BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.1
Landasan Teori Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan para ahli dalam ilmu pajak memiliki definisi mengenai pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Untuk memahami lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan pajak, maka dikemukakan beberapa definisi tentang pajak sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economische Betekenis Belastingen (Waluyo, 2014:2), mendefinisikan bahwa: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrapestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah”. Menurut Mr. Dr. NJ. Feldman dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (Waluyo, 2014:2) mendefinisikan bahwa:
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum”. 2.1.2 Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Waluyo (2014:6) dalam bukunya yang berjudul “Perpajakan Indonesia” yaitu: a.
Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
Sebagai
contoh:
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b.
Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
2.1.3 Jenis Pajak Menurut Siti Resmi dalam bukunya yang berjudul “Perpajakan: Teori dan Kasus” (2013:7) terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.
Menurut Golongan
1)
Pajak Langsung: pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.
2)
Pajak Tidak Langsung: pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.
b.
Menurut Sifat
1)
Pajak Subjektif: pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
2)
Pajak Objektif: pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
c.
Menurut Lembaga Pemungut
1)
Pajak Negara (Pajak Pusat): pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN, dan PPnBM.
2)
Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2.1.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations dalam (Waluyo, 2014:13) menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut: a.
Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan
kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. b.
Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. c.
Convenience Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-
saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak.
d.
Economy Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban
pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak. 2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Siti Resmi (2013:11) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu: a.
Official Assessment System, Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
b.
Self Assessment System, Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c.
With Holding System, Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
2.1.6 Pengertian Pajak Reklame Reklame adalah benda, alat perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang,
ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang atau jasa, orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga nilai sewa reklame ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk satu masa pajak atau masa penyelenggaraan reklame dengan mempertimbangkan biaya pemasangan, pemeliharaan, lama pemasangan, nilai strategis lokasi reklame, jenis reklame, ketinggian pemasangan dan ukuran media. Besarnya pajak reklame ditetapkan sebesar 25% dari dasar pengenaan. Perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. Dalam pemungutan pajak reklame terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut adalah: a.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan
corak
ragamnya
untuk
tujuan
komersil,
digunakan
untuk
memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
b.
Penyelenggara reklame adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
c.
Perusahaan jasa periklanan / biro reklame adalah badan yang bergerak di bidang periklanan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d.
Panggung reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan reklame yang ditetapkan untuk satu atau beberapa buah reklame.
e.
Jalan umum adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
f.
Izin adalah izin penyelenggaraan reklame yang terdiri dari izin tetap dan izin terbatas.
g.
Surat permohonan penyelenggaraan reklame yang disingkat SPPR adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengajukan permohonan penyelenggaraan reklame dan mendaftarkan identitas pemilik data reklame sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang.
h.
Surat kuasa untuk menyetor yang disingkat SKUM adalah nota perhitungan besarnya pajak reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak yang berfungsi sebagai ketetapan pajak.
2.1.7 Objek Pajak dan Jenis Reklame Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 18 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame. Jenis-jenis reklame dalam penyelenggaraan reklame adalah sebagai berikut: a.
Reklame
papan
/
billboard
/
megatron
adalah
Reklame
yang
diselenggarakan dengan menggunakan bahan kayu, kertas, plastik, fiberglass, akan, seng, batu logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau dengan cara digantungkan atau ditempelkan pada benda lain; b.
Reklame kain adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kain, plastik, karet, bagor atau bahan lain;
c.
Reklame melekat atau stiker adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara disebarkan, ditempelkan, dipasang pada benda lain dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 50cm persegi perlembar;
d.
Reklame selebaran adalah reklame yang disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan untuk tidak ditempelkan, diletakkan pada tempat lain;
e.
Reklame berjalan termasuk pada kendaraan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara berjalan/berkeliling dimana reklame tersebut ditempelkan atau ditempatkan pada kendaraan;
f.
Reklame udara adalah reklame yang diselenggrakan di udara dengan menggunakan gas, pesawat atau alat lain yang sejenis;
g.
Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau menggunakan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat atau pesawat apapun;
h.
Reklame film atau slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca atau film maupun bahan-bahan lain yang sejenis dengan itu sebagai alat yang diproyeksikan dan/atau diperagakan pada layar atau benda lain untuk dipancarkan melalui pesawat televisi;
i.
Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan/atau tanpa disertai suara.
2.1.8 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Reklame Disebutkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 18 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame bahwa subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Sementara itu, wajib pajak reklame adalah orang pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan
reklame.
Jika
reklame
diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan. Apabila reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga sebagai wajib pajak reklame. 2.1.9 Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Norman D. Nowak (Zain, 2008:31), Kepatuhan Wajib Pajak memiliki beberapa pengertian, yaitu: “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana: a.
Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
c.
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
d.
Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya Menurut Erard dan Feinstein yang dikutip oleh Chaizi Nasucha dan
dikemukakan kembali oleh Devano & Rahayu (2006:110) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. Menurut Safri Nurmantu dalam Devano & Rahayu (2006:110) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Alm, 1991 (dalam Palil, 2005) mendefinisikan kepatuhan sebagai pelaporan semua pendapatan dan pembayaran pajak secara keseluruhan yang sesuai dengan aplikasi hukum, peraturan dan keputusan hakim. Menurut Franzoni (1999) kepatuhan dalam hukum pajak memiliki arti umum sebagai (1) melaporkan secara benar dasar pajak, (2) memperhitungkan secara benar kewajiban, (3) tepat waktu dalam pengembalian, (4) tepat waktu membayar jumlah dihitung. 2.1.10 Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran adalah perilaku atau sikap terhadap suatu objek yang melibatkan anggapan dan perasaan serta kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan perilaku Wajib Pajak berupa pandangan atau perasaan yang melibatkan pengetahuan, keyakinan dan penalaran disertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai stimulus yang diberikan oleh sistem dan ketentuan pajak tersebut. Suryadi (2006) menyatakan kesadaran Wajib Pajak dengan empat dimensi, yaitu: persepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak dan penyuluhan perpajakan. Wajib Pajak dikatakan sadar untuk membayar pajak ketika ia memiliki persepsi yang positif terhadap pajak, memiliki pengetahuan yang cukup tentang perpajakan, memiliki karakteristik yang patuh dan telah mendapatkan penyuluhan yang memadai. Menurut Jackson dan Milliron dalam Fallan (1999), sikap Wajib Pajak telah menjadi item untuk mengidentifikasi perilaku kepatuhan dan penghindaran pajak. Walaupun demikian, hanya ada sedikit penelitian yang secara eksplisit menguji sikap sadar pajak yang dipengaruhi oleh pengetahuan Wajib Pajak. 2.1.11 Kualitas Pelayanan a.
Pengertian Kualitas Goesth dan Davis yang dikutip Tjiptono (2007:51) mengemukakan bahwa
“Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kemudian Triguno (1997:76) juga mengungkapkan hal yang senada tentang kualitas, yang dimaksud dengan kualitas adalah, “Suatu standar yang harus dicapai oleh seseorang atau kelompok atau lembaga atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Pengertian kualitas tersebut menunjukkan bahwa kualitas itu berkaitan erat dengan pencapaian standar yang diharapkan.
Berbeda dengan Lukman (2000:11) yang mengartikan kualitas adalah, “sebagai janji pelayanan agar yang dilayani itu merasa diuntungkan. Kemudian Ibrahim (1997:1) melihat bahwa kualitas itu “sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit maupun implisit. b.
Pengertian Pelayanan Pelayanan merupakan terjemahan dari istilah service dalam bahasa Inggris
yang menurut Kotler yang dikutip Tjiptono (2007), yaitu berarti, “setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Kemudian Sutopo & Sugiyanti (1998:25) mengemukakan bahwa pelayanan mempunyai pengertian sebagai “membantu menyiapkan (atau mengurus) apa yang diperlukan seseorang”. 2.1.12 Kewajiban Moral Kewajiban moral merupakan norma individu yang dipunyai oleh seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain. Dalam melakukan suatu tindakan, biasanya individu memperhatikan nilai-nilai yang diyakini dalam dirinya. Dalam kaitannya dengan perilaku Wajib Pajak dalam pelaporan pajak, dapat dikatakan bahwa kewajiban moral pajak merupakan prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang diyakini seseorang mengapa dia membayar pajak (Mandiri, dkk. 2009).
Menurut Rakhmat, 2007 (dalam Mandiri, dkk. 2009), individu yang mengutamakan orientasinya pada nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan tentunya akan cenderung lebih patuh daripada individu yang kurang memperhatikan kejujuran dan keadilan. 2.1.13 Persepsi Wajib Pajak Tentang Sanksi Perpajakan a.
Persepsi Wajib Pajak Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 1998 dalam Taher, 2011). Proses pembentukan persepsi merupakan pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan “interpretation”, begitu juga berinteraksi dengan “closure”. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang disebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat, 1998 dalam Taher, 2011). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. b.
Sanksi Pajak Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang
yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan ramburambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar
peraturan atau Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan), akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. (Mardiasmo, 2011:47). 2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Dharma (2014) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Kesadaran Wajib
Pajak, Sosialisasi Perpajakan, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada Kantor Bersama Samsat Denpasar menyebutkan bahwa kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan dan kualitas pelayanan secara serempak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak PKB dan BBNKB pada kantor bersama samsat denpasar. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan, dan kualitas pelayanan. Dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak PKB dan BBNKB sebagai variabel terikat. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak PKB dan BBNKB. Perbedaan penelitian terletak pada variabel bebas yang digunakan, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Sedangkan persamaan penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat dan alat analisis yang digunakan. Pranata (2014) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kewajiban Moral pada Kepatuhan Wajib Pajak dalam
Membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar mendapatkan hasil bahwa sanksi perpajakan, kualitas pelayanan, dan kewajiban moral secara parsial berpengaruh positif dan signifikan secara statistik pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanksi perpajakan, kualitas pelayanan, dan kewajiban moral. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak restoran. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 100 wajib pajak restoran. Perbedaan dengan penelitian ini ada pada penambahan variabel kesadaran wajib pajak sebagai variabel bebas, wajib pajak yang dipilih sebagai objek penelitian, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Persamaan penelitian terletak pada variabel terikat dan alat analisis yang digunakan. Indriyani (2013) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Tanggung Jawab, Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Perpajakan dan Kualitas Pelayanan Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Utara mendapatkan hasil bahwa tanggung jawab moral, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan, kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak badan di KPP Pratama badung utara. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanggung jawab moral wajib pajak badan, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan, dan kualitas pelayanan. Dan kepatuhan wajib pajak badan sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Sampel yang digunakan sebanyak 98 wajib pajak badan.
Perbedaan penelitian ini terletak pada wajib pajak yang dipilih sebagai objek penelitian, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat dan alat analisis yang digunakan.
2.3
Hipotesis Penelitian Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak
mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Munari (2005) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Soemarso (1998) dalam Jatmiko (2006) mengemukakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Kesadaran wajib pajak sangat diperlukan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak (Jatmiko, 2006). Karanta et al, 2000 (dalam Suryadi, 2006) menekankan pada kepentingan kualitas aparat (SDM) perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik (Ilyas & Burton, 2010:212). Menurut Marziana et al. (2010) dalam penelitiannnya menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak adalah kepuasan layanan dan pengetahuan perpajakan. Penelitian yang dilakukan oleh Djawadi & Fahr (2013) menemukan bahwa semakin tinggi masyarakat mengetahui informasi tentang pengetahuan pajak terkait belanja publik, maka kepatuhan wajib pajak juga akan lebih tinggi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2 : kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak Kewajiban moral adalah moral yang berasal dari masing-masing individu yang kemungkinan orang lain tidak memilikinya (Ajzen, 2002). Menurut Wenzel (2005) moral wajib pajak, etika dan norma sosialnya sangat berpengaruh terhadap perilaku dari wajib pajak. Kewajiban moral yang lebih kuat dari wajib pajak akan mampu meningkatkan tingkat kepatuhannya (Ho, 2009). Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Parker et al (1995) dan Mustikasari (2007) dalam Hidayat & Nugroho (2010) menunjukkan bahwa tingkat moral individu secara signifikan berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Vogel et al. dalam Richardson (2006) menyatakan pembayar pajak cenderung menghindari pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak adil. Hal tersebut
menunjukkan pentingnya persepsi keadilan pajak termasuk pengenaan sanksi perpajakan. Tingginya kesadaran akan hukuman dari sanksi perpajakan diharapkan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Sanders et al., 2008). Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : kewajiban moral berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011:59) Menurut Mohammad Zain (2008:34) menyatakan bahwa sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Pandangan wajib pajak tentang banyaknya kerugian yang akan dialaminya apabila melanggar kewajiban membayar pajak akan mendorong wajib pajak untuk patuh pada kewajiban perpajakannya (Jatmiko, 2006). Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.