BAB II IMPLEMENTASI PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN
A. Pembebasan bersyarat (Voorwaardelijke in Vrijhedidstelling/VI) 1. Pengertian Pembebasan bersyarat Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya. Ada beberapa pengertian tentang Pembebasan Bersyarat, antara lain: a. Pembebasan Bersyarat menurut Pasal 15 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa, Pembebasan Besyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, “orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan daripada itu”. 52Pasal 16 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, Keputusan pelepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus rumah penjara di tempat adanya si
52
Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Universitas Sumatera Utara
terhukum itu dan setelah mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan ini tidak akan diambil sebelum Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepas dari penjara, didengar, yang dipekerjakannya diatur oleh Menteri Kehakiman. 53 b. Pembebasan Bersyarat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa, “Pembebasan Bersyarat adalah Proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9 (sembilan) bulan”. 54 c. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.M.01.PK.04-10 Tahun
1999
Tentang Pembebasan
Bersyarat
yang menyatakan
bahwa,
“Pembebasan Bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasar Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab UndangUndang Hukum Pidana serta Pasal 14, Pasal 22 dan Pasal 29 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan”. d. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang syarat dan Tata Cara Pembebasan Bersyarat yang menyatakan bahwa, “Pembebasan Bersyarat adalah Proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani
53
Pasal 16 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
54
Universitas Sumatera Utara
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9(sembilan) bulan.” 2. Dasar hukum Pembebasan Bersyarat Dasar hukum pemberian Pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan antara lain : 1. Pembebasan Bersyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, “orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan daripada itu”. Dan Pasal 16 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, Keputusan pelepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus rumah penjara di tempat adanya si terhukum itu dan setelah mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan ini tidak akan diambil sebelum Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepas dari penjara, didengar, yang dipekerjakannya diatur oleh Menteri Kehakiman.Berdasarkan Pasal 14 ayat 1 huruf K Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa,”Narapidana berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat.” 2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1999 jo Pasal 43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan adalah menyangkut masalah syarat-syarat administrative dan syarat substantive dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat. 3. Berdasarkan Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Nomor: PM.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat. Pada prinsipnya untuk dasar hukum pemberian Pembebasan Bersyarat yang mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor PM.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat adalah ditujukan pada Warga Binaan Pemasyarakatan untuk memperoleh hak-haknya dalam mendapatkan Pembebasan Bersyarat dengan ketentuan harus memenuhi syarat-syarat administrative dan syarat-syarat substantive yang telah ditentukan. Pembebasan Bersyarat tersebut tidak akan diberikan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan yang terancam jiwanya, Warga Binaan Pemasyarakatan yang diduga akan melakukan tindak pidana lagi dan Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjalani pidana penjara seumur hidup, sedangkan wewenang pemberian Pembebasan Bersyarat berada di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuk untuk hal tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Kepala Lembaga Pemaysarakatan setempat. 2. Syarat Pembebasan Bersyarat penyalahguna Narkotika Setelah seseorang ditetapkan sebagai narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan maka sejak saat itu hak-haknya sebagai narapidana mulai diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cara menghitung berapa lama hukuman
Universitas Sumatera Utara
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dijatuhkan kepadanya dan ditambah dengan berapa lama seseorang tersebut ditahan dalam proses peradilannya. Hal tersebut bertujuan untuk memperhitungkan hak-hak yang didapat oleh narapidana dalam penerimaan Pembebasan Bersyarat. Selain daripada yang telah diutarakan di atas, maka berbicara tentang masalah yang menjadi pertimbangan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam memberikan Pembebasan Bersyarat, menurut Suryanto adalah sama halnya dengan pembebasan bersyarat umum penetapan syarat substantif untuk pelaksanaan pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap penyalahguna Narkotika antara lain 55: a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan penyebab dijatuhi pidana. Hal ini membutuhkan perhatian dari para petugas/ pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan agar lebih aktif memperhatikan setiap narapidana yang bertujuan sebagai indikator terlaksananya hal tersebut. 56 b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral positif. Indikator terlaksananya hal tersebut adalah berawal dari para petugas/pegawai Lembaga Pemasyarakatan KLas I Medan yang tetap memperhatikan setiap sikap dan
55
Wawancara dengan Suryanto pada tanggal 27 Maret 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan 56 Pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
tingkah laku dari narapidana telah mengalami perubahan yang bersifat positif. 57 c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun semangat. Indikator berhasilnya para narapidana dalam mengikuti program kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan tersebut didasari dari sarana dan prasarana harus memadai serta didukung oleh Sumber Daya Manusia yang handal dari para petugas/pegawai Lembaga Pemasyarakatan KLas I Medan. 58 d. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana dan anak pidana yang bersangkutan. Hal ini dapat terwujud jika program pembinaan dalam reintegrasi sosial dapat berjalan dengan baik dan benar, sehingga masyarakat di sekitar Lembaga Pemasyarakat mendapat manfaat positif dari program-program pembinaan yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 59
57
Pasal 6 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 58 Pasal 6 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 59 Pasal 6 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana, pembinaan dan pendidikan serta tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin untuk Pembebasan bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (bulan) bulan terakhir. 60 f. Narapidana yang kemungkinan akan terancam jiwanya. Para petugas/pegawai Lembaga Pemasyarakatan harus tanggap akan keberadaan diri pribadi dari setiap Narapidana jika seandainya diberikan Pembebasan Bersyarat tersebut dapat merugikan atau membahayakan jiwa dari narapidana, maka sebaiknya Pembebasan Bersyarat tidak perlu diberikan. 61 g. Warga Negara Asing sebagai narapidana yang dimasukkan dalam daftar pencegahan dan penangkalan (CEKAL) pada Direktorat Jendral Imigrasi. Hal tersebut untuk mencegah dari para narapidana Warga Negara Asing melarikan diri ke Negara asalnya atau ke Negara lain. 62
60
Pasal 6 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 61 Pasal 6 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 62 Pasal 6 ayat (1) huruf g Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
2. Syarat administratif: a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) 63 b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan atau
laporan
perkembangan
pembinaan
narapidana
dan
anak
didik
pemasayarakatan yang dibuat oleh Wali permasyarakatan. 64 c. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian pembebasan bersyarat
terhadap
narapidana
dan
anak
didik
pemasyarakatan
yang
bersangkutan. 65 d. Surat register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana dan anak didik permasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan. 66 e. Salinan daftar Perubahan atau Pengurangan masa pidana (grasi Presiden, remisi, dll) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan. 67
63
Pasal 6 ayat (1) huruf h Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 64 Pasal 7 ayat huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 65 Pasal 7 huruf c Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 66 Pasal 7 huruf d Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 67 Pasal 7 huruf e Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana dan anak didik pemasyarakatan (pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah, swasta, atau lain-lain). 68 Warga binaan pemasyarakatan telah dinyatakan memenuhi syarat substantif maka warga binaan pemasyarakatan wajib memenuhi syarat administratif yang ada di lembaga pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan yaitu dengan mengisi formulir surat pernyataan dan Surat Jaminan Kesanggupan Keluargayang diberikan oleh pegawai Lapas secara langsung dan diisi langsung oleh warga binaan pemasyarakatan dan keluarga. 69 B. Penyalahguna Narkotika Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakain obat-obatan atau zatzat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan. Narkotika
diperlukan dalam dunia pengobatan dan untuk tujuan ilmu pengetahuan. UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menentukan bahwa ”narkotika hanya
dapat
digunakan
untuk
kepentingan
pelayanan
kesehatan
dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, namun tidak semua jenis dan golongan narkotika dapat digunakan untuk kepentingan kesehatan terlebih untuk 68
Pasal 7 huruf f Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat. 69 Sumber dari instansi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan
Universitas Sumatera Utara
narkotika golongan I, yang dalam jumlah terbatas pun hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping manfaatnya dalam dunia pengobatan, narkotika apabila disalahgunakan atau salah pemakaiannya dapat menimbulkan akibat yang membahayakan bagi kehidupan serta nilai-nilai kebudayaan, yang akhirnya dapat menjurus pada tindak pidana. Tindak pidana apapun bentuknya akan menyebabkan kerugian bagi individu, masyarakat, bangsa, maupun negara, karena setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika juga telah merambah semua kelompok dan lapisan sosial ekonomi, kaya-miskin, kota-desa, kelompok usia, etnis, agama, serta telah mewabah menjadi penyakit masyarakat yang pandemic, tidak ada satupun negara, bangsa, suku bangsa, masyarakat, kelompok usia, kelompok agama, yang imun terhadap ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (BNN). Tahun ke tahun pertumbuhan narkotika ini semakin hebat, tidak ada satu negarapun yang tidak mampu diterobos oleh barang haram ini. Dewasa ini dikalangan remaja melakukan penggunaan narkotika secara ilegal yang disebut penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja erat hubunganya dengan kenakalan remaja itu sendiri, yang berakibat tidak saja merugikan si pemakai tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan. Bahaya penyalahgunaan narkotika ini telah pada tingkatan yang sangat memprihatinkan bila tidak ditanggulangi secara serius, terutama apabila dikaitkan dengan generasi muda (para remaja), dan kenakalan remaja itu sendiri. Kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang memiliki ciri- ciri khusus antara lain kejahatan
Universitas Sumatera Utara
terorganisir (organizer crime), kejahatan internasional (international crime), mobilitas tinggi, dukungan dana yang besar, pemanfaatan kemajuan teknologi, tindak pidana atau kejahatan tanpa adanya aduan dari korban pelapor (victim less), jaringan dengan sindikat sel terputus, dengan berbagai macam modus operandi. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim, dengan demikian, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan gelap serta peredaran gelap narkotika, namun dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap narkotika tersebut. Ketentuan Perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut narkotika ini belum dapat diredakan, dalam beberapa kasus-kasus telah banyak bandar- bandar dan pengedar narkotika tertangkap dan mendapat sanksi berat, namun pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan lebih cenderung untuk memperluas daerah operasinya. 70 Secara garis besar ketentuan pidana dalam undang– undang Nomor 35 Tahun 2009 terhadap perbuatan-perbuatan tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. Sebagai Penanam : Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I, golongan II dan golongan III, dikenakan ketentuan pidana:
70
http://jauhinarkoba.com/pemicu-terjadinya-penyalahgunaan-narkoba/ diakses 30 Juni 2015
Universitas Sumatera Utara
a. Golongan I Ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah, apabila beratnya melebihi satu kilogram atau melibihi lima batang pohon (untuk tanaman) dan melebihi lima gram (bukan tanaman), maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 114 dan 115). b. Golongan II Ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 119 dan 120). c. Golongan III Ancaman dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama lima belas tahun. Denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 124 dan 125). 2.
Sebagai Produsen Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III, dikenakan dengan pidana :
Universitas Sumatera Utara
a. Golongan I. Pidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Pidana denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon (dalam bentuk tanaman) dan melebihi lima gram (dalam bentuk bukan tanaman), maka pidana dengan maksimum ditambah sepertiga (Pasal 113). b. Golongan II. Pidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 118). c. Golongan III Pidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun. Pidana denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 123). 3. Sebagai Pengguna Menggunakan narkotika golongan I, golongan II, atau golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I, golongan II, atau golongan III untuk digunakan orang lain. Diancam dengan pidana :
Universitas Sumatera Utara
a. Golongan I Dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit satu miliar rupiah, dan paling banyak sepuluh miliar rupiah. Apabila mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 116). b. Golongan II. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Apabila mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 121). c. Golongan III. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun. Dengan paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 126). 4. Prekusor Narkotika Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor narkotika untuk
Universitas Sumatera Utara
pembuatan narkotika. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun. Denda paling banyak lima miliar rupiah (Pasal 129). 71 Seseorang dikatakan penyalahguna narkotika dikatakan di dalam UU No.35 Tahun 2009 bahwa setiap penyalah guna narkotika diatur di dalam: Pasal 127 ayat 1, 2 dan 3: 1. Setiap Penyalah Guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 2. Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103 3. Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Seseorang dikatakan pengedar apabila memenuhi unsur-unsuratau tindakan menyalurkan narkotika, menyerahkan narkotika, penjual narkotika, pembeli narkotika kemudian mengedarkan kembali ke orang lain, membawa narkotika, menyimpan narkotika, menyediakan narkotika, menguasai narkotika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I seperti ganja diatur dalam Pasal 111.
71
http://www.academia.edu/2951849/Ketentuan_Pidana_Terhadap_Penyalahgunaan_Narkotik a_Serta_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggulangannya
Universitas Sumatera Utara
Pasal 111 ayat 1 : 1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah. 2. Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, menyimpan,menguasai,atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon ,pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika bukan tanaman seperti sabu dan ekstasiPasal 112, Pasal 117 dan Pasal 122. Pasal 112 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika bukan tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah Pasal 117 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah. Pasal 122 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan diatur dalam Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124. Pasal 114 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli,menukar atau menyerahkan narkotika golongan I ,pelaku dipidana penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak Rp 10 miliar rupiah. Pasal 119 ayat2: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli,menukar atau menyerahkan narkotika golongan II,pelaku dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah. Pasal 124 ayat 2 : Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum menawarkan untuk dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan III pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun,dan pidana denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan diatur dalam Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124. Pasal 114 ayat 2: Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang dalam bentuk tanaman beratnya lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon,atau dalam bentuk bukan
Universitas Sumatera Utara
tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana mati,penjara seumur hidup, paling singkat 6 tahun, paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar ditambah 1/3 Pasal 119 ayat 2: Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram dipidana mati,penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun, dan denda paling banyak Rp 8 miliar ditambah 1/3 Pasal 124 ayat 2: Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar ditambah 1/3 Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur tentang membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito diatur dalam Pasal 115, Pasal 120, Pasal 125. Pasal 115 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan I dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah. Pasal 120 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 3 tahun,paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah Pasal 125 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 2 tahun, paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur mengenai membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan dalam bentuk tanaman lebih dari 1 Kg golongan dalam bentuk tanaman lebih dari 1 kg atau 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram diatur dalam Pasal 115 ayat 2, Pasal 120 ayat 2, Pasal 125 ayat 2. Pasal 115 ayat 2: Dalam hal perbuatan membawa,mengirim,mengangkut,atau menransito narkotika golongan I sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) beratnya lebih dari 1 kilogram atau lebih dari 5 batang pohon dan dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara seumur hidup, penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3 Pasal 120 ayat 2: Dalam hal perbuatan membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika golongan II sebagaimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah ditambah 1/3 Pasal 125 ayat 2: Dalam hal perbuatan membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika golongan III sebagimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram, pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun ,paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar rupiah ditambah 1/3 Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur tentang menggunakan narkotika terhadap atau diberikan untuk orang lain diatur dalam Pasal 116 ayat 1, Pasal 121 ayat 1. Pasal 116 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain dipidana penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 15 tahun, pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak rp 10.000.000.000(sepuluh miliar rupiah)
Universitas Sumatera Utara
Pasal 121 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan orang lain dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan denda Paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah) Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur tentang penggunaan narkotika terhadap atau diberikan untuk orang lain yang mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen diatur dalam pasal 116 ayat 2. Pasal 116 ayat 2: Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian narkotika golongan I untuk orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat I mengakibatkan mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen pelaku dipidana mati atau penjara seumur hidup ,paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun,denda paling banyak Rp 10 miliar rupiah ditambah 1/3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Bandar Narkotika yaitu memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika diatur dalam pasal 113 ayat 1, 118 ayat 1, Pasal 123 ayat 1 Pasal 113 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak Rp 10 miliar rupiah. Pasal 118 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun, dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah
Universitas Sumatera Utara
Pasal 123 ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Pemakai dan Pengedar Narkotika Golongan I: 1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) 2. Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Bandar Narkotika Golongan II: 1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) 2. Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Universitas Sumatera Utara
Batas tampung narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan sebesar1.024 orang. Tabel I No
Tindak Pidana
Jumlah
1.
Narkotika
1.624 orang
2.
Korupsi
8 orang
3.
Teroris
2 orang
Sumber dari Bagian Register Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. Perbandingan tindak pidana kasus narkotika dibandingkan dengan tindak pidana kasus lainnya sangat jauh jumlahnya. Penyalahgunaan narkotika dewasa ini telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan sehingga menjadi masalah nasional maupun internasional yang mendesak. Melihat dari kasus-kasus yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan dapat dinyatakan Indonesia saat ini bukan hanya merupakan daerah transit tetapi sudah menjadi daerah pemasaran. Hal ini sangat memprihatinkan sekali karena korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung meningkat dan mencakup tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat yang mampu tetapi juga telah merambah ke kalangan masyarakat yang kurang mampu baik di kota maupun di pedesaan. Kasus-kasus narkotika saat ini sangat mengejutkan karena korbannya sebagian besar generasi muda yang masih sangat produktif sehingga ancaman rusaknya generasi penerus bangsa ada di depan mata.
Universitas Sumatera Utara
C. Prosedur Pembebasan Terhadap Narapidana Penyalahguna Narkotika di Lembaga Klas I Medan Pembebasan bersyarat merupakan hak bagi setiap Narapidana hanya saja hak tersebut tidak mutlak harus dipenuhi, mengingat pemberian pembebasan bersyarat haruslah dapat mencerminkan rasa keadilan di masyarakat terutama bagi pihak korban. Seorang Narapidana sebelum diusulkan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan substantif maupun persyaratan administratif. Seorang narapidana sebelum diusulkan untuk memperoleh pembebasan bersyarat haruslah
memenuhi
tahap-tahap
pembinaan
yang
diberikan
di
Rumah
Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut : 1. Admisi Orientasi (0-1/3 masa pidana) Pada tahapan ini Narapidana mulai mengenal lingkungan kehidupan di Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian dan warga masyarakat di lingkungan tersebut dan wajib melaksanakan program pembinaan seperti olahraga serta pembinaan keagamaan dan pengawasan dilaksanakan secara security maximum. 2. Program Pertama (1/3-1/2 masa pidana) Pada tahap ini Narapidana selain melaksanakan pembinaan keagamaan dan olahraga, narapinana mulai melaksanakan pembinaan yang bersifat produktif
Universitas Sumatera Utara
seperti
melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan suatu karya
serta
mendapatkan imbalan jasa dan karya tersebut. 3. Program kedua (1/2-2/3 masa pidana) Pada tahapan ini Narapidana sudah dapat melaksanakan asimilasi. Asimilasi adalah upaya pembaruan diri seorang Narapidana dengan pihak luar atau masyarakat. 4. Program ketiga (2/3-selesai masa pidana) Pada tahapan inilah apabila seorang Narapidana telah melaksanakan tahapantahapan dengan baik, maka Narapidana tersebut dapat diusulkan untuk memperoleh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Adapun prosedur awal dalam mengajukan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas yaitu : 1. Surat dari Kejaksaan 2. Litmas (Penelitian Kemasyarakatan) 3. Salinan register F 4. Daftar perubahan (daftar yang dicantumkan apabila ada perubahan masa hukuman bagi Narapidana seperti remisi) 5. Surat pernyataan dari keluarga 6. Surat pernyataan dari kelurahan atau pemerintah setempat 7. Hasil sidang Pengadilan 8. Hasil sidang TPP (tim pengamat pemasyarakatan) 9. Risalah singkat pembinaan Narapidana
Universitas Sumatera Utara
10. Surat keterangan dokter Secara garis besar Narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat harus memenuhi syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi, adapun syarat yang dimaksud : 1. Syarat-syarat umum meliputi: a. Narapidana harus berkelakuan baik b. Narapidana tersebut harus sehat jasmani dan rohani yang dikuatkan dengansurat keterangan dokter 2. Syarat-syarat khusus meliputi : Telah menjalani dua per tiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan. Pasal 7 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan adalah: a. kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) b. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan c. surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang bersangkutan d. salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN e. salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN f. surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa g. bagi Narapidana atau Anak Pidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan:
Universitas Sumatera Utara
1. surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan tidak melarikan diri atau mentaati Pembebasan Bersyarat. 2. surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutan. Pasal 8 Perhitungan menjalani masa pidana dilakukan sebagai berikut: a. sejak ditahan b. apabila masa penahanan terputus, perhitungan penetapan lamanya masa menjalani pidana dihitung sejak penahanan terakhir c. apabila ada penahanan rumah dan/atau penahanan kota, maka masa penahanan tersebut dihitung sesuai ketentuan yang berlaku d. perhitungan 1/3, 1/2 atau 2/3 masa pidana adalah 1/3, 1/2, atau 2/3 kali (masa pidana dikurangi remisi) dan dihitung sejak ditahan. Pasal 9 1) Pembebasan Bersyarat, tidak diberikan kepada: a. Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan yang kemungkinan akan terancam jiwanya atau b. Narapidana yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup. 2) Warga negara asing yang diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat nama yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar Pencegahan dan Penangkalan pada Direktorat Jenderal Imigrasi. 3) Narapidana warga negara asing yang akan dimasukkan dalam Daftar Pencegahan dan pencekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Setelah semua prosedur telah dilalui maka apabila Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui usulan pembebasan bersyarat tersebut, keputusan mengenai pembebasan bersyarat dibuat oleh Direktur Jendral Pemasyarakatan. Surat keputusan tersebut selanjutnya dikirim kepada Kepala Kejaksaan Negeri tempat Narapidana menjalani pembebasan bersyarat. Tembusan surat keputusan itu selanjutnya dikirimkan kepada : 1. Kepala kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak asasi Manusia (Kakanwil)
Universitas Sumatera Utara
2. Kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS) 3. Walikota/Bupati
dimana
Narapidana
menjalani
pembebasan
bersyarat.
Narapidana yang memperoleh izin untuk menjalani pembebasan bersyarat harus menjalani masa percobaan yang ditetapkan baginya dan harus mentaati syaratsyarat yang telah ditentukan. Pelanggaran terhadap syarat-syarat tersebut dapat mengakibatkan dicabutnya izin untuk menjalani pembebasan bersyarat. Hal ini sesuai dengan bunyi ketentuan yang ada dalam pasal 15b KUHP bahwa : 1) Jika orang yang diberikan pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal diatas dilakukan, maka mentri kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu. 2) Waktu selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya. 3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan. Terpidana melanggar perjanjian atau syarat-syarat yang telah ditentukan, maka sambil menunggu keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, jaksa dapat melakukan penahanan terhadapnya selama 60 (enam puluh) hari. Jika waktu telah lewat dan belum keluar keputusan tersebut maka terpidana harus dikeluarkan dari tahan. Pelaksanakan sistem pemasyarakatan yang dapat menciptakan warga binaan Pemasyarakatan kembali pada fitrahnya sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha
Universitas Sumatera Utara
Esa, hidup dan berkembang serta berinteraksi secara positif dan wajar di tengahtengah masyarakat berdasarkan UUP yang telah mengatur beberapa hak dari Warga Binaan Pemasyarakatan di Indonesia. Pembebasan bersyarat, tidak semua warga binaan Pemasyarakatan diberikan pembebasan bersyarat (Anak Sipil 72 tidak diberikan Pembebasan Bersyarat), Pembebasan Bersyarat diberikan kepada narapidana 73, anak pidana 74, dan Anak Negara. 75 Kepada Anak Sipil tidak diberikan Pembebasan Bersyarat dikarenakan Anak Sipil tersebut keberadaannya di Lembaga Pemasyarakatan atau Lembaga Pemasyarakatan Anak maupun di Balai Pemasyarakatan bukan untuk menjalani hukuman, melainkan hanya semata-mata menjalani pembinaan anak sebagaimana diatur dalam UUP agar Anak Sipil tersebut dapat melakukan perbuatan yang positif di tengah-tengah masyarakat. a.
Ketentuan tentang Pembebasan Bersyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 16 KUHP, Pembebasan Bersyarat hanya dapat diberikan dengan beberapa syarat, antara lain 76hanya diberikan kepada mereka yang dihukum penjara dan bukan hukuman kurungan.
b.
2/3 (dua per tiga) atau sedikit-dikitnya hukuman telah dijalani selama 9 (sembilan) bulan
72
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 74 Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 75 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 76 R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (Bogor: Politeia, 1996), hal.44 73
Universitas Sumatera Utara
c.
pembebasan dilakukan dengan perjanjian
d.
bilamana narapidana yang menjaani pembebasan bersyarat melanggar perjanjian yang telah dibuatnya, maka kepadanya ditarik kembali ke dalam penjara untuk menyelesaikan masa hukumannya, dan masa pembebasan bersyarat yang telah dijalani tidak dihitung menjalani hukuman. Pengaturan tentang Pembebasan Bersyarat sebagai hak dari warga binaan
pemasyarakatan berdasarkan UUP hanya diatur dalam 1 (satu) Pasal dan ayat saja yaitu Pasal 14 ayat (1) huruf K yang menyatakan bahwa, “Narapidana berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat”. Pengaturan lebih lanjut, maka pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya disebut PP No.32 Tahun 1999) yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.28 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya disebut PP No.28 Tahun 2006) kemudian perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Pasal 15 ayat (1) KUHP mengatakan bahwa “jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurangkurangnya harus sembilan bulan, maka kepadanya dapat diberikan Pembebasan
Universitas Sumatera Utara
Bersyarat.Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana”. 77 Pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) penyalahgunaan narkotika sering dipandang masyarakat sebagai suatu hal yang bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk memberantas dan memberikan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.Hal ini sesuai dengan maraknya peredaran narkoba ditengah masyarakat.Penyalahgunaan narkoba berkaitan erat dengan peredaran gelap sebagai bagian dari dunia tindak pidana internasional. Mafia perdagangan gelap memasok narkoba agar orang memiliki ketergantungan sehingga jumlah supply meningkat. Terjalinnya hubungan antara pengedar/bandar dengan korban membuat korban sulit melepaskan diri dari pengedar/bandar, bahkan tidak jarang korban juga terlibat peredaran gelap karena meningkatnya kebutuhan dan ketergantungan mereka akan narkoba. 78 Syarat-syarat pemberian izin Pembebasan Bersyarat terhadap narapidana narkotika berbeda dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) pada umumnya, ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengharuskan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
tersebut
telah
mendapat
pertimbangan
dari
Direktur
Jendral
77
Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006)Hal.1. 78
Universitas Sumatera Utara
Pemasyarakatan. 79Pertimbangan
yang
dimaksud
ialah
Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat. PP No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di antaranya mengatur mengenai pembebasan bersyarat, yaitu: Pasal 43 1) Setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan kecuali anak sipil berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 2) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diberikan dengan syarat: a. telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (Sembilan) bulan. b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (Sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum 2/3 (dua per tiga) masa pidana. c. telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana 3) Pembebasan bersyarat bagi anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan paling sedikit 1 (satu) tahun. 4) Pemberian Pembebasan bersyarat ditetapkan dengan Keputusan Menteri 5) Pembebasan
bersyarat
pemasyarakatan
dicabut
melanggar
jika
narapidana
persyaratan
atau
Pembebasan
anak
didik
Bersyarat
sebagaimana dimaksud pada ayat 2
79
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006
Universitas Sumatera Utara
6) Ketentuan mengenai pencabutan Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diatur dalam Peraturan Menteri. Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 43A dan pasal 43B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 43A 1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pasal 43 ayat 2 juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya. b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9(Sembilan) bulan. c. telah menjalani asimilasi paling sedikit ½ (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana atau menyatakan ikrar. 1. Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 2. Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana Warga Negara Asing., yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorime. 2). Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya berlaku terhadap narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. 3) Kesediaan untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 43 B 1) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 43A ayat 1 diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni: a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan/atau kejaksaan Agung dalam hal narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, kejahatan terhadap keamanan Negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan/atau kejahatan transnasioanal terorganisasi lainnya. b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal narapidana dipidana narkotika dan precursor narkotika, psikotropika, dan c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi. 4) Rekomendasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 3 disampaikan secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari Direktur Jendral Pemasyarakatan. 5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 4 instansi terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis. Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan pertimbangan Pembebasan Bersyarat kepada Menteri 6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang pelaksanaan Pembebasan Bersyarat yang meliputi, antara lain: 1. Pembebasan Bersyarat diberikan kepada Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yaitu Anak Pidana dan Anak Negara, sedangkan untuk Anak Sipil tidak berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat. 80 2. Pembebasan Bersyarat diberikan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu 81: a. Telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.
80
Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 81 Pasal 43 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
b. berkelakuan baik selama menjaani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana. 3. Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 82 4. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika, dan psikotropika, diberikan pembebasan bersyarat dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, apabila telah memenuhi syarat antara lain 83: a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya. 84 b. telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. 85 c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit ½ (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. 86 d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar 87: 1. kesetiaan kepada negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia. 2. Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga negara asing. e. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana. f. telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan 88. 5.Pemberian pertimbangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan tersebut, wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat. 89 82
Pasal 43 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.28 Tahun 2006 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 83 Pasal 43A ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 84 Pasal 43A ayat (1A) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 85 Pasal 43 A ayat(1B) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 86 Pasal 43A ayat (1C) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 87 Pasal 43A ayat (1D) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 88 Pasal 43B ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 89 Pasal 43B ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Tentang Tentang Tentang Tentang Tentang Tentang Tentang Tentang
Universitas Sumatera Utara
6. Pemberian Pertimbangan wajib meminta rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional dan/ atau Kejaksaan Agung dalam hal narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika. 90 7. Pembebasan Bersyarat yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 8. Pembebasan Bersyarat tersebut dapat dicabut sewaktu-waktu apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melanggar ketentuan tentang Pembebasan Bersyarat 91. Selain dari PP No.99 Tahun 2012 tersebut, maka untuk Pembebasan Bersyarat peraturan pelaksana lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat (Selanjutnya disebut PerMen No.M.01.PK.04-10 Tahun 2007). Pelaksanaan Pembebasan Besyarat bertujuan, antara lain 92: a. membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan ke arah pencapaian tujuan pembinaan. b. memberikan kesempatan pada narapidana dan anak didik Pemasyarakatan untuk pendidikan dan ketrampilan guna mempersiapkan diri untuk hidup mandiri di tengah masyarakat setelah bebas menjalani pidana. c. mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam penyelengaraan Pemasyarakatan. D. Implementasi Pembebasan Bersyarat Terhadap Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan Menurut Bapak Suryanto Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu hak Narapidana yaitu dimana proses pembinaan Narapidana yang berada di luar Rumah 90
Pasal 43B ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 91 Pasal 43B ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 92 Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (duaper tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 15-16 KUHP. Ketentuan mengenai pembebasan bersyarat di dalam peraturan perundangundangan Indonesia, pertama kalinya termuat dengan istilah pelepasan bersyarat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),dimana penyusunan KUHP dibuat berdasarkan Wetboek van straftrecht voor Nederlandsch-Indie, yang Hukum Pidana itu sendiri. Keberadaan ketentuan Pembebasan Bersyarat dalam Wetboek van straftrecht voor Nederlandsch-Indie terpengaruh oleh sistem pidana penjara di Inggris (progressive sistem), dimana pelepasan bersyarat tersebut dimaksudkan sisa pidana terakhir dalam rangka pengembalian terpidana dengan baik ke masyarakat. Bapak Parlindungan Siregar selaku Kepala bagian Pembinaan, pun menambahkan “Pemberian Pembebasan Bersyarat memiliki maksud dan tujuan, yaitu agar nantinya para Narapidana memperoleh kesempatan untuk beradaptasi dan berbaurkembali dengan masyarakat luas agar menjelang kebebasannya nantinya eks narapidana tidak tersisikan dan terkucilkan dalam masyarakat.” Dalam pemberian Pembebasan Bersyarat permasalahan yang penulisbahas adalah mengenai bagaimanakah implementasi Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 15 KUHP –Pasal 16 KUHP.Dari rumusan Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) KUHP tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pembebasan Bersyarat merupakan hak
Universitas Sumatera Utara
Narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidana, tetapi tidak begitu saja para Narapidana tersebut mendapatkan Pembebasan Bersyarat, mereka harus memenui syarat-syarat yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan yang ada, adapun syaratsyarat sebagaimana yang telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor. M.01.04.10 Tahun 1999 Pembebasan Bersyarat memenuhi syarat substantif, dan syarat administratif Selain ketentuan yang mengatur tentang syarat untuk pemberian pembebasan bersyarat tersebut diatas, dalam pasal 16 KUHP juga diatur tentang pihak yang berwenang untuk menetapkan pemberian pembebasan bersyarat. Ketentuan dalam Pasal 16 KUHP adalah sebagai berikut : Pasal 16 1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh MenteriKehakiman. 2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat. 3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang dilepaskan
Universitas Sumatera Utara
bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman 4) Waktu penahanan paling lama enam puluh hari. Penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani
pidananya mulai dari
tahanan. Mengenai bagaimana cara pengusulan pembebasan bersyarat, tentang bagaimana cara Menteri Kehakiman meminta saran dari Dewan Reklasering Pusat, tentang apa saja yang dapat diputuskan oleh Menteri Kehakiman tersebut, Semua tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, melainkan diatur dalam Ordonansi Pembebasan Bersyarat Tanggal 27 Desember 1917, Staatblad tahun1919 Nomor 744Menurut Pasal 1 dari Ordonansi tentang pembebasan bersyarat, usul dari Kepala Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan yang dikirim kepada Menteri Kehakiman memuat: a. penunjukan dengan secermat mungkin terpidana yang bersangkutan; b. penyebutan putusan hakim yang pidananya harus dijalankan oleh terpidana tersebut, hari mulaidijalankannya pidana itu dan kapan akan berakhir; c. segala hal yang diketahui oleh kepala penjara tentang riwayat hidup terpidana tersebut yangsekiranya perlu dicantumkan, pekerjaan atau usaha apa yang telah pemah dijalankan sebelum dijatuhi pidana, apa yang telah dipelajarinya,
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan cara mencari nafkah sesudah dilepaskan dan berhubungan dengan itu usul untuk diberikan bekal uang atau tidak kepada orang yang akan dilepaskan dengan bersyarat itu dari kas pesangonnya. d. syarat-syarat khusus yang dihubungkan dengan pelepasan bersyarat itu yang antara lain dapatmengenai tempat tinggalnya di dalam atau di luar suatu daerah e. tempat yang ingin dituju terpidana itu setelah dilepaskan dengan bersyarat itu. Pasal 2 Ordonansi ini juga menentukan bahwa usulan dari Kepala Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan harus terlampir dengan : 1. kutipan surat keputusan hakim yang menjadi dasar terpidana tersebut menjalani pidananya disertaidaftar mutasinya 2. daftar yang disahkan tentang pidana tata tertib yang telah dijatuhkan kepadanya selama tiga tahun sebelum usul itu diajukan 3. segala pemberitaan dan keterangan yang diperoleh berdasarkan pasal 3 atau turunannya. Tutur Bapak Parlindungan Siregar selain harus memenuhi syarat Subtantif dan syarat Adminitratif terebut Narapidana yang akan mendapatkan Pembebasan Bersama juga harus memenuhi kriteriakriteria tertentu lainnya agar dapat melakukan pengusulan Pembebasan Bersyarat, diantaranya adalah: 1. Jenis tindak pidana yang dilakukan 2. Lama masa pidana
Universitas Sumatera Utara
3. Berkelakuan baik selama di dalam Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan 4. Mengikuti pembinaan dengan baik 5. Tidak melanggar disiplin Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan ± 9 bulan 6. Kemungkinan penghidupan baik pekerjaan maupun tempat tinggal napi setelah mendapatkan Pembebasan Bersyarat. Dalam proses pengajuan Pembebasan Bersyarat Narapidana harus mengisi Surat Pernyataaan yang diisi oleh keluarga dari Narapidana yang bersangkutan serta harus diketahui dan disetujui oleh masyarakat setempat yang diwakili oleh kepala desa atau pun lurah. Dalam hal ini keluarga yang mengisi surat penyataan tersebut dikarenakan pihak keluarga yang di jadikan penjamin dari Narapidana itu sendiri, selain keluarga yang boleh menjadi penjamin adalah Lembaga/ Badan atau pun Organisasi Sosial. (terlampir dalam Lampiran)Setelah pihak penjamin mengisi surat pernyataan tersebut barulah proses pengajuan Pembebasan Bersyarat diserahkan kepada Tim Pengamat masyarakat untuk diproses., adapun tahap-tahapnya pengajuan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan adalah sebagai berikut : 1) Tim Pengamat Pemasyarakatan Setelah mendengar pendapat anggota tim serta mempelajari laporan dari BAPAS, kemudian tim pengamat pemasyarakatan mengusulkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan yang terhitung dalam formulir yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
2) Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan segera meneliti dengan mempelajari usulan tersebut pada angka 1 apabila menyetujui usulan tersebut maka tim pengamat pemasyarakatan Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya meneruskan usulan tersebut kepada Kepala kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Selatan lengkap dengan persyaratan lainnya. 3) Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara wajib segera meneliti dan mempelajari usulan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan tersebut dan setelah itu memperhatikan hasil sidang TPP Kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, maka Kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dapat menyatakan : 1) Menolak usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan tersebut dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak usulan diterima segera menyampaikan surat penolakan disertai alasan-alasannya kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan serta tembusan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. 2) Menyetujui usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak usulan diterima segera meneruskan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. 3) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan segera meneliti dengan mempelajari usul Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dengan mempertimbangkan hasil sidang TPP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, maka dalam jangka waktu 30 hari sejak usul diterima Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat menyatakan : 1) Menolak usul Kepala Kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dengan menyampaikan surat penolakan disertakan alasan kepada Kantor wilayahKementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan. 2) Menyetujui usul Kepala Kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dan segera menerbitkan keputusan Pembebasan Bersyarat yang dimaksud yang tembusannya disampaikan kepada: 1) Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara 2) Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan dengan dilampirkan buku Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang diberi izin 3) Kepala Kejaksaan Negeri yang mengawasi 4) Kepala Polisi setempat 5) Kepala Balai Pemasyarakatan setempat 6) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Pada tahun 1963, Sahardjo mencetuskan falsafah pemasyarakatan yang mengemban tujuan pemidanaan penjara adalah di samping menimbulkan rasa derita pada narapidana kehilangan kemerdekaan bergerak, juga membimbing narapidana
Universitas Sumatera Utara
agar bertobat serta mendidik agar menjadi anggota masyarakat yang baik. Menurut Mustafa, pelaksanaan pemidanaan terhadap terpidana didasarkan pada pandangan: 93 1. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun telah tersesat, tidak boleh selalu ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat sebaliknya ia selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia. 2. Tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan, tidak ada orang hidup di luar masyarakat dan narapidana harus kembali kemasyarakat sebagai warga yang berguna. 3. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan bergerak, jadi perlu diusahakan supaya narapidana mempunyai suatu pencarian dan mendapatkan upah untuk pekerjaannya. Metode yang dilakukan untuk mendidik terpidana agar dapat kembali pada kehidupan masyarakat adalah dengan: 1. Selama ia kehilangan kemerdekaan bergeraknya ia harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari kehidupan sosial. 2. Pekerjaan dan didikan yang diberikan kepadanya tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan kepentingan lembaga kemasyarakatan atau kepentingan negara sewaktu saja, pekerjaan harus satu dengan masyarakat dan ditujukan kepada pembangunan nasional. 3. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila. 93
Mata Kuliah Mahmud Mulyadi,Lembaga Pemasyarakatan
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan tugasnya lembaga kemasyarakatan harus berpacu pada sepuluh prinsip pokok dan konferensi lembaga pemasyarakatan yang menyangkut perlakuan terhadap para narapidana dan anak didik, sepuluh prinsip tersebut yaitu: 1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranan sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh negara. Hal ini berarti bahwa tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik baik yang berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan atau penempatan. Satusatunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hanyalah dihilangkannya kemerdekaannya untuk bergerak dalam masyarakat bebas. 3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat, berikan kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan dan sertakan mereka dalam kegiatan sosial untuk menimbulkan rasa hidup kemasyarakatnya. 4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih jahat atau buruk sebelum dijatuhi pidana, misalnya dengan mencampur baurkan narapidana dan anak didik yang melakukan tindak pidana berat dengan ringan dan sebagainya. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak para narapidana dan anak didik dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dengan masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat pengisi waktu jadi tidak dibolehkan diberikan pekerjaan untuk memenuhi jawatan atau kepentingan negara pada waktu tertentu saja, pekerjaan yang diberikan harus
Universitas Sumatera Utara
satu dengan pekerjaan yang terdapat di masyarakat dan yang menunjang pembangunan, umpamanya menunjang usaha meningkatkan produksi pangan. 7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan pancasila. 8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia. Martabatnya dan perasaannya sebagai manusia harus dihormati. 9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialaminya. 10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitasi, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakat. Sistem pemasyarakatan yang kita terapkan di Indonesia terkandung suatu citacita besar. Pembinan pemasyarakatan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik diharapkan bukan saja mempermudah reintegrasi dengan kehidupan sosial, tetapi juga menjadikan mereka warga masyarakat yang mendukung ketertiban dan kebaikan dan menjadi manusia seutuhnya yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tidak akan menjadi pelanggar hukum lagi. 2. Menjadi anggota masyarakat yang berguna aktif dan produktif. 3. Berbahagia di dunia dan akhirat. Pembinaan sebagai tiang kegiatan sistem pemasyarakatan. Oleh karena itu Sistem Pemasyarakatan yang dijalankan harus dimaknai sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Bahwa proses pemasyarakatan diatur dan dikelola dengan semangat pengayoman dan pembinaan bukan pembalasan dan penjaraan.
2.
Bahwa proses pemasyarakatan mencakup pembinaan narapidana di dalam dan di luar lembaga (intramural dan extramural)
3.
Proses pemasyarakatan memerlukan partisipasi, keterpaduan dari para pihak petugas pemasyarakatan para narapidana dan anak didik serta anggota masyarakat umum Lembaga pemasyarakatan sebagai lembaga pembinaan posisinya sangat
strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum bahkan sampai pada upaya penanggulangan kejahatan. Posisi pemasyarakatan terletak diakhiri dari proses sistem peradilan pidana, namun demikian pemasyarakatan mempunyai peranan penting dalam proses sistem peradilan pidana, namun demikian pemasyarakatan mempunyai peranan penting dalam proses rehabilitasi pelanggar hukum yang telah melalui proses peradilan pidana. Hal serupa juga dikatakan oleh J.W. La Patra bahwa pemasyarakatan mempunyai peranan untuk mengubah sifat atau sikap pelanggar hukum (terpidana) dan untuk memastikan mereka lebih berhati-hati terhadap hukum di masa yang akan datang. Berbicara masalah proses peradilan pidana tidak terlepas dari lapisan dalam sistem peradilan pidana itu sendiri, karena sistem tersebut dibangun dan diproses di dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan pembinaan hal yang utama adalah bagaimana petugas Lembaga Pemasyarakatan dapat memahami bagaimana sistem pembinaan dikaitkan dengan sistem pemasyarakatan, di samping
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kuantitas dan kualitas petugas lembaga pemasyarakatan serta pemenuhan sarana dan prasarana teknis dalam upaya pembinaan. Pemahaman tersebut sangat penting dan mendesak bila melihat banyaknya narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan dengan berbagai tindak pidana. Mengingat berkembangan berbagai pelaku tindak pidana yang menyebabkan berkumpulnya berbagai perilaku jahat di lembaga pemasyarakatan maka sudah saatnya untuk melakukan perbedaan penempatan menurut watak pelaku (narapidana) dan tindak pidana. Hal ini penting guna mempermudah pembinaan. Penentuan atau kualifikasi Pemakaidan Pengedar Narkotika dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat dari rumusan norma hukum atau unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan) adalah: 1. Pemakai
Narkotika
hukummemelihara,
:
setiap
memiliki,
orang
yang
menyimpan,
tanpa
hak
menguasai,
atau
melawan
menyediakan,
dan
menggunakan Narkotika. 2. Pengedar Narkotika yaitu : setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menajadi perantara dalam jual beli dan menyerahkan Narkotika atau menggunakan Narkotika pada orang lain /memberikan Narkotika untuk digunakan orang lain. Berdasar pada unsur-unsur perbuatan tersebut maka dapat ditentukan atau dikualifikasikan tindak pidana Pemakai Narkotika dan tindak pidana Pengedar Narkotika. Selanjutnya diperoleh hasil bahwa dasar pertimbangan hakim didapat dari proses pemeriksaaan alat bukti
Universitas Sumatera Utara
yang sah yang dapat membuktikan kebenaran fakta pristiwa dan fakta yuridis yang terungkap di persidangan. Dimana dalam pembuktian fakta peristiwa terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa melakukan tindak pidana sesuai apa yang didakwakan kepadanya, begitu pula dengan pembuktian fakta yuridis, terdakwa juga terbukti secara sah dan meyakinan unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Proses pembebasan bersyarat sudah sistem online dan sudah memperkecil transaksional apabila terjadi penyalahgunaan kekuasaan, setiap bulannya bagi warga binaan pemasyarakatan yang telah menjalani 2/3 akan ditempel di dinding agar narapidana tahu. Napi memenuhi syarat maka narapidana mengajukan pembebasan bersyarat dan pegawai lapas memberikan blangko yang diisi oleh narapidana dan keluarga narapidana dan mengetahui lurah yaitu dengan mengisi formulir surat pernyataan dan surat Jaminan Kesanggupan Keluarga. Sidang pembebasan bersyarat dahulu harus memenui kuota paket 35 orang dalam sebulan baru diadakan sidang tapi sekarang untuk mempersempit peluang orang bermain maka diadakan setiap bulannya bagi narapidana yang telah memenuhi syarat baik itu 1 orang maupun 2 orang. Pengusulan pembebasan bersyarat suatu proses tidak serta merta diusulkan langsung keluar. Ada tahapan sidang di lapas di dalamnya terdapat apakah si narapidana layak mendapat pembebasan bersyarat atau tidak. Hasil sidang putusan di lembaga pemasyarakatan dikeluarkan oleh lembaga pemasyarakatan kemudian diteruskan ke Kanwil Menkumham Jakarta Pusat untuk diterbitkan di Surat Putusan
Universitas Sumatera Utara
dan diteruskan ke Kanwil Medan Jalan Putri Hijau. Pengurusan Pembebasan bersyarat bisa sampai 5 bulan pengurusan pembebasan bersyarat namun setelah online bisa selesai dalam 2 bulan contoh 2/3 jatuh pada bulan 5 maka pengusulannya bulan 2 diberi tempo 2 bulan untuk pengurusan ke lurah, keluarga dan lainnya dan 1 bulan ke linmas dan Bapas. Narapidana yang menunggu pembebasan bersyarat sering terlambat karena sistem manual dan setelah sistem online begitu data base masuk ke lapasdieksposisi ke Jakarta dan keluar Surat Keputusan pembebasan bersyarat di Jakarta trus ke Kanwil. Tata Cara pelaksanaan Pembebasan Bersyarat: 1. Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP) atau (TPP) Rutan setelah mendengar pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan pembinaan dari wali Pemasyarakatan, mengusulkan pemberian pembebasan bersyarat kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan 2. Apabila Kepala Lapas attau Kepala Rutan menyetujui usul TPP Lapas atau TPP Rutan selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM setempat, dengan tembusan kepala Direktur Jenderal Pemasyarakatan 3. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM memtuskan untuk menolak atau menyetujui usulan Pembebasan setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM setempat 4. Apabila Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menolak tentang usulan Pembebasan Bersyarat maka dalam waktu jangka paling lama (14)
Universitas Sumatera Utara
empat belas hari sejak diterimanya usul tersebut, memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan. 5. Apabila Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menerima tentang usulan Pembebasan Bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas hari) sejak diterimanya usul tersebut, meneruskan usul tersebut kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 6. Pembebasan apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menolak tentang usul Pembebasan Bersyarat maka dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas hari) sejak tanggal penetapan, memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan. 7. Apabila
Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan
menerima
tentang
usul
Pembebasan Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan menerbitkan keputusan tentang Pembebasan Bersyarat. Peraturan pemerintah mengatur mengenai pembebasan bersyarat yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. PP Nomor 28 Tahun 2006 berlaku pada tanggal 28 bulan 7 tahun 2006 dan berlaku sejak narapidana mendapat putusan hakim yang in kracht baru terkena PP Nomor 28 Tahun 2006 senilai 800 juta wajib dibayar
namun kebanyakan
narapidana tidak dapat membayarnya subsidernya sehingga narapidana wajib menjalani hukuman masa pidana pengganti denda sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 114 masa pidana penjara minimal 5 tahun memiliki dan
Universitas Sumatera Utara
sering dikatakan pasal karet yang bisa dijatuhi kepada bagi pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika karena dianggap menguasai, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 127 untuk pemakai masa pidana penjara maksimal 4 tahun hukum pidana, dikatakan pemakai apabila ditemukan narkotika dan alat pakainya dan bisa direhabilitasi, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 112 masa pidana penjara minimal 5 tahun untuk pengedar. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 secara administratif pembebasan bersyarat hanya diberlakukan kepada narapidana di bawah 5 tahun dan di atas 5 tahun harus membayar subsider baru mendapat pembebasan bersyarat sebagai perketatan 94 Implementasi Pembebasan didasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor:01.PK.04-10 Tahun 2007 dan PP 99 Tahun 2012 mengenai Pembebasan Bersyarat
dengan syarat substantif dan syarat administratif dapat
dilakukan Pembebasan Bersyarat di Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan. Pengurusan Pembebasan Bersyarat menggunakan sistem Online. Narapidana atas nama Mukhsen bin Mhd. Yokup ditangkap 14 Mei 2007 kasus Narkotika Gol I ganja 20kg diputus Pengadilan Negeri Lubuk Pakam diputus pidana 20 tahun penjara & denda 150jt/pengganti pidana 6 bulan, Mukhsen banding ke Pengadilan Tinggi Medan 28 Januari 2008 diputus 13 tahun pidana penjara,denda 100jt/ pengganti denda 6 bulan diitahan di Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan. Penghitungan: Mulai ditahan 15 Mei 2007, bebas 21 Mei 2019. Bentuk proses
94
Wawancara dengan Parlindungan Siregar Bagian Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan
Universitas Sumatera Utara
penghitungan 2/3 masa pidana Mukhsen dari 13 tahun= 7tahun,7bulan,30hari setelah dikurangi 12 bulan remisi. 2/3 masa pidana Mukhsen 10 Januari 2015. Pembebasan Bersyaratnya 10 Januari 2015. 95 Selama 7 tahun di dalam Lapas Mukhsen menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahannya serta berkelakuan baik selama menjalani pidana, pembinaan, pendidikan dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin. Mukhsen telah memenuhi syarat substantif sebagai dasar untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat sesuai Peraturan Menteri dan Peraturan Pemerintah. Untuk memenuhi syarat administratif Mukhsen diberi tempo 2 bulan untuk pengurusan surat pernyataan Pembebasan Bersyarat dan
Surat Jaminan
Kesanggupan Keluarga oleh keluarga Mukhsen yaitu M.Yunus Yahya (penjamin). Wali napi mengajukan nama Mukhsen yang telah memenuhi syarat substantif kepada Sekretaris Tim Pengamat Pemasyarakatan(TPP) dengan menyiapkan berkas Mukhsen yaitu kartu pembinaan, laporan penelitian kemasyarakatan untuk program pembinaan luar Lembaga dari Bapas dimana Bapas datang langsung melakukan wawancara kepada Mukhsen untuk memperoleh apakah Mukhsen layak mendapat pembebasan bersyarat (pertimbangan dasar hukum UU No.39 Tahun 1999, UU No.12 Tahun 1995, KUHP UU No.8 Tahun 1981, PP 99 Tahun 2012) dan memberikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan PB kepada Lapas, memberikan perhitungan tahap pembinaan, Salinan putusan pengadilan, surat keterangan dari kejaksaan menyatakan bahwa Mukhsen tidak mempunyai perkara lain, salinan daftar tentang kelakuan baik 95
Sumber Berkas Usulan Pembebasan Bersyarat Lampiran 1 Nomor Register Blangko 1399/2009 dari Parlindungan Siregar sebagai Kepala Bagian Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan
Universitas Sumatera Utara
Mukhsen selama di dalam Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan, Salinan Pengurangan Masa pidana, surat pernyataan kesanggupan/penjamin dari pihak Mukhsen, surat keterangan dari psikolog/dokter. Berkas yg disiapkan TPP disidangkan di lapas, disampaikan kepada Kepala Lapas, kemudian diserahkan kepada Kementrian Hukum dan HAM Jakarta Pusat untuk diterbitkan keputusan Pembebasan Bersyarat diserahkan ke Kanwil Hukum Dan HAM Medan Jalan Putri Hijau. Surat masuk ke ruangan Kalapas dan dieksposisi oleh Kabid Pembinaan kemudian dilanjutkan dengan Staff Bimpas untuk diproses kemudian Mukhsen bin Mhd Yokup dipanggil untuk foto dan slip jari, Jam keluar Mukhsen dari Lapas Klas I Medan dicatat oleh petugas portir dengan dikawal petugas Lapas. Surat pengantar diserahkan kepada Bapas dan kejaksaan negeri dengan dikawal petugas Lapas Klas I Tanjung Gusta. Surat masuk ke bagian umum Balai Pemasyarakatan Klas I Medan untuk dieksposisi kemudian dilanjutkan ke bagian register di data dan dibuat serah terima napi tersebut kemudian diambil sidik jarinya dan penyerahan terakhir oleh Pejabat Bimbingan Klien Dewasa dengan memberitahukan kepada narapidana untuk wajib lapor satu bulan sekali ke Balai Pemasyarakatan, Bersama Petugas Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan diantar ke Kejaksaan Negeri serah terima bebas warga binaan pemasyarakatan dan bimbingan untuk syarat pembebasan bersyarat yang harus dipenuhi dengan berkelakuan baik, tidak melakukan perbuatan melawan hukum selama dalam masa percobaan bebas bersyarat dan dalam 7 hari sekali wajib lapor ke Kejaksaan Negeri yang ditunjuk
Universitas Sumatera Utara
hingga masa percobaan habis bulan Mei 2019. Prosedur tetap pemberian pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain 96: 1. Tahap Pembinaan Pada Tahap pembinaan ini dilakukan 2(dua) hal, antara lain: a. Wali Narapidana mengajukan nama-nama narapidana yang telah memenuhi syarat substantif
dan
syarat
administrative
kepada
Sekretaris
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan (Selanjutnya disebut TPP) b. Sekretaris TPP melakukan beberapa hal, antara lain: 1. Menyiapkan berkas-berkas narapidana yang bersangkutan, yaitu: a. Kartu Pembinaan b. Penelitian Pemasyarakatan (selanjutnya disebut LITMAS) dari BAPAS atau yang dilegalisir oleh BAPAS. c. Perhitungan tahap pembinaan. d. Salinan putusan Pengadilan (ekstra vonis) e. Surat Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa Narapidana tidak mempunyai perkara lagi f. Salinan Daftar Huruf F g. Salinan Daftar Perubahan atau Pengurangan Masa Pidana h. Surat pernyataan sanggup dari pihak yang akan menerima Narapidana
96
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan (Jakarta: Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2001), hal 103-108
Universitas Sumatera Utara
i. Surat Keterangan dari psikolog atau dokter j. Bagi Narapidana Warga Negara Asing diperlukan syarat tambahan antara lain: 1. Surat Keterangan sanggup menjamin dari Kedutaan Besar/Konsulat Negara Asing yang bersangkutan. 2. Surat rekomendasi dari Kepala Kantor Imigrasi Setempat. 2. Membuat risalah singkat pembinaan Narapidana yang akan disidangkan yang meliputi kegiatan pembinaannya dan keadaan perilakunya selama yang bersangkutan berada di Lembaga Pemasyarakatan. 3. Membuat undangan dan menyampaikan undangan sidang TPP yang dilampiri dengan risalah singkat pembinaan Narapidana sebagaimana yang dimaksud dengan angka 2. 2. Tahap yang dilakukan oleh TPP a. melaksanakan sidang TPP b. membuat berita acara persidangan yang ditanda-tangani oleh seluruh anggota yang hadir. c. membuat dan menyampaikan rekomendasi TPP kepada Ka. LAPAS 3. Tahap yang dilakukan oleh Ka. LAPAS a. Mempelajari rekomendasi dari risalah sidang TPP b. Mengusulkan
pemberian
Pembebasan
Bersyarat
kepada
Ka.Kanwil
Dep.Kum.Ham setempat. c. Apabila keputusan Pembebasan Bersyarat telah diterbitkan, memerintahkan kepada
unit
pembinaan
untuk
mengantar
Narapidana
yang
akan
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan Pembebasan Bersyarat ke Kejaksaan Negeri setempat dan BAPAS setempat. 4. Tahap Pembinaan Selanjutnya a. Berdasarkan
keputusan
Pemasyarakatan
yang
diterbitkan
untuk
oleh
Pembebasan
Direktur
Jenderal
Bersyarat
dan
Ka.Kanwil.Dep.Kum.HAM setempat maka unit pembinaan membuat dan menyerahkan surat pengantar beserta tembusan keputusan Pembebasan Bersyarat kepada Administrasi Keamanan dan Ketertiban (selanjutnya disebut KAMTIB) b. Membuat berita acara serah terima narapidana yang akan melaksanakan pembebasan bersyarat. 5. Tahap yang dilakukan KAMTIB a. Membuat surat perintah pengawalan narapidana yang akan melaksanakan pembebasan bersyarat. b. Menyerahkan Pembebasan
surat
perintah
Bersyarat
pengawalan
kepada
Kepala
dan
tembusan
keputusan
Pengamanan
Lembaga
Pemasyarakatan (selanjutnya disebut KPLP). 6. Tahap yang dilakukan KPLP a. Petugas pengawal menyampaikan surat perintah pengawalan kepada Kepala Regu Pengamanan (selanjutnya disebut Ka.RUPAM) b. Ka.RUPAM memerintahkan kepada petugas pengamanan blok untuk memanggil narapidana yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
c. Petugas pengamanan blok melakukan: 1. mencocokkan
surat
keputusan
Pembebasan
Bersyarat
yang
bersangkutan. 2. menyerahkan narapidana yang bersangkutan kepada Ka.RUPAM d. Ka.RUPAM melakukan tindakan, antara lain: 1. Mencocokkan
surat
keputusan
Pembebasan
Bersyarat
yang
bersangkutan. 2. Mencatat nama Narapidana yang bersangkutan pada buku laporan pengamanan. 3. Mencatat nama yang keluar pada buku pengeluaran narapidana danditandatangani oleh petugas pengawal. 4. Petugas pengawal membawa buku pengeluaran Narapidana yang dikawalnya kepada petugas Portir. e. Petugas Portir melakukan: 1. meneliti dan menjaga agar jumlah narapidana yang berada di ruang porter seimbang dengan kekuatan penjagaan pada porter 2. setelah yakin dengan kekuatan penjagaan di Portir, petugas porter membuka porit II dan memerintahkan Narapidana masuk dengan tertib, kemudian mengunci kembali. 3. mencocokkan dan mencatat nama narapidana jam keluar dan nama pengawalnya pada buku laporan.
Universitas Sumatera Utara
4. mencatat nama narapidana yang keluar pada papan lalu lintas Narapidana 5. membuka pintu I dan memerintahkan Narapidana keluar pintu. 6. menutup dan mengunci kembali pintu I dengan sempurna. f. Petugas pengawal dan petugas unit pembinaan bersama-sama membawa narapidana yang diberikan Pembebasan Bersyarat ke Kejaksaan Negeri setempat untuk mendapatkan pengesahan (eksekusi) dan selanjutnya membawa Narapidana yang bersangkutan kepada BAPAS dengan membuat berita acara serah terima. g. Apabila pada lokasi Lembaga Pemasyarakatan tidak terdapat BAPAS, maka pihak Lembaga Pemasyarakatan mengirimkan surat pemberitahuan tentang pemberian pembebasan bersyarat kepada BAPAS yang wilayah kerjanya mencakup lokasi Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan. Prosedur tetap pemberian Pembebasan Bersyarat harus sesuai dengan Prosedur Tetap pelaksanaan tugas pemasyarakatan yang dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, jadi pelaksanaan pemberian Pembebasan Bersyarat tersebut tidak boleh di luar dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Namun apabila pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat tersebut dilaksanakan di luar dari ketentuan yang berlaku, maka pihak-pihak yang melakukan tindakan tersebut akan dikenakan sanksi adminstratif dan bahkan dapat juga
Universitas Sumatera Utara
dikenakan sanksi pidana penjara sesuai dengan besar atau kecilnya kesalahan yang telah dilakukan. Jumlah
warga
binaan
pemasyarakatan
narkotika
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Medan 1624 orang dan rata-rata yang sedang menjalani pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 2 orang. Secara global pembebasan bersyarat itu berbicara tentang administratif bagi warga binaan pemasyarakatan yang telah menjalani 2/3 akan diberikan pembebasan bersyarat jika mematuhi peraturan khususnya dalam pembebasan bersyarat terhadap Bandar, pengedar, pemakai penyalahguna narkotika. 97
97
Sumber diperoleh dari Kepala Sub Seksi Register dan Bimbingan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan
Universitas Sumatera Utara