BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Pembelajaran Pembicaraan tentang pembelajaran atau pengajaran tidak bisa dipisahkan dari istilah kurikulum dan pengertiannya. Hubungan keduanya dapat dipahami sebagai berikut: “pengajaran” merupakan wujud pelaksanaan (implementasi) kurikulum, atau “pengajaran” ialah kurikulum dalam kenyataan implementasinya (Munandir, 2001:255). Mengenai peristilahan dan makna dari sudut bahasa, pengajaran berarti perihal mengajarkan sesuatu. Kata pengajaran menyiratkan adanya orang yang tugasnya mengajar, di sekolah umumnya disebut “guru”. Pengajaran lebih luas pengertiannya daripada mengajar (teaching). Pengajaran sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa. Peristiwa belajar pada siswa ini menunjukkan adanya sikap, seperti minat, perhatian, perasaan, percaya diri dan sikap lainnya. Istilah “pembelajaran” terkandung makna: perbuatan membelajarkan, artinya menurut Munandir (2001:255) adalah mengacu ke segala daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar, bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, istilah pembelajaran diperkenalkan sebagai ganti istilah “pengajaran”, meskipun kedua istilah itu sering digunakan bergantian dengan arti yang sama dalam wacana pendidikan dan perkurikuluman; dalam bahasa Inggris hanya satu istilah untuk keduanya, yaitu “instruction”. 11
12 Menurut Degeng (1997:1) bahwa pembelajaran mengandung makna kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembelajaran pada hakikatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar. Jadi jelas bahwa dalam menyusun perangkat pembelajaran seorang guru harus berlandaskan kurikulum yang berlaku nasional. Pada tahun 2004 yang diberlakukan adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kemudian pada tahun 2006 dirubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka agar pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan yang terlalu besar, maka perlu persiapan semua komponen pelaksana pendidikan khususnya guru pengajar.
B. Pendekatan Kontekstual 1. Pembelajaran Kontekstual Untuk mewujudkan pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas dan optimal dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa, tentu diperlukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas untuk lebih memberdayakan potensi siswa. Karena kecenderungan pemikiran para ahli pendidikan tentang teori belajar yang berkembang dewasa ini bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, melainkan siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Siswa belajar dari mengalami, mencatat sendiri pola-pola
13 bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang (siswa) itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter). Dimana pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan (Nurhadi, dkk, 2004:17). Oleh karena itu pendekatan pembelajaran yang dari karateristiknya memenuhi harapan tersebut adalah melalui penerapan pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna (Sulasmi, 2007:1). Pendekatan kontekstual dapat diterapkan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada, jadi bersifat fleksibel. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengakui menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan diterapkan dalam kehidupannya.
2. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual atau lebih dikenal disebut dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa ke dalam kelas. CTL mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melalui pengetahuan dan
14 keterampilan yang diperoleh dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari mengkonstruct sendiri, digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, dkk., 2004:13) Elaine B. Johnson (2007:19) merumuskan pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut: ”The CTL system is on educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connectng academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system encompasses the following eight component: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thingking, narturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment”.
Kutipan diatas mengandung arti bahwa sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosial dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut sistem CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yagn bermakna, mengerjakan pekerjaan yagn berarti, mengaturkan cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesmen autentik. Dengan demikian dalam pendeaktan CTL, guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yakni membantu siswa menemukan makna (pengetahuan),
15 karena siswa memiliki ’response potentiality’ yang bersifat kodrati. Keinginan untuk menemukan mana (pengetahuan) adalah sangat mendasar bagi siswa. Karena itu tugas utama guru (pendidik) adalah memberdayakan potensi kodrati siswa, sehingga mereka terlatih menangkap makna dari materi pelajaran yang diajarkan
C. Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMA 1. Hakikat Pelajaran Bahasa Inggris Tuntutan dunia global yang terus menerus berubah dan ada kecenderungan semakin berkembang pesat dengan ditandai berkembangnya teknologi informasi merupakan salah satu dorongan bagi seseorang untuk mengembangkan penguasaan bahasa asing sebagai alat untuk berkomunikasi, seperti penguasaan bahasa Inggris. Mempelajari bahasa merupakan hal penting bagi perkembangan sosial dan kepribadian seorang individu. Sebagai bahasa yang banyak digunakan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, bahasa Inggris berperan sebagai salah satu bahasa internasional. Di samping berperan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, bahasa ini dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan ekonomi perdagangan, hubungan antarbangsa, tujuan sosial budaya dan pendidikan serta tujuan pengembangan karier. Penguasaan bahasa Inggris dapat diperoleh melalui berbagai program, dan program pengajaran di sekolah secara formal tampaknya merupakan sarana utama bagi sebagian anak Indonesia. Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Inggris dimaksudkan untuk memahami dan
16 mengungkapkan
informasi,
pikiran,
perasaan,
serta
mengembangkan
ilmu
pengetahuan, teknologi dan budaya (Depdiknas, 2004:6). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penguasaan bahasa Inggris bagi siswa SMA merupakan persyaratan penting sebagai bekal dalam upaya melakukan interaksi dan komunikasi di tengah pergaulan masyarakat yang semakin berkembang, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Sehubungan dengan hal itu, penguasaan bahasa Inggris dapat diperoleh melalui berbagai program, dan program pengajaran atau pembelajaran di sekolah secara formal tentunya merupakan sarana utama bagi siswa SMA.
2. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMA a. Fungsi Mata pelajaran bahasa Inggris merupakan mata pelajaran pilihan di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berfungsi sebagai alat pengembangan diri siswa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya. Dengan demikian mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkepribadian Indonesia serta siap mengambil bagian dalam pembangunan nasional (Depdiknas, 2004:6). b. Tujuan 1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
17 2) Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar. 3) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antar bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian siswa memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
3. Ruang Lingkup Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Inggris (Depdiknas, 2004:7) meliputi: a. Keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis; b. Sub-kompetensi yang meliputi kompetensi tindak bahasa, linguistik (kebahasaan), sosiokultural, strategi, dan kompetensi wacana; c. Pengembangan
sikap
yang
positif
terhadap bahasa Inggris sebagai alat
komunikasi.
4. Standar Kompetensi Bahan Kajian Setiap mata pelajaran memiliki karateristik tertentu bila ditinjau dari segi tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, ataupun materi yang dipelajari dalam rangka menunjang tercapainya kompetensi tersebut. Ditinjau dari segi tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, maka pelajaran bahasa Inggris ini menekankan pada aspek keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan berbahasa lisan dan tulis baik respektif maupun produktif. Penerapan konsep dalam pengajaran bahasa Inggris menyiratkan bahwa: (1) unsur-unsur bahasa Inggris, yaitu tata bahasan kosa kata, ejaan dan lafal hendaknya
18 disajikan dalam lingkup kebahasaan dan lingkup situasi, sehingga makna di maksud jelas. Lingkup situasi harus mencakup lingkup budaya sasaran dan budaya peserta didik; (2) pembelajaran unsur-unsur bahasa ditujukan untuk mendukung penguasaan dan pengembangan empat keterampilan berbahasa Inggris yang mencakup: mendengar, berbicara, membaca dan menulis, dan bukan untuk kepentingan penguasaan unsur-unsur bahasa itu sendiri; (3) dalam proses belajar mengajar, unsurunsur bahasa yang dianggap sulit bagi peserta didik dapat disajikan tersendiri secara sistematis sesuai dengan konteks yang dibahas; (4) dalam proses belajar mengajar ke empat keterampilan berbahasa pada hakekatnya tidka dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, keterampilan berbahasa harus dikembangkan secara terpadu; (5) peserta didik harus dilibatkan dalam semua kegiatan belajar yang bermakna, yaitu kegiatan yang dapat membantu mengembangkan diri siswa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya, mendorong peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi warganegara yang berkepribadian Indonesia, dan mengembangkan keterampilan bergaul (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007:IX-X).
5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMA Berdasarkan pada Buku Petunju Teknik Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus mata pelajaran Bahasa Inggris untuk SMA/MA (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007:X) disebutkan rumusan standar kompetensi untuk mata pelajaran bahasa Inggris di SMA adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai hasil dari mempelajari bahasa Inggris.
19 Selanjutnya disebutkan kompetensi dasar tentang keterampilan menulis untuk mata pelajaran bahasa Inggris di SMA adalah mengungkapkan makna dalam teks tulis fungsional pendek dan esei sederhana berbentuk: recount, narative, procedure, descriptive, news item, spoof, report, analytical exposition, hortatory exposition, explanation, discussion, dan review dalam konteks kehidupan sehari-hari. Adapun pengembangan lebih lanjut standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran bahasa Inggris tentang keterampilan menulis kelas XI semester gasal SMA Negeri tahun pelajaran 2007/2008 sesuai dengan konteks penelitian ini yang rumusannya tertuang dalam tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1
Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris Tentang Keterampilan Menulis Kelas XI Semester Gasal SMA Negeri Tahun Pelajaran 2007/2008
Standar Kompetensi 1. Menulis (writing) 2. Mengungkapkan makna dalam teks tulis fungsional pendek dan esai sederhana, report, narrative, dan analytical exposition dalam konteks kehidupan seharihari (kontekstual)
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pembelajaran
1) Mengungkapkan makna dan lanngkah-langkah retorika dalam esai yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk analytical exposition.
a. Kegiatan pembelajaran (proses belajar): 1. Berlatih menggunakan kalimat ‘simple present’ untuk menyatakan fakta dan kalimat kompleks yang menggunakan model untuk menyatakan opini. 2. Membuat draft teks analytical exposition dengan melakukan ‘chain writing’ 3. Melakukan koreksi teman sejawat untuk menyempurnak an draft.
1. Hakikat menulis dengan pendekatan kontekstual. 2. Tujuan menulis (writing) 3. Menulis berbentuk analytical exposition. 4. Contoh cara menulis berbentuk analytical exposition dengan pendekatan kontekstual 5. Latihan menulis dalam teks berbentuk analytical exposition dengan pendekatan kontekstual
20 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator 4. Menyempurnakan draft berdasarkan hasil koreksi teman sejawat.
Materi Pembelajaran
b. Hasil belajar: 1. Menghasilkan teks berbentuk analytical exposition dalam konteks kehidupan sehari-hari (kontekstual)
D. Keterampilan Menulis Bahasa Inggris 1. Keterampilan Menulis Menulis atau mengarang, dua istilah yang tidak asing bagi masyarakat. Pengertian menulis sebagai proses yang melibatkan pengetahuan, pengalaman, serta penalaran untuk dituangkan dalam tulisan dengan tidak meninggalkan proses revisi. Menurut Nurchasanah (1994:2), menulis adalah proses mengungkapkan atau menuangkan informasi yang berupa pikiran, perasaan atau kemauan dengan menggunakan wacana tulis dan berdasarkan pada tatanan serta kaidah bahasa yang berlaku. Senada dengan pendapat di atas, Rofi’uddin (1998:75) mengemukakan yaitu menulis merupakan keterampilan dengan menggunakan bahasa tulis untuk mengungkapkan ide, pikiran, atau perasaan kepada orang lain. Menulis merupakan keterampilan untuk mengolah pengetahuan, pengalaman, pikiran serta ide atau gagasan ke dalam tulisan. Hal tersebut diperlukan keterampilan untuk menggunakan aspek berbahasa, yakni penggunaan tanda baca dan ejaan,
21 pemilihan diksi atau kosakata, penggunaan tata bahasa atau struktur kalimat, pengembangan paragraf, serta pengolahan gagasan. Untuk mencapai suatu tulisan yang baik sesuai kaidah bahasa Inggris, tentu saja akan berhubungan pula dengan keefektifan dalam menggunakan kalimat. Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan, gagasan, ide, dan pemberitahuan kepada penerima (pembaca) sesuai dengan yang ada dalam benak si penyampai (penulis). Kalimat itu mempunyai ciri-ciri: (1) strukturnya teratur; (2) kata yang digunakan mendukung makna secara tepat; dan (3) hubungan antar bagiannya logis. Menurut Atarsemi (1989), kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi sasaran, mampu menimbulkan pengaruh, dan meninggalkan kesan. Kalimat tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) sesuai dengan tuntutan bahasa baku; (2) jelas; (3) ringkas atau lugas; (4) adanya hubungan yang baik (koherensi); (5) kalimat harus hidup; dan (6) tidak ada unsur yang tidak berfungsi. Dari pendapat-pendapat diatas dapat dikataan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan yang ada pada diri seseorang dalam mengembangkan ide/gagasan, pikiran atau perasaan kepada orang lain yang dituangkan dalam bahasa tulis berkaitan dengan suatu makna yang dipelajari (ilmu pengetahuan), pengalaman hidup seharihari, opini dan sebagainya.
2. Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Inggris Pendekatan CTL memiliki tujuh elemen pokok yakni (1) inkuiri, (2) bertanya, (3) kontruktivisme, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) penilaian autentik, dan
22 (7) refleksi. (Ismawati & Supriyanto, 2008:3-5). Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran menulis dilakukan dengan mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila tujuh komponen CTL diterapkan secara nyata selama proses pembelajaran menulis berlangsung. Adapun langkah-langkah konkret dalam pembelajaran menulis dengan menerapkan tujuh komponen CTL adalah sebagai berikut: a. Inkuiri Pelaksanaan proses belajar menulis (mengarang) dilaksanakan dalam tahapan pramenulis, menulis dan pascamenulis. Pada tahap pramenulis, siswa dirangsang untuk dapat menghasilkan ide atau gagasan dari pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya. Siswa dilatih untuk dapat mengembangkan daya imajinasinya melalui kegiatan menemukan (inkuiri). Kegiatan inkuiri dalam pembelajaran menulis diwujudkan melalui kegiatan menemukan topik, judul, dan ide pokok karangan berdasarkan pengalaman nyata para siswa yang dituliskan dalam kerangka (draf) karangan yang dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan, bertanya, dan menyimpulkan. b. Bertanya Bertanya merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari orang lain. Dalam pembelajaran menulis, bertanya (tanya-jawab) dilakukan sebagai ajang tukar pengetahuan atau pengalaman di antara para pelaku belajar. Kegiatan bertanya dilakukan dengan cara mengelompokkan para siswa dalam beberapa kelompok belajar. Para siswa dalam satu atau antar kelompok melakukan
23 kegaitan bertanya untuk memperoleh pengetahuan atau informasi dari temannya yang dapat digunakan untuk bahan dalam mengembangkan karangan. c. Kontruktivisme Langkah konkret dalam menulis (mengarang) pada elemen ini dilakukan melalui proses yang dilaksanakan dalam tahapan-tahapan tertentu secara runtut. Tahapan mengarang diawali dari menentukan topik dan judul karangan, menyusun kerangka karangan, mengembangkan paragraf menjadi karangan yang utuh, dan diakhir dengan kegiatan merevisi karangan. Dengan cara yang demikian, hasil karangan atau tulisan para siswa menjadi lebih baik atau optimal. d. Masyarakat Belajar Kegiatan menulis (mengarang) dapat dilakukan melalui kerjasama teman dalam kelompok atau teman antar kelompok. Pengetahuan yang dibangun melalui kerjasama dengan teman, dapat digunakan sebagai acuan pola pikir setiap individu siswa. Masyarakat belajar yang diterapkan pada pembelajaran menulis, membuat siswa merasa terbantu dalam proses belajarnya untuk dapat menghasilkan karangan yang lebih baik dibandingkan dengan pola belajar secara individu. Implementasi pada kegiatan menulis dapat diwujudkan dalam kegiatan menentukan topik karangan, dan menyusun kerangka karangan. e. Pemodelan Implementasi terhadap pembelajaran menulis pada elemen pemodelan adalah dengan memberi model atau contoh karangan yang baik dan benar. Pemberian model dalam pembelajaran menulis dapat mengefektifkan proses
24 pembelajaran. Dengan memberikan contoh pola karangan kepada siswa, mereka merasa lebih mudah dalam mengerjakan tugas dari gurunya melalui pola yang telah dicontohkan. f. Penilaian Autentik Elemen penilaian autentik dalam pembelajaran menulis dilakukan dengan memberi latihan kepada para siswa untuk menilai karangan teman dan karangan sendiri secara objektif. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka melatih siswa memiliki sifat kejujuran dalam bekerja. g. Refleksi Dalam kegiatan menulis (mengarang), refleksi sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan ide atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau karangan. Kegiatan refleksi dilakukan pada setiap proses pembuatan karangan mulai dari tahap penentuan topik karangan sampai kegiatan merevisi atau memperbaiki karangan. Dari uraian diatas, penerapan tujuh elemen pendekatan CTL pada pembelajaran menulis merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas pembelajaran menulis, sehingga proses belajar diharapkan akan lebih bermakna karena pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan kepentingan dan kemampuan siswa. Dengan adanya pendekatan kontekstual (CTL), kemampuan siswa untuk menyusun sebuah karya pikir dalam bentuk bahasa tulis dapat ditingkatkan. Melalui karya tulis, seseorang akan dapat mengungkapkan kreativitas dan daya pikir kritisnya.
25 E. Penilaian Pembelajaran Menulis Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran menulis, dilakukan dengan dua cara penilaian yaitu: penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar. 1.
Penilaian Proses Pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Guru mengukur sampai berapa jauh tingkat keberhasilan pembelajaran melalui pengamatan terhadap minat dan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran, maupun respon yang diberikan dalam menanggapi konsep menulis fungsional yang diberikan. Penilaian
dilakukan
dengan
menggunakan
ceklist
pada
lembar
pengamatan. Pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila anak memiliki minat dan perhatian yang cukup tinggi dalam melakukan kegiatan menulis. 2.
Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar dilaksanakan apabila pembelajaran telah selesai. Penilaian ini dilakukan melalui tes tertulis. Keberhasilan pembelajaran dapat ditunjukkan dengan meningkatkan partisipasi siswa pada kurun waktu tertentu yang ditunjukkan pada nilai ulangan harian atau nilai tes hasil belajar. Apabila nilai anak meningkat, maka hal tersebut merupakan indikasi bahwa pembelajaran telah berhasil. Sebaliknya apabila nilai anak tidak meningkat, bahkan menurun, hal ini merupakan indikasi bahwa pembelajaran tidak berhasil (Aqib, 2004;90)
26
3.
Pemberian Skala Skor Pemberian nilai pada hasil tulisan siswa dilakukan dengan menggunakan pedoman penilaian karangan yang meliputi beberapa aspek. Seperti: 1) aspek bahasa yang terdiri dari a). Kalimat, b) diksi, dan c) ejaan. Aspek bahasa ini diberi bobot 50% dengan rincian: 20 untuk kalimat, 10 untuk diksi dan 20 untuk ejaan. 2) isi karangan, yang terdiri dari dari: a) struktur karangan, b) kedalaman isi karangan, dan c). Kesesuaian isi dengan judul. Pada aspek yang kedua ini diberi pula bobot 50% dengan rincian untuk struktur 10, untuk isi 30, dan untuk kesesuaian isi dengan judul 10. Sedangkan rentangan nilai yang digunakan adalah 10 sampai 100.