1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seorang anak, tetapi juga menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia (Kumar, 2007). Menurut Encyclopedia Americana (dalam Kartono, 1997), pendidikan adalah segala perbuatan etis, kreatif, sistematis, dan intensional, dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Selain itu, pendidikan juga merupakan seni mengajar, karena dengan mengajarkan ilmu, keterampilan dan pengalaman tertentu, orang melakukan perbuatan yang kreatif mirip karya seni (Kartono, 1992). Menurut pasal 15 dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, pendidikan terdiri dari beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003). Selain itu, pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan masional yang secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang
Universitas Sumatera Utara
2
menyandang kelainan fisik dan/atau mental dan/atau kelainan perilaku. Pada umumnya pendidikan luar biasa diselanggarakan di Sekolah Luar Biasa (Mangunsong, 1998). Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia sekolah yang memiliki ”kebutuhan khusus” (Supriadi 2003). Menurut Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993, Lembaga pendidikan SLB adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Satuan SLB disebut juga sistem segregasi yaitu sekolah yang dikelola berdasarkan jenis ketunaan namun terdiri dari beberapa jenjang. Adapun satuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terdiri dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMLB (Mangunsong, 1998). Jenis pendidikan Luar Biasa tersebut meliputi: SLB-A bagi peserta didik Tunanetra, SLB-B bagi peserta didik Tunarungu, SLB-C bagi peserta didik Tunagrahita, SLB-D bagi peserta didik Tunadaksa, SLB-E bagi peserta didik Tuna Laras, dan SLB-G bagi peserta didik Tuna Ganda. Disamping itu, pada saat ini telah berkembang pula sekolah untuk anak autis (Supriadi, 2003). Suatu sistem pendidikan dapat berjalan dengan baik bergantung pada beberapa faktor, seperti guru, murid, kurikulum dan fasilitas. Berdasarkan hal
Universitas Sumatera Utara
3
tersebut, guru merupakan hal yang paling penting dan merupakan poros utama dari seluruh struktur pendidikan (Rao, 2003). Menurut Kabir (dalam Kumar, 2007) tanpa guru yang baik, sistem yang baik sekalipun akan gagal dan dengan guru yang baik, sistem yang paling buruk sekalipun akan dapat membaik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Menurut Uno (2008), guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Tanggung jawab pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah terletak ditangan pendidik, yaitu guru SLB. Guru Pendidikan Luar Biasa merupakan salah satu komponen pendidikan yang secara langsung mempengaruhi tingkat
keberhasilan
anak
berkebutuhan
khusus
dalam
menempuh
perkembangannya (Ineupuspita, 2008). Guru SLB dituntut untuk memiliki kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja karena mereka melakukan tugas fungsional yaitu mengajar satu per satu sisiwanya dengan penuh kesabaran, melakukan tugas administrasi seperti membuat rapor, dan tugas struktural dalam organisasi sekolah (Hariyanti, 2004). Seorang Guru SLB dalam meningkatkan kinerjanya perlu memahami dan memiliki kompetensi dasar sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat dicapai sekolah (Ineupuspita, 2008). Menurut McAshan (dalam Saudagar & Idrus,
Universitas Sumatera Utara
4
2009), kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehinga seseorang dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus didasari oleh tiga kemampuan, yaitu; (1) kemampuan umum (general ability), (2) kemampuan dasar (basic ability), dan (3) kemampuan khusus (specific ability). Kemampuan umum adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), kemampuan dasar adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus, sedangkan kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu (Ineupuspita, 2008). Untuk menciptakan suatu pendidikan yang berkualitas tinggi perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kepuasan kerja dari pengajar (Perie, 1997). Kepuasan kerja merupakan komponen utama dari iklim organisasi dan elemen penting dalam hubungan antara pihak menejemen dan pekerja. Kepuasan kerja adalah tingkatan emosi positif yang diukur ketika pekerjaan seseorang tampak memenuhi tugas penting yang sesuai dengan kebutuhan seseorang (Kumar, 2007). Nobile (2005) mengatakan bahwa kepuasan kerja dijelaskan sebagai hal yang luas yang mana seorang pekerja memiliki perasaan yang positif atau sesuatu yang disukai dari pekerjaan atau lingkungan pekerjaan mereka. Kepuasan kerja juga merupakan suatu reaksi perasaan pada situasi kerja seseorang. Ini dapat dijelaskan
Universitas Sumatera Utara
5
sebagai keseluruhan perasaan tentang pekerjaan atau karir seseorang dan dapat dihubungkan dengan hasil yang spesifik seperti produktivitas (Perie, 1997). Kepuasan mengajar sebagai suatu pekerjaan merupakan masalah yang penting sebab hal ini berhubungan dengan keefektifan guru yang secara pasti mempengaruhi prestasi siswa. Kepuasan kerja guru juga berdampak pada prestasi kerja, disiplin, kualitas kerja dari guru itu sendiri (Perie, 1997). Menurut Virginita (2009), terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu, Gibson (dalam Virginita, 2009) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan kerja dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. Menurut Perie (1997), guru yang merasa tidak puas dengan beberapa aspek pekerjaannya akan cenderung meninggalkan profesinya sebagai guru. Kepuasan kerja guru merupakan sejauh mana penerimaan dan nilai-nilai seorang guru terhadap faktor-faktor seperti evaluasi, hubungan rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan (dalam Hughes, 2006). Seorang guru akan bekerja lebih efektif hanya ketika mereka puas dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja guru merupakan faktor yang paling penting dalam membuat pekerjaan sebagai guru menjadi lebih berguna dalam suatu negara (Kumar, 2007). Menurut Lester dan Bishop (dalam Ritz, 2009), ada sembilan aspek yang dapat mengukur kepuasan kerja seorang guru, yaitu pengawas (Supervision), rekan kerja (Colleagues), kondisi kerja (Work Conditions), imbalan (Pay), tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
6
(Responsibility), pekerjaan (Work itself), kenaikan Jabatan (Advancement), keamanan (Security), penghargaan (Recognition). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru, yaitu pengawasan (supervision), kelompok kerja, isi dari suatu pekerjaan (job content), tingkatan pekerjaan (occupational level), spesialisasi (specialization), usia, ras dan jenis kelamin, tingkatan pendidikan (Kumar, 2007). Selain itu Perie (1997) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru yaitu faktor inrinsik dan faktor ekstrinsik. Bagi guru, faktor intrinsik dapat diperoleh dari aktivitas kelas. Karakteristik dan persepsi siswa, kendali guru atas lingkungan kelas juga merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan. Sedangkan faktor ekstrinsik seperti gaji, adanya dukungan dari administrator, keamanan sekolah dan ketersediaan sumber daya sekolah Pada saat ini, ada tiga permasalahan umum yang dihadapi oleh guru dalam implementasi wajib belajar 9 tahun yang juga diberlakukan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu masalah ketidaksesuaian jumlah kualifikasi serta penyebaran tenaga guru yang dapat sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan; masalah belum terkoordinasinya pengadaan, penempatan, dan pembinaan tenaga guru; masih rendahnya mutu guru baik dari segi kemampuan maupun motivasi untuk bekerja secara maksimal (Ineupuspita, 2008). Selain itu, permasalahan pendidikan luar biasa yang ada di Sumatera Utara terdiri dari gedung sekolah yang rusak, kurangnya sarana dan prasarana sekolah, kurangnya jumlah guru yang
Universitas Sumatera Utara
7
tersedia, dan kurang sesuainya kompetensi lulusan terhadap kebutuhan dunia kerja (Dinas Pendidikan Prov. Sumatera Utara, 2007). Seperti yang telah disebutkan oleh Perie (1997), ketersediaan sumber daya sekolah termasuk guru dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Selain itu, sering kali kepuasan kerja bagi guru lebih dimaknai dengan kesesuaian antara harapan seseorang dengan imbalan yang disediakan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya aksi unjuk rasa yang dilakukan guru untuk menuntut kenaikan gaji. Tidak hanya gaji guru PNS, tetapi juga guru swasta. Nasib guru swasta dan guru sekolah luar biasa (SLB), di Kota Medan pun masih memprihatinkan. Rendahnya gaji guru swasta membuat banyak guru terpaksa mengajar di beberapa sekolah dan memberi kursus. Akibatnya, kualitas mengajar para guru terus menurun (Suara Pembaruan, 2008). Berbeda dengan guru di sekolah biasa, menjadi guru SLB merupakan ”panggilan hati” karena tugasnya berat dan menuntut komitmen penuh. Guru SLB dituntut untuk mengabdikan seluruh kemampuan, kreativitas, keterampilan, dan pikirannya untuk membidik anak-anak luar biasa.anak-anak penyandang kelainan biasanya tidak responsif, menutup diri, bahkan menghindar dari orang lain, dihantui rasa malu dan frustasi akibat kelainan yang disandangnya. Tanpa memiliki dedikasi yang disertai kesabaran dan kreativitas dalam mengembangkan pendekatan pendidikan yang menarik dan mengundang, maka guru SLB akan gagal dalam menjalankan tugasnya. Mengembangkan kemampuan anak-anak berkebutuhan khusus yang umumnya tertutup memerlukan kiat-kiat yang lebih bervariasi agar keinginan dan kebutuhan mereka dapat diketahui dan dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
8
secara tepat. Secara umum, tuntutan untuk menjadi guru SLB lebih berat daripada menjadi guru sekolah biasa. Keadaan ini ditambah lagi dengan kurangnya minat calon guru untuk memasuki pendidikan guru luar biasa akibat beratnya tuntutan tugas yang mesti mereka laksanakan setelah lulus, sementara peluang karier dan insentif yang mereka terima tidak berbeda dengan guru-guru lainnya (Supriadi, 2003). Kepuasan kerja yang diperoleh para guru SLB dengan mengajar anak-anak yang memiliki perbedaan dengan anak normal. Tidak perlu banyak imbalan, hanya dengan keberhasilan setitik dari para muridnya itu sudah menjadi kebanggan. Bisa berinteraksi dengan mereka menjadi suatu hal yang tidak bisa dilakukan banyak orang dan kepuasan-kepuasan tersebut yang membuat mereka bertahan untuk menjalani profesinya (Rohma, 2009). Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru TK di SLB-A swasta di kota Medan: ”...Gaji guru disini yah..bisa dibilang rendah..sangat jauh sekali dengan gaji saya waktu kerja di sebuah perusahaan swasta. Saya merupakan tamatan S1 akutansi Pada awalnya saya merasa tidak sanggup mengajar disini karena tidak mempunyai latar belakang dari pendidikan anak berkebutuhun khusus. Beban stress di sini juga lebih besar dibandingkan sekolah biasa, apalagi yang anak-anak yang saya ajar tidak hanya tuna rungu, ada juga yang memiliki gangguan seperti hiperaktif, sedangkan gaji yang didapat mungkin jauh lebih kecil..fasilitas disini pun tidak memadai, seperti ini..saya cuma sendirian mengajar 7 orang anak yang memiliki kebutuhan khusus dan tidak ada alat bantu yang membantu saya mengajar anak-anak disini, jadi semuanya harus saya lakukan secara manual saja, misalnya menyentuh mereka, memberikan alat-alat belajar seadanya. Tapi saya merasa senang bila bersama anak-anak ini, apalagi jika melihat perkembangan dari mereka. Kalau sekolah sedang libur, guruguru disini sering mengeluh, rasanya tidak ingin lama-lama dirumah, ingin cepat ketemu sama anak-anak..” (Komunikasi Personal, 8 Febuari 2010).
Universitas Sumatera Utara
9
Selain itu, berikut hasil wawancara yang dilakukan pada Ratna (bukan nama sebenarnya), seorang Guru matematika di SMPLB-A swasta kota Medan: ”...saya senang-senang aja menjadi guru di SLB. Saya akui memang gaji kecil, ga cukup buat sehari-hari..apalagi kerjanya lebih berat daripada guru biasa, namun bagi saya pekerjaan ini punya suatu arti tersendiri. Saya anggap pekerjaan saya ini ya sebagai tugas sosial, ada tantangan yang berbeda untuk bekerja disini..jadi saya berusaha untuk menikmati pekerjaan ini..nah, kalau ditanya puas atau tidak, tergantung dari apanya dulu..” (Komunikasi Personal, 12 Febuari 2010). Dari hasil wawancara yang diperoleh di atas, beberapa guru SLB merasakan kesulitan dalam menjalankan pekerjaannya. Masih banyak hal yang menjadi beban dalam pekerjaan mereka, seperti pekerjaan yang berat, perolehan gaji yang lebih kecil daripada guru sekolah biasa, fasilitas di di beberapa SLB juga masih kurang mendukung untuk proses belajar mengajar. juga dapat mempengaruhi kepuasan mereka dalam mengajar. Selain itu, dari hasil observasi yang dilakukan di beberapa SLB yang ada di kota Medan, peran guru masih tumpang tindih, karena ada beberapa guru yang sekaligus mengajar di SDLB, SMPLB bahkan sampai SMALB, hal ini dapat dilihat dari SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) dimana jumlah guru yang mengajar di TK sampai SMP hanya berjumlah 20 orang, SLB Markus hanya terdiri dari 9 orang guru dan di SLB-A Karya Murni yang terdiri dari TK sampai SMP hanya terdiri dari 12 orang guru. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran Kepuasan Kerja Guru di Sekolah Luar Biasa Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
10
B.
Pertanyaan Penelitian Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian,
yaitu: 1. Bagaimanakah gambaran kepuasan kerja guru SLB di Kota Medan secara umum? 2. Aspek kepuasan kerja manakah yang paling tinggi yang dimiliki oleh guru SLB di kota medan? 3. Aspek kepuasan kerja manakah yang paling rendah yang dimiliki oleh guru SLB di kota medan? 4. Bagaimanakah gambaran kepuasan kerja guru SLB ditinjau dari setiap aspek?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
kepuasan kerja guru SLB di Kota Medan.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat teoritis Dapat
memberi
sumbangan
informasi
dan
pemikiran
untuk
mengembangkan ilmu psikologi pendidikan khususnya yang berhubungan dengan kepuasan kerja guru di SLB.
Universitas Sumatera Utara
11
2.
Manfaat praktis a. Kepada pihak sekolah, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja para guru SLB dan dengan demikian pihak sekolah dapat membuat perencanaan yang tepat terhadap peningkatan kepuasan kerja guru yang berpengaruh terhadap kinerja guru. b. Kepada pihak dinas pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kepuasan kerja guru SLB, sehingga pemerintah dapat melakukan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pihak SLB, terutama dalam peningkatan kesejahteraan guru SLB.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :
Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori- teori yang dinyatakan adalah teori-teori yang berhubungan dengan media pembelajarannya. Dalam bab ini juga diuraikan mengenai penggunaan internet dalam bidang pendidikan serta teori sikap.
Universitas Sumatera Utara
12
Bab III : Metode Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan pertanyaan penelitian, identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda butir pernyataan dan reliabilitas, serta metode analisis data. Bab IV : Analisa Data Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara