BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori Landasan teori berisikan pengertian mengenai masing-masing variabel
dalam penelitian ini yaitu audit judgment, keahlian auditor, tekanan ketaatan, dan independensi. Grand theory yang digunakan dalam penelitian ini yaitu human information processing dan teori pendukung seperti behavioral decision theory, teori X dan Y Mcgregor, teori atribusi yang akan dijelaskan pula dalam landasan teori ini.
2.1.1 Audit judgment Audit judgment
merupakan suatu pertimbangan atas persepsi dalam
menanggapi informasi laporan keuangan yang diperoleh, ditambah dengan faktor-faktor dari dalam diri seorang auditor, sehingga menghasilkan suatu pemikiran dari auditor atas informasi yang didapat sebelumnya (Tantra, 2013). Menurut Lopa (2014) audit judgment merupakan suatu pertimbangan yang mempengaruhi dokumentasi bukti dan keputusan pendapat yang dibuat oleh auditor. Jamilah (2007) menentukan
audit judgment
pendapat mengenai
hasil
adalah
kebijakan
auditnya
yang
auditor
dalam
mengacu
pada
pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Audit judgment dibutuhkan auditor untuk melakukan analisis tingkat materialitas, mengidentifikasi tujuan audit, mengevaluasi risiko audit yang terkait
9
dengan perencanaan audit dan menentukan opini audit yang sesuai (Johari, 2014). Tantangan bagi profesi audit adalah bagaimana untuk memastikan bahwa audit judgment dan keputusan yang diambil telah didasarkan pada kualitas informasi yang relevan dan dapat dipercaya. Kualitas pekerjaan auditor dapat dilihat dari kualitas penilaian dan keputusan yang dibuat. Oleh karena itu, penilaian audit yang berkualitas tinggi juga harus memastikan efektivitas dan efisiensi audit (Johari, 2014) Pembuatan audit judgment, auditor menggunakan proses audit yang sistematis dan ketat yang melibatkan dua kegiatan dasar, yaitu mengumpulkan serta mengevaluasi bukti-bukti (Ashton, 1974 dalam Iskandar, 2011). Auditor mengumpulkan bukti audit pada waktu yang berbeda dan mengintegrasikan informasi dari bukti yang ada untuk membuat audit judgment berdasarkan informasi yang diperoleh dari laporan keuangan klien. Pada saat mengevaluasi bukti audit, auditor diharapkan untuk menggunakan penilaian mereka untuk menentukan apakah informasi keuangan mengandung salah saji material atau ketidak akuratan yang signifikan. Ketidak akuratan, inkonsistensi, atau kurangnya konsensus yang mungkin timbul selama pekerjaan audit, seperti dalam penentuan ambang batas materialitas atau pada saat menyatakan opini mencerminkan pertimbangan audit yang berkualitas rendah. Keakuratan judgment yang diambil oleh auditor memberikan pengaruh
dalam menyelesaikan
kesimpulan akhir yang dihasilkan oleh
auditor. Komite Penasehat Perbaikan Pelaporan Keuangan (dalam Wright, 2014) berpendapat bahwa profesionalisme dalam pengambilan audit judgment sangat
10
penting untuk mencerminkan substansi ekonomi transaksi dan dengan demikian dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan audit. Menurut
Siegel
(1989
dalam
Retnowati,
2009)
indikator
yang
mempengaruhi audit judgment yaitu: temuan-temuan audit yang bersifat material ketika saat mengaudit dan keyakinan yang diperoleh auditor eksternal (independen) tentang klien yang diaudit. Menurut Puspita (2014) indikator yang mempengaruhi audit judgment adalah judgment auditor mengenai tingkat materialitas, judgment auditor mengenai tingkat resiko audit dan judgment auditor mengenai kelangsungan hidup suatu entitas (going concern). Kesimpulan mengenai indikator audit judgment yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) tingkat materialitas Financial Accounting Standar Board (FASB) (dalam Puspita, 2014) mendefinisikan materialitas sebagai besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji tersebut. 2) tingkat risiko audit Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (dalam Puspita, 2014) seorang auditor dalam melaksanakan tugas audit, dihadapkan pada resiko audit yang dihadapinya sehubungan dengan judgment yang ditetapkan. Dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan
11
pertimbangannya dalam menentukan tingkat risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai behwa laporan keuangan bebas dari salah saji material 3) kelangsungan hidup suatu entitas (going concern) Menurut Statements on Auditing Standards (SAS) 59 (dalam Puspita, 2014) auditor diwajibkan mempertimbangkan apakah terdapat keraguan yang substansial pada kemampuan entitas terus berlanjut sebagai usaha yang going concern untuk periode waktu yang layak pada setiap penugasan audit. Sedangkan keputusan going concern merupakan hal yang sulit, sehingga keputusan ini harus diambil oleh auditor yang memiliki keahlian yang memadai.
2.1.2 Keahlian auditor Keahlian
auditor
mencakup
seluruh kemampuan dan pengetahuan
auditor akan dunia audit itu sendiri yang berasal dari pendidikan formalnya dan juga ditunjang dengan pengalaman dalam praktik audit. Semakin tinggi keahlian audit yang dimiliki auditor, maka semakin dalam auditor tersebut akan melakukan pemeriksa atas laporan keuangan atau semakin luas lingkup audit yang akan dilakukan oleh auditor yang sudah memiliki keahlian auditor yang tinggi. Menurut Ashton (2002) dalam mendeteksi sebuah kesalahan,
12
seseorang auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi. Keahlian didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Shelton (1999) menyatakan bahwa pengalaman akan mengurangi pengaruh informasi yang tidak relevan dalam pertimbangan (judgment) auditor. Choo (1991) menyatakan bahwa auditor berpengalaman menemukan banyak hal yang tidak umum dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman yang dapat berpengaruh dalam pembuatan audit judgment. Menurut Abdolmohammadi (1987), keahlian audit dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu: keahlian teknis dan keahlian non teknis. Keahlian teknis
adalah
kemampuan mendasar dari seorang auditor yang berupa
pengetahuan prosedural dan akuntansi
dan auditing
kemampuan
secara
klerikal lainnya
umum. Keahlian
non
dalam lingkup
teknis
merupakan
kemampuan dari dalam diri seorang auditor yang banyak dipengaruhi oleh faktor personal dan pengalaman. Menurut Abdolmohammadi (1992) keahlian seorang auditor terdiri dari lima komponen yaitu komponen pengetahuan (knowledge component), ciri-ciri psikologis (psichologi traits), kemampuan berfikir (cognitive abilities), strategi penentuan keputusan (decision strategis), dan komponen pengalaman (experience decision). Bonner (1999) berpendapat bahwa keahlian auditor ditentukan oleh beberapa karakteristik tertentu seperti pendidikan, pengetahuan, pengalaman.
13
Libby (1995) mengatakan bahwa kinerja seseorang dapat diukur dengan
beberapa
unsur antara lain
kemampuan
(ability),
pengetahuan
(knowledge) dan pengalaman (experience). Oleh karena itu dalam melaksanakan proses pengauditan, auditor harus meningkatkan kompetensi dan keahlian auditor dengan menambah pengetahuan, kemampuan dan pengalaman auditnya. Menurut Precillia (2013); Tantra (2010) dan Najib (2013) kriteria keahlian adalah pengalaman, pendidikan, dan pengetahuan. Kesimpulan mengenai kriteria keahlian auditor dalam kaitannya dengan penelitian ini, menjadi: 1) Pendidikan adalah kemampuan melakukan analisis tugas berpengaruh pada penentuan keputusan dan dipengaruhi tingkat pendidikan auditor. 2) pengalaman adalah kemampuan melakukan analisis tugas berpengaruh pada penentuan keputusan dan dipengaruhi tingkat pengalaman auditor. 3) pengetahuan merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. komponen ini meliputi pengetahuan pada fakta-fakta, prosedur-prosedur, dan pengalaman.
2.1.3 Tekanan ketaatan Auditor di Kantor Akuntan Publik menghadapi tantangan yang sulit dalam menyelesaikan tugas audit yang diberikan. Beberapa tantangan timbul dari sifat pekerjaan itu sendiri seperti tekanan pekerjaan, sumber daya yang tidak memadai atau tenaga kerja dan ketidakpastian tugas. Tantangan-tantangan ini menyebabkan kurangnya konsensus di antara auditor dan ketidak akuratan dalam penilaian audit, yang pada gilirannya mempengaruhi kualitas audit judgment (Sanusi, 2007).
14
Teori ketaatan menyatakan bahwa indivindu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang diberikan, hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan legitimate power atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada posisi khusus dalam struktur hirerarki organisasi (Handani 2014). Tekanan ketaatan biasanya diterima oleh auditor dari atasan dan kliennya untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik dan standar profesional akuntan publik (Yuliani, 2012). Bila terdapat perintah untuk berperilaku yang menyimpang dari norma, tekanan ketaatan (obedience pressure) seperti ini akan menghasilkan variasi pada judgment auditor dan memperbesar kemungkinan pelanggaran norma atau standar profesional. Tinggi rendahnya tekanan ketaatan yang dimiliki seorang auditor akan berpengaruh saat memberikan pendapat akan tingkat kewajaran laporan keuangan. Pada saat tidak ada tekanan dari atasan atau pihak lain tingkat independensi pada entitas yang diperiksanya akan tinggi, sedangkan saat mendapat tekanan dari atasan atau pihak lain auditor akan
mengalami
penurunan tingkat independensi, yang nantinya hasilnya akan berpengaruh pada
audit
judgment
mempertimbangkan
yang
tekanan
dikeluarkan oleh auditor. DeZoort atasan
untuk
melakukan
perilaku
(1994) yang
menyimpang karena adanya kemungkinan perubahan dalam perspektif etis sejalan dengan perubahan ranking peran dalam organisasi. Kaitannya dengan penelitian ini, maka dapat diambil
kesimpulan
mengenai indikator tekanan ketaatan yang menjadi tolak ukur dalam penelitian
15
ini, yaitu tekanan atau perintah dari klien (Lopa, 2014; Tantra, 2013; Praditaningrum, 2012) dan tekanan dari klien (Lopa, 2014; Tantra, 2013; Praditaningrum, 2012). Dimana indikator tersebut telah digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya.
2.1.4 Independensi Audit judgment mengacu pada penilaian profesional auditor independen dalam
pekerjaan
audit
mereka
(Gibbins,
1984).
Penilaian
profesional
mencerminkan penilaian kolektif pada semua tahap pekerjaan audit, termasuk perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit dan pelaporan audit. Menurut Cohen (2011) independensi sangat penting dalam memastikan integritas proses pelaporan keuangan. Independen berarti seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, dimana seorang auditor tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Pada saat pembuat judgment seorang auditor tidak boleh memihak pada suatu kepentingan apapun, baik itu entitas yang diperiksa maupun pihak yang berkepentingan pada laporan keuangan auditan. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
16
untuk menilai mutu jasa audit. Menurut Mulyadi (2008:26) berarti sikap mental yang bebas
dari pengaruh,
tidak
dikendalikan
oleh
pihak
lain,
tidak
tergantung pada orang lain. Menurut Enofe (2014) Independensi adalah dasar untuk keandalan laporan auditor. Menurut Halim (2008:50), ada tiga aspek independensi seseorang auditor yaitu: (1) independent in fact (independensi senyatanya) yakni auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi. (2) independence in appearance (independensi dalam penampilan) yang merupakan pandangan pihak lain pada diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan objektivitasnya. (3) independence in competence (independensi dari sudut keahlian) yang berhubungan erat dengan kompetensi dan kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya. Untuk
menjaga
citranya
seorang
auditor
harus
menjaga
dan
mempertahankan independensinya dengan cara menghindari faktor-faktor yang mengakibatkan rusaknya independensi auditor. Menurut Arenns (2008:112) menyatakan bahwa ada beberapa masalah independensi yang timbul, yaitu hubungan dengan klien, masalah kepentingan keuangan yang terkait tuntutan atau perkara hukum antara Kantor Akuntan Publik, jasa pembukuan dan audit untuk klien yang sama serta penugasan dan pembayaran imbalan jasa audit oleh manajemen. Menurut Mulyadi (2008:28) independensi dapat dipengaruhi secara obyektif melalui hubungan keuangan dengan klien, pelaksanaan jasa lain untuk
17
klien audit, hubungan kekeluargaan dan pribadi, penerimaan barang dan jasa dan pembayaran imbalan jasa audit dari klien. Berdasarkan faktor-faktor yang sudah dijelaskan di atas, kesimpulan mengenai indikator independensi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu : pengaruh dari pihak lain (Wardani, 2015; Justiana, 2010; Precilia, 2013), penerimaan imbalan jasa audit dan barang atau jasa dari klien (Efendy, 2010; Najib, 2013, Precillia 2013) dan hubungan dengan klien (Efendy, 2010; Najib, 2013, Precillia 2013). Dimana indikator tersebut juga telah digunakan oleh pada beberapa penelitian sebelumnya.
2.1.5 Grand theory: human information processing Human Information Processing (HIP) merupakan perspektif kognitif dalam membahas tentang cara berpikir manusia. HIP menganalogikan proses berpikir manusia seperti proses kerja komputer yang terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, memasukan informasi atau input. Tahap kedua adalah pemrosesan informasi dan yang terakhir adalah tahapan pengeluaran informasi yang telah diolah atau output. Adanya input akan merangsang kerja otak. Input yang baik akan merangsang fungsi kerja otak secara optimal sehingga fungsi kerjanya menjadi lebih optimal (Moesono, 2000). Lingkungan yang kaya (nurture) sangat membantu optimalisasi fungsi otak. Informasi yang masuk akan diproses dengan baik dan informasi tersebut akan terintegrasi dengan pengetahuan sebelumnya sehingga terbentuk suatu jaringan pengetahuan. Jaringan pengetahuan yang solid dan saling terhubung satu
18
dengan yang lain akan menghasilkan output yang baik. Output dapat berupa hasil pemikiran atau dapat berupa perilaku (Moesono, 2000). Pengaruh keahlian auditor, tekana ketaatan dan independensi pada audit judgment dapat dijelaskan melalui teori Human Information Processing (HIP). Ketika seorang auditor mendapat informasi dan bukti-bukti audit dari klien (input), auditor akan memproses informasi tersebut untuk dapat menghasilkan audit judgment. Pada saat auditor akan memproses informasi tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keahlian auditor. Semakin ahli seorang auditor dalam memproses suatu informasi maka audit judgment (output) yang diambil akan semakin akurat karena banyaknya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh auditor tersebut. Sewaktu auditor memproses informasi, jika auditor mendapatkan tekanan dari atasan maka audit judgment (output) yang diambil akan tidak akurat karena auditor tidak bersikap independent dan berada dibawah tekanan dari atasasan. Pada saat berada dibawah tekanan, auditor akan cenderung lebih memilih mengikuti perintah atasan untuk berprilaku menyimpang dari standar profesional akuntan publik dari pada mengambil resiko dipecat dari pekerjaannya. Hal ini akan membuat auditor tidak memiliki independensi. Sebaliknya saat auditor mendapatkan tekanan dari atasan dan lebih memilih menetang perintah atasan dan tetap bersikap independent makan audit judgment (output) yang diambil akan lebih akurat karena dalam memproses informasi tersebut auditor bebas dari tekanan atau pengaruh dari pihak lain.
19
2.1.6 Behavioral decision theory (teori pengambilan keputusan) Behavioral decision theory menjelaskan latar belakang terjadinya perbedaan pendapat antara auditor yang memiliki keahlian tinggi dengan auditor yang tidak memiliki keahlian yang tinggi. Bowditch (1990 dalam Saifudin, 2004) mengatakan bahwa teori ini berhubungan dengan perilaku seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Teori pengambilan keputusan merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara memilih alternatif yang tepat yang akan dijadikan sebuah keputusan dan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam proses pengambilan keputusan (Ariati, 2014). Behavioral decision theory menyatakan bahwa seseorang mempunyai keterbatasan pengetahuan dan bertindak hanya berdasarkan persepsinya pada suatu situasi yang sedang dihadapi. Tiap orang mempunyai struktur pengetahuan yang berbeda dan kondisi ini akan mempengaruhi cara pembuatan suatu keputusan dimana hal itu tidak dapat dilepaskan dari berbagai konteks sosial berupa tekanan-tekanan dan pengaruh-pengaruh politik, sosial, dan ekonomi. Seseorang pembuat keputusan tidak lagi menggunakan pikiran rasional jika dia merasa bahwa keputusan yang dia ambil sangat erat kaitannya dengan kepentingan-kepentingan pribadinya (Ariati, 2014). Pada dasarnya keahlian auditor merupakan salah satu kualitas audit tugasnya,
penentu pada
yang akan dilakukan karena ketika auditor menjalankan
dibutuhkan
keahlian auditor
dimana ketepatan judgment
untuk
melakukan audit
judgment
yang diambil oleh auditor dalam menyelesaikan
pekerjaan audit memberikan pengaruh pada kesimpulan akhir (opini) yang
20
akan dihasilkannya (Ariati, 2014). Maka dari itu, auditor harus memiliki keahlian yang tinggi untuk dapat menghasilkan audit judgment yang akurat. Judgment yang diambil auditor secara tidak langsung akan mempengaruhi tepat atau tidaknya keputusan yang akan diambil oleh para pihak pengguna informasi yang mengandalkan laporan keuangan auditan sebagai acuannya dalam pembuatan keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh Artha (2014), Praditaningrum (2012) dan Tantra (2013) membuktikan secara empiris keahlian audit memiliki pengaruh positif pada judgment yang diambil oleh auditor. Semakin tinggi keahlian audit yang dimiliki oleh seorang auditor, maka judgment yang diambil auditor juga akan semakin akurat. Melalui keahliannya, auditor akan mampu belajar aktif dalam menghadapi tugas audit, mengolah informasi yang relevan, dan berinteraksi
sosial
dengan sesama auditor, atasan, maupun entitas yang
diperiksanya. Hal tersebut dapat menunjang pemberian judgment
yang tepat
untuk menentukan kualitas dari hasil audit dan juga opini yang akan dikeluarkan oleh auditor.
2.1.7 Teori X dan Y McGregor McGregor mengemukakan dua pandangan mengenai manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif). Individu yang bertipe X memiliki locus of control
eksternal
dimana mereka pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan,
berusaha menghindarinya dan menghindari tanggung jawab, sehingga mereka harus dipaksa atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. Individu yang bertipe Y memiliki locus of control internal dimana mereka menyukai
21
pekerjaan, mampu mengendalikan diri untuk mencapai tujuan, bertanggung jawab, dan mampu membuat keputusan inovatif (Handani, 2014). Auditor yang termasuk dalam tipe X jika mendapat tekanan ketaatan dan tugas audit yang kompleks dapat membuat judgment yang tidak tepat. Auditor tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai auditor,
lebih suka
menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja, sehingga ketika mendapat tekanan ketaatan maupun menghadapi tugas yang kompleks maka mereka akan cenderung mencari jalan yang aman dan bahkan berperilaku disfungsional dalam membuat judgment. Auditor yang termasuk dalam tipe Y dapat bertanggung jawab atas tugasnya dan tetap bersikap profesional dalam menjalankan tugas sebagai auditor. Auditor tidak akan terpengaruh meskipun ia mendapat tekanan ketaatan dan menghadapi tugas audit yang kompleks, sehingga dapat membuat judgment yang lebih akurat (Praditaningrum, 2012). Pengaruh tekanan ketaatan pada audit judgment dapat didukung dengan penelitian yang dilakukan Praditaningrum (2012), Yustrianthe (2012) dan Tantra (2013) yang menyatakan tekanan ketaatan berpengaruh negatif pada audit judgment yang diambil oleh auditor. Semakin besar tekanan ketaatan yang dihadapi oleh seorang auditor, semakin besar pula dilema yang dihadapi maka besar kemungkinan judgment yang diambil oleh auditor akan tidak akurat karena masih sangat sedikit auditor yang mau mengambil risiko untuk dipecat dan kehilangan
klien sebagai
konsekuensi
menentang perintah
keinginan klien walaupun menyimpang dari standar profesional.
22
atasan
dan
2.1.8 Teori atribusi Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri. Fritz Heider (1958 dalam Rahmawati, 2013) mengungkapkan bahwa perilaku seseorang itu bisa disebabkan karena faktorfaktor internal (disebut atribusi internal) dan dapat pula disebabkan oleh faktor ekternal (atribusi ekternal). Faktor-faktor internal misalnya kemampuan, pengetahuan, dan usaha, sedangkan faktor eksternal misalnya berupa kesempatan, dan juga lingkungan (Rahmawati, 2013). Perilaku yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi dari diri individu yang bersangkutan. Perilaku yang dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat eksternal dilihat sebagai hasil dari tekanan situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu. Pengaruh perilaku seseorang inilah yang diyakini dapat membuat seorang auditor dapat berlaku independen atau sebaliknya. Misalnya pengaruh eksternal yaitu kondisi sosial, tidak jarang ditemui kasus auditor yang berlaku curang dengan jalan mau melakukan keinginan klien yang tidak benar hanya karena kompensasi yang diberikan klien lebih besar jika auditor memenuhi keinginan klien dibandingkan melaporkan apa sebenarnya yang terjadi (Ariati, 2014). Perilaku Independen auditor sangat berpengaruh pada hasil audit terutama pada saat auditor akan memberikan opini pada laporan keuangan yang di auditnya. Bila auditor tidak mempertahankan independensinya dan lebih memilih
23
menuruti keinginan klien untuk berlaku curang maka keputusan atau audit judgment yang diambil oleh auditor akan tidak akurat dan hal tersebut akan berpengaruh pada opini audit yang akan dikeluarkan oleh auditor. Tidak adanya Independensi dari seorang auditor dalam melakukan audit dapat menyebabkan kredibilitas dan ketepatan opini audit yang di berikan oleh auditor pada laporan keuangan tersebut perlu diragukan dan tidak dapat diandalkan. Jadi independensi auditor dapat mempengaruhi audit judgment. Penjelas mengenai pengaruh independensi pada audit judgment di atasa diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Handani (2014) dan Mukhlis (2010) bahwa independensi berpengaruh positif pada audit judgment. Bahwa semakin tinggi
tingkat independensi
seorang
auditor maka audit judgment yang
dihasilkan oleh auditor akan semakin akurat. Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka kinerjanya akan lebih baik dan dapat menghasilkan audit judgment yang lebih baik pula
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh keahlian audit pada audit judgment Keahlian audit mencakup seluruh kemampuan dan pengetahuan auditor akan dunia audit itu sendiri yang berasal dari pendidikan formalnya dan juga ditunjang dengan pengalaman dalam praktik audit. Melalui keahliannya, auditor akan mampu belajar aktif dalam menghadapi tugas audit dan mengolah informasi yang relevan. Selain itu, keahlian seorang auditor juga dapat mempengaruhi kemampuan prediksi dan deteksi auditor pada kecurangan
24
maupun kekeliruan sehingga dapat mempengaruhi judgment yang diambil oleh auditor. Shelton
(1999) dan Abdolmohammadi
(1987) menyatakan
bahwa
pengalaman akan mengurangi pengaruh informasi yang tidak relevan dalam pertimbangan auditor. Auditor yang berpengalaman akan menghasilkan audit judgment yang lebih akurat. Choo (1991) menyatakan bahwa auditor berpengalaman menemukan banyak hal yang tidak umum dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman sehingga hal tersebut berpengaruh pada audit judgment yang dibuat auditor. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Praditaningrum (2012) , Artha (2014) dan Tantra (2013) yang membuktikan secara empiris bahwa keahlian auditor berpengaruh positif pada audit judgment yang dihasilkan oleh auditor. Semakin tinggi keahlian audit yang dimiliki oleh seorang auditor, maka judgment yang diambil auditor juga akan semakin akurat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirimuskan hipotesis: H1: Keahlian auditor berpengaruh positif pada audit judgment
2.2.2 Pengaruh tekanan ketaatan pada audit judgment Auditor berusaha untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya, tetapi disisi lain dituntut pula untuk mematuhi perintah dari entitas yang diperiksa maupun dari atasannya. Semakin tinggi tekanan yang dihadapi oleh auditor, semakin besar pula kemungkinan auditor melakukan kesalahan dalam pengambilan judgment audit
karena masih sangat sedikit auditor yang mau
mengambil risiko untuk dipecat dan kehilangan klien sebagai konsekuensi
25
menentang perintah atasan dan keinginan klien meskipun menyimpang dari standar profesional. Pernyataan tersebut juga didukung dengan penelitian yang dilakukan Praditaningrum (2012), Yustrianthe (2012) dan Tantra (2013) yang menyatakan tekanan ketaatan berpengaruh negatif pada audit judgment yang diambil oleh auditor. Penelitian yang dilakukan oleh DeZoort (1994) memberi bukti langsung bahwa
tekanan
ketaatan
dapat mengakibatkan
pengaruh
yang
berlawanan pada pertimbangan audit. Semakin besar tekanan ketaatan yang dihadapi oleh seorang auditor, semakin besar pula dilema yang dihadapi maka besar kemungkinan judgment yang dihasilkan oleh auditor akan tidak akurat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis: H2: Tekanan ketaatan berpengaruh negatif pada audit judgment
2.2.3 Pengaruh independensi pada audit judgment Independen berarti seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, dimana seorang auditor tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Pada saat membuat judgment seorang auditor kepentingan
apapun,
berkepentingan
baik
pada laporan
tidak
boleh
memihak pada suatu
itu entitas yang diperiksa maupun pihak yang keuangan
auditan.
Seorang auditor
yang
memiliki independensi yang tinggi maka kinerjanya akan lebih baik dan dapat menghasilkan audit judgment yang lebih akurat. De Angelo (1981) menyatakan bahwa independensi merupakan hal yang penting selain kemampuan teknik auditor, artinya auditor harus memiliki pengetahuan dalam menjaring informasi yang dibutuhkan pada setiap proses
26
audit dalam pengambilan keputusan dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Handani (2014) dan Mukhlis (2010) yang menyatakan independensi berpengaruh positif pada audit
judgment. Bahwa
semakin
tinggi
tingkat independensi
seorang auditor maka audit judgment yang dihasilkan oleh auditor akan semakin akurat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirimuskan hipotesis: H3: Independensi berpengaruh positif pada audit judgment
27