BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Niat Berwirausaha Suryana
(2008:2),
mendefinisikan
bahwa
kewirausahaan
adalah
kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Menurut Coutler (2000:3), kewirausahaan sering dikaitkan dengan proses, pembentukan, atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang berorientasi pada pemerolehan keuntungan, penciptaan nilai, dan pembentukan produk atau jasa baru yang unik atau inovatif. kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemapuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya (Kasmir, 2010:18). Niat adalah keinginan tertentu seseorang untuk melakukan sesuatu atau beberapa tindakan, itu merupakan hasil dari pikiran sadar yang mengarahkan tingkah laku seseorang (Parker, 2004). Niat merupakan suatu keadaan dimana individu menaruh perhatian pada sesuatu dan disertai dengan keinginannya untuk mengetahui dan mempelajari serta membuktikan lebih lanjut mengenai situasi tersebut (Bimo, 2004: 51). Nursito dan Nugroho (2013), Niat kewirausahaan adalah keadaan berfikir yang secara langsung dan mengarahkan perilaku individu ke arah pengembangan
10
dan implementasi konsep bisnis yang baru. baru (Rasli et al., 2013), Niat kewirausahaan adalah suatu pikiran yang mendorong individu untuk menciptakan usaha. Ramayah dan Harun (2005), Niat berwirausaha yaitu tendensi keinginan individu untuk melakukan tindakan wirausaha dengan menciptakan produk baru melalui peluang bisnis dan pengambilan risiko. Niat berwirausaha diukur dengan skala entrepreneurial intention dengan indikator memilih jalur usaha dari pada bekerja pada orang lain, memilih karir sebagai wirausahawan, membuat perencanaan untuk memulai usaha, meningkatkan status sosial (harga diri) sebagai wirausaha dan mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Niat berwirausaha merupakan pemusatan perhatian pada wirausaha karena adanya rasa suka dan disertai keinginan mempelajari, mengetahui dan membuktikan lebih lanjut terhadap wirausaha (Mustofa, 2014). Niat berwirausaha pada akhirnya merupakan suatu pikiran yang mengarahkan tindakan individu untuk melakukan atau menciptakan usaha baru yang kreatif dan unik melalu pemanfaatan peluang bisnis dan pengambilan risiko. Sesuatu tindakan atau memulai usaha yang diawali dengan niat akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa niat untuk memulai usaha.
2.1.2
Pendidikan Kewirausahaan Pendidikan kewirausahan adalah program pendidikan yang merupakan
sumber sikap kewirausahaan dan niat keseluruhan untuk menjadi wirausahawan sukses di masa depan (Fatoki, 2014). Menurut Suryana (2003:12), kewirausahaan
11
diajarkan sebagi suatu disiplin ilmu karena kewira-usahaan memiliki badan pengetahuan yang utuh dan nyata, memiliki dua konsep yaitu venture start-up dan venture growth serta memiliki objek tersendiri yaitu kemampuan menciptakan sesuatu. Menurut Hisrich et al. (2008:75), pengetahuan kewirausahaan adalah dasar dari sumber daya kewirausahaan yang terdapat didalam diri individu. Terdapat beberapa bentuk pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan, yaitu : pengetahuan mengenai usaha yang akan dirintis dan pengetahuan akan lingkungan usaha di sekitarnya yang akan mempengaruhi kegiatan wirausaha, pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab, pengetahuan tentang kepribadian dan tanggung jawab, dan pengetahuan yang terkahir adalah pengetahuan tentang manajemen dan organisasi bisnis. Menurut Nursito dan Nugroho (2013), pendidikan dipercaya dapat menggali dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki manusia. Dengan pendidikan, kekuatan intelektual, daya moral maupun daya sosial dapat dikembangkan. Melalui pendidikan, pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat ditingkatkan. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, yang bertujuan untuk mengubah prilaku seseorang. Kegiatan pendidikan perlu dirancang, diatur, dimonitor sedemikian rupa dan dievaluasi agar mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan. Chimucheka (2013), pendidikan kewirausahaan didefinisikan sebagai intervensi tujuan oleh instruktur dalam kehidupan seorang pelajar, dengan memberikan pengetahuan kewirausahaan dan keterampilan yang berguna bagi peserta didik untuk bertahan hidup di dunia bisnis. Menurut Alberti dan Poli
12
(2004:5), mendefinisikan pendidikan kewirausahaan sebagai transmisi kompetensi kewirausahaan yang terstruktur dan formal yang mengacu pada pemberian keterampilan, konsep dan kesadaran mental individu selama proses pembelajaran dan mengembangkan diri. Menurut Lestari dan Wijaya (2012), pendidikan kewirausahaan dapat membentuk pola pikir, sikap, dan perilaku pada mahasiswa menjadi seorang wirausahawan (entrepreneur) sejati sehingga mengarahkan mereka untuk memilih berwirausaha sebagai pilihan karir. Andika et al. (2012), pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Gerba (2015), berpendapat bahwa Pendidikan kewirausahaan adalah program pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan motivasi untuk mendorong keberhasilan dalam berwirausaha dan menumbuhkan jiwa wirausaha. Berdasarkan kajian teori tersebut maka pendidikan kewirausahaan dapat didefiisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar mendewasakan peserta didik dan mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
untuk
keberhasilan dalam berwirausaha dan menumbuhkan jiwa wirausaha. Pendidikan kewirausahaan memberikan gambaran dan bekal mengenai kewirausahaan yang nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan seseorang untuk menentukan masa depan dan diharapkan dapat mendorong seseorang untuk niat berwirausaha.
13
2.1.3
Self Efficacy Menurut Zulkosky (2009), Sejarah Self Efficacy ditemukan dalam teori
sosial Bandura yang diberi nama teori kognitif sosial pada tahun 1986. Salah satu konsep utama Bandura dalam teorinya adalah self-efficacy. Menurut teori dan penelitian Bandura (1995), self-efficacy membuat perbedaan dalam cara orang merasa, berpikir, berperilaku, dan memotivasi diri. Dalam hal perasaan, rasa rendah self-efficacy berhubungan dengan stres, depresi, kecemasan, dan ketidak berdayaan. Individu tersebut juga memiliki harga diri yang rendah dan menjadi pesimis tentang prestasi dan pengembangan pribadi. Dalam hal pemikiran, rasa yang kuat dari keberhasilan memfasilitasi proses kognitif dan kinerja dalam berbagai pengaturan, termasuk kualitas pengambilan keputusan dan prestasi akademik. Dalam berperilaku, self-efficacy dapat mempengaruhi pilihan individu dalam kegiatan tertentu. Self-efficacy dapat meningkatkan atau menghambat motivasi. Menurut Hidayat (2011:156), Self Efficacy adalah penilaian diri terhadap kemampuan diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang ditetapkan. Self efficacy memberikan dasar bagi motivasi manusia, kesejahteraan, dan prestasi pribadi Self efficacy adalah kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Atau dengan kata lain, kondisi motivasi seseorang yang lebih didasarkan pada apa yang mereka percaya daripada apa yang secara objektif benar. Persepsi pribadi seperti ini memegang peranan penting dalam pengembangan niat seseorang ( Indarti dan Rostiani, 2008).
14
Self efficacy merupakan keyakinan didalam diri individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan dan menyelesaikan suatu tugas sehingga tercapai hasil yang diinginkan. Orang yang memiliki keyakinan tinggi terhadap kemampuannya akan memandang tugas sulit sebagai suatu tantangan yang harus dikuasai, bukan sebagai ancaman yang harus dihindari.
2.1.4
Locus of Control Konsep tentang locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan
oleh Rotter pada tahun 1966 seorang ahli pembelajaran sosial Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki locus of control external (Wiriani et al., 2013). Menurut Robbins (2006:72),
Locus of control terkait dengan tingkat
kepercayaan seseorang tentang peristiwa, nasib, keberuntungan dan takdir yang terjadi pada dirinya, apakah karena faktor internal atau faktor eksternal. Individu yang percaya bahwa peristiwa, kejadian, dan takdir disebabkan karena kendali dirinya sendiri disebut dengan internal locus of control. Sedangkan individu yang percaya bahwa peristiwa, kejadian, dan takdir disebabkan karena kendali dari faktor di luar dirinya disebut dengan external locus of control. Locus of control
15
menurut Kreitner dan Kinicki dalam (Wiriani et al., 2013) terdiri dari dua konstruk yaitu internal dan eksternal, dimana internal locus of control apabila seseorang meyakini bahwa apa yang terjadi selalu berada dalam kontrolnya dan dia selalu mengambil peran serta bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan, sedangkan external locus of control apabila seseorang meyakini bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya. Locus of control pada dasarnya merupakan persepsi dan kepercayaan individu mengenai sumber yang mengontrol atau mengendalikan hasil perilaku individu, baik yang bersumber dari tindakannya sendiri maupun kekuatan lain di luar diri. keyakinan individu bahwa segala hasil tindakan yang didapat disebabkan karena kendali dirinya sendiri disebut dengan internal locus of control, sedangkan eksternal locus of control adalah keyakinan individu bahwa segala peristiwa, nasib dan hasil tindakan disebabkan faktor diluar kendali dirinya.
2.2
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teoritis, penelitian sebelumnya dan tujuan dari
penelitian maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Pengaruh pendidikan kewirausahaan pada niat berwirausaha. Menurut Fatoki (2014) Pendidikan kewirausahaan menjadi faktor penting
dalam menumbuhkan dan mengembangkan keinginan, jiwa dan prilaku berwirausaha dikalangan generasi muda karena pendidikan merupakan sumber sikap dan niat keseluruhan untuk menjadi wirausahawan. Menurut Budiarti
16
(2012), sikap utama dan niat terhadap perilaku didorong oleh persepsi dan hal demikian dapat dipengaruhi. Hal tersebut menyatakan bahwa, pendidikan kewirausahaan merupakan alat yang tersedia untuk meningkatkan sikap kunci individu, persepsi dan niat ke arah wirausaha. Penelitian yang dilakukan Gerba (2012), menemukan bahwa siswa manajemen bisnis di Ethiopia yang mendapatkan pendidikan kewirausahaan lebih memiliki niat kewirausahaan dibandingkan mahasiswa teknik yang tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan.
Masih di Negara Ethiopia dalam
penelitian Negash (2013), dengan hasil yang sama bahwa pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha mahasiswa Ethiopia.
Lestari (2012), menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan
berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha. Diperkuat dengan penelitian Mustofa (2014), Pendidikan kewirausahaan pengaruh positif dan signifikan terhadap niat berwirausaha. Hasil berbeda yang ditemukan dari penelitian Indarti dan Rostiani (2008), Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia, dimana Hasil pengujian hipotesis pada mahasiswa Indonesia mengindikasikan bahwa mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis justru mempunyai intensi kewirausahaan yang lebih rendah. Temuan ini bertolak belakang dari penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan atas kajian pustaka tersebut, maka dapat ditarik sebuah hipotesis, yaitu sebagai berikut. H1 :
Pendidikan kewirausahaan berwirausaha.
berpengaruh
17
positif
pada
niat
2)
Pengaruh self efficacy pada niat berwirausaha. Berdasarkan landasan teori self efficacy merupakan kepercayaan seseorang
atas kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Atau dengan kata lain, kondisi motivasi seseorang yang lebih didasarkan pada apa yang mereka percaya daripada apa yang secara objektif benar. Persepsi pribadi seperti ini memegang peranan penting dalam pengembangan niat seseorang. Senada dengan hal tersebut, Cromie (2000) menjelaskan bahwa efikasi diri mempengaruhi kepercayaan seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Semakin tinggi kepercayaan diri seorang mahasiswa atas kemampuan dirinya untuk dapat berusaha, maka semakin besar pula keinginannya untuk menjadi seorang wirausaha. Teori tersebut didukung oleh beberapa peneliti, yaitu: Penelitian Ayodele (2013), yang meneliti niat wirausaha remaja Nigeria menemukan bahwa self efficacy remaja berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha. Penelitian Nursito dan Nugroho (2013), self efficacy berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat kewirausahaan. Dalam penelitian Byabashaija et al. (2010), menemukan bahwa self efficacy berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha. Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Indarti dan Rostiani (2008), Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Ditemukan bahwa self efficacy terbukti berpengaruh positif terhadap niat kewirausahaan mahasiswa Indonesia dan Norwegia. Akan tetapi, penelitian ini menemukan bahwa self efficacy tidak berpengaruh signifikan dalam konteks mahasiswa Jepang.
18
Berdasarkan atas kajian pustaka tersebut, maka dapat ditarik sebuah hipotesis, yaitu sebagai berikut. H2 :
Self efficacay berpengaruh positif pada niat berwirausaha.
3)
Pengaruh locus of control pada niat wirausaha. Konsep tentang locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan
oleh Rotter pada tahun 1966. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Mahasiswa yang mempunyai locus of control internal akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Pada individu yang mempunyai locus of control external akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya. Hisrich et al (dalam Purnomo, 2010), Menyatakan bahwa beberapa karakteristik individual seperti selfefficacy, self-esteem dan locus of control memiliki peran yang penting terhadap niat dan kesuksesan kinerja suatu entitas bisnis.
Penelitian Dinis et al. (2013), mengungkap bahwa locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat wirausaha siswa sekolah menengah atas. Di dukung juga oleh penelitian Ayodele (2013), menemukan bahwa locus of control berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha. Dalam penenlitian Uddin dan Bose (2012), yang juga menemukan adanya pengaruh positif locus of control terhadap niat berwirausaha. Hasil berbeda dari penelitian
19
Bustan (2014), yang menemukan bahwa variabel locus of control tidak mempengaruhi niat mahasiswa Politeknik Negeri Sriwijaya untuk berwirausaha. Berdasarkan atas kajian pustaka diatas, maka dapat ditarik sebuah hipotesis, yaitu sebagai berikut. H3 :
Locus of control berpengaruh positif pada niat berwirausaha.
2.3
Model Penelitian Berdasarkan penelusuran pada kajian pustaka dan hasil – hasil penelitian
sebelumnya maka model penelitian ini dapat digambarkan seperti pada gambar berikut :
Pendidikan kewirausahaan (X1) H1
Self Eficacy
H2
(X2) H3
Locus of Control (X3) Gambar 2.1. Model Penelitian
20
Niat Berwirausaha (Y)