BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1.
Bahan-bahan Penyusun Beton Beton adalah campuran dari agregat halus dan agregat kasar (pasir, kerikil, batu
pecah atau jenis agregat lain) dengan semen, yang dipersatukan dengan air dengan perbandingan tertentu. Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang sifat-sifatnya dapat ditentukan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan yang dipilih.1 Didalam bab ini, akan diuraikan secara ringkas unsur-unsur pembentuk beton yang di antaranya adalah : Semen, Pasir (agregat halus), Split (agregat kasar), Air dan sifat-sifat beton. Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidrolis yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air. Dapat juga ditambahkan bahan admixture untuk mendapatkan sifat tertentu yang dikehendaki. Untuk mendapatkan beton yang baik seorang perencana terlebih dahulu mengetahui karakteristik bahan penyusun beton tersebut, agar beton yang akan direncanakan mencapai kekuatan yang disyaratkan, serta mudah dalam pelaksanaan.
2.1.1. Semen Semen dalam beton merupakan bagian terpenting, dimana fungsinya adalah menyatukan dari beberapa material menjadi satu kesatuan yang utuh. Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker, yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
1
Wuryati Samekto, Candra Rahmadiyanto, Teknologi Beton, Penerbit Kanisius, 2001, hal 35
bersifat
hidrolis
dengan
gips
sebagai
bahan
tambahan
2
(SK SNI S – 04 – 1989 – F). Semen portland merupakan bahan ikat untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat. Berat jenisnya berkisar antara 3,12 sampai 3,16. Tabel 2.1. Bahan yang terdapat dalam P.C. Bahan
Rumus Kimia
Nama Industri
% dalam P.C
Kapur
Ca O
C
60 – 65
Silika
Si O2
S
19 – 25
Alumina
Al2 O3
A
3–8
Besi
Fe2 O3
F
1-5
Dalam Proses pembakaran keempat bahan yang terdapat dalam P.C. tersebut senyawa yang baru membentuk P.C : Tabel 2.2. Senyawa yang terdapat dalam P.C. Nama Senyawa
Rumus Kimia
Nama Industri
Tricalcium Silikate
3 Ca O Si O2
Ca S
Dicalcium Silikate
2 Ca O Si O2
C2 S
Tricalcium Alumina
3 Ca O Al2 O3
C3 A
Tetracalcuim Aluminoferit
4 Ca O Al2 O3 Fe2 O3
C4 AF
Wuryati Samekto, Candra Rahmadiyanto, Teknologi Beton, Penerbit Kanisius, 2001, hal 1
Dari hasil proses pembakaran yang berupa klinker, kemudian digiling halus dan ditambahkan gips ( Ca CO ) secukupnya (maksimun 3%) untuk mengatur setting time PC. Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland digolongkan ke dalam 5 jenis sebagai berikut: a. Jenis I Semen untuk konstruksi pada umumnya, di mana tidak diminta persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lainnya. Menurut Urip (2002) kadar C3S antara 48 – 52% dan kadar C3A antara 10 – 15%. b. Jenis II Semen untuk konstruksi pada umumnya terutama sekali bila disyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Kadar C3S sedang, sama besar dengan kadar C3A, yaitu maksimal 8% alkali rendah. c. Jenis III Semen untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Kadar C3S-nya sangat tinggi dan butirannya sangat halus. d. Jenis IV Semen untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah, sehingga kadar C3S dan C3A rendah. e. Jenis V Semen untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat. Portland cement didalam penggunaannya khususnya pada beton, yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat karakteristiknya sesuai dengan SNI 15-2049-1994 dan ASTM C 150 – 83. Beberapa sifat karakteristiknya adalah sebagai berikut : 1.
Kehalusan butir.
2.
Kekekalan.
3.
Waktu pengikatan.
4.
Panas hidrasi.
5.
Kekuatan.
2.1.2. Air Air diperlukan pada pembuatan beton, agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah pengerjaanya. Karena karakter pasta semen merupakan reaksi kimiawi antara semen dengan air, maka bahan perbandingan jumlah air terhadap total (semen + agregat halus + agregat kasar) yang menentukan, melainkan halnya perbandingan antara air dan semen pada campuran yang menentukan. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses selesai. Sebagai akibatnya beton yang dihasilkan akan kurang kekuatannya. Menurut SK SNI S 04 – 1989 – F, pemakaian air untuk beton sebaiknya air yang memenuhi syarat sebagai berikut : -
Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
-
Tidak mengandung garam-garaman yang merusak beton (asam dan zat organik) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan khlorida (Cl) tidak lebih dari 500 ppm dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1.000 ppm sebagai SO3.
-
Air harus bersih.
-
Derajat keasaman (pH) normal ± 7.
-
Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.
-
Jika dibanding dengan kekuatan tekan adukan beton yang memakai air
suling, penurunan kekuatan adukan yang memakai air yang diperiksa tidak lebih dari 10%. -
Semua air yang mutunya meragukan dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya menurut pemakaian.
-
Khusus untuk beton pratekan, kecuali syarat-syarat di atas, air tidak boleh mengandung khlorida lebih dari 50 ppm.
2.1.3. Agregat Halus Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 4,76 mm. 3 Menurut Moerdwiyono (1998) dalam Andoyo (2006), agregat halus terdir dari butiran-butiran 0,02 – 2 mm yang didapat dari disintegrasi batuan alam (natural sand) atau didapat dari memecahnya (artificial sand). Agregat halus merupakan agregat yang besarnya tidak lebih dari 5 mm sehingga pasir dapat berupa pasir alam atau berupa pasir dari pemecahan batu yang dihasilkan oleh pemecah batu4. Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03 – 6821 – 2002 adalah sebagai berikut: a. Susunan butir agregat halus mempunyai kehalusan antara 2,0 – 3,0. b. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. c. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
3
SNI 03 – 6820 - 2002
4
Neville, A.M, Properties of Concrete, London: Pitman Publishing Limited, 1997
pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat diuji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10% berat, sedangkan jika dipakai magnesium sulfat yang hancur maksimum 15% berat. d Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat kering). Jika kadar lumpur melebihi 5% pasir harus dicuci. Pasir sangat berperan dalam menentukan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan beton (durability). Karena itu pasir sebelum dipergunakan harus diteliti dahulu, hal-hal yang perlu diteliti adalah sebagi berikut : Kadar Bahan Organis. Kadar Lumpur. Berat Jenis. Penyerapan. Keausan. Analisa Saringan. Tabel 2.3 Gradasi standard dari agregat normal (*)
Sehingga dari perbandingan yang diisyaratkan sesuai ketentuan. Diharapkan pasir yang mempunyai fungsi sebagai bahan pengisi dapat memiliki nilai ekonomis. Sedangkan ukuran butiran agregat halus atau pasir antara 0,075 – 5 mm.
2.1.4. Agregat kasar Agregat kasar ialah agregat dengan besar butiran lebih dari 5 mm atau agregat yang semua butirannya dapat tertahan di ayakan 4,75 mm. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alami dari batu – batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan manual atau mesin. Agregat kasar harus terdiri dari butir–butiran yang keras, permukaan yang kasar, dan kekal. Agregat harus memenuhi syarat kebersihan yaitu, tidak mengandung lumpur lebih dari 1 %, dan tidak mengandung zat–zat organik yang dapat merusak beton. Fungsi agregat secara umum, yaitu : 1. Menghemat penggunaan Semen Portland 2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton 3. Mengurangi susut pengerasan beton 4. Mencapai susunan yang padat pada beton. Dengan gradasi yang baik maka akan didapat beton yang padat 5. Mengontrol workability atau sifat dapat dikerjakan adukan beton. Dengan gradasi yang baik, akan diperoleh sifat beton yang mudah untuk dikerjakan. Perlu adanya kontrol terhadap kualitas agar diperoleh beton dengan mutu yang baik.
Penggunaan agregat sebagai pencampur beton harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1.
Memberikan campuran beton yang ekonomis
2.
Memberikan kekuatan yang tinggi.
3.
Memberikan keawetan pada beton.
Untuk mencapai syarat tersebut diatas maka perlu dilakukan pengujian terhadap bahan-bahan pencampur beton.
2.2.
Sifat-Sifat Beton Untuk mengetahui sifat-sifat beton, dalam hal ini beton akan dibedakan dalam 2 (dua) keadaan yaitu : 1. Beton segar 2. Beton padat
2.2.1. Beton Segar 2.2.1.1. Sifat Workability Workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituangkan/dicetak dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya yang menimbulkan kesukaran atau penurunan mutu.5 Sifat workability mutlak diperlukan, agar hasil pelaksanaan di lapangan sesuai dengan yang direncanakan dan dengan mutu yang dapat dipertahankan. Wuryati Samekto, Candra Rahmadiyanto, Teknologi Beton, Penerbit Kanisius, 2001, hal 37
Neville dalam hal ini mengusulkan, sifat workability dari beton sekurangkurangnya mempunyai tiga buah sifat yaitu : 1. Kompaktibilitas, atau tingkat kemudahan dimana beton dapat dipadatkan dengan baik dan rongga-rongga udara dapat dikeluarkan. 2. Mobilitas, atau kemudahan dimana beton dapat mengalir ke dalam cetakan dan di sekitar baja tulangan. 3. Stabilitas, atau kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang homogen, koheren, stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi pemisahan (segregasi) butiran dari bahan-bahan utamanya. Setelah beton dibuat yaitu setelah dilakukan pengadukan antara air, semen dan agregat, maka diharapkan hasil dari adukan tersebut mempunyai sifat yang mudah dibentuk atau adukan tersebut dalam kondisi plastis. Untuk mengetahui sifat ini, dapat dilakukan pengetasan dari tingkat keplastisannya dengan pengetesan slump. Untuk
berbagai
jenis
pekerjaan
beton,
SK-SNI-T-15-03-1991
mensyaratkan nilai slump sebagai berikut Tabel 2.4. Persyaratan menurut SK-SNI mengenai nilai slump Slump (mm) Jenis Pembetonan Max
Min
bertulang
125
50
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
90
25
150
75
Dinding pelat pondasi dan pondasi telapak
struktur bawah tanah Pelat, balok, kolom, dan dinding
Pengerasan jalan
75
50
Pembetonan massal/masif
75
25
2.2.1.2. Bleeding Bleeding diartikan sebagai pemisahan air dari campuran beton yang merembes ke permukaan beton, setelah beton tersebut dipadatkan. Bleeding biasanya terjadi pada campuran beton yang berkadar semen rendah, dan pemakaian air tinggi (kelebihan air) atau campuran beton yang faktor air semennya lebih besar dari 0,6.
2.2.1.3. Segregasi (Pemisahan Butiran) Segregasi adalah pemisahan dari berbagai bahan pilihan campuran beton disebabkan oleh ukuran partikel dan berat jenis yang berbeda. Terdapat suatu tendensi bahwa partikel yang lebih besar dan berat akan mengendap dan pada bahan-bahan yang lebih ringan, terutama air akan naik ke permukaan. Ini menyebabkan homogenitas daripada campuran akan berkurang. Segregasi biasanya disebabkan karena penggunaan air pencampur yang terlalu banyak, gradasi agregat yang tidak baik, jumlah semen kurang, pemakaian bahan campuran tambahan yang melebihi dosis dan cara pengerjaan yang tidak memenuhi syarat. Akibat yang akan ditimbulkan oleh segregasi adalah peristiwa beton keropos dimana lapisan-lapisannya tidak merata kekerasannya.
2.2.2. Beton Padat 2.2.2.1. Kekuatan Beton 1). Kuat tekan Kuat tekan beton yang diisyaratkan fc adalah kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm), dipakai dalam perencanaan struktur beton, dinyatakan dalam Mega Paskal atau Mpa. Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar ASTM (American Sosiety for Testing Material), C39-86. Menurut Dipohusodo (1994: 7), kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (fc) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton antara lain faktor air semen, umur beton, jenis semen, jumlah semen, dan sifat agregat.6 a)
Faktor Air Semen
Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air yang digunakan dengan berat semen. Hubungan antara faktor air semen (f.a.s) dengan kuat tekan beton secara umum dapat ditulis dengan rumus yang diusulkan
Tjokrodimuljo, K., Teknologi Beton, Yogyakarta : Nafiri, 1996, hal 59
Duff Abrams (1919) dalam Samekto dan Rahmadiyanto (2001: 43), sebagai berikut:
Dengan : Fc’
: kuat tekan beton pada umur tertentu : f.a.s (yang semula dalam proporsi volume)
A,B
: konstanta
Dari rumus di atas tampak bahwa semakin rendah nilai f.a.s semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai f.a.s tertentu semakin rendah nilai f.a.s kuat tekan betonnya semakin rendah pula, seperti terlihat pada gambar 2.1. Dari gambar di bawah, jika nilai f.a.s terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai f.a.s tertentu yang optimum yang menghasilkan kuat tekan maksimum (Tjokrodimuljo 1996: 60).
Gambar 2.1 Hubungan antara Kuat Tekan dengan Faktor Air Semen (Tjokrodimuljo 1996: 60).
b)
Umur Beton Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur
beton itu. Kecepatan bertambahnya kuat tekan beton tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : f.a.s dan suhu perawatan. Semakin tinggi nilai f.a.s semakin lambat kenaikan kekuatan betonnya, dan semakin tinggi suhu perawatan semakin cepat kenaikan kekuatan betonnya.7 Kekuatan beton semakin lama semakin besar. Kekuatan beton pada umur 28 hari dianggap telah mencapai 100%, sedangkan kenaikan kekuatan beton setelah umur 28 hari akan bertambah secara asymtotis. Hubungan antara umur beton dan kekuatan beton dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Hubungan antara umur dan kuat tekan beton (Suroso 2001:97) Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa laju kenaikan kuat tekan beton DPP (dengan pasir pantai) sebelum umur 28 hari ternyata lebih tinggi Tjokrodimuljo, K., Teknologi Beton, Yogyakarta : Nafiri, 1996, hal 60
dibandingkan beton TPP (tanpa pasir pantai). Adapun setelah mencapaI umur diatas 28 hari laju kenaikan kuat tekan beton DPP lebih rendah dibandingkan beton TPP. Menurut Samekto dan Rahmadiyanto (2001: 044) pada Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, disebutkan perbandingan kekuatan tekan (desak) beton pada berbagai umur beton seperti disajikan pada tabel 2.5 dibawah ini. Tabel 2.5. Perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur (Samekto dan Rahmadiyanto, 2001 : 44)
" ## $ c)
""
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
Jenis Semen Menurut SII 0031-81 semen portland dibagi menjadi lima jenis,
yaitu jenis I, II, III, IV dan V. Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda, sebagaimana tampak pada gambar 2.3 di bawah ini
Gambar 2.3 Kuat tekan beton untuk berbagai jenis semen (Tjokrodimuljo 1996: 94).
d)
Jumlah Semen Menurut Tjokrodimuljo (1996: 61) jumlah kandungan semen
berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Jika nilai f.a.s sama (nilai slam berubah), Beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Jumlah semen yang terlalu sedikit, berarti jumlah air sedikit akan mengakibatkan sulitnya pemadatan adukan beton, sehingga kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori dan akibatnya kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (nilai f.a.s berubah). Beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi, hal ini karena pada nilai slump sama jumlah air hampir sama, sehingga penambahan Kuat tekan beton (Mpa) Umur Beton (Hari) semen berarti pengurangan nilai f.a.s yang berakibat penambahan kuat tekan beton. Menurut Wahyono (dalam Harmulif 2004: 30) pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton mempunyai pola yang sama dengan pengaruh pasta terhadap kuat tekan beton, tetapi memiliki jumlah semen optimum yang relatif sama untuk semua nilai f.a.s, yaitu 352 Kg/m3. Hubungan antara jumlah semen dan kuat tekan beton untuk setiap nilai f.a.s seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Hubungan antara jumlah semen dan kuat tekan beton untuk setiap nilai f.a.s. (Wahyono 2000 dalam Harmulif). e)
Sifat Agregat Menurut Samekto dan Rahmadiyanto (2001: 11) agregat adalah
butiran mineral sebagai pengisi dalam campuran mortar dan beton. Sifat agregat yang paling banyak berpengaruh terhadap kekuatan beton
ialah
kekasaran
permukaan
dan
ukuran
maksimumnya
(Tjokrodimuljo 1996: 61). Pemakaian ukuran butir maksimum agregat yang lebih besar, memerlukan jumlah pasta yang sedikit untuk mengisi rongga-rongga antara butirnya, berarti sedikit pula pori–pori pada beton, sehingga kuat tekannya lebih tinggi. Namun sebaliknya karena butiran agregatnya besar, maka luas permukaannya lebih sempit, sehingga lekatan antara permukaan agregat kurang kuat, sehingga retakan–rekatan kecil pasta disekitar agregat akan mudah terjadi. Dengan alasan ini maka pada beton dengan kuat tekan tinggi disarankan menggunakan agregat dengan ukuran besar butir maksimum 20 mm.
Bentuk agregat yang bersudut (batu pecah) mempunyai luas permukaan yang lebih besar (kerikil), sehingga mempunyai daya lekat dengan pasta yang lebih kuat. Dengan adanya lekatan antara batuan dan pasta yang baik, dimana retak rambut atau mikro crack akibat gaya tekan biasanya dimulai, maka kekuatan beton lebih tinggi (Tjokrodimuljo 1992: 43). Menurut Wahyono (dalam Harmulif 2004: 31), pengaruh kekerasan permukaan agregat terhadap kuat tekan beton adalah pada f.a.s yang sama. Pemakaian agregat kasar dari batu pecah akan mempunyai kuat tekan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemakaian agregat dari kerikil alami, karena agregat kasar batu pecah mempunyai ikatan antara butir yang baik sehingga membentuk daya lekat yang kuat. Dengan lekatan yang kuat menjadikan kekuatan beton menjadi lebih tinggi. Hubungan antara jumlah semen dengan kuat tekan beton pada jenis agregat berbeda, yaitu batu pecah ukuran maksimum 40 mm dan kerikil alami ukuran 40 mm dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini :
Gambar 2.5 Hubungan antara jumlah semen dengan kuat tekan beton pada jenis agregat yang berbeda, yaitu batu pecah ukuran maksimum 40 mm dan kerikil alami ukuran 40 mm (Wahyono, 2000).
2). Kuat tarik Kuat tarik belah (ft) adalah kuat tarik beton yang ditentukan berdasarkan kuat tekan belah dari silinder beton yang ditekan pada sisi panjangnya (SK SNI-T-15-1991-03). Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya8. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk diukur. Suatu pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rupture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan), sebagai pengukur kuat tarik sesuai dengan teori elastisitas. Kuat tarik bahan beton juga ditentukan melalui pengujian split cilinder yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,500,60 fc’, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, diletakkan pada arah memanjang diatas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung keujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah
8
Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang,Penerbit Gramedia, 1994, hal 10
disebut sebagai split cilinder strength, diperhitungkan sebagai berikut: ft = 2P LD Dimana : ft : Kuat tarik belah (N/mm2) P : Beban pada waktu belah (N) L : Panjang benda uji silinder (mm) D : Diameter benda uji silinder (mm)
2.2.2.2. Keawetan Beton Yang dimaksud dengan keawetan beton adalah kemampuan beton untuk dapat menahan pengaruh-pengaruh yang dapat merusak beton. Hal-hal yang dapat menurunkan sifat keawetan dari beton di antaranya adalah: 1. Pengaruh cuaca berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh kondisi basah dan kering secara bergantian. 2. Pengaruh kimiawi, misalnya air laut, limbah kimia hasil industri, dll. 3. Abrasi (kikisan), misalnya beban kendaraan, gerakan ombak/sungai dan hempasan angin.
2.2.2.3. Kekedapan Beton (Watertightness) Adapun yang dimaksud dengan kekedapan beton adalah, ketahanan beton terhadap merembesnya air yang masuk ke dalam beton melalui celah-celah yang terdapat dalam spesi beton 9 . Untuk membuat 9
Aman Subakti, Teknologi Bahan Dalam Praktek, hal VIII-10
beton dengan permeabilitas yang sekecil mungkin. Dalam hal ini agar diperhatikan porositas material yang akan dipergunakan, faktor air semen dan faktor-faktor yang menyebabkan bleeding dan segregasi.
2.2.2.4. Stabilitas Dimensi Perubahan dimensi pada beton menyebabkan terjadinya efleksi dan retafc’ Perubahan ini diakibatkan oleh semen yang mengeras, pengeringan dan pengembangan agregat yang menyebabkan penyusutan dan pengembangan karena panas. Penyusutan yang terjadi didalam beton, dapat digolongkan menjadi dua bagian : 1. Penyusutan awal, hal ini terjadi ketika beton masih dalam keadaan plastis, diakibatkan oleh : kehilangan air yang merembes melalui cetakan, naiknya suhu akibat hidrasi semen dan penguapan. Agregat yang kotor dan banyaknya pasir. Membutuhkan perbandingan air/semen lebih besar untuk mendapatkan kemudahan pengerjaan yang baik, tetapi akan mengakibatkan beton retak-retafc’ 2. Penyusutan kering, terjadi ketika beton memulai proses pengerasan. Penyusutan kering diakibatkan oleh : kadar dan jenis semen, kadar air campuran, ukuran dan bentuk benda uji, suhu dan kondisi lingkungan tempat pengecoran. Sedangkan faktor yang menyebabkan penyusutan kering tergantung pada kadar air campuran daripada penyebab lainnya.
2.3.
Perawatan Pada Beton Tujuan perawatan pada beton adalah untuk mempertahankan cukup air yang
memungkinkan terjadinya hidrasi semen sehingga diperoleh perkembangan beberapa sifat beton secara optimal. Sedangkan beberapa keuntungan yang didapat di antaranya adalah: a.
Mencegah/mengurangi keretakan yang disebabkan oleh pengerutan yang disebabkan oleh pengeringan.
b.
Menambah daya tahan terhadap perubahan cuaca dan abrasi dengan penurunan permeabilitas.
c.
Mencegah kerusakan mekanis pada umur awal beton.
d.
Mengurangi efek kenaikan temperatur pada “mass concrete”. Hidrasi semen pada beton, merupakan reaksi kimia antara semen dengan air yang
membentuk pasta yang akan menjadi bahan pengikat agregat. Begitu hidrasi berhenti, penambahan kekuatan beton juga berhenti. Jadi bila beton dibiarkan kering pada tahap-tahap awal pengerasan, tanpa ada usaha untuk mempertahanakan keberadaan air yang dibutuhkan untuk hidrasi kemungkinan besar akan terjadi kerusakan-kerusakan (misalnya retak) dan kekuatan akhir beton yang tinggi sulit diperoleh. Pada hakekatnya beton harus dipertahankan dalam kondisi jenuh dengan air sampai seluruh semen terhidrasi. Untuk mendapatkan kondisi seperti ini, kehilangan air karena penguapan (evaporasi) harus dihindarkan. Masalah penguapan (evaporasi) pada beton tergantung pada : a.
Efisiensi metode “ curing” yang digunakan.
b.
Luas area terbuka dari beton.
c.
Temperatur beton.
d.
Kelembaban relatif dan kecepatan angin pada saat pengecoran.
Beberapa metode curing adalah : 1.
Perendaman (immersion). Biasanya dalam suatu kolam atau drum. Sering digunakan untuk ukuran kecil, misalnya untuk bahan tes di Laboratorium. Kebersihan air yang bisa mengotori permukaan beton perlu diperhatikan.
2.
Penyemprotan (spraying). Biaya operasional agak mahal dan butuh pengawasan yang baik, karena bila dilakukan penyemprotan secara interval bisa menyebabkan keretakan beton. Perlu juga dijaga agar penggerusan air di permukaan beton tidak terjadi.
3.
Penggunaan penutup basah (Wet Coverings) Biasa digunakan kain goni. Kebasahan penutup perlu dijaga supaya selalu adaa lapisan air yang berada di permukaan beton selama proses “Curing” berlangsung. Yang perlu diingat bahwa pemakaian penutup basah dilakukan setelah beton cukup keras untuk menghindari kerusakan permukaan.
4.
Kertas kedap air (Impervious Paper) Pada metoda ini tidak perlu diperlukan penambahan air secara periodifc’ Kertas harus diberi pemberat supaya kertas selalu kontak dengan permukaan beton selama proses “Curing”.
5.
Tutup Plastik Mudah digunakan pada bentuk yang kompleks. Cara pemakaiannya kira-kira sama dengan kertas.
6.
Curing Compounds. Adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai membran dengan menahan atau mengurangi penguapan uap air dari permukaan beton, pemakaian masih bisa dilakukan setelah pemindahan beton dari cetakannya.
Didalam beton ada empat tahapan yang harus diperhatikan dalam proses Curing, di antaranya adalah sebagai berikut : 1)
Tahap penundaan untuk memperoleh sedikit pengerasan pada beton. Biasanya berlangsung selama 2-5 jam.
2)
Tahap penaikan temperatur sekitar 2,5 jam (harus lebih kecil dari 230 C).
3)
Tahap mempertahankan temperatur tetap (maksimum 800 C) selama 6 sampai 12 jam.
4)
Tahap pengurangan temperatur selama sekitar 2 jam (harus lebih kecil dari 230 C per jam).
2.4.
Beberapa Kandungan dalam Agregat yang Merugikan Di dalam membuat campuran suatu beton, peran agregat sangat penting. Sampai saat
ini agregat merupakan salah satu pilihan, didalam merencanakan atau mendesain terhadap mutu beton sebab disamping mudah didapat harganya juga relatif murah. Tidak semua agregat dapat dipergunakan untuk membuat beton, sebab dikhawatirkan mutunya belum tentu sesuai dengan yang direncanakan, dan tingkat durabilitasnya baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Agar mutu dari beton dapat direncanakan sesuai rencana, maka sebelum agregat dipergunakan sebaiknya dilakukan pengujian sesuai dengan yang telah disyaratkan sehingga mutu dari agregat dapat diketahui apakah memenuhi syarat atau tidak apabila dipergunakan dalam mendesain beton. Dalam hal ini penulis sangat tertarik untuk mengamati perilaku lumpur terhadap beton, khususnya ditinjau terhadap kekuatan yang terjadi. Pengamatan yang dilakukan terhadap seberapa besar penurunan yang terjadi akibat keadaan lumpur yang bervariasi, terhadap mutu beton yang berbeda yaitu f’ c 25Mpa dan f’ c 50Mpa. Tinjauan didalam
penelitian ini dititik beratkan pada kuat tekan dan kuat tarik, dari hasil penelitian diharapkan dapat ditarik suatu kesimpulan. Berapa kandungan khususnya pada agregat yang dapat merugikan terhadap beton di antaranya adalah : a. Kandungan Organik b. Lumpur. A. Kandungan Organik Kotoran organik yang tercampur dengan agregat halus biasanya berasal dari penghancuran tumbuh-tumbuhan baik berupa humus maupun lumpur organik. Kandungan organik pada intinya bersifat merugikan, sebab apabila kandungannya lebih besar dari yang disyaratkan hal ini berhubungan langsung dengan proses hidrasi pada semen, sehingga kekuatan betonnya menjadi terhambat10. Biasanya sifat ini akan timbul pada jangka panjang, sedangkan pada jangka pendek sifat merugikan dari kandungan lumpur biasanya belum terlihat. B.
Lumpur Lumpur adalah campuran cair atau semicair antara air dan tanah. “Lumpur” terjadi
saat tanah basah. Secara geologis, lumpur ialah campuran air dan partikel endapan lumpur dan tanah liat. Endapan lumpur masa lalu mengeras selama beberapa lama menjadi batu endapan. Saat geologis lumpur terbentuk di estuaria lapisan yang dihasilkan disebut lumpur teluk. Agregat baik itu agregat halus maupun kasar, hampir dapat dipastikan mempunyai kandungan lumpur. Pada agregat halus (pasir) lumpur yang terkandung mempunyai kadar serta jenis yang berbeda-beda sesuai dengan hasil sedimentasi dan lokasi atau daerah pengambilannya. Sedangkan kandungan lumpur yang
10
Murdock, L.J. and Brook, K.M., Bahan dan Praktek Beton (diterjemahkan oleh Ir. Stephanus Hendarko), Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991
terdapat pada agregat kasar, biasanya terbawa dari lokasi penyimpanan dimana agregat kasar tersebut disimpan. Lumpur biasanya mempunyai sifat mudah mengembang dan menyusut akibat basah dan kering yang silih berganti, sehingga selain durabilitas beton pada jangka panjang akan terganggu juga kekuatan beton pada jangka pendek juga ikut terganggu sebagai akibat proses hidrasi dan adhesi dari semen terganggu. Menurut ASTM C.33 – 86 dalam Mulyono (2003) menyatakan bahwa: a. Kadar lumpur atau bagian butir yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no. 200) dalam persen berat maksimum untuk : · beton yang mengalami abrasi = 3% · jenis beton lainnya = 5% b. Kadar gumpalan tanah liat atau partikel yang mudah direpihkan maksimum 3%. c. Kandungan arang atau lignit, bila tampak permukaan beton dipandang penting kandungan maksimum 5%. Beton jenis lainnya kandungan maksimum sebesar 1 %. Lumpur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lempung berlanau anorganik. Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991). Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.11 11
Braja M. Das, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), Penerbit Erlangga, 1998, hal 9
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1999) : 1) Ukuran butir halus kurang dari 0,002 mm 2) Permeabilitas rendah 3) Kenaikan air kapiler tinggi 4) Bersifat sangat kohesif 5) Kadar kembang susut yang tinggi 6) Proses konsolidasi lambat Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 1999)
2.4.1. Sifat Atau Perilaku Lumpur Pada Beton Seperti sudah dijelaskan diatas, bahwa lumpur memiliki sifat yang merugikan terhadap beton dalam hal ini akan diuraikan perilaku lumpur. Lumpur yang terdapat dalam beton ada dua type yaitu : a. Lumpur dalam kondisi bebas. b. Lumpur yang menyelimuti agregat. Yang dimaksud dengan lumpur dalam kondisi bebas adalah lumpur yang biasanya terkandung pada agregat halus dan bersifat bebas, tidak menyelimuti agregat. Sehingga sebagai akibat yang ditimbulkannya adalah prosentase porositas apabila menggunakan F.a.s. yang cukup besar.
Masalah lumpur pada beton akan semakin parah lagi apabila, kondisi lumpur menyelimuti agregat kasar sebab selain proses hidrasi, proses adhesi semen terhadap agregat tidak sempurna. Karena dampak yang ditimbulkan oleh pengaruh lumpur cukup serius, maka SNI 03-2461-1991 mensyaratkan bahwa kandungan lumpur pada agregat halus yang diizinkan maksimum 5 % dan pada agregat kasar maksimum 1 %.
2.4.2. Usaha Memperkecil Kerugian yang Ditimbulkan oleh Lumpur Terdapat berbagai cara yang mungkin dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh lumpur adalah sebagi berikut : a.
Apabila kadar lumpur mempunyai kadar yang tinggi sebaiknya agregat tersebut di cuci terlebih dahulu.
b.
Dalam mendesain campuran beton sebaiknya dipergunakan nilai F.a.s yang kecil.
c.
Dengan menambahkan bahan adhitif tertentu seperti mikrosilika, superplasticicer. Seperti telah dijelaskan diatas, untuk mengurangi atau mempertahankan mutu
beton akibat kadar lumpur terdapat beberapa cara. Adapun yang dimaksud dengan menggunakan nilai F.a.s. yang rendah, didasarkan pengaruh air yang terlalu besar memungkinkan timbulnya porositas yang semakin besar. Selain yang ditimbulkan oleh udara yang terperangkap dalam air, lumpur juga memberi andil terhadap porositas sebagai akibat faktor pengembangan dan penyusutan oleh lumpur yang dikarenakan oleh air didalam beton. Selain hal tersebut diatas, sifat lumpur yang merugikan adalah tidak adanya adhesi dari semen terhadap lumpur. Pada kenyataannya apabila digunakan nilai F.a.s. rendah, hal yang mungkin timbul adalah tidak dapat dipertahankannya tingkat workability bila dibanding menggunakan nilai F.a.s. yang agak tinggi. Untuk mempertahankan tingkat workability, ditambahkan suatu bahan yang biasa sering
dipergunakan dalam lapangan yaitu jenis superplasticicer. Sedangkan apabila dikehendaki suatu hasil yang lebih besar, dapat ditambahkan suatu bahan additive yang dapat meningkatkan kekuatannya yaitu jenis mikrosilika.