BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Harga 2.1.1.1. Pengertian Harga Harga adalah bagian penting dan tidak bisa dipisahkan dari marketing mix (bauran pemasaran). Oleh karena itu setiap kali menyusun strategi harga perusahaan wajib memperhatikan kebijaksanaan perusahaan secara keseluruhan serta strategi produk, distribusi, dan promosi penjualan. Menurut Sutojo (2001:62) “harga menurut konsumen adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang atau jasa. Harga bagi perusahaan adalah sejumlah uang yang ditentukan perusahaan sebagai imbalan atas barang dan jasa yang mereka perdagangkan dan sesuatu yang lain yang diadakan perusahaan untuk memuaskan keinginan konsumen”. Sesuatu yang lain itu dapat berupa kebanggaan memiliki produk yang telah benar mereknya, jaminan mutu, perasaan aman karena memiliki produk tersebut. Harga menurut konsumen adalah uang yang ditukar untuk memperoleh barang atau jasa sedangkan bagi perusahaan harga adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atau dikorbankan untuk menghasilkan atau menciptakan barang atau jasa. Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang ditukarkan dengan sejumlah uang yang dikeluarkan pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa serta pelayanannya. Menurut Siswanto (2001:58) “harga adalah sesuatu yang ditentukan sebagai imbalan jasa atau barang yang diperdagangkan”. Harga merupakan satusatunya bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Harga juga merupakan salah satu unsur bauran pemasaran yang paling fleksibel, harga dapat diubah dengan cepat tidak seperti tampilan produk.
8
Harga menurut Kotler dan Amstrong (2001: 37) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Menurut Kotler (2001:637), bahwa perusahaan harus mempertimbangkan banyak faktor dalam menetapkan kebijaksanaan harga yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Memilih tujuan penetapan harga Menentukan permintaan Memperkirakan biaya Menganalisis harga dan penawaran pesaing Memilih metode penetapan harga Memilih harga akhir Penetapan harga yang tidak tepat akan berakibat fatal pada keuangan
perusahaan. Selain itu, Michael J. Bater (dalam Sutojo 2001:60) mengajukan enam alasan utama mengapa harga mempunyai peranan penting dalam upaya menunjang kebijaksanaan pemasaran terpadu yaitu : 1. Elastisitias harga lebih besar pengaruhnya terhadap pengaruh permintaan banyak jenis produk dibandingkan dengan elastisitas elemen marketing mix lainnya. 2. Pengaruh perubahan harga terhadap perubahan jumlah penjualan produk akan lebih cepat dibandingkan dengan pengaruh perubahan elemen marketing mix yang lain. 3. Implementasi rencana perubahan harga dapat dilaksanakan lebih cepat dibandingkan dengan rencana perubahan strategi produk atau promosi. 4. Reaksi perusahaan saingan terhadap perubahan harga yang dilakukan oleh perusahaan lain biasanya lebih sensitif dan cepat dibandingkan dengan perusahaan elemen marketing mix lainnya. 5. Implementasi strategi harga tidak membutuhkan investasi modal. 6. Harga produk dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor ekstern yang berada diluar kekuasaan perusahaan. Menurut Sutojo (2001:63) “bagi setiap perusahaan harga tidak hanya berfungsi sebagai penentu jumlah hasil penjualan dan keuntungan, melainkan juga berperan penting dalam membangun kekuatan bersaing dengan perusahaan lain”. Untuk banyak jenis produk terutama barang dan jasa konsumtif harga merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumen memilih barang, jasa atau merek apa yang akan mereka beli.
9
Secara umum harga mempunyai peranan penentu dalam pilihan pembeli. Hal ini masih berlaku di negara-negara miskin, diantaranya kelompok-kelompok miskin dan untuk jenis produk komuditi. Tetapi faktor-faktor non harga telah menjadi semakin penting dalam perilaku pilihan pembeli selama beberapa lama ini. Namun harga masih tetap merupakan unsur paling penting, yang menentukan pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan. Harga yang ditetapkan harus dapat menutup semua ongkos atau lebih dari itu yaitu untuk mendapatkan laba tetapi jika harga yang ditetapkan ditetapkan terlalu tinggi akan berakibat kurang menguntungkan. Dalam hal ini pembeli akan berkurang, semua biaya mungkin tidak dapat ditutup dan akhinya perusahaan bisa menderita kerugian. Maka berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan harga adalah jumlah yang harus dibayarkan oleh konsumen yang dianggap layak untuk memperoleh atau memiliki produk dimana besarnya ditetapkan oleh perusahaan atau penjual.
2.1.1.2. Metode Penetapan Harga Harga pesaing dan harga barang pengganti menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga. Penilaian pelanggan atau tampilan produk yang unik dari penawaran perusahaan menjadi batas atas. Metode penetapan harga akan menghasilkan suatu harga tertentu.
10
Menurut Kotler (2001:647) metode penetapan harga adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Harga Berdasarkan Sasaran Pengembalian Perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian atas investasi yang diinginkan. 2. Penetapan Harga Berdasarkan Nilai yang Diyakini Perusahaan mengembangkan konsep produk untuk pasar sasaran tertentu dengan mutu dan harga yang telah direncanakan. 3. Penetapan Harga Nilai Perusahaan sebaiknya menetapkan harga pada tingkat yang dapat meraih apa yang dianggap pembeli merupakan nilai produk tersebut. Penetapan harga nilai bukan sekedar menurunkan harga dibandingkan pesaing-pesaingnya. Ini merupakan masalah rekayasa operasi perusahaan untuk benar-benar menjadi produsen berbiaya rendah tanpa mengorbankan mutu. 4. Penetapan Harga berdasarkan Nilai Berlaku Perusahaan dapat mengenakan harga yang sama dengan pesaing, lebih tinggi atau lebih redah. Dalam metode ini perusahaan mendasarkan harganya pada harga pesaing dan terang memperhatikan biaya permintaan. 5. Penetapan Harga Berdasarkan Penawaran Tertutup Perusahaan mendasarkan harganya berdasarkan harapannya mengenai bagaimana penetapan harga pesaing dan bukan berdasarkan hubungan yang kaku atas biaya atau permintaan perusahaan. Menurut Kotler dan Amstrong (2001:81-83) ada tiga yang penting diperhatikan dalam penetapan harga bagi konsumen yakni : 1. Harga Rujukan Ketika menguji produk, konsumen sering memanfaatkan harga rujukan. Dalam mempertimbangkan satu harga yang diobservasi, konsumen sering membandingkannya dengan harga rujukan internal (informasi penetapan harga dari memori) atau kerangkan eksternal dari rujukan (seperti “harga eceran regular” yang dipasang). Harga yang adil (berapa harga yang seharusnya) Harga yang umum Harga yang lalu Harga batas atas (berapa yang paling banyak dibayar kebanyakan konsumen) Harga batas bawah (harga yang palig kecil yang akan di bayar konsumen) Harga pesaing Harga masa depan yang diharapakan Harga berdiskon biasa
11
2.
Kesimpulan harga-mutu Banyak konsumen menggunakan harga sebagai indikator mutu (kualitas). Barang yang diberi harga lebih tinggi dianggap memiliki mutu yang tinggi. Produk yang bermutu tinggi kemungkinan dianggap diberi harga lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Ketika informasi alternatif tentang mutu yang benar tersedia, harga menjadi indikator mutu yang kurang signifikan. Ketika informasi ini tidak tersedia, harga berfungsi sebagai sinyal mutu. 3.
Petunjuk Harga Persepsi konsumen tentang harga juga dipengaruhi oleh strategi penetapan harga alternatif. Banyak penjual yang yakin bahwa harga akan berakhir dalam satu angka yang ganjil. Misalnya banyak pelanggan tertarik pada produk harga Rp. 499, dan bukannya Rp. 500. Menetapkan harga berarti harus mempelajari kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen. Tinggi rendahnya harga sangat berpengaruh terhadap persepsi kualitas, sehingga ikut menentukan keputusan pembelian terhadap sebuah produk. Dalam persepsi konsumen sering berlaku logika bahwa harga yang mahal berarti kualitas bagus dan harga murah berarti kualitas kurang. Disamping itu, penetapan harga yang menggunakan penetapan harga alternative seperti pemberian potongan harga atau penetapan harga yang ganjil lebih menarik konsumen dibandingkan penetapan harga yang biasa. Menurut Alma (http://blogger-viens.blogspot.com/) dalam menentukan kebijaksanaan harga ada tiga kemungkinan yaitu : a) Penetapan harga diatas harga saingan Cara ini dapat dilakukan kalau perusahaan dapat meyakinkan konsumen bahwa barang yang dijual mempunyai kualitas lebih baik, benttuk yang lebih menarik, dan mempunyai kelebihan lain dari barang yang sejenis yang telah ada di pasar. b) Penetapan harga dibawah harga saingan Kebijakan ini dipilih untuk menarik lebih banyak langganan untuk barang yang baru diperkenankan dan belum stabil kedudukannya di pasar. c) Mengikuti harga saingan Cara ini dipilih untuk mempertahankan agar langganan tidak beralih ke tempat lain.
12
2.1.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Harga Langkah pertama dalam memperkirakan permintaan adalah memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan harga pembeli. Nagle (dalam Kotler 2001:111) mengidentifikasikan sembilan faktor: 1. Pengaruh nilai-unik: pembeli kurang peka terhadap harga jika produk tersebut lebih langka. 2. Pengaruh kesadaran atas produk pengganti: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak menyadari adanya produk pengganti. 3. Pengaruh perbandingan yang sulit: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak dapat dengan mudah membandingkan kualitas barang pengganti. 4. Pengaruh pengeluaran total: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersebut semakin rendah dibandingkan total pendapatannya. 5. Pengaruh manfaat akhir: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersebut semakin kecil dibandingkan biaya total produk akhirnya. 6. Pengaruh biaya yang dibagi: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika sebagian biaya ditanggung pihak lain. 7. Pengaruh investasi tertanam: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut semakin digunakan bersama dengan aktiva yang telah dibeli sebelumnya. 8. Pengaruh kualitas harga: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut dianggap memiliki kualitas, gengsi, atau eksklusivitas lebih. 9. Pengaruh persediaan: pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak dapat menyimpan produk tersebut.
2.1.1.4. Tujuan Penetapan Harga Pada umumnya penjual mempunyai beberapa tujuan dalam penetapan harga produknya. Pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga (Tjiptono, 2000:152) yaitu: 1. Tujuan berorientasi pada laba Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi, tujuan ini dikenal dengan istilah maksimasi laba.
13
2.
Tujuan berorientasi pada volume Selain tujuan berorientasi pada pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives (harga berorientasi pada volume). 3. Tujuan berorientasi pada citra Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. 4. Tujuan stabilitas harga Pada pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan harga mereka. 5. Tujuan-tujuan lainnya Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. Tujuan-tujuan penetapan harga diatas memiliki implikasi penting terhadap strategi bersaing perusahaan. Tujuan yang ditetapkan harus konsisten dengan cara yang ditempuh perusahaan dalam menempatkan posisi relatifnya dalam persaingan. Misalnya, pemilihan tujuan berorientasi pada laba mengandung makna bahwa perusahaan akan mengabaikan harga para pesaing. Pilihan ini cocok ditetapkan dalam tiga kondisi yaitu : 1. Tidak ada pesaing 2. Perusahaan beroperasi pada kapasitas produksi maksimum 3. Harga bukanlah merupakan atribut yang penting bagi pembeli (Tjiptono, 2000:153-154).
2.1.1.5. Potongan Harga Seringkali sebuah perusahaan memberikan potongan harga terhadap barang dan jasa yang mereka tawarkan untuk menarik minat beli konsumen.
14
Potongan harga (discount) merupakan pengurangan dari harga yang ada. Pengurangan ini dapat berbentuk tunai atau berupa konsesi yang lain. Bentuk-bentuk potongan harga yang banyak dipakai antara lain : 1.
2.
3.
4.
Potongan kuantitas, adalah potongan harga yang di tawarkan oleh penjual agar konsumen bersedia membeli dalam jumlah yang lebih besar, atau bersedia memusatkan pembeliannya pada penjual tersebut. Potongan dagang, juga disebut potongan fungsional (functional discount) adalah potongan harga yang ditawarkan pada pembeli atas pembayaran untuk fungsi-fungsi pemasaran yang mereka lakukan. Jadi, potongan harga ini hanya diberikan kepada pembeli yang ikut memasarkan barangnya (disebut penyalur). Potongan tunai, adalah potongan yang diberikan kepada pembeli atas pembayaran rekeningnya pada suatu periode, dan mereka melakukan pembayarannya tepat pada waktunya. Potongan musiman, adalah potongan yang diberikan kepada pembeli yang melakukan pembelian diluar musim tertentu (Swasta dan Handoko 2000:169171). Ada perusahaan yang menjual harga suatu produk dibawah biayanya.
Tujuannya bukan untuk meningkatkan penjualan produk yang bersangkutan, tetapi untuk menarik konsumen supaya datang membeli pula produk-produk lainnya, khususnya produk-produk yang ber mark-up cukup tinggi. Jadi suatu produk dijadikan semacam penglaris (pancingan) agar produk lainnya juga laku. Produk penglaris tersebut biasanya dijual dengan dasar persediaan terbatas, misalnya hanya berlaku selama persediaan masih ada atau hanya untuk seratus pelanggan pertama saja.
2.1.2. Citra Merek 2.1.2.1. Defenisi Citra Citra adalah suatu gambaran yang menjelaskan nilai produk maupun reputasi produk yang dimiliki sebuah perusahaan. Citra perusahaan menjadi salah
15
satu pegangan bagi banyak orang terutama konsumen dalam mengambil berbagai macam keputusan penting. Contoh dari keputusan penting itu adalah membeli barang atau jasa yang dihasilkan atau diproduksi oleh suatu perusahaan. Menurut Sutojo (2004:1) “Citra adalah pancaran atau reproduksi jati diri dari bentuk perorangan, benda atau organisasi”. Citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Simamora (2002 :6) mengatakan bahwa citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah untuk membentuk citra, sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya. Selanjutnya, Grongroos (dalam Tjiptono, 2004 : 184) juga menyatakan bahwa “Citra dapat dilihat dari berbagai tingkat, mulai dari tingkat korporasi (corporate level), citra lokal, maupun citra nasional”. Meskipun ada pengaruh dari citra korporasi terhadap citra nasional maupun lokal, yang terpenting adalah bagaimana
upaya
untuk
mengkomunikasikan
citra
tersebut
dan
mempertahankannya. Pengaruh citra korporasi hanya berperan sebagai salah satu alat untuk membentuk harapan konsumen. Citra lokal atau citra regional yang menentukan bagaimana persepsi konsumen. Menurut Peters (dalam Durianto, 2004 :90) suatu perusahaan dikatakan mempunyai citra yang baik apabila: 1. Mempunyai kualitas manajemen yang baik 2. Dapat diukur dari laba dan penghasilan yang diperolehnya 3. Perhatian yang tinggi terhadap lingkungan, kualitas bahan mentah, dan tingkat keamanan 4. Mempunyai kesan baik dari sudut pandang karyawan 5. Selalu melakukan pembaharuan (innovation) 6. Selalu berorientasi pada keinginan-keinginan konsumen (market oriented) 7. Mempunyai kontribusi penting dalam perekonomian nasional
16
8. Mempunyai harapan untuk berkembang lebih lanjut dimasa yang akan datang 9. Aktif dalam memberikan informasi mengenai aktifitas-aktifitas perusahaan kepada masyarakat Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan citra adalah suatu persepsi masyarakat terhadap suatu objek atau jati diri perusahaan.
2.1.2.2. Defenisi Merek Menurut American Marketing Association (AMA) dalam Kotler (2002:460 ) merek (brand) yaitu nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau panduan dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan identitas bagi barang atau jasa yang dibuat atau disediakan suatu penjual atau kelompok penjual serta membedakannya dari barang atau jasa yang disediakan pesaing. Dari pengertian yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa merek merupakan suatu nama yang berfungsi membedakan sebuah produk dengan produk lainnya. Menurut Fisk (2006 :135) merek yang sangat kuat (powerful) adalah merek yang : 1. Menciptakan sebuah tujuan yang tak kuasa untuk ditolak, sebuah ide besar yang keluar dari kerumunan, lebih besar dari sekedar produk atau industry, dan benar-benar berarti bagi masyarakat 2. Merefleksikan pelanggan, membentuk citra (image) dan reputasi di benak pelanggan sehingga mempunyai relevansi secara personal, walaupun seringkali merek tersebut mengeliminasi hal-hal lainnya. 3. Menggalang para pelanggan untuk secara bersama-sama meraih ide besar yang dituangkan kedalam suatu gaya (style) hingga orang-orang bisa menyatakan „Inilah Perusahaan Saya‟. 4. Membantu para pelanggan untuk berbuat lebih banyak, mendorong penciptaan benefit dan membantu aplikasi yang mereka lakukan tetapi juga mampu secara psikologi dan emosional untuk berbuat lebih banyak.
17
5. Melabuhkan pelanggan di seputaran sesuatu yang familiar dan penting, sementara hal-hal lain di pasaran atau dalam pribadi mereka sendiri terus berubah. 6. Berkembang menurut perkembangan pasar dan pelanggan. Dengan keluwesannya untuk bergerak mudah ke dalam pasar-pasar baru dan dengan kerekatannya untuk mengaitkan berbagai aktifitas. 7. Menarik pelanggan-pelanggan target, dengan menciptakan preferensi, mempengaruhi perilaku pembelian, dan mempertahankan harga premium. 8. Mempertahankan pelanggan-pelanggan terbaik, dengan membangun loyalitas mereka, memperkenalkan pelayanan baru dan mendorong advokasi. 9. Menciptakan nilai (value) dari pemegang saham (shareholder), tidak hanya melalui profit, tetapi juga dengan memperbaiki kepercayaan investor, rating kredit, dan mengurangi biaya modal. Kemudian, Kotler, Amstrong (2004 : 212) berpendapat bahwa merek membantu pembeli dalam berbagai cara yakni : 1. Pemberian nama merek membantu konsumen mengidentifikasi produk, yang memberikan manfaat bagi konsumen. 2. Merek juga menggambarkan seberapa tinggi kualitas suatu produk kepada pembeli yang selalu membeli produk dengan merek yang sama, mengetahui bahwa mereka akan mendapatkan fitur yang sama, manfaat dan kualitas yang sama setiap kali mereka melakukan pembelian. Selain itu pemberian merek juga memberikan beberapa keuntungan bagi penjual diantaranya adalah : 1. Nama merek menjadi dasar bagi pemasar untuk menjelaskan pada konsumen tentang keunikan suatu produk. 2. Melalui nama merek dan merek dagang penjual memberikan perlindungan hukum bagi fitur-fitur produk yang unik yang jika tidak diberi nama merek dan merek dagang bisa ditiru oleh pesaing. 3. Dan merek membantu penjual untuk menentukan segmen pasar.
18
Dari pengetian yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa merek merupakan suatu nama yang berfungsi membedakan sebuah produk dengan produk lainnya.
2.1.2.3. Defenisi Citra Merek Pengertian citra merek menurut Tjiptono (2005:49) adalah: “deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu”. Keller (dalam Ferrinadewi 2008 :165) mendefenisikan “Citra merek sebagai persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tertentu”. Schiffman dan Kanuk (dalam Simamora, 2002:45) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut : 1. 2.
3. 4. 5. 6.
7.
Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk suatu barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu. Dapat dipercaya atau diandalkan , berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk atau jasa yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung rugi yang dialami oleh konsumen. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga mempengaruhi citra jangka panjang. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu. Menurut Ferrinadewi (2008:166) “Citra merek terdiri dari dua komponen
yaitu brand association atau asosiasi merek dan favorability, strength & uniqueness of brand association atau sikap positif, kekuatan dan keunikan
19
merek”. Kemudian Simamora (2002 :63-64) berpendapat bahwa “Citra merek merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu”. Citra merek merupakan persepsi ataupun pandangan konsumen terhadap suatu perusahaan atau produknya. Citra merek ini akan memberi pengaruh yang kuat bagi keputusan pembelian konsumen, dimana konsumen akan beranggapan bila sebuah produk telah memiliki nama yang terkenal luas otomatis produk yang dihasilkan biasanya memiliki kualitas yang bagus. Citra merek sebagai salah satu unsur yang melatarbelakangi suatu produk haruslah memberikan pengaruh yang kuat terhadap keputusan pembelian konsumen. Citra yang efektif akan berpengaruh terhadap tiga hal yaitu : pertama, memantapkan karakter produk dan usulan nilai. Kedua, menyampaikan karakter produk tersebut dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan oleh pihak pesaing. Ketiga, memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental produk. Untuk itu supaya berfungsi citra harus disampaikan melalui seetiap sarana komunikasi yang tersedia dari kontak merek. Menurut Hoeffler dan Keller yang dikutip oleh Pujadi (2010 :35-36) mengemukakan dimensi atau indikator dari citra merek (brand image) adalah : 1. 2.
3.
Kesan Profesional Produk memiliki kesan profesional atau memiliki keahlian di bidangnya. Kesan Modern Produk memiliki kesan modern atau memiliki teknologi yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Perhatian pada Konsumen Produk diciptakan atau dihasilkan sesuai dengan selera atau keinginan konsumen.
20
Dari beberapa penjelasan teori diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa citra merek merupakan unsur produk yang tercipta akibat adanya persepsi ataupun pandangan konsumen terhadap merek suatu produk yang berasal dari hasil asosiasi konsumen dan juga pengalaman langsung konsumen terhadap produk yang dikonsumsinya. Untuk mendapatkan citra merek produk yang baik di mata konsumen perusahaan dituntut semaksimal mungkin dalam upaya mengenalkan, menunjukkan kualitas produk, serta mengkomunikasikan keunggulan produk kepada konsumen sehingga citra merek yang baik akan tertanam kuat di benak konsumen. 2.1.3. After Sales Service (Layanan Purna Jual) After sales service (Layanan purna jual) merupakan bagian yang penting dari kegiatan pemasaran produk. Pihak konsumen menuntut pula bagaimana layanan purna jual dari produk yang dibelinya. Layanan purna jual adalah pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen setelah proses transaksi terjadi. Layanan purna jual dilakukan perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan, menjalin kerja sama dengan konsumen, menjaga hubungan
baik
dan
menciptakan
loyalitas
pelanggan
(www.
ammarawirausaha.blogspot.com). Menurut (Tjiptono, 2000: 91) terdapat beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakpastian adalah dengan penyediaan pelayanan purna jual yaitu pemberian garansi untuk mengurangi persepsi konsumen terhadap risiko pembelian, jasa reparasi, dan penyediaan suku cadang pengganti. Menurut Kotler, Keller (2009 :237 ) “sebuah perusahaan harus menentukan bagaimana menawarkan jasa setelah penjualan (misalnya, jasa
21
pemeliharaan dan perbaikan serta jasa pelatihan kepada pelanggan)”. Perusahaan memberi layanan purna jual biasanya sebagai suatu bentuk tanggung jawab yang diberikan atas barang yang telah mereka jual. Menurut Barata (2003:290) pelayanan purna jual merupakan tanggung jawab penjual atas kualitas barang yang dijualnya yang dapat diberikan dalam bentuk konsultasi lanjutan, atau garansi berupa penggantian barang rusak, pemeliharaan, penyediaan suku cadang dan sebagainya.
Indikator yang mencirikan layanan purna jual yang digunakan penelitian ini, yaitu: 1. Kemudahan mencari suku cadang 2. Pelayanan karyawan 3. Penanganan keluhan konsumen Pada dasarnya penjualan atas dasar kedekatan dengan pelanggan dapat menciptakan loyalitas pelanggan atas produk tersebut. Selain itu pemasar juga dapat memperoleh pelanggan baru dari pelayanan yang mereka lakukan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pelayanan purna jual adalah suatu pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen setelah pembelian untuk mengurangi ketidakpuasan dengan jalan memberikan garansi, jasa reparasi dan penyediaan suku cadang.
2.1.4. Keputusan Pembelian 2.1.4.1. Pengertian Keputusan pembelian Assauri menyatakan bahwa (2004:141): “Keputusan pembelian merupakan suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencakup penentuan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan keputusan itu diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya”.
22
Sedangkan menurut Swasta dan Handoko (2000:15) : “Keputusan pembelian adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada kegiatan manusia untuk membeli suatu barang atau jasa dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya yang terdiri dari pengenalan kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan tingkah laku setelah pembelian.” Kotler menyatakan bahwa (2000:251-252): “Keputusan pembelian adalah suatu proses penyelesaian masalah yang terdiri dari menganalisa atau pengenalan kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, penilaian sumber-sumber seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.”
Dari pengertian keputusan pembelian diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah perilaku pembelian seseorang dalam menentukan suatu pilihan produk untuk mencapai kepuasan sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen yang meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternative pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.
2.1.4.2. Tahap-Tahap dalam Proses Keputusan Pembelian Menurut Swasta dan Handoko (2000:107-111), proses pengambilan keputusan pembelian suatu produk dapat digambarkan dalam bentuk proses kegiatan pembelian dengan tahapan sebagai berikut :
23
Tahapan Keputusan Pembelian Gambar 2.1 Pengenalan
Pencarian
Evaluasi
Masalah
Informasi
Alternatif
Keputusan
Perilaku Pasca Pembelian
Pembelian
1. Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah atau kebutuhan. Pengenalan kebutuhan ini ditujukan untuk untuk mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi dan terpuaskan. Jika kebutuhan tersebut diketahui, maka konsumen akan segera memahami adanya kebutuhan yang belum segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya, serta kebutuhan yang sama-sama harus segera dipenuhi. Menurut Swasta dan Handoko (2000;107-108) pengenalan masalah adalah suatu proses yang komplek yang dapat diuraikan sebagai berikut: a) Proses ini melibatkan secara bersama-sama banyak variabel-variabel termasuk pengamatan, proses belajar, sikap, karakteristik kepribadian dan macam-macam kelompok sosial dan referensi yang mempengaruhinya. b) Proses pengenalan masalah merupakan merupakan suatu proses yang lebih kompleks dari penganalisaan motivasi. Walaupun proses tersebut melibatkan motif-motif pembelian, tetapi selain itu melibatkan juga sikap, konsep diri, dan pengaruh-pengaruh lain; dan c) Proses ini melibatkan juga proses perbandingan dan pembobotan yang kompleks terhadap macam-macam kebutuhan yang relatif penting, sikap tentang bagaimana menggunakan sumber keuangan yang terbatas untuk berbagai alternative pembelian, dan sikap tentang kualitatif dari kebutuhanyang harus dipuaskan.
24
2. Pencarian informasi Seseorang yang tergerak oleh stimulus akan berusaha mencari lebih banyak informasi yang terlibat dalam pencarian akan kebutuhan. Pencarian merupakan aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan dan perolehan informasi dari lingkungan. Sumber informasi konsumen terdiri atas empat kelompok, yaitu: a) Sumber pribadi meliputi keluarga, teman, tatangga, kenalan; b) Sumber komersial meliputi iklan, tenaga penjual, pedagang perantara, pengemasan; c) Sumber umum meliputi media massa, organisasi ranting konsumen; d) Sumber pengalaman meliputi penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk. 3.
Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif merupakan proses dimana suatu alternatif pilihan
disesuaikan dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Kotler (2000:252-253) konsep dasar dalam proses evaluasi konsumen terdiri atas empat macam: a) Konsumen berusaha memenuhi kebutuhan; b) Konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk; c) Konsumen memandang setiap produk sebagai kumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari dalam memuaskan kebutuhan; d) Konsumen mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam memandang atribut- atribut yang dianggap relevan dan penting. Konsumen akan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
25
4.
Keputusan Membeli Keputusan untuk membeli disini merupakan proses dalam pembelian yang
nyata. Jadi, setelah tahap-tahap itu diatas dilakukan, maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Konsumen mungkin juga akan membentuk suatu maksud membeli dan cenderung membeli merek yang disukainya. 5.
Setelah pembelian Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga
periode pasca pembelian. Setelah pembelian produk terjadi, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan dengan adanya after sales service (layanan purna jual). Kepuasan atau ketidakpuasan pembeli dengan produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Konsumen yang merasa puas akan memperlihatkan peluang membeli yang lebih tinggi dalam kesempatan berikutnya. Menurut Swasta dan Handoko (2000:111) indikator-indikator keputusan pembelian adalah : a) Pelayanan yang baik Bagi konsumen yang ingin membeli suatu produk, pelayanan yang diberikan pada saat memilih sampai terjadinya transaksi pembelian sangatlah berpengaruh terhadap jadi tidaknya pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Pelayanan yang kurang baikakan menimbulkan rasa tidak puas yang dirasakan oleh konsumen yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat penjualan pada waktu berikutnya. b) Kemampuan tenaga penjualnya Dalam suatu kegiatan usaha (penjualan), tidak terlepas dari tenaga kerja baik tenaga kerja mesin maupun tenaga kerja manusia. Tenaga kerja merupakan faktor utama dalam perusahaan sehingga diperlukan sejumlah tenaga kerja yang berkemampuan dan mempunyai ketrampilan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan untuk mendukung kegiatan dalam pemasaran.
26
c) Kemantapan membeli Keputusan yang cepat dan mantap dalam pembelian atau penggunaan suatu produk.
2.1.5. Harga, Citra Merek, dan After Sales Service Terhadap Keputusan Pembelian
Menurut Agusty Ferdinand (2000), harga merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran, di mana harga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, karena berbagai alasan. Alasan ekonomis akan menunjukkan bahwa harga yang rendah atau harga yang selalu berkompetisi merupakan salah satu pemicu penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran, tetapi alasan psikologis dapat menunjukkan bahwa harga justru merupakan indikator kualitas dan karena itu dirancang sebagai salah satu instrument penjualan sekaligus sebagai instrumen kompetisi yang menentukan. Durianto, et al (2004: 54, 69) konsumen cenderung membeli suatu merek yang sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal, mereka merasa aman, terhindar dari berbagai resiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat diandalkan. Pada umumnya, asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image nya) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut.
Pelayanan purna penjualan adalah juga salah satu yang
berpengaruh
dalam pengambilan keputusan. Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidak puasan. Kepuasan sangat penting karena penjualan perusahaan datang dari dua dasar, yaitu pelanggan baru dan pelanggan lama. Sedangkan menurut Supranto (2001 :80) terdapat enam
keputusan
pembelian konsumen, yaitu: 1. Product, yaitu bagaimana konsumen merasa puas terhadap fisik produk. 2. Sales, yaitu pelayanan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. 3. After sales services, yaitu pelayanan yang diberikan kepada konsumen setelah terjadi transaksi jual beli. 4. Location, yaitu lokasi distribusi suatu barang dan jasa yang mempengaruhi kepuasan konsumen.
27
5. Praise, yaitu jumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk dan jasa yang dianggap pantas . 6. Brand image, yaitu adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen .
2.2. Penelitian Relevan Penelitian yang berkaitan yang berkaitan dengan harga dan after sales service (layanan puran jual) pernah dilakukan oleh Rosiana Dewi (2010) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Layanan Purna Jual Terhadap Keputusan Pembelian Honda Jazz (Studi Kasus pada Honda Semarang Center)”. Dengan hasil penelitian sebagian besar responden menilai kualitas produk yang dimiliki Honda Jazz baik, khususnya yang meliputi performance (kinerja), feature (fitur), reliability (keandalan), conformance (konformasi), durability (keawetan), service ability (kemampuan pelayanan), aesthetics (estetika), dan fit and fresh (kualitas yang dipersepsikan). Sebagian besar responden menilai bahwa harga Honda Jazz murah, karena sudah sesuai dengan daya beli, kualitas dan manfaat yang diberikan Honda Jazz sesuai dengan keinginan responden. Sebagian besar responden menilai layanan purna jual yang dilakukan dealer Honda Semarang Center baik, karena adanya fasilitas bengkel perbaikan yang lengkap, spare parts yang mudah diperoleh, petugas service yang ramah, dan garansi yang menarik serta informasi berkala yang sering dilakukan. Sebagian besar responden menilai keputusan pembelian tinggi karena sebagian besar responden beralasan adanya kemudahan dalam proses pembayaran, jenis mobil Honda Jazz yang sesuai keinginan, reputasi dealer dan merek Honda yang baik.
28
Penelitian terdahulu yang diusung oleh Nurhajani Hanum Siregar (2010) yang berjudul “Pengaruh Harga, Diversifikasi Produk, dan Merek Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Bakery & Cake Shop Di Medan)”. Dengan hasil penelitian berdasarkan hasil persamaan koefisien regresi linier berganda diperoleh adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara variable harga, diversifikasi produk, dan merek terhadap keputusan pembelian bakery & cakes (Studi Kasus Pada Majestyk Bakery & Cake Shop H.M.Yamin Medan, Al Baik Bakery &Cake Shop Letda Sujono Medan, Raihan Bakery &Cake Shop Medan). Penelitian Ilham (2006) yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen (Kualitas produk, merek, dan prestasi) Pada khabe Gaul Medan pada Universitas Sumatra Utara “. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli. Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi berganda, yaitu besarnya pengaruh faktor-faktor minat beli adalah 53,6%. Penelitian Fujidewianita (2008) yang berjudul “Pengaruh Harga, Promosi, Dan Kualitas Terhadap Keputusan Pembelian Produk Alkohol One Med di Semarang”. Berdasarkan hasil perhitungan F hitung, secara bersama-sama variable-variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk alkohol One Med. Pada uji koefisien determinasi (Adjust R Square) menunjukkan bahwa keputusan pembelian produk alat kesehatan One Med dipengaruhi oleh variable harga, promosi dan kualitas sebesar 77,2%, sedangkan persentase sisanya sebesar 22,8% dijelaskan oleh variable yang lain atau sebab-
29
sebab diluar model regersi penelitian ini misalnya pelayanan, saluran distribusi dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh Praba Sulistyawati (2010 :32) yang berjudul “Analisis Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Laptop Merek Acer Di Kota Semarang” menyimpulkan bahwa citra merek dan kualitas produk berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian laptop Acer di kota Semarang, dimana hasil regresi variabel citra merek adalah sebesar 0,250 sedangkan kualitas produk sebesar 0,559. Penelitian yang dilakukan oleh Julianto (2006 :30) yang berjudul “Analisis Pengaruh Kualitas Layanan dan Citra Merek Terhadap Minat Beli dan Dampaknya Pada Keputusan Pembelian (Studi pada Pengguna Telepon Seluler Merek Sony Ericson di Kota Semarang)”, menyimpulkan bahwa variabel citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli yakni dengan nilai korelasi sebesar 0,30. Kemudian variabel kualitas layanan berpengaruh positif terhadap citra merek dengan korelasi sebesar 0,34. Selanjutnya, variabel kualitas layanan yang baik akan mendorong minat beli dengan nilai estimasi sebesar 0,32. Dalam tesis Nurmiyati (2009 :90) yang berjudul “Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, dan Promosi Penjualan Terhadap Citra Perusahaan (Studi pada CV. Aneka Ilmu Cabang Cirebon)” menyimpulkan bahwa citra merek berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan dengan nilai regresi sebesar 0,243; kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan dengan nilai regresi sebesar 0,118; dan promosi penjualan berpengaruh signifikan terhadap citra perusahaan dengan nilai regresi sebesar 0,434.
30
2.3
Kerangka Berfikir Harga merupakan unsur bauran pemasaran yang seringkali dijadikan
sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam melakukan pembelian, dan hal ini tidak bisa dikesampingkan oleh perusahaan. Konsumen mempunyai anggapan adanya hubungan yang positif antara harga dan citra merek suatu produk, maka mereka akan membandingkan antara produk yang satu dengan produk yang lainnya, dan barulah konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu produk. After sale service (layanan purna jual) juga merupakan pertimbangan penting dalam pembelian suatu produk. Konsumen yang membeli sebuah produk atau memakai sebuah jasa mempunya harapan yaitu apabila kinerja produk atau jasa tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka diharapkan adanya layanan purna jual yang bisa mengatasi hal tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas mengenai harga, citra merek, dan layanan after sale service (layanan purna jual) serta pengaruhnya terhadap keputusan pembelian konsumen maka ditampilkan kerangka teoritis sebagai berikut:
Harga (X1) Keputusan Citra Merek
Pembelian
(X2) After Sales Service (X3)
(Y)
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir
31
2.4
Hipotesis Berdasarkan teoritis dan kerangka berfikir yang telah dikemukakan diatas
maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1) Terdapat pengaruh harga terhadap keputusan pembelian konsumen pada
PT.INTRACO PENTA, Tbk Cabang Palembang.
2) Terdapat
pengaruh citra merek terhadap keputusan pembelian
konsumen
pada
PT.
INTRACO
PENTA,
Tbk
Cabang
Palembang. 3) Terdapat pengaruh after sale service (layanan purna jual) terhadap keputusan pembelian konsumen pada PT. INTRACO PENTA, Tbk Cabang
Palembang.
4) Terdapat pengaruh harga, citra merek, dan after sale service (layanan purna
jual)
terhadap
konsumen pada PT. INTRACO PENTA, Palembang.
32
keputusan Tbk
pembelian Cabang