BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Definisi 2.1.1
Disharmoni Disharmoni
adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara
kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain. Terjadi tumpang tindih, tidak saling melengkapi antar kebijakan. Pada prinsipnya Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijakan yang saling berkaitan, KUAPPAS merupakan pendukung dalam menyusun rencana APBD, namun pada kenyataannya tidak adanya keterpaduan antara data yang didukung dengan data yang mendukung. 2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan APBD,
mulai dari penyusunan dan penyampaian
rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli tahun sebelumnya. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama 15
akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas rancangan APBD Tahun Anggaran berikutnya antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya kesepakatan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember tahun sebelumnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD dapat dilihat pada tabel 2.1 lampiran 1. 2.1.3
Kebijakan Umum APBD (KUA) Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan
tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti. 1) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah; 2) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD, termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah; 3) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah serta strategi pencapaiannya; 4) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan
16
manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya; 5) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya. Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan sasaran dan kebijakan pemerintah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan RAPBD. Dalam menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD, Kepala Daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah. Kebijakan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada Kepala Daerah, paling lambat pada awal bulan Juni tahun sebelumnya, Rancangan Kebijakan Umum APBD disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni Tahun Anggaran sebelumnya untuk dibahas dalam pembahasan Pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Badan Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD
paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya. 2.1.4
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang
dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari
17
Satuan Kerja Perangkat Daerah( SKPD) terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan PPAS dengan tahapan sebagai berikut. 1)
Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.
2)
Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan.
3) Menyusun plafon anggaran untuk masing-masing program. Kepala Daerah menyampaikan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya. Pembahasan dilakukan oleh 18
Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran sebelumnya. KUA-PPAS yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD. 2.1.5
Kompetensi Sumber Daya Manusia Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan bekal
pendidikan, pelatihan, pengetahuan tentang penyusunan anggaran,
pemahaman dalam menyusun anggaran, dan perilaku dalam bekerja. Sumber daya manusia pengguna sistem dituntut untuk memiliki tingkat keahlian yang memadai atau paling tidak memiliki kemauan untuk terus belajar dan mengasah kemampuan. Kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sangat berperan dalam menghasilkan informasi yang berkualitas. Untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran berbasis kinerja diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya. Pranesti dan Roekhudin (2001) menyatakan bahwa faktor manusia merupakan bagian penting dari penganggaran. Seringkali orang menganggap anggaran seolah-olah sebagai alat mekanis saja, namun dibalik aspek teknis tentang anggaran, adalah manusia. Manusia yang merancang tujuan dan sasaran, dan manusia pula yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok akan berpengaruh terhadap penyusunan anggaran, dan sebaliknya, anggaran akan
19
berpengaruh terhadap perilaku individu dan kelompok. Suatu anggaran tidak akan efektif bila anggaran tersebut tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan kelompok yang terlibat dalam pelaksanaannya. Persoalan yang penting dalam proses penyusunan APBD adalah perilaku manusia yang terkandung dalam proses perencanaan anggaran. Beberapa metode penyusunan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan penerapannya, namun keberhasilan pelaksanaannya sangat tergantung pada manusia yang melaksanakannya. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang memotivasi individu dan kelompok dalam penyusunan APBD dan pelaksanaan anggaran. 2.1.6 Perencanaan Anggaran Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan melibatkan aspek operasional. Faktor keterampilan dan keahlian dalam proses perencanaan anggaran, pengetahuan tentang anggaran, data sumber anggaran dan target yang ingin dicapai, prosedur perencanaan, faktor informasi yang valid dan mutakhir merupakan upaya yang dilakukan agar perencanaan anggaran dapat berjalan dengan baik. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian tujuan.
Lemahnya
perencanaan
anggaran
memungkinkan
munculnya
underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan efektifitas anggaran (Mardiasmo, 2004).
20
Pentingnya efektivitas pengelolaan anggaran mulai dari penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban anggaran karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja (Tamasoleng, 2015) Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses perencanaan program kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat, artinya bahwa semua usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari musyawarah masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki. Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahasannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Musrenbang, sinkronisasi dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal ini dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah memiliki pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan bagaimana penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya dilakukan (Rudianto, 2007). Perencanaan
berperan
sangat
penting
dalam
pencapaian
tujuan
pembangunan dalam skala daerah dan nasional. Daerah sebagai suatu bagian dari 21
organisasi pemerintahan harus menyusun perencanaan guna mencapai tujuan pembangunan dengan memperhitungkan sumber daya yang dimiliki. Perencanaan diperlukan karena keinginan masyarakat yang tak terbatas sedangkan sumber daya (anggaran) yang ada terbatas. Anggaran merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk menetapkan prioritas program pembangunan di tingkat daerah. Anggaran dalam APBD menjadi dasar pengelolaan keuangan daerah untuk satu tahun, yang mana merupakan hasil akhir dari proses perencanaan dan penganggaran daerah selama setahun penuh. Untuk mengatur kegiatan perekonomian daerah, maka suatu daerah harus menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penetapan struktur dan penyusunan APBD merupakan rencana keuangan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD ini sebagai dasar untuk pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Pada lingkup perencanaan anggaran terdapat sasaran dari pengendalian dan evaluasi berupa : (1) prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2) rencana program dan kegiatan prioritas daerah ; serta (3) pagu indikatif, disusun dalam beberapa dokumen berupa
proses penetapan anggaran pembangunan
seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bias antara rencana dan pelaksanaan sangat sering terjadi pada tahap perencanaan anggaran. Bias tersebut dikarenakan (1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS (2) Konsensus prioritas program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS sering tidak dianggap dalam proses penyusunan 22
RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam pembahasan KUA dan PPAS ini telah menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3) Setelah pembahasan di tingkat komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD, perubahan program dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan proses penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal. 2.1.7
Politik Anggraran Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses
politik. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Anderson (1984) dalam Abdullah & Asmara (2010) mengutarakan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi eksekutif dan legislatif dalam membuat keputusan anggaran yakni. 1) Personal Values, atau nilai-nilai personal (individu). Dalam konteks ini maka personal values menjadi logika berpikir yang perlu juga diperhatikan dalam memahami penetapan atau pengambilan keputusan. 2) Policy Values adalah nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yang berwarna kepentingan publik. Pembuat keputusan dapat bertindak dengan baik berdasarkan persepsi mereka mengenai kepentingan publik atau kepercayaan pada kebijakan publik yang secara moral benar atau pantas.
23
3) Ideological Values, yaitu nilai-nilai atau standar-standar ideologis. Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan nilai yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindak sebagai petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku. Berdasarkan pendapat Anderson, (1984), maka politik penganggaran bersifat abstrak sehingga belum ada standar yang baku sebagai pedoman dalam politik penganggaran. Adanya pengaruh proses politik juga merupakan bagian dari kerangka konseptual dari Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yaitu salah satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, penganggaran merupakan kegiatan politik maka proses maupun produknya adalah produk politik, maka untuk memahami keigiatan politik perlu mencermati bagaimana anggaran itu dibuat dan prioritas-prioritas yang muncul dari anggaran tersebut. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, tergambar peran DPRD dalam proses perencanan tahunan dan penganggaran pemerintah daerah. DPRD sudah terlibat secara aktif sejak dari penyusunan RKPD, KUA, PPAS sampai pada pembahasan RAPBD yang diajukan pemerintah daerah. RAPBD pada hakekatnya merupakan kumpulan dari program dan kegiatan yang dimuat dalan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang dibuat oleh setiap SKPD. RKA yang dibuat oleh SKPD adalah untuk 24
menjabarkan anggaran dari kegiatan-kegiatan yang telah disepakati oleh legislatif dan eksekutif dalam KUA dan PPAS. 2.1.8
Dana Perimbangan / Dana Transfer Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan disebut juga transfer atau grants. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical Pusat dan Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim 2003). Dana perimbangan/ transfer terdiri dari : (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana Alokasi Khusus, (3) Dana Alokasi Umum. Pelaksanaan urusan perimbangan keuangan pusat dan daerah terkait dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan desentralisasi diwujudkan melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dana dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Transfer ke Daerah (TKD) merupakan mekanisme baru dimana alokasi dana untuk pemda disalurkan secara langsung melalui pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ke Rekening Kas Umum Daerah, tanpa adanya keterlibatan pemda sebagai penerima dana dalam proses pencairan dana.
25
2.1.9
Transparansi Publik Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/ atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/ atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, (b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, (c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik, (d) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan,
(e)
mengetahui
alasan
kebijakan
publik
yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya
26
yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang undangan. Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat secara cepat. Sopanah (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : 1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3) Tersedia laporan pertanggung jawaban yang tepat waktu, 4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik. Transparansi adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dari perencanaan
sampai
hasil
akhir
pengelolaan
APBD
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai kedaulatan tertinggi. Ciri utama dalam pengelolaan APBD adalah akuntabilitas dan transparansi. Salah satu elemen penting dalam rangka perwujudan pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah adanya pengelolaan APBD yang baik (Good Financial Governance). 2.2.
Teori yang Relevan
2.2.1
Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi
pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).
27
Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan Standar Pelayanan Minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan
kriteria
eksternalitas,
akuntabilitas,
dan
efisiensi
dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006). 2.2.2
Sumber Daya Manusia Kebijakan Teori Edward III dalam Widodo (2011) mengemukakan bahwa
sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan. Menurut Amirudin (2009), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Penempatan pegawai memerlukan perhatian yang penuh dari pimpinan daerah dan pimpinan SKPD Kabupaten Tabanan. Apabila orang yang ditempatkan tidak tepat pada jabatan-jabatan yang tersedia akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap perkembangan organisasi antara lain: para pegawai akan merasa frustasi dalam bekerja, para pegawai akan bekerja lamban dan hasil kerjanya kurang bermutu.
28
Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi Simamora (2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Matindas (2002) mengemukakan bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, Sumber Daya Manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Widodo (2001) dalam Kharis (2010) menjelaskan kompetensi sumber daya
manusia
adalah
kemampuan
sumber
daya
manusia
untuk
melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai. Sumber Daya Manusia yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah Warisno (2008). Kompetensi sumber daya manusia mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan 29
fungsi -
fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes). Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar. Dudi Iskandar (2013) menemukan bahwa aparatur pemerintahan yang profesional dan memiliki kompetensi dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. memiliki kompetensi dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Aceh Tenggara. 2.2.3 Perencanaan Anggaran Perencanaan anggaran sangat berpengaruh pada disharmoni antara KUAPPAS dengan APBD. Penyusunan Anggaran dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) meliputi perencanaan, pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan dilakukan estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang akan datang, begitu juga dengan pemikiran pengeluaran rutin, termasuk belanja pegawai dan lain sebagainya. Atas dasar pemikiran penerimaan dan pengeluaran rutin tersebut diketahui, dengan demikian besarnya dana untuk mencapai berbagai sasaran pun dapat diperhitungkan, dibuktikan dengan penelitian Lidya Elfrina (2014) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perencanaan penganggaran terhadap sinkronisasi APBD dengan KUA-PPAS dimana pada tahap awal perencanaan sudah tersusun dengan baik maka
30
berdampak pula pada perencanaan penganggaran selanjutnya. D.J. Mamesah (1995) mengemukakan, bahwa dalam penyusunan anggaran pemerintah daerah (APBD) meliputi empat prinsip : 1.
Prinsip kemandirian, dimana adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta adanya upaya ketepatan penggunaan dana yang tersedia agar dapat mengurangi ketergantungan kepada instansi yang lebih tinggi.
2.
Prinsip prioritas, dimana dalam penyusunan anggaran agar diupayakan mempertajam prioritas dalam penggunaan dana.
3.
Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran, dimana pengendalian pembiayaan dan penghematan yang menyeluruh pada prioritas daerah tersebut diatas.
4.
Prinsip disiplin anggaran, dimana setiap dinas /lembaga/satuan kerja daerah yang memperoleh anggaran harus dapat menggunakan secara efisien, tepat guna dan tepat waktu pertanggungjawabannya, serta tidak melaksanakan kegiatan atau proyek yang tidak tersedia/ belum tersedia kredit anggarannya dalam APBD.
2.2.4 Politik Anggaran David Easton (1953) menjelaskan politik itu adalah alokasi nilai-nilai, dan dalam konsep politik nilai-nilai itu adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk mengalokasikan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang hendak ditujukan untuk kebaikan bersama, kepentingan umum dan ke sejahteraan sosial. Alokasi
nilai-nilai
menyelesaikan
tersebut
tentunya
fenomena-fenomena
akan
fisik
31
dan
diarahkan sosial
secara dalam
langsung kehidupan
bermasyarakat atau bernegara seperti yang akan dirinci dalam politik anggaran. Bagaimana politik itu seharusnya menciptakan keseimbangan (balanced), keadilan (justice), persamaan (equality) dan kebebasan (freedom) dan aspekaspek kemanusiaan (human beings). Pandangan Easton bahwa masalah kebijakan juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output. Didalam teori-teori politik yang umum dapat kita pahami bahwa ada dua unsur dalam kehidupan berpolitik, negara (State) sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mencapai cita-cita bersama dan tujuan bersama dan masyarakat adalah yang mendelegasikan haknya kepada negara untuk mengurusi kepentingan bersama. Negara dinilai sebagai lembaga yang mengelola urusan-urusan yang berkenaan dengan pelayanan publik.yang dijalankan dengan perumusan dan pelaksanaan pelayanan publik. Perumusan dilaksanakan oleh lembaga legislatif dan pelaksanaan oleh eksekutif. Sebuah kebijakan publik biasanya diawali dengan pengambilan keputusan yang esensinya mewakili kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita tinjau ketika perumusan tersebut di dukung oleh mayoritas dan kebijakan publik adalah output. Dudi Iskandar (2013) politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hal ini menandakan bahwa peran eksekutif dan legislatif dalam penganggaran sangat menentukan sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Aceh Tenggara. Amirudin (2009) menyimpulkan bahwa politik anggaran berpengaruh terhadap sinkronisasi antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta.
32
2.2.5
Dana Perimbangan/ transfer Terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat
dengan belanja pemerintah daerah. Variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymetric dinyatakan oleh Holtz-Eakin et. al. (1985). Berdasarkan landasan teori tersebut Fathony (2011) menemukan bukti empiris dan menyimpulkan bahwa
Dana
Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. 2.2.6
Transparansi Publik Akses informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah
sangat diperlukan oleh masyarakat karena masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan di daerah. Masyararakat juga perlu mengetahui bagaimana APBD itu direncanakan dan disusun, pos-pos pengeluaran apa saja yang ditetapkan di APBD, berapa alokasi dananya, berapa dana untuk masyarakat, serta berapa besar anggaran untuk kepentingan birokrasi dan DPR, dibuktikan dengan penelitian Saifrisal (2013) Penyajian neraca daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.dan Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
33
Pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media massa tradisional maupun modern. 2.3 Keaslian Penelitian Armansyah (2004), meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana (simple regression), dan regresi berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya untuk di setiap propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing propinsi di Indonesia. Sardjito dan Muthaher (2007) dengan judul penelitiannya yaitu pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah, budaya organisasi dan komitmen organisasi. Meneliti sejauh mana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating budaya organisasi dan komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja aparatur Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Semarang sebagai penyusun anggaran dengan metode kuesioner. Metode analisis data yang digunakan dibagi dengan empat tahap. Pertama pengujian kualitas data, tahap kedua, melakukan pengujian asumsi klasik, tahap ketiga, analisis regresi
34
berganda, tahap keempat, melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur pemerintah daerah. Amirudin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Identifikasi dan Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS Studi Kasus Provinsi D.I. Yogyakarta TA 2008 dengan menggunakan alat analisis faktor dengan jenis analisis faktor eksploratif (Exploratory
Factor
Analysis-EFA),
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sinkronisasi antar dokumen tersebut yaitu kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung. Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ketika memasuki pembahasan komisi-komisi banyak dijumpai adanya tambahan usulan kegiatan dan permohonan pergeseran anggaran dari satu kegiatan ke kegiatan lain yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Lidya Elfrina (2014) dengan penelitian Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran, dan Informasi Pendukung dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS (Studi Empiris pada SKPD Kabupaten Lingga). Dengan menggunakan metode regresi linier berganda yang menyimpulkan bahwa Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran dan Informasi Pendukung berpengaruh signifikan terhadap Sinkronisasi APBD terhadap KUA-PPAS sedangkan Transparansi 35
Publik sebagai variabel moderating tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran dan Informasi Pendukung terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan KUA-PPAS. Arniati dkk (2010), meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Politik Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS di lingkungan Pemerintah Tanjungpinang. Pengujian dengan analisis regresi dilakukan dengan menilai Goodness of fit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil dari penelitian ini telah di dipublikasikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto. Husni (2011), meneliti tentang pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dengan belanja modal sebagai variabel intervening. Dengan menggunakan teknik analisis jalur model Trimming.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
dana
alokasi
khusus
berkontribusi signifikan sedangkan dana alokasi umum tidak terhadap belanja modal. Dudi Iskandar, dkk (2013) meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Anggaran dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier 36
berganda (Multiple Regression Analysis) untuk hipotesis pertama. Hasil uji hipotesis secara simultan kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh siginifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Sedangkan uji hipotesis secara parsial kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar dengan menggunakan teknik analisis linier berganda menemukan bukti bahwa kompetensi Sumber Daya Manusia Bidang Akuntansi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kompetensi sumber daya manusia memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah karena dalam menyusun dan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting khususnya sumber daya manusia di bidang akuntansi. Muh Irvan (2013) meneliti Proses Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare. Teknik analisa data yang penulis gunakan adalah data yang diperoleh dilapangan akan dianalisis dengan menggunakan teknis analisis data secara kualitatif, dengan tujuan mendeskripsikan variabel-variabel yang diteliti berdasarkan pada laporan laporan, catatan-catatan yang ada dilapangan dan diuraikan dalam bentuk 37
penggambaran (deskripsi) mengenai permasalahan dari objek penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare mengalami hambatan sehingga penyusunan hingga penetapannya tidak tepat waktu sesuai dengan Pedoman Pemerintah Pusat. Sehingga proses penyusunan R-APBD berdasarkan pendekatan Bottom Up dan Top Down belum berjalan dengan optimal. Subechan dkk (2013) dalam penelitian Analisis Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus, menggunakan teknik analisis faktor dengan melakukan uji korelasi antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembahasan baik eksekutif maupun legislatif melakukan penambahan maupun pengurangan terhadap program kegiatan yang tercantum dalam RAPBD, bahkan seringkali menambah program kegiatan yang tidak tercantum dalam KUA-PPAS. Kurangnya pemahaman baik legislatif maupun eksekutif terhadap peraturan tentang penyusunan APBD menjadi penyebab disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS. Isa Wahyudi (2010) meneliti pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan anggaran APBD di wilayah Malang Raya, Jawa Timur. Dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan multiple regression. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan maupun masyarakat. Pengaruh yang ditunjukkan adalah positif artinya semakin tinggi
38
pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat. Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan variabel-varabel dan lokasi penelitian yang berbeda dalam mengkaji faktor-faktor penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD yaitu Kompetensi Sumber Daya Manuasia, Transparansi Publik, Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran, dan Dana Perimbangan/ transfer dengan mengambil lokasi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan.
39