangan limbah, peningkatan efisiensi energy dan pengurangan pelepasan emisi beracun. Dahlstrom (2011:15) mendefinisikan
11
Green marketing adalah “studi tentang semua usaha untuk mengkonsumsi, memproduksi, mengemas dan membuang produk dengan cara yang sensitif atau responsif terhadap perhatian dan keprihatinan ekologis”. sedangkan Charter (dalam Haryadi, 2009) memberikan definisi green marketing:” merupakan aktivitas
holistik,
mengidentifikasi,
tanggung
jawab
mengantisipasi,
strategi
memuaskan
proses dan
manajemen
memenuhi
yang
kebutuhan
kebutuhan stakeholders untuk memberi penghargaan yang wajar dan tidak menimbulkan kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan”. 2.1.2 Green products Kasali (2005) menyatakan, produk hijau (Green product) adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan sampah berlebihan dan tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Selanjutnya, Nugrahadi (2002) mendefinisikan, produk hijau (green product) adalah
produk yang berwawasan lingkungan. Suatu produk yang
dirancang dan diproses dengan suatu cara tertentu untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsiannya. Ottman et al. (2006) mendefinisikan green product adalah produk hijau biasanya tahan lama, tidak beracun, terbuat dari bahan daur ulang. 2.1.3 Persepsi nilai terhadap produk hijau Persepsi nilai yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penilaian konsumen secara keseluruhan akan faedah dari suatu produk berdasarkan persepsi mengenai apa yang telah mereka terima dan apa yang telah mereka berikan. Hauser dan Zeithalm (dalam Siburan 2011:30). Zeithaml (1988) mendefinisikan
12
bahwa persepsi nilai adalah penilaian menyeluruh atas kegunaan suatu produk berdasarkan persepsi atas apa yang diterima dan apa yang dikorbankan. Persepsi atas produk diterima sangat bervariasi diantara konsumen, misalnya ada yang menginginkan jumlah, sebagian menginginkan kualitas dan lainnya menginginkan kenyamanan. Persaingan yang semakin ketat, mengharuskan perusahaan tetap menjaga keberlangsungannya, dengan cara mempertahankan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan persepsi subjektif kepada konsumen saat pengonsumsian barang atau jasa, sehingga konsumen berminat untuk melakukan pembelian ulang (Musaddad, 2011). Aaker (1996) menyatakan bahwa ada tiga nilai yang dijanjikan oleh sebuah merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional, dan nilai ekspresi diri. 1) Nilai fungsional Merupakan nilai yang berasal dari atribut produk, yang langsung memberikan kegunaan fungsional kepada konsumen. Suatu merek dapat mendominasi kategori apabila memiliki keunggulan fungsional, namun, keunggulan ini mudah ditiru dan dikalahkan oleh pesaing. 2) Nilai emosional Nilai emosional yang diberikan oleh suatu merek berhubungan dengan perasaan yang ditimbulkan pada saat membeli atau menggunakan merek tersebut. Nilai emosional biasanya berkaitan dengan nilai fungsional. Apabila suatu merek memiliki nilai fungsional yang baik maka dapat mempengaruhi nilai emosional konsumen. Pada saat terdapat banyak
13
merek dengan nilai fungsional yang sama saling bersaing, maka mereka akan menjadi lebih unggul dibandingkan dengan merek lain karena memiliki nilai emosional. Suatu merek terkadang bisa saja hanya menawarkan manfaat emosional. Pada produk dengan diferensiasi rendah. 3) Nilai ekspresi diri Nilai ekspresi diri berkaitan dengan bagaimana perasaan seseorang mengenai dirinya di mata orang lain maupun pada dirinya. Emosional berpusat pada diri sendiri, sedangkan nilai ekspresi diri berpusat pada publik. Nilai ekspresi diri berkaitan dengan bagaimana pandangan orang lain terhadap seseorang. 2.1.4 Kepercayaan Maima (2012) menyebutkan kepercayaan merupakan keyakinan satu pihak mengenai maksud dan perilaku pihak yang lainnya. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai harapan konsumen bahwa penyedia produk dapat dipercaya atau diandalkan dalam memenuhi janjinya. Kotler dan Keller (2009:4), mendefinisikan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi dan ide. Nugroho (2003:228) menyebutkan bahwa pengaruh kepercayaan adalah sikap terhadap perilaku secara umum yang bergantung pada keterlibatan konsumen dengan pembeliannya. Sedangkan Rofiq (2010) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kepercayaan pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang
14
dipercayainya tersebut akan memenuhi segala kewajibannya secara baik sesuai yang diharapkan. 2.1.5 Keputusan pembelian Swastha dan Irawan (2008:118) menyatakan bahwa keputusan pembelian adalah pemahaman konsumen tentang keinginan dan kebutuhan akan suatu produk dengan menilai sumber-sumber yang ada dan menetapkan tujuan pembelian serta mengidentifikasi alternatif, sehingga pengambilan keputusan untuk membeli disertai dengan perilaku setelah melakukan pembelian. Wibowo dan Karimah (2012) menyatakan keputusan pembelian merupakan proses dimana konsumen membuat keputusan untuk membeli berbagai produk dan merek. Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sangat bervariasi, ada yang sederhana dan komplek. Kotler & Keller (2012:184) mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi lima tahapan sebagai berikut: 1) Pengenalan kebutuhan Proses pembelian diawali dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat timbul ketika pembeli merasakan adanya rangsangan eksternal atau internal yang mendorong dirinya untuk mengenali kebutuhan. Rangsangan internal timbul dari dalam diri manusia itu sendiri, sedangkan dorongan eksternal berasal dari luar diri manusia atau lingkungan. Kebutuhan mempunyai tingkat intensitas tertentu. Makin besar tingkat intensitasnya, maka akan semakin kuat dorongan yang timbul
15
untuk menguranginya dengan jalan mencari objek baru yang dapat memuaskan kebutuhannya. 2) Pencarian informasi Konsumen yang merasakan rangsangan akan kebutuhannya kemudian akan
terdorong
untuk
mencari
dan
mengumpulkan
informasi
sebanyakbanyaknya. Rangsangan tersebut dibagi dalam dua level. Level pertama adalah penguatan perhatian dimana pada level ini orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Level selanjutnya adalah pencarian informasi secara aktif dimana pada level ini orang mulai mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber informasi konsumen dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu sumber pribadi, sumber komersial,
sumber
publik,
dan
sumber
eksperimental.
Melalui
pengumpulan informasi yang didapat dari berbagai sumber tersebut, konsumen kemudian dapat mempelajari merekmerek yang bersaing beserta fitur merek tersebut. 3. 3) Evaluasi alternatif Setelah menerima banyak informasi, konsumen akan mempelajari dan mengolah informasi tersebut untuk sampai pada pilihan terakhir. Terdapat banyak proses evaluasi atau penilaian konsumen terhadap produk. Namun model yang terbaru adalah orientasi kognitif yang memandang konsumen sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berlandaskan pada pertimbangan yang standar dan rasional.
16
4) Keputusan pembelian Jika keputusannya adalah membeli, maka konsumen harus mengambil keputusan menyangkut merek, harga, penjual, kuantitas, waktu pembelian dan cara pembayaran. Keputusan tersebut tidak terpaku harus dilakukan melalui proses urutan seperti diatas, dan tidak semua produk memerlukan proses keputusan tersebut. Misalnya barang keperluan sehari-hari seperti makanan tidak perlu perencanaan dan pertimbangan membeli. 5) Perilaku pasca pembelian Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan, hal ini akan mempengaruhi tindakan setelah pembelian. Apabila konsumen memperoleh kepuasan maka sikap konsumen terhadap produk tersebut menjadi lebih kuat atau sebaliknya. Para pemasar dapat melakukan sesuatu dari konsumen yang merasa puas misalnya dengan memasang iklan yang menggambarkan perasaan puas seseorang yang telah memilih salah satu merek atau lokasi belanja tertentu.bagi konsumen yang tidak puas, pemasar dapat memperkecil ketidakpuasan tersebut dengan cara menghimpun saran pembeli untuk penyempurnaan produk, maupun pelayanan tambahan terhadap konsumen dan sebagainya. Kotler & Keller (2012:188). Dari uraian di atas, maka keputusan pembelian dapat didefinisikan sebagai hasil pemilihan konsumen terhadap dua atau lebih alternatif pilihan produk suatu perusahaan.
17
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh persepsi nilai terhadap keputusan pembelian Hasil penelitian Ramadhani (2011), menyimpulkan bahwa persepsi nilai mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian. Nilai yang dirasakan adalah satu set atribut yang terkait dengan persepsi nilai suatu produk, sehingga dapat membangun sebuah nilai positif dan meningkatkan keputusan pembelian (Chen, 2012). Nilai hijau yang dirasakan merupakan peran yang lebih penting dalam era lingkungan. Nilai yang dirasakan adalah salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi keputusan pembelian (Zeithaml , 1988). Jika konsumen merasa bahwa nilai suatu produk lebih tinggi , mereka lebih cenderung untuk membeli produk (Chang dan Chen, 2008). H1: Persepsi nilai berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk hijau Herbalife di Kota Denpasar. 2.2.2 Pengaruh persepsi nilai terhadap kepercayaan Chen (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai yang dirasakan penting dalam mempengaruhi kepercayaan pelanggan, karena kesadaran lingkungan yang lebih menonjol saat ini, telah banyak dieksplorasi nilai yang dirasakan karena memiliki efek positif pada kinerja pemasaran. Kim et al, (2008) dalam penelitian yang dilakukannya bahwa nilai yang dirasakan tidak hanya bisa menjadi penentu penting dalam mempertahankan hubungan pelanggan jangka panjang, tetapi juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi kepercayaan pelanggan. Tingkat nilai tinggi yang dirasakan dapat meningkatkan kepercayaan
18
pasca-pembelian produk (Sweeney et al,1999). Oleh karena itu, penelitian ini menyatakan bahwa perspsi nilai yang dirasakan secara positif mempengaruhi kepercayaan. H2: Persepsi nilai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan produk hijau Herbalife di Kota Denpasar. 2.2.3 Pengaruh kepercayaan terhadap keputusan pembelian Hasil
penelitian
Ramadhani
(2011),
menyimpulkan
kepercayaan
mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap keputusan pembelian, variabel kepercayaan mempunyai pengaruh paling besar atau dominan terhadap keputusan pembelian. Wibowo dan Karimah (2012) menyimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan proses dimana konsumen membuat keputusan untuk membeli berbagai produk dan merek yang dimulai dengan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi informasi, membuat pembelian dan kemudian
mengevaluasi
keputusan
setelah
membeli.
Bilondatu
(2013)
menyimpulkan kepercayaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian, variabel kepercayaan mempunyai pengaruh yang paling besar atau dominan terhadap keputusan pembelian. H3: Kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk hijau Herbalife di Kota Denpasar. 2.2.4 Peran kepercayaan memediasi pengaruh persepsi nilai terhadap keputusan pembelian Sebelum melakukan pembelian oleh konsumen, yang pertama tercipta adalah kepercayaan konsumen terhadap produk atau merek, kemudian diikuti dengan persepsi nilai terhadap produk tersebut (Alpert dan Kamins, 1995).
19
Bilondatu (2013) menyimpulkan bahwa persepsi mempunyai pengaruh yang signifikan secara terhadap keputusan pembelian. Kepercayaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian, variabel kepercayaan mempunyai pengaruh dominan terhadap keputusan pembelian. Menurut hasil penelitian Chen (2012) hubungan antara keputusan pembelian dan persepsi nilai yang dirasakan adalah sebagian dimediasi oleh kepercayaan, hal Ini berarti kepercayaan dapat meningkatkan sejauh mana hubungan positif antara persepsi nilai yang dirasakan dan keputusan pembelian. Anteseden dari kerangka penelitian persepsi nilai yang dirasakan dan konsekuensinya adalah keputusan pembelian, sedangkan kepercayaan adalah mediator parsial. H4 :
Kepercayaan merupakan variabel mediasi pengaruh persepsi nilai terhadap keputusan pembelian produk hijau Herbalife di Kota Denpasar
2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan tinjauan pustaka dan uraian hipotesis penelitian sebelumnya maka kerangka konseptual dapat dituangkan dalam gambar model penelitian sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
H2 Persepsi Nilai (X)
Kepercayaan (M) H1
H3 Keputusan Pembelian
(Y) Sumber: konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini, 2015. Diadopsi Chen (2012).
20