BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Audit Internal
2.1.1 Pengertian Audit Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak yang berkepentingan. Lebih jelasnya tentang pengertian audit, berikut ini adalah definisi audit menurut Arens et al (2010:4) : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing shoud be done by a competent, independent person.” Menurut Agoes (2012:4) yaitu : “Auditting adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukung dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses mengumpulkan serta mengevaluasi data yang bertujuan untuk membantu pihak manajemen agar dapat mengendalikan kegiatan perusahaan, dan dilakukan oleh orang yang independen dan kompeten.
11
12
2.1.2
Jenis-jenis Auditor
Menurut Arens, Elder dan Beasly (2008:19) terdapat dua jenis auditor yang umum dikenal masyarakat yaitu : 1) “Auditor eksternal Akuntan publik bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas keuangan komersial maupun non komersial. 2) Auditor Internal Auditor yang menjadi karyawan pada suatu perusahaan yan gmelakukan audit untuk dewan komisaris dan manajemen dalam perusahaan itu”. 2.1.3
Pengertian Audit Internal
Audit internal telah berkembang dari yang hanya sekedar profesi yang memfokuskan diri pada masalah-masalah teknis akuntansi menjadi profesi yang memiliki orientasi memberikan jasa bernilai tambah bagi manajemen. Audit internal merupakan elemen pengawasan dari struktur pengendalian intern dalam suatu perusahaan, yang dibuat untuk memantau efektivitas dari elemen-elemen struktur dari pengendalian intern lainnya. Mulyadi (2002:202) mengemukakan pengertian Audit Internal adalah sebagai berikut : “Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain, untuk memberikan jasa kepada manajemen”. Audit internal menurut The IIA Research Foundation (2011:2) yang dijelaskan dalam International Professional Practices Framework (IPPF) adalah : “Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes.”
13
Pengertian-pengertian di atas tentang audit internal menunjukkan bahwa audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas (independent) dalam suatu organisasi untuk meninjau, menguji, dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi untuk membantu pimpinan dalam memenuhi kebutuhannya. Berikut ini adalah perbandingan konsep-konsep kunci definisi lama dan baru sebagai berikut : Tabel 2.1 Perbandingan Konsep-Konsep Inti Definisi Audit Internal Lama Dan Baru Audit Internal Lama (1947)
Audit Internal Baru (1999)
1. Fungsi penilaian independen
Suatu aktivitas yang independen
yang dibentuk dalam suatu
dan objektif
organisasi 2. Fungsi penilaian
Aktivitas
pemberian
jaminan
keyakinan dan konsultasi 3. Mengkaji dan mengevaluasi
Dirancang
untuk
aktivitas organisasi sebagai
suatu
bentuk jasa yang diberikan
meningkatkan kegiatan operasi
bagi organisasi
organisasi
4. Membantu agar para anggota organisasi dapat menjalankan tanggung jawabnya secara
nilai
memberikan
Membantu
tambah
organisasi
usaha mencapai tujuannya
serta
dalam
14
efektif 5. Memberi
hasil
penilaian,
rekomendasi, disiplin
konseling, yang
dan
berkaitan
aktivitas
analisis, Memberikan
yang dikaji
menciptakan
yang
informasi mengevaluasi dengan efektivitas
suatu
pendekatan
sistematis dan
untuk
meningkatkan
manajemen
risiko,
dan pengendalian proses pengaturan dan
pengendalian pengelolaan organisasi
efektif dengan biaya yang wajar (sumber: Hiro Tugiman, menuju audit internal organisasi yang efektif, 2004:3)
2.1.4
Tujuan Audit Internal
Audit internal merupakan salah satu fungsi pada perusahaan yang juga mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Audit internal memberikan jasa assurance (memberikan keyakinan) kepada manajemen untuk melakukan perbaikan atas sistem pengawasan perusahaan secara keseluruhan dan tujuan audit internal juga dikemukakan oleh Tugiman (2006:99) yaitu : “Tujuan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabya secara efektif. Tujuan audit internal mencakup usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar.” Sedangkan menurut Mulyadi (2002:211) mengemukakan bahwa tujuan audit internal adalah : “Tujuan audit internal adalah membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka, dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar penting terhadap kegiatan manajemen.”
15
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa tujuan audit internal yaitu membantu anggota organisasi untuk melaksanakan tanggung jawab secara efektif dengan menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentarkomentar penting terhadap kegiatan manajemen. 2.1.5 Ruang lingkup Audit Internal Ruang lingkup audit internal menurut Tugiman (2006) bahwa ruang lingkup audit internal menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta mengevaluasi terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi. Serta kulitas pelaksananaan yang diberikan haruslah bertanggung jawab. Mengenai ruang lingkup audit internal, Bonyton, et el (2001:983) yang dikutip dari Summary of General and Specific Standar mengemukakan : “The scope of internal auditing should encompass the examination and evaluation of the eduquacy and effectiveness of the organization’s system of internal control and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities; (1) reliability and integrity of information; (2) compliance with policies, plans, procedures, laws, regulation contructs; (3) safeguarding of asset; (4) economical and efficient use of resources; (5) accomplishment of established objectives anf goals for operations programs.” Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa ruang lingkup audit internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kulitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Agar penugasan tercapai maka fungsi audit internal harus mempunyai ruang lingkup penugasan yang memadai.
16
Adapun ruang lingkup audit internal menurut SPAI (standar profesional auditor internal) dalam Tugiman (2006) meliputi : 1.
Audit terhadap keandalan dari informasi
2.
Kesesuaian dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-undangan
3.
Penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisiensi pencapaian tujuan
4.
Aset atau harta organisasi dijaga dengan baik
Auditor internal haruslah menilai pekerjaan, operasi atau program untuk menilai apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan apakah pekerjaan, operasi atau program tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. 2.1.6 Fungsi dan Tanggung Jawab Audit Internal Fungsi audit internal membutuhkan pemeriksaan yang berkualitas tinggi. Fungsi audit internal ini tidak akan berhasil dan berjalan tanpa adanya orangorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup, mempunyai daya imajinasi yang kuat, serta berinisiatif dan mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi audit internal juga ditentukan oleh dukungan dan bantuan yang penuh dan nyata yang diberikan oleh pimpinan tertinggi perusahaan. Fungsi audit internal menurut Tugiman (2006:11) adalah sebagai berikut : “Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuannya adalah
17
membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.“ Sedangkan menurut SPAP yang dikeluarkan IAI (2012:319.28), fungsi pemeriksaan internal dinyatakan sebagai berikut : “Fungsi audit internal ditetapkan dalam satuan usaha untuk memeriksa dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas kebijakan dan prosedur struktur pengendalian internal lain, penetapan suatu fungsi audit internal yang efektif mencakup pertimbangan wewenang dan hubungan pelaporannya, kualifikasi staf dan sumber dayanya.” Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi pemeriksaan internal meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Penilaian terhadap prosedur dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu, seperti penilaian efisiensi prosedur yang telah ditetapkan dan pengembangan serta penyempurnaan prosedur tersebut. b. Penilaian terhadap data yang dihasilkan oleh sistem akuntansi dan membuat analisis lebih lanjut untuk mendukung kesimpulan tertentu. c. Penilaian kegiatan yang menyangkut ketaatan terhadap kebijakan, peraturan pemerintah dan kewajiban-kewajiban dengan pihak luar. Audit internal mengarahkan personil dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal dan mempunyai tanggung jawab terhadap program dan pelatihan staf audit internal. Sedangkan dalam Standards for the Profesional Practice of Internal Auditing (2004:3) tanggung jawab dan wewenang audit internal adalah “The purpose, athority and responsibility of internal audit activity should be formally defined in a charter, consistent with standards, and approved by the board.”
18
Tanggung jawab dan wewenang audit internal di dalam organisasi harus ditetapkan dengan jelas, tertulis pada dokumen formal dan disetujui oleh pimpinan tertinggi. Auditor internal harus dapat mengetahui posisinya yang telah ditetapkan dan sampai mana tingkat independensinya dapat menjamin objektivitas. 2.1.7 Pelaksanaan Audit Internal Pelaksanaan kegiatan audit internal merupakan tahapan-tahapan penting yang dilakukan oleh seorang internal auditor dalam proses auditing untuk menentukan prioritas, arah dan pendekatan dalam proses audit internal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tugiman, (2006:53) adalah sebagai berikut : “Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit internal : 1) 2) 3) 4)
Tahap perencanaan audit Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi Tahap penyampaian hasil audit Tahap tindak lanjut (follow up) hasil audit”.
Keempat tahapan pelaksanaan audit internal diatas dijelaskan bahwa : 1)
Perencanaan audit
Tahap ini merupakan langkah awal dalam pelaksanaan kegiatan audit internal, bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit, arah dan pendekatan audit, dan merencanakan hal-hal lainnya yang berakitan dengan proses auditing. Tahap perencanaan audit menurut Sawyers (2005), berisi : a. Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan b. Memperoleh informasi dasar tentang kegiatan yang akan diperiksa
19
c. Penentuan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit d. Pemberitahuan kepada pihak yang dipandang perlu e. Melaksanakan survei mengenai kegiatan yang diperlukan f. Penulisan program audit g. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan h. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit. 2)
Pengujian dan pengevaluasian informasi
Pada tahap ini audit internal haruslah mengumpulkan, menganalisa, menginterprestasi
dan
membuktikan
kebenaran
informasi
untuk
mendukung hasil audit. Tahap pengujian dan pengevaluasian infomasi menurut Mulyadi (2002), berisi : a. Dikumpulkannya berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan denagn tujuan pemeriksa dan lingkup kerja b. Informasi harus mencukupi, kompeten, relevan, dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi c. Adanya porsedur-prosedur audit d. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran dan pembukitan kebenaran informasi e. Dibuat kertas kerja pemeriksaan. 3)
Penyampaian Hasil Audit
Laporan audit internal ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat pengendalian audit internal, untuk
20
menentukan ditaati tidaknya prosedur/kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Seperti yang diuraikan oleh Sawyers (2005) : a. Laporan tertulis yang ditandatangani oleh ketua audit internal b. Pemeriksa internal harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi c. Laporan haruslah objektif, jelas, singkat, terstruktur dan tepat waktu d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan e. Laporan mencatumkan berbagai rekomendasi f. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan g. Pimpinan audit internal mereview dan menyetujui laporan hasil audit. 4) Tindak lanjut (follow up) hasil audit Seperti yang dijelaskan oleh Tugiman (2006), audit internal harus terus menerus meninjau/melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksa yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. 2.2
Auditor Internal
2.2.1 Pengertian Auditor Internal Pengertian Auditor Internal menurut Arens (2010) adalah auditor yang menjadi karyawan pada suatu perusahaan yang melakukan audit untuk dewan komisaris dan manajemen perusahaan itu.
21
Dari definisi diatas dapat disimpukan bahwa auditor internal bekerja dalam suatu perusahaan ini untuk melakukan audit bagi manajemen, dalam hal ini tanggung jawab seorang auditor internal sangat beragam, tergantung perusahaan tersebut. Untuk mempertahankan independensi dari fungsi-fungsi bisnis lainnya, kelompok auditor internal biasanya melaporkan langsung kepada direktur utama, salah satu pejabat tinggi eksekutif lainnya, atau komite audit dalam dewan komisaris. Sedangkan menurut Manahan Nasution (2003;USU digital library) mendefinisikan auditor internal adalah orang atau badan yang melaksanakan aktivitas internal auditing, oleh sebab itu auditor internal senantiasa berusaha menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas setiap bentuk pengendalian untuk dapat mengikuti perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya auditor internal, dapat membantu anggota manajemen untuk menelaah prosedur operasi dari berbagai unit dan melaporkan hal-hal yang mengangkut tingkat kepatuhan terhadap kebijaksanaan pimpinan perusahaan, efisiensi, unit usaha atau efektivitas sistem pengendalian internal. 2.2.2
Independensi Auditor Internal
2.2.2.1 Pengertian Independensi Mulyadi (2002:27) mengemukakan bahwa pengertian independensi adalah:
22
“Independensi merupakan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.” Sedangkan menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:111) mengemukakan bahwa : “pengertian independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit.” Independensi akan memungkinkan audit internal untuk dapat melakukan pekerjaan secara bebas, objektif dalam melaksanakan pengujian, evaluasi hasil audit dan juga penyusunan laporan audit. Kemudian independensi tersebut dapat dicapai melalui kedudukan organisasi. Menurut Halim (2001:21) ada tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut : 1) “Independence in fact (independensi senyatanya) Auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi 2) Independence in appearance (independensi dalam penampilan) Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikan rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan objektivitas 3) Independence in competence (independesi dari sudut keahlian) Independensi berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya”. Berdasarkan teroi-terori yang dikemukakan di atas, independensi auditor internal
dalam penelitian diukur dengan
menggunakan indikator
dikembangkan oleh (Sawyer, 2005:35) yaitu : “The indicators of independence, including : 1) Independence of the Audit Program 2) Independence in Verification 3) Independence in Reporting”.
yang
23
Ketiga indikator independensi diatas dapat dijelaskan bahwa : 1) Independesi penyusunan program audit a. Bebas dari intervensi manajerial atas program audit. b. Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit. c. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit (Sawyers, 2005). 2) Independensi verifikasi a. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan denga audit yang dilakukan. b. Mendapatakan kerjasama yang aktif dari karyawan manajemen selama verifikasi audit. c. Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti. d. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit (Loebecke, 2000). 3) Independensi pelaporan a. Bebas dari perasaaan wajib memodifikasi dampak atau signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan. b. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam laporan audit. c. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan dalam melaporkan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor.
24
d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal (Messier et.al, 2006).
2.2.3 Kompetensi Auditor Internal 2.2.3.1 Pengertian Kompetensi Mulyadi (2002:58) mengemukakan bahwa pengertian kompetensi adalah sebagai berikut : “Kompetensi adalah anggota yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa professional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik diperoleh melalui pendidikan dan pengetahuan”. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kompetensi ketentuan-ketentuan
tertentu,
serta
mempunyai
kewajiban
untuk
memepertahankan pengetahuan dan kemampuan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan perkembangan praktek dan teknik yang paling muktakhir. Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas, kompetensi auditor internal
dalam penelitian dikur dengan menggunkan indikator yang
dikembangkan oleh (Agung, 2008:8) yaitu : “Indikator-indikator kompetensi: 1) Mutu personal 2) Pengetahuan umum 3) Keahlian khusus”. Dari ketiga indikator kompetensi di atas dapat dijelaskan bahwa :
25
1) Mutu personal yang baik a. Memiliki rasa ingin tahu yang besar, berpikiran luas dan mampu menangani ketidakpastian. b. Harus dapat menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah , serta menyadarai bahwa beberapa temuan dapat bersifat subyektif c. Mampu bekerjasama dengan tim (Suraida, 2005). 2) Pengetahuan yang memadai a. Memiliki kemampuan untuk melakukan review analitis b. Memiliki pengetahuan tentang teori organisasi untuk memahami organisasi c. Memiliki pengetahuan auditing dan pengetahuan tentang sektor publik d. Memilik pengetahuan tentang akuntansi yang akan membantu dalam mengolah angka dan data (Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004). 3) Keahlian khusus di bidangnya a. Memiliki keahlian untuk melakukan wawancara serta kemampuan membaca cepat b. Memahami ilmu statistik serta mempunyai keahlian menggunakan komputer. c. Memiliki kemampuan untuk menulis dan mempresentasikan laporan dengan baik (Tugiman, 2006).
26
2.2.4 Pengalaman Auditor Internal 2.2.4.1 Pengertian Pengalaman Mulyadi (2002:24) mengemukakan bahwa pengertian pengalaman auditor merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui interaksi. Pengalaman merupakan sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasa dan ditanggung jawab yang diperoleh melalui interaksi. Mulyadi (2002:25) juga mengemukakan bahwa : “Jika seorang memasuki karier sebagai akuntan publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi dibawah pengawasan akuntan senior yang lebih berpengalaman. Disamping itu, pelatihan teknis yang cukup mempunyai arti pula bahwa akuntan harus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha dan profesinya, agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya, pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurangkurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa ada tiga indikator pengalaman auditor diantaranya adalah : 1) Lamanya bekerja 2) Banyaknya tugas pemeriksaan 3) Pelatihan profesi 2.2.5
Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting
2.2.5.1 Pengertian Fraud International Standards on Auditing (ISA) menegaskan, tujuan auditor adalah memberikan asurans yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material yang disebabkan oleh kesalahan (error) maupun manipulasi (fraud).
27
Secara sederhana error dan fraud dibedakan dari ada atau tidak adanya niat. Error merupakan kesalahan yang tidak disengaja. Fraud mengandung niat jahat. Dalam buku Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan yang ditulis oleh Theodorus M. Tuanakotta (2013:28) menyatakan bahwa : ”Fraud is any illegal acs characterized by deceit, concealment or violation of trust. Thesr acts are not dependent upom the appication of threats of viollence or physical force. Frauds are perpetrated by individuals, and organizations to obtain money, property or services; to avoid payment or loss of services; or to secure personal or business advantage.” Definisi di atas dapat diartikan sebagai berikut : 1. Fraud adalah perbuatan melawan hukum. 2. Perbuatan yang disebut fraud mengandung : a. Unsur kesengajaan; b. Niat jahat; c. Penipuan (deception); d. Penyembunyian (concealment); e. Penyalahgunaan kepercayaan (violation of trust). 3. Perbuatan tersebut bertujuan untuk mengambil keuntungan haram (illegal advantage) yang bisa berupa uang, barang/harta, jasa, tidak membayar jasa, atau memperoleh bisnis. 2.2.5.2 Klasifikasi Fraud Untuk melakukan pencegahan dan pendeteksian terhadap terjadinya kecurangan, maka harus mengetahui jenis-jenis kecurangan dalam buku
28
Kecurangan audit yang diterbitkan Tim Penyusun, Yayasan Pendidikan Audit internal (2008:11) yaitu: 1. Employee embezzlement atau occupational fraud Kecurangan yang dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam organisasi. 2. Management fraud Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, biasanya dengan melakukan penyajian laporan keuangan yang tidak benar untuk keuntungan organisasi atau perusahaan. 3. Investment scam, Kecurangan yang dilakukan dengan membujuk investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi dengan janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam waktu cepat. Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi investor diberikan hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu kemudian macet. 4. Vendor fraud Kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau organisasi yang menjual barang/jasa dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kwalitasnya atau barang/jasanya tidak direalisasikan walaupun pembeli telah membayar, korbannya adalah pembeli. 5. Customer fraud Kecurangan yang dilakukan pembeli/pelanggan. Pembeli tidak/kurang
29
membayar harga barang/jasa yang diterima, korbannya adalah penjual. 6. Computer fraud Kecurangan yang dilakukan dengan cara merusak program komputer, file, data, sistem operasi, alat atau media yang digunakan yang mengakibatkan kerugian bagi organisasi yang sistem komputernya dimanipulasi. 2.2.5.3 Jenis-jenis Fraud Association of Certified Fraud Examination (ACFE-2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok yang disebutkan dalam Amrizal (2004), sebagai berikut : a.
Kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.
b.
Penyalahgunaan Aset (Asset Misappopriation) Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam „Kecurangan Kas‟ dan „Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya‟, serta pengeluaranpengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c.
Korupsi (Corruption) Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi
30
ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion). 2.2.5.4 Faktor Pendorong Terjadinya Fraud Dengan memahami jenis-jenis fraud maka teknik dan metode pendeteksiannya akan dapat dilakukan. Tujuan utama pendeteksian fraud adalah untuk menghilangkan sebab-sebab munculnya fraud. Suatu hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya kecurangan sebagai akibat antara tekanan dan kebutuhan seseorang dengan lungkungan yang memungkinkannya untuk bertindak. Soejono Karni (2000:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan sebagai berikut : a. Lemahnya pengendalian internal 1. Manajemen tidak menekankan perlunya peranan pengendalian internal. 2. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan. 3. Manajemen tidak mengambil sikap dalam terjadinya conflict of interest. 4. Internal auditor tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar. b. Tekanan keuangan terhadap seseorang 1. Banyak utang. 2. Pendapatan rendah. 3. Gaya hidup rendah. c. Tekanan non-finansial 1. Tuntutan pimpinan di luar kemampuan karyawan.
31
2. Direktur utama menetapkan satu tujuan yang harus dicapai tanpa dikonsultasikan terlebih dahulu kepada bawahannya. 3. Penurunan penjualan. d. Indikasi lain 1. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai. 2. Meremehkan integritas pribadi. 3. Kemungkinan koneksi dengan pihak kriminal. Ciri-ciri atau kondisi adanya tindak kecurangan menurut Soejono Karni (2000:43) adalah sebagai berikut : a. Terdapat angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumnya. b. Adanya perbedaan antara buku besar dengan buku pembantu. c. Penemuan yang ditemui melalui konfirmasi. d. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen, baik yang umum maupun yang khusus. e. Terdapat perbedaan kepentingan (Conflict Of Interest). Teori mengenai kecurangan dan faktor penyebab terjadinya kecurangan lainnya adalah Triangle Fraud. Seperti yang dikutip oleh Theodorus. M, Tuanakotta (2006:106).
32
Gambar 2.1 Triangle Fraud
1. Perceived Oportunity yaitu kondisi yang bisa mendukung seseorang untuk menutupi kecurangannnya. 2. Pressure merupakan motivasi atau tekanan yang berasal dari seseorang untuk melakukan kecurangan. Termasuk didalamnya motivasi ekonomi. 3. Rationalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya merupakan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan. 2.2.6.5 Pengertian Fraudulent Financial Reporting Fraudulent financial reporting atau kecurangan pelaporan keuangan melibatkan salah saji yang disengaja atau kelalaian dari jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang dirancang untuk menipu pengguna laporan keuangan. Sifat salah saji atau kelalaian ini adalah kegagalan laporan keuangan yang akan disajikan, dalam semua hal yang material, dan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
33
Kecurangan pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan : a. Memanipulasi, memalsukan, atau mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari mana laporan keuangan disusun. b. Keliru, atau sengaja menghilangkan peristiwa, transaksi, atau informasi penting lainnya dari laporan keuangan. c. Sengaja manyalahgunakan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan (Reding, 2009:87). Fraudulent financial reporting atau kecurangan pelaporan keuangan dapat muncul hampir di mana saja. Baik perusahaan yang besar, kecil, lama, baru, manufaktur, maupun jasa, mereka semua beresiko. Hal yang menarik adalah bahwa, terlepas dari industri atau sifat perusahaan, kecurangan pelaporan keuangan hampir selalu muncul dengan cara yang sama. Kecurangan pelaporan keuangan biasanya tidak dimulai dengan ketidakjujuran. Hal ini pun biasanya tidak dimulai dengan CEO tidak jujur atau CFO. Juga tidak dimulai karena perusahaan membuat keputusan yang tidak tepat dengan mempekerjakan karyawan yang tidak jujur dalam departemen akuntansi. Menurut Young (2013:5), kecurangan pelaporan keuangan biasanya tidak dimulai dengan konspirasi besar atau rencana. Kenyataannya adalah bahwa pelaku dalam kecurangan pelaporan keuangan biasanya ingin melakukan yang terbaik untuk tetap jujur, layak, dan terhormat. Bukan dengan ketidakjujuran atau rencana, sengaja salah saji laporan keuangan biasanya dimulai dengan jenis tertentu dari lingkungan perusahaan yang fundamental. Orang-orang jujur yang
34
diletakkan di bawah tekanan untuk melakukan hal-hal mendasar yang tidak jujur. Young (2013:6) pun menjelaskan menjelaskan bahwa, disaat kecurangan pelaporan keuangan terindikasi muncul, ada dua pengaruh yang biasa hadir di lingkungan perusahaan. Yang pertama adalah target yang terlalu agresif dari kinerja keuangan. Yang kedua adalah "nada di atas" yang memandang kegagalan untuk mencapai target tersebut tidak dapat dimaafkan. Kunci untuk memahami asal mula kecurangan dan kunci untuk pencegahan adalah sesuai untuk memahami lingkungan perusahaan dan pengaruhnya terhadap perilaku. 2.2.5.6 Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting Menurut Tjahjono dkk. (2013:103), kecurangan pelaporan kuangan didefinisikan sebagai kesalahan yang disengaja, pengaburan fakta-fakta material, atau akuntansi yang menyesatkan dan dapat mempengaruhi atau mengubah keputusan dan penilaian pembaca setelah mempertimbangkan fakta-fakta salah yang disajikan. Kecurangan pelaporan keuangan dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan lebih baik dari sebenarnya (overstatement) dan lebih buruk dari sebenarnya (understatement). Laporan keuangan Overstated dilakukan dengan melaporkan aset dan pendapatan lebih besar dari yang sebenarnya. Kecurangan ini bertujuan : 1. Meninggikan nilai kekayaan untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan saham, karena nilainya naik.
35
2. Untuk
mendapatkan
sumber
pembiayaan
atau
memperoleh
persyaratan yang lebih menguntungkan, dalam kaitannya untuk kredit perbankan atau kredit lembaga keuangan lain. 3. Untuk menggambarkan rentabilitas atau perolehan laba yang lebih baik. 4. Untuk menutupi ketidakmampuan dalam menghasilkan uang/kas. 5. Untuk menghilangkan persepsi negatif pasar. 6. Untuk memperoleh penghargaan/bonus karena kinerja perubahan baik. Cara-cara untuk mewujudkan jenis kecurangan tersebut di atas, antara lain dengan memasukkan dalam laporan keuangan : a. Penghasilan/pendapatan fiktif (fictious revenue). b. Penilaian akhir atas aset tidak tepat. c. Menyembunyikan kewajiban (concealed liabilities). d. Mencatat aktiva passiva pendapatan dan biaya pada periode akuntansi yang tidak tepat (timing difference). Biaya pendapatan tahun berjalan digeser ke tahun sebelumnya atau sesudahnya. Sebaliknya, pendapatan tahun lalu digeser ke tahun berjalan dan pendapatan tahun yang akan datang digeser ke tahun berjalan. e. Menyembunyikan biaya antara lain dengan mengkapitalisasi biaya. Pengungkapan laporan keuangan yang tidak tepat (improper disclosures) seperti tidak diungkapkannya kewajiban bersyarat (contingence liabilities) atau kejadian-kejadian penting yang
36
berpengaruh negatif terhadap pos-pos laporan keuangan. Kejadian penting yang seharusnya diungkap antara lain:
Perusahaan pada tahun buku yang dilaporkan dalam laporan keuangan terlibat perkara di pengadilan yang apabila nanti kalah terkena kewajiban yang sangat material.
Lokasi usaha (misalnya berupa pabrik) terkena ketentuan tata kota sehingga pabrik harus dipindah/ditutup.
Penilaian aset tidak tepat (improper aset valuation) yaitu penilaian yang tidak sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum dengan sengaja agar laporan keuangan tampak lebih baik dari yang sebenarnya.
Pada sisi lain, kecurangan pelaporan keuangan dilakukan untuk menekan laba (revenue understatement) dalam rangka menghindari atau memperkecil pengenaan pajak penghasilan badan. Menurut Reding (2009:8-24), manajemen resiko kecurangan yang efektif tidak hanya bergantung pada pencegahan saja. Pencegahan kecurangan bisa gagal apabila ada desain operasi pengendalian pencegahan kecurangan yang tidak memadai atau tidak efektif. Oleh karena itu, sebuah organisasi harus memiliki kebijakan yang seimbang atas pengendalian pendeteksian kecuarangan dan pengendalian pencegahan kecurangan. Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting (2010), pencegahan dan pendeteksian awal atas fraudulent financial reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan. Menurut Rezaee
37
(2002: 79) menyatakan bahwa, perusahaan sering tidak dapat mencegah terjadinya fraud laporan keuangan. Dengan demikian, cara yang mampu dilakukan adalah dengan melakukan pendeteksian oleh auditor internal atau eksternal. Mendukung dari pendapat yang telah disampaikan oleh Rezaee tersebut sebuah penelitian yang dilakukan oleh KPMG atau Klynveld, Peat, Marwick & Goerdeler (2010) mengenai cara-cara yang paling tepat dalam pendeteksian fraud laporan keuangan adalah dengan menggunakan auditor internal. Fraud laporan keuangan dapat dideteksi dengan praktik kebijakan dan prinsip akuntansi, tingkat risiko atas pengendalian internal dan prosedur analitis ( Rezaee:2002, Zack:2009 ) Selain itu Tuanakotta (2010: 285) menyatakan “mencegah maupun mendeteksi
merupakan
cakupan
fraud
audit”.
Tuanakotta
(2010:285),
“mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit bersifat investigatif”. Menurut Glen. D Moyes et al (2009) dalam jurnalnya menyatakan bahwa pendeteksian fraud akan semakin baik dengan faktor-faktor pendidikan auditor, pengalaman auditor, dan sertifikasi. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Priscilla Burnaby, et al (2011) menyatakan bahwa pemahaman dan persepsi yang dimiliki oleh auditor internal mengenai dampak dan kemungkinan terjadinya fraud, merupakan keterampilan yang dibutuhkan oleh auditor internal untuk menemukan fraud dalam sebuah organisasi. Menurut
Karyono
(2013:98)
dalam
bukunya
Forensic
Fraud,
pendeteksian atas kecurangan laporan keuangan antara lain dilakukan dengan membandingkan hasil analisis atas laporan tersebut dengan laporan periode
38
sebelumnya, perbandingan tersebut dapat juga berupa perbandingan data keuangan. Deteksi atas kecurangan laporan keuangan antara lain dengan melakukan : 1. Analisis Vertikal Merupakan analisis antara item-item laporan Keuangan (neraca, Laporan Laba-Rugi, dan laporan Arus Kas) dan membandingkannya dengan tahun lalu dan digambarkan dalam persentase. Bila hasilnya terjadi perbedaan yang tidak wajar menunjukkan adanya tanda-tanda fraud. 2. Analisis Horizontal Merupakan analisis perubahan item-item Laporan Keuangan selama beberapa periode pelaporan yang digambarkan dalam persentase. Bila hasil analisisnya terjadi perbedaan mencolok, menunjukkan adanya gejala atau tandatanda kecurangan (fraud). 3. Analisis Rasio Merupakan analisis dengan membandingkan item-item dalam laporan keuangan. 2.3
Kerangka Pemikiran Berikut ini disajikan rerangka pikir penelitian secara ilustratif mengenai
pengaruh independensi, kompetensi dan pengalaman kerja auditor internal terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.
39
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Independensi Auditor Internal (X1) Kompetensi Auditor Internal (X2)
Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting (Y)
Pengalam Kerja Auditor Internal (X3)
2.3.1 Pengaruh Independensi Auditor Internal Terhadap Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang auditor internal untuk tidak mempunyai kepentingan priadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Menurut Arens dan Loeckbe (2009:111) independensi dalam auditing adalah : “A member in public practice shall be independence in the performance a professional service as require by standards promulgated by bodies designated by a council.”
40
Berdasarkan
penjelasan
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
independensi harus dilakukan oleh semua pihak yang melakukan pelayanan profesional sesuai dengan standar yang berlaku. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak bergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif ridak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, maka audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta tanpa adanya pengaruh dari luar. Dalam hubungannya dengan auditor, independensi berpengaruh penting sebagai dasar utama agar auditor dipercaya oleh masyarakat umum. Dianawati (2013) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap efektivitas struktur pengendalian internal. Auditor harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pendeteksian fraud dan pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah : H1 :
Independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.
41
2.3.2
Pengaruh Kompetensi Auditor Internal Terhadap Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting Auditor internal didorong untuk meningkatkan keahliannya dengan
mendapatkan sertifikasi profesi yang tepat, seperti Certified Internal Auditor, Qualified Internal Auditor, Certified Fraud Examiners dan lain sebagainya yang disarankan oleh Konsorsium Profesi Auditor Internal. Dalam hubungan antara kompetensi auditor internal dengan fraud, Kranacher (2004:66) menyatakan sebagai berikut : “Although the responsibility for preventing fraud ultimately lies with directors and officers, it is becoming clearer that auditors must be prepared to detect fraud…Current auditors have a wealth of possibilities available to learn about fraud detection and deterrence, in form of continuing professional education courses (CPE). Improving the auditor’s ability to detect fraud will lend technical competence and credibility to the financial reporting process…Greater educational background will help auditors recognize and assess the pressures that can lead to fraud, obtain the necessary information, organize and evaluate the data, and report conclusions of fraud investigations.” Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar. Dalam melaksanakan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus dibidangnya. Hasil penelitian Rozmita (2012), menyatakan bahwa kompetensi auditor internal ada pada kategori yang baik dan berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah : H2 :
Kompetensi auditor internal berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.
42
2.3.3 Pengaruh
Pengalaman
Kerja
Auditor
Internal
Terhadap
Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting Pengalaman kerja akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit yang dilakukan serta kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit sehingga akan menambah dan memperluas pengetahuannya dibidang akuntansi dan auditing (Christiawan, 2002). Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan semakin baik dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan (Alim dkk, 2007). Hasil penelitian Handryanto (2015) menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman kerja seorang auditor semakin meningkat kualitas kerjanya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah : H3 :
Pengalaman
kerja
auditor
internal
berpengaruh
signifikan
terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting 2.3.4 Pengaruh Independensi, Kompetensi dan Pengalaman Kerja Auditor Internal Terhadap Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting Menurut Tugiman (2006) independensi, kompetensi dan pengalaman kerja auditor internal merupakan bentuk kesesuaian dengan standar profesi auditor internal. Penerapan standar profesi ini perlu diatur dan dipengaruhi oleh lingkungan tempat unit audit internal melaksanakan kewajiban yang ditugaskan terhadapnya. Kesesuaian dengan konsep-konsep yang telah dinyatakan dalam
43
standar ini sangatlah penting apabila para auditor internal ingin memenuhi tanggung jawabnya dan agar bentuk kegiatan pengendalian ataupun pemeriksaan dapat dikatakan berjalan baik. Dalam penelitiannya, Paul Coram (2006) mengungkapkan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal mampu untuk mendeteksi dan melaporkan fraud lebih baik daripada organisasi yang tidak memiliki fungsi audit internal. Hal ini penting bagi banyak pihak seperti investor, regulator, dan pimpinan perusahaan, karena hasil yang baik dari audit internal akan menambah nilai kepada fungsi itu sendiri dan menambah nilai dari organisasi atau perusahaan. Menurut penelitian sebelumnya yang di kemukakan oleh Handryanto (2015), Dianawati (2013), Rozmiati (2012), Alim (2007) dan Christiawan (2002) menyatakan bahawa indpendensi, kompetensi dan pengalaman kerja berpengaruh
signifikan
terhadap
kualitas
pemeriksaan,
pendeteksian
kecurangan dan pengendalian internal pada suatu perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang di bangun adalah : H4 :
Independensi, kompetensi dan pengalaman kerja auditor internal
berpengaruh secara simultan terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting
44
Tabel 2.2 Penelitian-Penelitian Empiris Terdahulu Authors
Judul Penelitian
Tahun
Alim, M. Nizarul. Trisni hapsari dan Lilik Purwanti
Pengaruh Kompetensi dan Independensi 2007 Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi. SNA X. Makassar.
Asih, Dwi Ananing Tyas
2006 Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang Auditing. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Kompetensi dan Independensi Akuntan 2002 Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol.4, No. 2, November, 79 – 92.
Christiawan, Yulius Jogi
Pengaruh Independensi, Keahlian 2013 Profesional dan Pengalaman Kerja Auditor Internal Terhadap Efektivitas Struktur Pengendalian Internal Bank BPR di Kab.Gianyar. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol. 4 No.3.
Dianawati, Ni Made Diah
.
Rozmita Dewi Yuniarti R.
Pengaruh Kompetensi Auditor Internal Teerhadap Pendeteksian Fraudulent Financial Reporting (Studi Kasus Pada BUMN Se-Kota Bandung). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
2012
Grefita, Sari
Pengaruh Independensi, Kompetensi, dan keahlian Profesional Auditor Internal terhadap Efektivitas Penerapan struktur peegndalian Intern pada Persuahaan Bersetifikat ISO di Surabya. Dalam Jurnal STIE, Surabaya.
2011
45
2.4
Rizky Dwi Handryanto
Pengaruh Independensi Auditor Internal 2015 Terhadap Efektivitas Pengendalian Internal. Universitas Widyatama. Bandung
Hirt Roberth
Better Internal Audit Leads To Better Control. Journal of financaial Excexutive November 008, pp: 49-51.
Kwang Bu
Peranan Internal Audit Dalam Menunjang 2006 Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Penggajian Pada PT. XYZ. Dalam Jurnal Ilmiah Ranggagading, 6(2), h:1-5.
Paul Coram, Colin Ferguson, dan Robyn Moroney
The Value of Internal Audit in Fraud detection. International Journal of The University of Melbourne. Vol. 2 No.5..
2006
Sukriah, Ika., Akram., dan Inapty, Biana A
Pengaruh Kerja, Independensi, obyektifitas, Integritas, dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Diponegoro JournaL of Accounting, (Online),Vol.2, No. 1
2009
Suraida, Ida
Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman 2005 Audit dan Risiko Audit TerhadapSkeptisme Profesional Auditor Dan Ketetapan Pemberian Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, Vol.7, No. 3, November, 186-202.
Thomas G. Noland and Dale L. Flesher
An Assesment of The Internal Auditor‟s 2003 impact in Small Banks. Journal of Internal Auditing, 18(1): pp : 40.
2008
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 : Independensi
auditor
internal
berpengaruh
pendeteksian fraudulent financial reporting.
signifikan
terhadap
46
H2 : Kompetensi auditor internal berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting. H3 : Pengalaman kerja auditor internal berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting. H4 : Independensi, kompetensi dan pengalaman kerja kerja auditor internal berpengaruh signifikan reporting.
terhadap
pendeteksian
fraudulent
financial