BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Event Study Menurut Hartono (2014:623), studi peristiwa (event study) merupakan
studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event Study adalah bagaimana mengukur pengaruh suatu peristiwa tertentu terhadap suatu nilai perusahaan (Mackinlay, 1997). Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat. Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada dalam laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika suatu pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga yang diukur dengan abnormal return. Hartono (2014:650) menyatakan apabila suatu pengumuman memiliki kandungan informasi, akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya, apabila suatu pengumuman tidak mengandung informasi, tidak memberikan abnormal return kepada pasar.
11
Reaksi pasar juga ditunjukkan dengan adanya perubahan volume perdagangan saham yang diukur dengan trading volume activity. Adanya trading volume activity di seputar pengumuman, maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mengandung informasi mengakibatkan tingkat permintaan saham akan lebih tinggi daripada tingkat penawaran saham sehingga trading volume activity mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika pengumuman tidak mengandung informasi maka tingkat permintaan saham akan lebih rendah dibandingkan tingkat penawaran saham sehingga volume perdagangan saham mengalami penurunan (Santoso dan Shanti, 2007).
2.1.2
Efisiensi Pasar Pasar modal efisien adalah pasar di mana harga semua sekuritas yang
diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Informasi yang dimaksud disini meliputi baik informasi masa lalu maupun informasi saat ini serta informasi yang yang bersifat pendapat atau opini rasional yang beredar di pasar yang bisa mempengaruhi perubahan. Konsep pasar efisien menyiratkan adanya suatu proses penyesuaian harga sekuritas menuju harga keseimbangan yang baru, sebagai respons atas informasi baru yang masuk ke pasar (Tandelilin, 2010:219). Menurut Hartono (2014:586), Kunci utama untuk mengukur pasar yang efisien adalah hubungan antara harga sekuritas dengan informasi. Pertanyaannya adalah informasi mana yang dapat digunakan untuk menilai pasar efisien, apakah infomasi yang lama, informasi yang sedang dipublikasikan atau semua informasi
12
termasuk informasi privat. Fama (1970) dalam Hartono (2014:586) menyajikan tiga bentuk utama dari efisiensi pasar: 1)
Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form). Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga dari sekuritas mencerminkan secara penuh (fully reflect) infomasi masa lalu. Jika pasar efisien secara bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. Ini berarti bahwa pasar yang efisien bentuk lemah, investor tidak dapat menggunakan infomasi masa lalu untuk mendapatkan keuntungan yang tidak normal.
2)
Efisiensi pasar setengah kuat (semistrong form). Pasar dikatakan setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada dilaporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Informasi yang dipublikasikan dapat berupa sebagai berikut: (1)
Informasi yang dipublikasikan yang hanya mempengaruhi harga sekuritas dari perusahaan yang mempublikasikan informasi
tersebut.
Contohnya
pengumuman
laba,
pengumuman pembagian dividen, dan lainnya. (2)
Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi hargaharga sekuritas sejumlah perusahaan. Contohnya regulasi untuk meningkatkan kebutuhan cadangan yang harus
13
dipengaruhi oleh semua bank.
Informasi
ini
akan
mempengaruhi secara langsung harga sekuritas tidak hanya sebuah bank, namun mungkin semua emiten dalam industri perbankan. (3)
Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga sekuritas semua perusahaan yang terdaftar di pasar saham. Contohnya, regulasi perubahan laporan akuntansi. Regulasi ini akan berdampak ke harga sekuritas.
3)
Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form). Pasar dikatakan efisien bentuk kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan semua infomasi yang tersedia termasuk informasi yang privat. Jika pasar efisien bentuk ini, maka tidak ada individual atau grup investor yang dapat memperoleh abnormal return karena mempunyai informasi privat.
Hartono (2014:596) mendefinisikan efisiensi pasar sebagai “hubungan antara harga-harga sekuritas dengan investasi”. Pengumuman Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan infomasi yang dipublikasikan yang dapat memengaruhi harga saham sejumlah sekuritas.
2.1.3
Good Corporate Governance Finance
Committee
on
Corporate
Governance
Malaysia
dalam
Herwidayatmo (2000) mendefinisikan Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
14
Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders. Sehingga good corporate governance merupakan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang mencerminkan hubungan yang sinergi antara manajemen dan pemegang saham, kreditur, pemerintah dan stakeholders lainnya. Sistem Good Corporate Governance yang baik memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka bisa menyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Tujuan Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Dua hal yang menjadi perhatian konsep ini adalah pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya; dan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan secara akurat, tepat waktu dan transparan mengenai semua informasi kinerja keuangan, kepemilikan dan stakeholders. La Porta et al. (2002) menyatakan bahwa investor akan membayar lebih atas perlindungan yang diberikan kepadanya, karena laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan kembali lagi ke investor dalam bentuk bunga ataupun dividen. Penelitian Neal dan Cochran (2008) mendukung hal tersebut, bahwa Good Corporate Governance sangat bernilai pada pasar modal dan investor akan membayar lebih atas perusahaan-perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip Corporate Governance. Lima prinsip Good Corporate Governance yakni
15
Transparancy, Accountanbility, Responsibility, Indenpendency, dan Fairness sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan mengurangi ketidakteraturan dalam tanggung jawab suatu perusahaan (Mukhtaruddin dkk., 2014).
2.1.4 Corporate Governance Perception Index (CGPI) Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perusahaan publik dan BUMN di Indonesia (dikutip dari website www.iicg.org). Program ini dilaksanakan sejak tahun 2001 berdasarkan pemikiran pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan tersebut menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Program riset dan pemeringkatan CGPI diselenggarakan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) bekerjasama dengan majalah SWA sebagai mitra media publikasi. IICG adalah lembaga independen yang didirikan pada tanggal 2 Juni 2000 bertujuan untuk memasyarakatkan konsep, praktik dan manfaat corporate governance kepada dunia usaha dan masyarakat luas. IICG mempunyai visi untuk menjadi lembaga independen dan bermartabat untuk mendorong terciptanya perilaku bisnis yang sehat dan misi sebagai acuan penciptaan tata kelola perusahaan, menyelenggarakan penelitian serta mendorong kepedulian masyarakat menyangkut penerapan praktik bisnis yang sehat. Program ini didesain untuk memacu perusahaan dalam meningkatkan kualitas penerapan good corporate governance melalui perbaikan yang
16
berkesinambungan dengan melaksanakan evaluasi dan melakukan studi banding. CGPI tahun 2013 terdapat 12 aspek penilaian CGPI, yaitu Komitmen, Transparansi,
Akuntabilitas,
Rensponsibilitas,
Independensi,
Keadilan,
Kepemimpinan, Strategi, Etika, Budaya, Visi Misi Nilai dan Makna, serta Organisasi Pembelajar. IICG berencana menjadikan indeks ini sebagai indikator (benchmark) yang akan selalu menjadi pegangan investor dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan CGPI 2013, manfaat CGPI antara lain: 1)
Membenahi faktor internal perusahaan yang belum sesuai dengan dan mendukung terwujudnya Good Corporate Governance.
2)
Memetakan masalah strategis yang terjadi di perusahaan dalam penerapan Good Corporate Governance.
3)
Meningkatkan kesadaran seluruh pihak (stakeholder) perusahaan terhadap urgensi dan manfaat Good Corporate Governance.
4)
Meningkatkan kepercayaan investor dan masyarakat luas.
5)
Menjadi indikator atau standar mutu serta pengakuan terhadap penerapan Good Corporate Governance.
6)
Mewujudkan
komitmen
dan
tanggung
jawab
bersama
serta
mendorong organ dan anggota perusahaan untuk menerapkan Good Corporate Governance.
2.1.5
Abnormal Return Hartono (2014:647) dalam bukunya berjudul Teori Portofolio dan Analisis
Investasi Edisi Kesembilan menyatakan bahwa abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return
17
normal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan investor). Dengan demikian return tak normal (abnormal return) adalah selisih antara return sesungguhnya dengan return ekspektasi. Muradoglu dan Sheeja (2012) menyatakan bahwa informasi yang dinilai memiliki kandungan informasi, dapat meningkatkan abnormal return. Perhitungan abnormal return dapat dirumuskan sebagai berikut: RTN i ,t Ri ,t E[ Ri ,t ]
…………………..................................................(1)
Sumber: Hartono (2014:648) Dimana: RTNi,t = return tidak normal (abnormal return) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Cara menghitung return sesungguhnya dan return ekspektasi adalah sebagai berikut: 1)
Return sesungguhnya atau realisasian merupakan return yang terjadi pada saham perusahaan. Metode yang digunakan untuk menghitung return realisasian dalam penelitian ini adalah metode return total yaitu dengan menggunakan capital gain/loss karena keterbatasan dalam mendapatkan yield. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut.
Ri , t =
Pi ,t − Pi ,t 1 Pi ,t 1
…………………................................................
Sumber: Hartono (2014:648)
18
(2)
Dimana: ( Ri ,t ) = return sesungguhnya ( Pi ,t ) = harga harian sekuritas i pada waktu ke-t, ( Pi ,t 1 ) = harga saham harian sekuritas i pada waktu t-1. 2)
Return ekspektasian merupakan return yang diharapkan oleh investor. Menurut Hartono (2014:659) terdapat tiga cara untuk menghitung return ekspektasian, yaitu: (1)
Model Disesuaikan Rata-rata (Mean Adjusted Model) Model ini beranggapan bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. Return ekspektasi suatu sekuritas pada periode tertentu diperoleh melalui pembagian return realisasi sekuritas tersebut dengan lamanya periode estimasi. Tidak ada patokan untuk lamanya periode estimasi, namun yang umumnya dipakai berkisar dari 100 sampai dengan 250 hari untuk mendapatkan data harian dan dari 24 sampai dengan 60 bulan untuk mendapatkan data bulanan.
(2)
Model Pasar (Market Model) Perhitungan return ekspektasi model ini dilakukan melalui dua tahapan, yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi. Kedua, menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model
19
ekspektasi dapat dibentuk dengan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square). (3)
Model Disesuaikan Pasar (Market Adjusted Model) Model ini beranggapan bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk periode estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.
Model yang digunakan penelitian ini dalam menghitung return ekspektasian adalah market adjusted model. Model ini menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengistimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Indeks pasar yang dipilih di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Hartono, 2014:659). IHSG merupakan indikator pergerakan harga saham di BEI. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham yang tercatat di BEI. Pergerakan IHSG dapat dijadikan indikator bagaimana kondisi pasar ini. 2.1.6
Trading Volume Activity
Trading Volume Activity merupakan banyaknya lembar saham yang diperdagangkan dalam satu hari perdagangan. Holthausen dan Verrechia (1990) dalam Hastuti dan Sudibyo (1998) berpendapat bahwa suatu pengumuman yang tidak membawa informasi baru tidak akan mengubah kepercayaan investor sehingga mereka tidak akan melakukan perdagangan. Sebaliknya dengan adanya
20
informasi baru akan membawa perubahan kepercayaan yang akan memotivasi investor dalam melakukan kegiatan perdagangan. Penelitian Pan dan Poteshman (2006) menunjukkan bahwa volume perdagangan menunjukkan efek yang sangat kuat terhadap informasi harga saham masa depan di sekitar pengumuman berita. Kegiatan perdagangan saham diukur dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA). Menurut Hastuti dan Sudibyo (1998), volume perdagangan saham adalah aktivitas perdagangan saham yang terjadi pada waktu tertentu yang diperoleh dengan membandingkan atau membagi antara saham yang diperdagangkan dengan saham yang beredar di bursa efek. Santoso dan Shanti (2007) menyatakan bahwa trading volume activity dapat digunakan untuk melihat apakah investor secara individual menilai informasi CGPI sebagai sinyal positif atau negatif untuk membuat keputusan perdagangan saham. Apabila investor mengartikan sebagai sinyal positif atas informasi CGPI tersebut, maka permintaan saham akan lebih tinggi daripada penawaran saham sehingga volume perdagangan akan meningkat. Sebaliknya, apabila muncul sinyal negatif atas informasi CGPI, maka tingkat permintaan saham yang terjadi akan lebih rendah dibandingkan tingkat penawaran saham, sehingga volume perdagangan saham mengalami penurunan. Trading Volume Activity merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan di pasar. Trading volume activity merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh pada pergerakan harga saham.
Kenaikan
atau
penurunan
dalam
21
volume
perdagangan
saham
mencerminkan minat investor terhadap saham tersebut.Apabila terjadi pergerakan harga saham di sekitar tanggal pengumuman CGPI, mengindikasikan bahwa CGPI memiliki kandungan informasi (Lestari dan Subekti, 2013).
2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bisa diuji (Uma, 2007:135). Berdasarkan pokok masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan kajian-kajian teori yang relevan, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.
2.2.1
Reaksi pasar di seputar tanggal pengumuman CGPI. Solikhin (2000) menyatakan pasar modal yang efisien adalah pasar yang
harga sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat infomasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Pasar modal akan bereaksi apabila ada suatu informasi yang dianggap memiliki nilai. Mekanisme corporate governance terbukti mampu menjadi alat bagi perusahaan untuk memberikan informasi kepada investor bahwa suatu perusahaan akan memberikan return yang diharapkan oleh investor (Mukti, 2013). Almilia dan Sifa (2006) menyatakan bahwa pengumuman CGPI mendapat reaksi pasar yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return dan trading volume activity
yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman CGPI.
Peningkatan terhadap suatu volume perdagangan saham menunjukkan bahwa permintaan atas suatu saham meningkat. Sejalan dengan teori pasar, maka
22
peningkatan terhadap volume perdagangan akan berdampak pada peningkatan harga. Penelitian Nafiati dan Mahidin (2013) menyimpulkan bahwa pengumuman CGPI mendapat reaksi pasar pada masing-masing peringkat CGPI yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return dan trading volume activity yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Tedjakusuma (2012) yang menyimpulkan bahwa tidak adanya abnormal return yang signifikan namun adanya peningkatan trading volume activity yang signifikan. Hartono (2014:63) menyatakan bahwa reaksi harga (diukur dengan abnormal return) dan reaksi volume perdagangan (diukur dengan trading volume activity) tidak selalu searah harena pengharapan pasar atas pengumuman suatu event belum tentu sama. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa terdapat reaksi pasar di seputar pengumuman CGPI. H1:
Terdapat reaksi pasar di seputar tanggal pengumuman CGPI tahun 20102014.
2.2.2
Perbedaan Abnormal return pada masing-masing predikat CGPI. Abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya
terjadi terhadap return ekspektasi, sedangkan return ekspektasi, merupakan return yang diharapkan oleh investor. Menurut penelitian Azizah (2013), abnormal return pada dasarnya terjadi karena ada informasi atau peristiwa baru yang mengubah nilai perusahaan dan direaksi oleh investor dalam bentuk kenaikan atau penurunan harga saham. CGPI mengapresiasi perusahaan dengan tiga peringkat, yaitu yakni “Sangat terpercaya”, “Terpercaya”, dan “Cukup Terpercaya”. Adanya
23
perbedaan abnormal return menunjukkan bahwa masing-masing peringkat memiliki kandungan informasi yang berbeda, sehingga respons pasar juga berbeda. Hasil penelitian Nafiati dan Mahidin (2013) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan pada masing-masing peringkat CGPI tahun 2006-2010. Dari uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan sementara sebagai berikut. H2: Terdapat perbedaan abnormal return pada masing-masing peringkat CGPI.
2.2.3
Perbedaan trading volume activity pada masing-masing predikat CGPI. Liogu dan Saerang (2015) menyatakan bahwa pendekatan trading volume
activity dapat digunakan sebagai proksi reaksi pasar. Trading volume activity juga merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh pada pergerakan saham. pemeringkatan CGPI dapat dinilai sebagai sinyal positif atau negatif untuk membuat keputusan perdagangan saham. Terjadinya kenaikan atau penurunan volume perdagangan saham mencerminkan minat investor terhadap saham tersebut (Nafiati dan Mahidin, 2013). CGPI mengapresiasi perusahaan dengan tiga peringkat, yaitu yakni “Sangat terpercaya”, “Terpercaya”, dan “Cukup Terpercaya”. Adanya perbedaan trading volume activity menunjukkan bahwa masing-masing peringkat memiliki kandungan informasi yang berbeda, sehingga respons pasar juga berbeda. Tedjakusuma pada penelitiannya tahun 2012 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan trading volume activity pada perusahaan berkategori sepuluh
24
besar dan non sepuluh besar. Dari uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan sementara sebagai berikut. H3: Terdapat perbedaan trading volume activity pada masing-masing peringkat CGPI.
25