BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Auditing 2.1.1.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta
penyampaian
hasil-hasilnya
kepada
pemakai
yang
berkepentingan (Mulyadi, 2002:2). Menurut Agoes (2004:3), auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan -catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Jusup, 2014:10).
10
Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa auditing adalah pekerjaan menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif dan sistematis mengenai informasi dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
2.1.1.2 Standar Auditing Standar audit adalah pedoman umum untuk membantu para auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesional mereka dalam pengauditan laporan keuangan historis. Standar tersebut mencakup pertimbangan kualitas profesional antara lain persyaratan kompetensi dan independensi, pelaporan, dan bukti. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi berkewajiban untuk menetapkan standar auditing. Untuk melaksanakan tugas tersebut IAPI membentuk Dewan Standar yang ditetapkan sebagai badan teknis senior dan IAPI untuk menerbitkan pernyataan-pernyataan tentang standar auditing. IAPI telah memutuskan untuk mengadopsi International Auditing Standards (ISA) yang diterbitkan oleh International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB) dan dengan demikian tidak memberlakukan lagi standard auditing yang selama ini berlaku. Sebagai langkah pertama IAPI menerjemahkan ISA ke dalam bahasa Indonesia dan diberi judul Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan menetapkan pemberlakuan SPAP terhitung mulai 1 Januari 2013 untuk emiten (entitas publik) dan 1 Januari 2014 untuk entitas selain emiten. Profesi akuntan publik di Indonesia telah memasuki era baru dalam sejarah perkembangan pengauditan dengan diadopsinya ISA. Pemberlakuan ISA membawa dampak yang luas terhadap praktik pengauditan yang harus dilakukan oleh para akuntan publik.
11
Menurut Standar Audit (SA 300-Para 2) mengatur tanggung jawab auditor untuk merencanakan audit atas laporan keuangan. Standar audit tersebut menyatakan bahwa tujuan auditor adalah untuk merencanakan audit agar audit tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif. Perencanaan suatu audit mencakup penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk perikatan atau penugasan audit dan pengembangan perencanaan audit. Perencanaan yang cukup akan bermanfaat dalam audit atas laporan keuangan dalam memfasilitasi arah dan supervisi atas anggota tim perikatan atau tim audit dan penelaahan atas pekerjaan mereka. Menurut Standar Audit (SA 300-Para 11) mengatur tentang sifat, waktu, dan luas arahan, dan supervisi anggota tim perikatan tim perikatan, dan penelaahan hasil kerja
mereka bervariasi,
tergantung dari banyak faktor termasuk ukuran dan kompleksitas entitas, area audit, resiko salah saji material yang dinilai, kemampuan dan kompetensi setiap anggota tim perikatan
2.1.1.3 Jenis-Jenis Audit Audit pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Pengertian ketiga jenis audit tersebut adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:14-16): 1) Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Pada umumnya kriteria yang digunakan adalah kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, meskipun lazim juga melakukan audit 12
atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan dasar tunai (cash basis) atau dasar akuntansi lain yang cocok untuk organisasi yang diaudit. Laporan keuangan yang diperiksa biasanya meliputi laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba-rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas, termasuk ringkasan kebijakan akuntansi signifikan dan informasi penjelasan lain. 2) Audit Kepatuhan Tujuan audit kepatuhan adalah untuk menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Audit kepatuhan untuk suatu perusahaan dapat berupa penentuan apakah karyawan-karyawan di bidang
akuntansi
telah
mengikuti
prosedur-prosedur
yang
telah
ditetapkan oleh kontroler perusahaan, mengkaji ulang tarip upah untuk disesuaikan dengan tarip upah minimum yang ditetapkan Pemerintah (UMR), atau memeriksa perjanjian yang dibuat dengan bankir atau pemberi pinjaman lainnya untuk memastikan bahwa perusahaan telah mematuhi semua persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian. Audit kepatuhan
atas
instansi
pemerintah
lebih
beranekaragam
karena
banyaknya peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang harus dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintah. 3) Audit Operasional Audit operasional adalah pengkajian (review) atas setiap bagian dari prosedur dan metoda yang diterapkan suatu entitas dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit
13
operasional biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan operasi. Mengingat begitu banyaknya bidang atau bagian yang efektivitas operasionalnya bisa dievaluasi, tidaklah mungkin untuk merumuskan
karakteristik
pelaksanaan
audit
untuk
suatu
audit
operasional tertentu. Pada suatu organisasi, auditor mungkin diperlukan untuk mengevaluasi relevansi dan kecukupan informasi yang digunakan manajemen untuk mengambil keputusan apakah akan membeli aset tetap baru atau tidak, sedangkan dalam organisasi yang lain auditor mungkin diperlukan
untuk
mengevaluasi
efisiensi
aliran
dokumen
dalam
memproses penjualan. Dalam audit operasional, pengkajian tidak hanya terbatas pada akuntansi, tapi bisa meliputi juga struktur organisasi, operasi komputer, metoda produksi, pemasaran, dan bidang-bidang yang lain asalkan auditor menguasai bidang yang diaudit.
2.1.2
Auditor Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam
melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan jasa lainnya pada suatu perusahaan atau organisasi. Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independen (akuntan publik). Penjelasan masing-masing jenis auditor tersebut adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:16-21): 1) Auditor Pemerintah Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia
14
audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada Pemerintah sehingga diharapkan dapat melakukan audit secara independen, namun demikian badan ini bukanlah badan yang berdiri di atas Pemerintah. Hasil audit yang dilakukan BPK disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai alat kontrol atas pelaksanaan keuangan negara. Oleh karena kewenangan untuk melakukan pengeluaran dan penerimaan pada instansi-instansi pemerintah telah dirumuskan dalam undang-undang, maka audit yang dilakukan kebanyakan merupakan audit kepatuhan. Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan internal auditor pemerintah yang independen terhadap jajaran organisasi pemerintahan. Upaya yang diperankan internal auditor pemerintah merupakan dorongan bagi diterapkannya good governance pada setiap jenjang pemerintahan serta pengelola kekayaan Negara yang dipisahkan. Selain itu, internal auditor pemerintah merupakan kekuatan pendorong dalam upaya peningkatan efektivitas, efisiensi, dan kehematan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan nasional. Sesuai dengan latar belakang dan kompetensi
15
mereka di bidang akuntansi dan auditing, para auditor BPKP memberikan layanan audit, antara lain: (1) Audit khusus (audit investigasi) untuk mengungkapkan adanya indikasi praktik tindak pidana korupsi dan penyimpangan lain. (2) Audit terhadap laporan keuangan dan kinerja BUMN/BUMD/ Badan Usaha lainnya. (3) Audit terhadap pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri. (4)
Audit
terhadap
peningkatan
penerimaan
Negara,
termasuk
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (5) Audit terhadap kegiatan yang dananya bersumber dari APBN. (6) Audit dalam rangka memenuhi permintaan stakeholder tertentu. 2) Auditor Internal Auditor internal adalah auditor yang bekerja pada suatu entitas (perusahaan) dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada entitas tersebut. Tugas audit yang dilakukannya terutama ditujukan untuk membantu
manajemen
entitas
tempat
dimana
ia
bekerja.
Pada
perusahaan-perusahaan besar, jumlah staf auditor internal bisa mencapai ratusan orang. Pada umumnya mereka wajib memberikan laporan langsung kepada pimpinan tertinggi perusahaan (direktur utama), atau ada pula yang melapor kepada pejabat tinggi tertentu lainnya dalam perusahaan (misalnya kepada Kontroler), atau bahkan ada pula yang berkewajiban melapor kepada komite audit yang dibentuk oleh dewan komisaris.
16
Tanggung jawab auditor internal pada berbagai perusahaan sangat beranekaragam
tergantung
pada
kebutuhan
perusahaan
yang
bersangkutan. Kadang-kadang stat auditor internal hanya terdiri dari satu atau dua orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan tugas rutin berupa audit kepatuhan. Pada perusahaan lain, staff auditor internal bisa banyak sekali jumlahnya dengan tugas yang bermacam-macam, termasuk melakukan tugas-tugas di luar bidang akuntansi. Pada tahun-tahun terakhir ini banyak auditor internal terlibat pula dalam pengauditan operasional atau meningkatkan keahliannya di bidang evaluasi atas sistem komputer. Agar dapat melakukan tugasnya secara efektif, auditor internal harus independen terhadap fungsi -fungsi lini dalam organisasi tempat ia bekerja, namun demikian ia tidak bisa independen terhadap perusahaannya karena ia adalah pegawai dan perusahaan yang diaudit. Auditor internal berkewajiban memberi informasi
kepada
manajemen
yang
berguna
untuk
pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan efektifitas perusahaan. Pihak luar perusahaan pada umumnya tidak bisa mengandalkan hasil audit yang dilakukan oleh auditor internal karena kedudukannya yang tidak independen. Kedudukan yang tidak independen inilah yang membedakan auditor internal dengan auditor eksteren yang independen dari kantorkantor akuntan publik. 3) Auditor Independen (Akuntan Publik) Tanggung jawab utama auditor independen atau lebih umum disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas
17
laporan keuangan yang diterbitkan entitas (perusahaan dan organisasi lainnya). Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka (perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal), perusahaan-perusahaan besar, dan juga pada perusahaanperusahaan kecil, serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus diaudit laporan keuangannya, dan kalangan bisnis serta banyak pihak Iainnya semakin mengenal laporan ini, maka orang awam sering mengartikan auditor sama dengan akuntan publik, padahal terdapat beberapa jenis auditor yang berbeda-beda fungsi dan pekerjaannya. Dewasa ini keberadaan akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-undang No 5 tahun 2011 tentang akuntan publik. Menurut undang-undang tersebut, akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dan menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Bidang jasa akuntan publik meliputi: (1) Jasa atestasi a. Jasa audit umum atas laporan keuangan; b. Jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif; c. Jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma d. Jasa review atas laporan keuangan; dan e. Jasa atestasi Iainnya sebagaimana tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik (S PAP) (2) Jasa non-atestasi, yaitu mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi,
keuangan, manajemen,
18
kompilasi,
perpajakan,
dan
konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang sah yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) atau perguruan tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk menyelenggarakan pendidikan profesi akuntan publik. (2) Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun terakhir. (3) Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP. (4) Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya. (5) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). (6) Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.
19
(7) Tidak pernah dipidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (8) Menjadi anggota IAPI. (9) Tidak berada dalam pengampuan. Untuk memperoleh Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP), para calon akuntan publik wajib mengikuti ujian nasional yang diselenggarakan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Ujian ini diselenggarakan dua kali dalam setahun dan berlangsung selama dua hari penuh yang meliputi empat mata ujian, yaitu: (1) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (2) Auditing & Asurans (3) Akuntansi Manajemen, Manajemen Keuangan, dan Sistem Informasi (4) Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial, dan Perpajakan
2.1.2.1 Opini Auditor Auditor harus merumuskan suatu opini tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Untuk merumuskan opini tersebut, auditor harus menyimpulkan apakah telah memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Adapun opini auditor yang dinyatakan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:67): 1) Opini Wajar tanpa Pengecualian 20
Laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Apabila semua persyaratan terpenuhi, suatu laporan audit dengan opini wajar tanpa pengecualian dapat diterbitkan. Laporan bentuk baku seringkali disebut juga “clean opinion”, karena tidak ada Sesuatu hal yang membutuhkan kualifikasi atau modifikasi atas opini auditor. 2) Opini Wajar dengan Pengecualian Auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian ketika: (1) Auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi, adalah material, tetapi tidak pervasit, terhadap laporan keuangan; atau (2) Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat menjadi material, tetapi tidak pervasif. 3) Opini Tidak Wajar Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi, adalah material dan pervasif terhadap laporan keuangan. 4) Opini Tidak Menyatakan Pendapat Auditor harus tidak menyatakan pendapat ketika auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, dan
21
auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan penyajian material yang tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat material dan pervasif. Auditor harus tidak menyatakan pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang melibatkan banyak ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut, adalah tidak mungkin untuk merumuskan suatu opini atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan pengaruh kumulatif ketidakpastian tersebut yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan.
2.1.3
Kantor Akuntan Publik Dalam Undang-undang No.5 tahun 2011 yang dimaksud dengan Kantor
Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah badan usaha yang didirikan
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
dan
mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Salah satu persyaratan izin usaha KAP adalah memiliki rancangan sistem pengendalian mutu sehingga dapat menjamin bahwa perikatan profesional dilaksanakan sesuai dengan SPAP. Sementara itu, pengaturan mengenai bentuk usaha KAP dimaksudkan agar sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik, yaitu independensi dan tanggung jawab profesional Akuntan Publik terhadap hasil pekerjaannya. Izin usaha KAP dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. KAP berbentuk badan usaha perseorangan yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha KAP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
22
1) Memiliki izin akuntan publik. 2) Menjadi anggota IAPI. 3) Mempunyai paling sedikit 2 orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III dan paling sedikit 1 orang diantaranya berijazah sarjana. 4) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 5) Memiliki
rancangan Sistem
Pengendalian
Mutu (SPM)
KAP
yang
memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang mencakup aspek kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu. 6) Domisili Pemimpin KAP sama dengan domisili KAP. 7) Memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor, dan denah ruang kantor yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain. 8) Membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang mencantumkan alamat Akuntan Publik, nama dan domisili kantor, serta maksud dan tujuan pendirian kantor (hanya untuk KAP berbentuk badan usaha perseorangan). 9) Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Usaha Kantor Akuntan Publik, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar. Untuk KAP berbentuk badan usaha persekutuan, selain persyaratanpersyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Memiliki NPWP KAP. 2) Memiliki perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris. 3) Memiliki surat izin akuntan publik bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang akuntan publik.
23
4) Memiliki tanda keanggotaan IAPI yang masih berlaku bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang akuntan publik. 5) Memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KAP mengenai penunjukan salah satu Rekan menjadi Pemimpin Rekan. 6) Memiliki bukti domisili Pemimpin Rekan dan Rekan KAP. KAP berbentuk badan usaha persekutuan dapat membuka Cabang KAP di seluruh wilayah Indonesia dengan izin dari Menteri Keuangan.
2.1.3.1 Struktur KAP Mengingat pekerjaan audit atas laporan keuangan menuntut tanggung jawab yang besar, maka pekerjaan profesional kantor akuntan publik menuntut tingkat independensi dan kompetensi yang tinggi. Independensi memungkinkan auditor untuk menarik kesimpulan tanpa bias tentang laporan keuangan yang diauditnya. Kompetensi memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara efisien dan efektif. Adanya kepercayaan atas independensi dan kompetensi auditor, menyebabkan pemakai bisa mengandalkan diri pada laporan yang dibuat auditor. Oleh karena kantor akuntan publik demikian banyak jumlahnya, maka tidaklah mungkin bagi pemakai laporan untuk menilai independensi dan kompetensi masing-masing kantor akuntan publik. Oleh karena itu struktur kantor akuntan publik akan sangat berpengaruh terhadap hal ini, walaupun tidak menjamin sepenuhnya. Bentuk usaha KAP sebagaimana diatur pada Pasal 12 Undangundang Akuntan Publik adalah (Jusup, 2014:22-24): 1) Perseorangan 2) Persekutuan perdata 3) Firma, atau 24
4) Bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan
Pasal
16
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
17/PMK.O1/2008. Kantor Akuntan Publik yang berbentuk badan usaha perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Akuntan Publik yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin. KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan adalah persekutuan perdata atau persekutuan firma. KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang Akuntan Publik, dimana masing-masing sekutu merupakan rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. Dalam hal KAP berbentuk badan usaha persekutuan mempunyai rekan non Akuntan Publik, persekutuan dapat didirikan dan dijalankan apabila paling kurang 75% dari seluruh sekutu adalah Akuntan Publik. Yang dimaksud dengan “bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik” adalah bentuk usaha yang menunjukkan adanya independensi dan tanggung jawab yang melekat pada Akuntan Publik, sebagai contoh Limited Liability Partnership dan Professional Limited Liability Company. Kantor akuntan publik yang berbentuk perseorangan sangat sedikit jumlahnya, sebagian besar memilih bentuk persekutuan. Dalam badan usaha persekutuan, beberapa orang Akuntan Publik bekerja sama berpraktik sebagai rekan atau partner, untuk memberikan jasa profesional berupa pengauditan dan berbagai jasa lain kepada pihak-pihak yang membutuhkan jasa mereka. Para partner biasanya mempekerjakan sejumlah stat profesional untuk membantu mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Para asisten umumnya terdiri dari
25
akuntan publik bersertifikat yang masih muda dalam pengalaman atau mereka yang mempersiapkan din untuk menjadi akuntan publik bersertifikat. Dengan adanya audit yang dilakukan oleh entitas terpisah akan mendorong terciptanya independensi dan menghilangkan hubungan buruh-majikan antara kantor akuntan dengan kliennya. Selain itu sebagai suatu entitas terpisah memungkinkan sebuah Kantor Akuntan Publik menjadi cukup besar sehingga dapat mencegah adanya satu atau seorang klien yang menjadi sumber pendapatan sangat besar dalam kantor akuntan tersebut yang akhirnya bisa membahayakan independensi kantor akuntan terhadap kliennya. Kompetensi juga bisa tercipta berkat terkumpulnya para profesional dalam jumlah besar pada satu Kantor Akuntan Publik tertentu untuk bersama-sama berkarya dengan keahlian dan kepentingan yang sama dan membuat pendidikan profesional berkelanjutan menjadi lebih berarti. Oleh karena itu hirarki organisasi yang umumnya dijumpai pada kantorkantor akuntan publik terdiri dari partner, manajer, supervisor, senior atau incharge auditor, dan asisten. Staf baru biasanya mulai sebagai asisten dan seterusnya diperlukan waktu dua sampai tiga tahun pada setiap jenjang hingga mencapai status sebagai partner. Nama-nama posisi setiap jenjang pada berbagai Kantor Akuntan Publik berbeda-beda, namun penjenjangannya pada umumnya hampir sama. Sebutan auditor biasanya digunakan bagi orang yang melakukan salah satu atau beberapa tahapan dalam suatu audit. Dalam penugasan audit yang berskala besar, kadang-kadang digunakan satu atau beberapa auditor untuk setiap tahapan.
26
2.1.4 Tindakan Supervisi 2.1.4.1 Pengertian tindakan supervisi Tindakan supervisi merupakan tindakan pengawasan yang terbagi menjadi tiga aktivitas seperti yang tertuang dalam Issues Statement No. 4 dari Accounting
Education
Change
Commission
(AECC)
mengenai
Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yaitu aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja, dan aspek penugasan, dijabarkan sebagai berikut (Hadi, 2003): 1) Aspek kepemimpinan dan mentoring Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Supervisi merupakan seorang pimpinan yang membawahi sejumlah staf, yang berfungsi memotivasi dan mengawasi pekerjaan staf bawahannya. Seorang supervisi harus berorientasi pada pekerjaannya dan mempunyai sensitivitas sosial (Basset, 1994) yang memberikan feedback, penghargaan, pengakuan keahlian terhadap stafnya. Mentoring didefinisikan sebagai proses membentuk dan mempertahankan hubungan secara insentif antara karyawan senior dengan
karyawan
yunior
dan
supervisi
sebagai
penghubungnya.
Mentoring sangat erat hubungannya dengan karir, auditor akan mencapai kemajuan berkarir jika mereka pindah dan berkarir selain di KAP (Ariyanti, 2002). Supervisi harus menciptakan lingkungan senyaman mungkin untuk meminimalkan stres dengan meningkatkan peran konseling, keteladanan dari supervisi yang merupakan fungsi psikososial, sebagai akibat dari perkembangan karir di KAP yang didukung pengetahuan, pelatihan dan pemberian tugas yang menantang. 27
2) Aspek kondisi kerja Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh karena mereka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari penugasan,
sehingga
supervisi
harus
meningkatkan
mental
pada
bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama da menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Misalnya dengan menjelaskan suatu penugasan kepada staf secara mendetail mengalokasikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas dengan baik, terbuka terhadap hambatan serta mengawasi sampai penugasan selesai. 3) Aspek penugasan Penugasan merupakan kesempatan yang dimiliki individu untuk memilih tugas yang berarti bagi akuntan pemula dan melaksanakan tugas dengan cara yang sesuai dengan mereka. Misalnya dengan memberikan kesempatan kepada akuntan pemula dalam menggunakan kemampuan verbal, baik lisan maupun tulisan, berpikir kritis dan mengijinkan akuntan pemula untuk menyusun dan menyajikan laporan.
2.1.4.2 Indikator tindakan supervisi Konsep tindakan supervisi dapat diterjemahkan ke sejumlah dimensi yang merupakan aspek-aspek dari tindakan supervisi menurut Issues Statement No. 4 dari Accounting Education Change Commission (AECC) mengenai Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yang meliputi aspek Kepemimpinan & Mentoring, aspek Kondisi Kerja dan aspek
28
Penugasan ke dalam sejumlah elemen yang meliputi pilihan, kompetensi, kebermaknaan dan kemajuan. Rincian supervisi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Supervisor hendaknya menunjukkan sikap kepemimpinan dan mentoring yang kuat (1) Sering memberikan feedback yang jujur, terbuka, dan interaktif kepada junior di bawah supervisinya (2) Memperhatikan pesan-pesan tidak langsung dari auditor junior dan jika yang disampaikan adalah ketidakpuasan, secara langsung supervisor menanyakan keadaan dan penyebabnya. (3) Meningkatkan konseling dan mentoring, misalnya memberikan pujian terhadap
yang
baik,
memperlakukan
junior
auditor
sebagai
profesional, membantu junior auditor menemukan peluang kerja, dan mempedulikan minat serta rencana junior auditor. (4) Dituntut mampu menjadi panutan sebagai profesional di bidangnya, mampu menumbuhkan kebanggaan akan profesi yang digelutinya. 2) Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong terjadinya kesuksesan. (1) Menumbuhkan sikap mental pada junior auditor untuk bekerja dengan benar sejak awal dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Hal ini bisa dilaksanakan dengan menjelaskan suatu penugasan kepada junior auditor secara gamblang, mengalokasikan waktu yang cukup dalam penugasan yang rumit sehingga bisa terselesaikan dengan baik, menampung semua keluhan akan hambatan
29
yang
dihadapi
termasuk
diantaranya
hambatan
budgeter
dan
menjelaskan bagaimana suatu bagian penugasan sesuai dengan penugasan keseluruhan serta senantiasa mengawasi junior auditor sampai penugasan selesai. (2) Mendistribusikan tugas dan beban secara adil dan sesuai dengan tingkat kemampuan junior auditor (3) Meminimalkan stress yang berkaitan dengan pekerjaan 3) Supervisor
hendaknya
memberikan
tugas
yang
menantang
dan
mempercepat terselesaikannya tugas. (1) Mendelegasikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan kesiapan junior auditor (2) Memaksimalkan
kesiapan
junior
auditor
untuk
menggunakan
kemampuan verbal baik lisan maupun tulisan, berpikiran kritis dan menggunakan teknik analitis serta membantu junior auditor untuk meningkatkan kemampuan tersebut.
2.1.5 Komitmen Organisasi 2.1.5.1 Pengertian komitmen organisasi Mowday, et al. (1982) dalam Sopiah (2008: 155), menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasi yang merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi juga sebagai daya relatif dari keberpihakan dan keterlibatan seseorang terhadap suatu organisasi.
30
Komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi (Sopiah, 2008: 157). Hal ini merefleksikan sikap individu akan tetap sebagai anggota organisasi yang ditunjukkan dengan kerja kerasnya.
2.1.5.2 Determinan komitmen organisasi Mowday, Porter, dan Steers (1982) dalam Darmawan (2013: 170) menguraikan komitmen organisasi yang digunakan untuk menunjukkan tiga aspek sikap karyawan, yaitu (a). The extent to which a employee demonstrate a strong desire to remain a member of the organization; (b) The degree of willingness to exert high levels of effort for organization; (c) Belief in and acceptance to the major value and goals of the organization. Komitmen berarti keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi. Variabel ml dapat diukur dengan indikator kemauan karyawan, kesetiaan karyawan, kebanggaan karyawan. Konsep yang dikemukakan oleh Lincoln (1989, Neale & Noetheraft, 1990) dimana memberikan tiga indikator untuk konsep komitmen ml memang sangat komprehensif sekali di mana: 1) Kemauan karyawan adalah suatu upaya niat baik karyawan untuk berinisiatif dalam menekuni bidang pekerjaannya.
31
2) Kesetiaan karyawan adalah bentuk dari loyalitas karyawan guna menunjukkan jati dirinya dalam upaya turut mengembangkan organisasi dimana karyawan bekerja. 3) Kebanggaan karyawan adalah suatu bentuk totalitas kerja atau prestasi secara maksimal dalam upaya menunjukkan bahwa hasil kerjanya sudah mencapai kualitas yang baik atau optimal. Ketiga hal tersebut merupakan indikasi bahwa seorang karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi. Dari ketiga hal tersebut, maka dapat dilakukan pengukuran terhadap komitmen karyawan. Menurut Schemerhorn, et al. (1991) dalam Darmawan (2013: 171) dikemukakan tiga pendekatan komitmen agar dapat mengungkapkan hakikatnya dan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik, yaitu: 1) Komitmen dan kekuasaan yang dimiliki organisasi terhadap anggota berakar pada
hakikat
keterlibatan
karyawan
dalam
organisasi.
Keterlibatan
mempunyai salah satu dan tiga bentuk berikut ml, yaitu: a) Keterkaitan moral didasarkan pada orientasi positif dan kesungguhan terhadap organisasi, yang akan menghasilkan internalisasi nilai, tujuan, dan norma organisasi; b) Keterkaitan Kalkulatif; bersandar pada pertukaran hubungan antara individu dan organisasi. Orang akan bertanggungjawab terhadap organisasi jika ia dapat mengambil keuntungan dalam menjalin hubungan dengan individu; c) Keterkaitan Asing; tanggung jawab terjadi jika anggota merasa dipaksa oleh keadaan untuk harus merasa memiliki organisasi tanpa tahu alasannya. 2) Tipe komitmen yang berbeda berasal dari tuntunan perilaku yang dibebankan kepada anggota oleh organisasi. Keterkaitan mempunyai tiga bentuk yang
32
saling berhubungan; a) Komitmen terus-menerus; berhubungan dengan dedikasi untuk melangsungkan hidup organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi; b) Komitmen terpadu; keterpaduan hubungan sosial dalam organisasi, ini dapat tingkatkan dengan mempunyai karyawan yang secara publik sudah diakui kebaikan hubungan sosialnya atau mengikuti kegiatan yang dapat meningkatkan keterpaduan karyawan; dan c) Komitmen terkontrol; keterkaitan anggota terhadap norma organisasi yang dapat membentuk perilaku yang dikehendaki. Ini terjadi saat karyawan percaya bahwa norma organisasi dan nilainya sangat bermanfaat bagi perilaku anggota. 3) Sikap komitmen berfokus pada bagaimana karyawan mengidentifikasi tujuan dan nilai organisasi. Ini adalah komitmen dipandang dari sudut organisasi. Maka psikologis sosial melihat perilaku komitmen berfokus pada bagaimana perilaku seseorang terkait dengan organisasi. Sekali perilaku menunjukkan adanya komitmen, maka ia akan menyesuaikan sikapnya, kemudian akan mempunyai sub perilaku yang lain. Perilaku membentuk sikap dan pada gilirannya sikap membentuk perilaku. Sikap komitmen ini menunjukkan perilaku positif yang sangat berguna bagi pengembangan organisasi bila setiap karyawan diasumsikan memiliki komitmen yang benar terhadap organisasi.
2.1.5.3 Indikator komitmen organisasi Meyer, et al. (1984) dalam Sopiah (2008: 157) mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen organisasi yang dapat dijadikan indikator sebagai berikut: 33
1) Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional. 2) Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. 3) Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Komitmen seorang auditor terhadap organisasi KAP merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan senang atau tidak senang dari auditor tersebut terhadap organisasi KAP tempat dia bekerja.
2.1.6 Kepuasan Kerja 2.1.6.1 Pengertian kepuasan organisasi Robbins dan Judge (2011: 114) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasional, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya. Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita (Wibowo, 2014: 131). Berdasarkan pengertian di atas maka kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi tentang sejauh mana karyawan merasakan secara positif 34
atau negatif berbagai ragam dimensi dari tugas-tugas yang terkait dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap seorang individu terhadap pekerjaannya, di mana kepuasan kerja adalah suatu tanggapan (response) emosional pada suatu situasi kerja, kepuasan kerja sering ditentukan dengan kesesuaian antara hasil dan harapan, serta kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan dengan determinan dari kepuasan kerja itu sendiri.
2.1.6.2 Faktor-faktor kepuasan kerja Persoalan yang sering dihadapi adalah bagaimana cara yag dapat dilakukan untuk mengukur kepuasan kerja. Komponen atau unsur apa saja yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan kerja. Apa yang dapat dijadikan indikator untuk mengatakan bahwa seseorang pekerja mendapat kepuasan kerja. Apabila kita ingin mengetahui kepuasan kerja seseorang, kita harus mengukur atau menanyakan sikap orang tersebut terhadap berbagai aspek pekerjaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan sekaligus dapat dipakai untuk mengukur kepuasan kerja adalah (Badeni, 2013: 43): 1) Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang yang mungkin terdapat kesesuaian dengan kemampuan, minat, dan lain-lain. 2) Gaji, yaitu jumlah bayaran yang didapat seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja. Gaji dapat dirasakan seseorang dengan sangat memuaskan atau sebaliknya tidak memuaskan. 3) Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi di dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan 35
rekan
sekerjanya
sangat
menyenangkan
atau
sebaliknya
tidak
menyenangkan. Rekan kerja yang menyenangkan dapat berupa rekan kerja yang memberikan dorongan, membantu, dan lain-lain. 4) Atasan, yaitu atasan seseorang yang senantiasa memberi petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan atau menyenangkan bagi seseorang. Hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja. 5) Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan terdapat kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. 6) Lingkungan kerja, yaitu kenyamanan tempat kerja dan ketersediaan berbagai sarana yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan. Kenyamanan dapat berkaitan dengan penerangan yang cukup, ventilasi yang memberikan kesegaran, kebersihan tempat kerja, dan mudah melihat bahwa aspek-aspek di atas juga merupakan penghargaan yang bersifat non-materi bagi seseorang.
2.1.6.3 Konsekuensi kepuasan kerja Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoretik dinamakan EVLN-Model, yang terdiri dari Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect. Kerangka tanggapan pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan dalam dua dimensi: konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.
36
Gambar 2.1 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Sumber: Robbins dan Judge (2011: 154)
Berdasarkan Gambar 2.1 mengenai tanggapan karyawan akibat tidak adanya kepuasan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Exit. Respon exit atau keluar merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2) Voice. Respon voice atau suara termasuk secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalan dengan atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas perserikatan. 3) Loyalty. Respon loyalty atau kesetiaan berarti secara positif, tetapi secara optimistik menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi
37
menghadapi kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya melakukan sesuatu yang benar. 4) Neglect. Respon neglect atau pengabaian secara pasif memungkinkan kondisi memperburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. Perilaku exit dan neglect mencakup variabel kinerja kita: produktivitas, kemangkiran, dan pergantian. Tetapi model ini memperluas respon pekerja termasuk voice dan loyalty, perilaku konstruktif yang memungkinkan individu mentolerir situasi tidak menyenangkan atau menyegarkan kondisi kerja memuaskan. Kepuasan kerja juga memiliki implikasi manajerial yang signifikan karena ribuan penelitian telah menguji hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel prestasi kerja adalah Prestasi Kerja. Salah satu perdebatan terbesar di pusat penelitian organisasi adalah hubungan kepuasan kerja dan prestasi kerja. Penelitian oleh Laffaldano dan Muchinsky (1985) dengan meta analisis mengakumulasi hasil 74 penelitian yang menghubungkan kepuasan kerja dengan prestasi kerja terhadap 12.192 orang. Ditemukan hubungan positif yang lemah antara kepuasan dengan prestasi. Para peneliti telah mengidentifikasi dua alasan kunci yang menyebabkan hasil ini salah arah dan menyatakan terlalu rendah hubungan yang seharusnya terjadi antara kepuasan dengan prestasi. Kepuasan kerja berimplikasi pada komitmen organisasi yang mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Suatu meta analisis yang dilakukan Tett dan Meyer (1993) dan 68 penelitian yang melibatkan 35.282 orang mengungkapkan hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dengan kepuasan. Para
38
manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen lebih tinggi. Selanjutnya menurut Mathieu dan Zajac (1990) komitmen lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya produktivitas lebih tinggi. (Darmawan, 2013: 63).
2.1.6.4 Indikator pengukuran kepuasan kerja Berikut cara pengukuran tingkat kepuasan kerja melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada karyawan berdasarkan teori Robbins (2001) dan Luthans (1998) dalam Darmawan (2013: 71). 1) Gaji yang diterima setiap bulan telah sesuai seperti harapan anda. 2) Anda telah merasa nyaman dengan pekerjaan anda. 3) Rekan kerja anda memiliki peranan dalam mendukung pekerjaan anda. 4) Kebijakan dan peran pimpinan anda sangat memengaruhi kenyamanan anda bekerja. 5) Anda merasa yakin pada pengembangan karier di tempat kerja anda. 6) Anda merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang sangat mendukung dalam penyelesaian pekerjaan anda. 7) Anda merasa bangga menginformasikan di mana anda bekerja kepada orang lain.
2.1.7 Kinerja 2.1.7.1 Pengertian kinerja Pengertian kinerja atau prestasi diberikan batasan oleh Manajer sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lawler dan Porter menyatakan bahwa kinerja adalah successful role
39
achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Dari batasan tersebut, As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut aturan yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan As’ad (1991) dalam Sari (2009:53). Menurut Mangkunegara (2000: 67) definisi kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas mau pun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.7.2 Determinan kinerja Menurut Byars dan Rue dalam Sutrisno (2013 : 151) mengemukakan, ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor – faktor individu yang dimaksud adalah : 1) Usaha (effort), yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas. 2) Abilities, yaitu sifat – sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. 3) Role atau Task Percepsion, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Adapun faktor–faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah: 1) kondisi fisik, 2) peralatan, 3) waktu, 4) materil, 5) pendidikan, 6) supervisi, 7) desain organisasi, 8) pelatihan, 9) dan keberuntungan. Faktor–faktor lingkungan
40
ini tidak langsung menentukan prestasi kerja seseorang tetapi mempengaruhi faktor–faktor individu. Dapat dilihat bahwa perilaku seseorang dalam organisasi merupakan hasil dari interaksi berbagai variabel yaitu individual dan situasional. Pengukuran kinerja diarahkan pada enam aspek yang merupakan bidang prestasi kunci bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut adalah (Sutrisno, 2013: 152): 1) Hasil kerja; Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan. 2) Pengetahuan pekerjaan; Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja. 3) Inisiatif; Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul. 4) Kecekatan mental; Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada. 5) Sikap; Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan. 6) Disiplin waktu dan absensi; Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.
2.1.7.3 Indikator kinerja Untuk mengetahui indikator dari kinerja seseorang yang diukur oleh dirinya sendiri dapat dilihat dari ciri-ciri karyawan yang memiliki kinerja baik. Berdasarkan hasil penelitian Mc.Clelland (1961) dalam Darmawan (2013: 184) tentang pencapaian kinerja, disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki motivasi
41
prestasi tinggi untuk mencapai kinerja dapat dibedakan dengan yang lainnya, yaitu: (1) Karyawan yang senang bekerja dan suka tantangan. (2) Karyawan yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya sangat mudah dan cenderung tertantang jika terlalu sulit. (3) Karyawan yang senang memperoleh umpan balik yang konkret mengenai keberhasilan pekerjaan. (4) Karyawan yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika tidak mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan. (5) Karyawan yang lebih senang bertanggung jawab secara personal terhadap tugas yang dikerjakan. (6) Karyawan yang merasa puas dengan hasil pekerjaan yang dilakukan sendiri. (7) Karyawan yang kurang istirahat, cenderung inovatif, dan banyak bepergian. (8) Karyawan yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih menantang, meninggalkan sesuatu yang lama dan menjadi rutinitas serta berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru.
2.2
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang akan diuji kebenarannya melalui data empiris. Adapun hipotesis dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut: 1) Pengaruh tindakan supervisi pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
42
Supervisor merupakan pihak yang paling dekat dengan konteks kerja seseorang. Supervisor yang berorientasi terhadap pekerjaan ikut menentukan tujuan yang akan dicapai, membantu memecahkan masalah, menyediakan dukungan sosial dan material serta memberikan feedback atas hasil kerja bawahannya. Hasil penelitian Indriani (2013) dan Prabhawa (2014) menyatakan bahwa tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor, sedangkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Tethool dan Dewi (2003), Hadi (2007), dan Octaviano (2010) yang menyatakan bahwa tindakan supervisi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu: H1 :
Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
2) Pengaruh komitmen organisasi pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan Publik. Komitmen merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kerja, dan komitmen memiliki hubungan yang positif dengan kinerja. Suatu komitmen organisasi merupakan tingkat loyalitas seseorang terhadap organisasi dimana ia berada sehingga organisasi dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Pencapaian tujuan akan menciptakan kepuasan dalam diri apalagi diiringi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Penelitian yang dilakukan Badjuri (2009) membuktikan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Begitu juga dengan penelitian sebelumnya oleh Trisnaningsih (2002) yang melakukan penelitian di KAP Jawa Timur dan Aranya (1982) yang menyatakan bahwa adanya suatu pengaruh nyata
43
secara statistik antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Hasil penelitian Norris dan Niebuhr (1983) dan Poznanski (1997) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diajukan hipotesis yaitu: H2 :
Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
3) Pengaruh kepuasan kerja pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik. Kepuasan kerja merupakan prediktor kinerja karena kepuasan kerja mempunyai korelasi moderat dengan kinerja. Orang yang mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi cenderung menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Penelitian oleh Laffaldano dan Muchinsky (1985) dengan meta analisis mengakumulasi hasil 74 penelitian yang menghubungkan kepuasan kerja dengan prestasi kerja terhadap 12.192 orang, ditemukan hubungan positif yang lemah antara kepuasan dengan prestasi. Para peneliti telah mengidentifikasi dua alasan kunci yang menyebabkan hasil ini salah arah dan menyatakan terlalu rendah hubungan yang seharusnya terjadi antara kepuasan dengan prestasi, sedangkan menurut hasil penelitian Tahir dan Monil (2014), menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja staf administrasi lembaga pendidikan tinggi di Malaysia. Dampak dari ketidakpuasan kerja adalah keinginan berpindah yang signifikan di antara karyawan dalam organisasi (Tnay et al., 2013) sehingga tidak tercapainya suatu kinerja organisasi yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:
44
H3 :
Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
4) Pengaruh tindakan supervisi pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh manfaat diantaranya adalah dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja. Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan. Tindakan supervisi yang diterapkan pada auditor yunior akan menghindari terjadinya kesalahan dalam audit sehingga kinerja tinggi dapat dicapai. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu: H4 :
Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
5) Pengaruh komitmen organisasi pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik. Pada dasarnya komitmen organisasi merupakan suatu hubungan antara anggota dengan organisasi dalam hal ini hubungan antara auditor dengan kantor dimana ia bekerja. Komitmen organisasional merupakan kekuatan individu yang didefinisikan dan dikaitkan dengan bagian organisasi. Komitmen terhadap organisasi
menunjukkan
suatu keadaan
dimana
karyawan/auditor mempunyai nilai dan tujuan yang sama dengan organisasi
45
KAP, terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi. Hubungan yang baik akan timbul apabila auditor memiliki kesetiaan dan mampu mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi. Komitmen organisasi yang dimiliki auditor akan berdampak pada peningkatan kinerja auditor. Hasil penelitian yang dilakukan Trisnaningsih (2007) dan Siahaan (2010) yang menyimpulkan bahwa secara implisit auditor
yang
memiliki
komitmen
terhadap
organisasinya
tidak
mempengaruhi kinerjanya secara signifikan. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu: H5 :
Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
6) Tindakan supervisi berpengaruh pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja. Tindakan supervisi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor, tindakan supervisi juga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja auditor, sedangkan kepuasan kerja berdampak positif dan signifikan pada kinerja auditor. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu: H6 :
Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja.
7) Komitmen organisasi berpengaruh pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja. Komitmen organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor, komitmen organisasi juga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja auditor, sedangkan kepuasan kerja berdampak
46
positif dan signifikan pada kinerja auditor. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu: H7 :
Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja.
47