42
BAB II HUBUNGAN KEDAULATAN NEGARA DAN PENANAMAN MODAL ASING A. Tinjauan Umum Mengenai Kedaulatan Negara 1. Perkembangan pengertian kedaulatan negara Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan perdagangan dan kegiatan investasi yang melintasi batas-batas negara, menurut para ahli menuntut untuk meninjau kembali konsep kedaulatan yang bersifat absolut dan kekal. 50 Hubungan perdagangan yang menjurus kepada globalisasi yang bebas hambatan dan saling menguntungkan. Hubungan demikian mendobrak batas-batas teritorial Negara. Demi kepentingan dagang dan pertumbuhan ekonomi, negara-negara sepakat untuk ‘melonggarkan’ batas-batas wilayah negara guna memperlancar keluar-masuknya lalu lintas produk barang dan jasa serta investasi. 51 Oleh karena itu, hubungan internasional yang kompleks ini membutuhkan pengaturan hukum internasional yang lebih kompleks dan adil, yang mengikat negara serta dapat dilaksanakan. Hal ini tidak akan pernah tercapai jika tetap berpegang teguh pada konteks kedaulatan yang absolut. Para ahli hukum internasional banyak mengemukakan argumentasi bahwa konsep kedaulatan negara yang absolut jika diterapkan dewasa ini hanya akan menghasilkan kekacauan internasional, dimana tidak ada aturan main yang dapat membatasi tindakan negara-negara.52 Prinsip kedaulatan yang absolut dan 50
Mahmul Siregar., Op. Cit., hlm. 22. Huala Adolf, Hukum ekonomi Internasional (Suatu Pengantar) (Jakarta : Rajawali Pers, 1997). Hlm. 225. 52 Jonatan Charney, “Universal International Law”, (dalam) Mahmul Siregar., Op. Cit., hlm. 23. 51
Universitas Sumatera Utara
43
persamaan kedudukan tiap negara jika tidak dibatasi ruang lingkupnya melalui hukum internasional justru akan merugikan kepentingan negara-negara baru (negara berkembang dan terbelakang), karena secara faktual dalam hubungan internasional terdapat perbedaan kekuatan dan kemampuan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Konsep kedaulatan negara yang absolut dan pembatasan kedaulatan melalui hukum internasonal bukanlah merupakan hal yang bertentangan satu sama lain, kedaulatan suatu negara diperoleh sebenarnya melalui penyerahan sebagian kewenangan dan hak dari rakyatnya untuk diatur pelaksanaannya secara baik oleh pemerintah tersebut. Rakyat yang membatasi kewenangannya melalui penyerahan sebagian kewenangan tersebut kepada negara adalah konsep yang dapat diterima secara universal. Oleh karena itu, jika negara pemegang kedaulatan tersebut kemudian menggunakannya dengan menyerahkan sebagian otonomi mereka membuat keputusan kepada organisasi-organisasi internasional untuk diatur secara lebih baik, maka hal ini juga semestinya dapat diterima.
53
Tentunya penyerahan
tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Konsep negara absolut sebenarnya sulit untuk digunakan pada masa globalisasi seperti sekarang ini, konsep kedaulatan negara telah berkembang seiring perkembangan waktu, khususnya bagi negara-negara berkembang, dengan alasan-alasan kepentingan nasional mencoba untuk mengekang diri dari mesin pertumbuhan yang sangat kuat yang tidak bisa untuk dihindari. Yang terjadi malah fenomena “ilusi sumber daya” dimana mereka berfikir memiliki sumber
53
Christoper M. Ryan (dalam) Mahmul Siregar, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
44
daya yang sangat besar untuk mensejahterakan rakyatnya padahal mereka sendiri tidak mampu untuk menggunakan sumber daya tersebut secara optimal tanpa keterlibatan para pelaku ekonomi global. 54 Padahal jika diperhatikan bahwa penyerahan sebagian kedaulatan tersebut berdasarkan hukum internasional maupun
melalui
organisasi-organisasi
internasional
tidak
menyebabkan
kedaulatan tersebut hilang sama sekali, karena dalam sistim hukum internasional, begitu juga dalam organisasi-organisasi internasional, pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh negara-negara yang semula menyerahkan kedaulatan tersebut, bukan oleh pengurus-pengurus organisasi tersebut secara individu. 55 2. Bentuk-bentuk kedaulatan negara Pembentukan suatu negara ditentukan oleh kemerdekaan. Negara yang sudah merdeka atau berdaulat membutuhkan hukum untuk mengatur negaranya serta memperkuat kedaulatannya. Negara yang sudah merdeka atau berdaulat berhak mengatur negaranya sebagai bentuk dari kedaulatannya tersebut, bentuk kedaulatan tersebut dapat berupa kedaulatan kedalam maupun kedaulatan keluar, berikut pengertian dari kedua bentuk kedaulatan tersebut, yaitu : a. Kedaulatan ke dalam (internal) Ialah bahwa kekuasaan negara itu ditaati dan dapat dipaksakan untuk ditaati oleh rakyatnya, dalam arti bahwa negara tersebut memiliki kekuasaan untuk mengorganisasi dirinya secara bebas dan memiliki otonomi untuk melaksanakan kekuasaan tersebut di dalam wilayahnya. Kedaulatan internal ini terbagi pula kedalam kedaulatan personal , teritorial dan fungsional. 54
Kennici Ohmae, Japan’s Administration for US Methods in an Open Book, Wall Street Journal, (dalam) Mahmul Siregar., Ibid., hlm. 26. 55 Mahmul Siregar.,Ibid., hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
45
Kedaulatan personal berkenaan dengan kekuasaan suatu negara terhadap warga negaranya dimanapun dia berada. Kedaulatan teritorial berkaitan dengan kekuasaan negara terhadap orang, kekayaan alam dan non-alam di dalam wilayahnya. Sedangkan kedaulatan fungsional adalah kedaulatan terbatas terhadap suatu wilayah (region) tertentu. Kedaulatan terbatas ini acap kali disebut pula dengan istilah “souvereign rights” atau hak-hak berdaulat. Misalnya hak berdaulat negara terhadap sumber kekayaan (perikanan) di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 56 b. Kedaulatan keluar Ialah bahwa kedaulatn ini berkait dengan status dan kemampuan negara untuk mempertahankan diri terhadap serangan yang datang dari luar dan sanggup mengadakan hubungan-hubungan internasional. Pengertian status negara ini harus diartikan sebagai status negara tersebut dengan negara lain. Dalam hal ini menurut doktrin kedaulatan relatif (doctrine of relative souvereignty), semua negara berada dalam kedudukan yang sama menurut hukum internasional. 57 Oleh karena itu, negara disatu sisi seharusnya dapat mengatur segala urusan negaranya membuat suatu aturan yang dapat dipaksakan kepada seluruh warga negaranya disisi lain juga dapat melakukan suatu kerjasama dengan negara lain dengan tetap mempertahankan kedaulatan negaranya agar kedaulatan tersebut dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat
56 57
Asif Qureshi, International Economic Law (dalam) Huala Adolf., Op Cit., hlm. 229. Ibid, hlm. 232.
Universitas Sumatera Utara
46
3. Teori-teori tentang kedaulatan negara Teori kedaulatan muncul untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul terkait dengan kedaulatan negara seperti darimana sebenarnya asal dari kedaulatan negara dan siapakah yang menguasai kedaulatan negara tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut berikut akan dijabarkan mengenai beberapa teori mengenai kedaulatan negara, yakni ; a. Teori Kedaulatan Tuhan Teori ini mengajarkan bahwa pemerintah/negara memperoleh kekuasaan yang tertinggi itu dari Tuhan. Para penganut teori ini berpendapat, bahwa dunia beserta isinya adalah hasil ciptaan Tuhan. Penganut teori ini antara lain ; Augustinus, Thomas Aquinas, Marsilius dan lain-lain.58 Menurut Marsulius raja itu adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia. 59 Oleh karena itu, kekuasaan raja tidak boleh dibantah oleh rakyatnya, karena membantah perintah raja berarti menentang tuhan. 60 b. Teori Kedaulatan Rakyat Menurut teori ini, negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya dan bukan dari Tuhan atau dari raja. 61 Yaitu bahwa semula individuindividu
itu
dengan
melalui
perjanjian
masyarakat
membentuk
masyarakat, dan kepada masyarakat inilah individu itu menyerahkan kekuasaannya, yang selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan
58
Samidjo., Op. cit., hlm. 143 Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 1986), hlm. 153. 60 Samidjo., Loc. Cit. 61 Ibid, hlm 145 59
Universitas Sumatera Utara
47
kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sebenarnya raja itu mendapatkan kekuasaannya dari individu-individu tersebut. 62 c. Teori Kedaulatan Negara Menurut teori ini, negara dianggap sebagai suatu kesatuan idea yang paling sempurna, negara adalah satu hal yang tertinggi, yang merupakan sumber dari segala sumber kekuasaan. Jadi negaralah sumber kedaulatan dalam negara. Karena itu negara (dalam arti pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warga negaranya. Warga negara bersama-sama hak miliknya itu, apabila perlu dapat dikerahkan untuk kepentingan kejayaan negara. Mereka taat kepada hukum, tidak disebabkan suatu perjanjian, tetapi karena hukum itu adalah kehendak negara. 63 d. Teori Kedaulatan Hukum Menurut teori kedaulatan hukum yang memiliki bahkan yang merupakan kekuasaan tertinggi didalam suatu negara adalah hukum itu sendiri. Karena baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga negara, bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum.
64
hukum itu
tidak tergantung pada kehendak manusia, yaitu hukum adalah sesuatu dengan kekuatan memerintah yang terdapat dalam perasaan hukum manusia, yang sering memaksa manusia bertindak juga bertentangan dengan
kehendaknya
sendiri
atau
bertentangan
dengan
suatu
62
SoehiNomor, loc, cit., hlm 160 Ibid, hlm. 146 64 Loc cit, hlm 156. 63
Universitas Sumatera Utara
48
kecenderungan tertentu padanya. Hukum berdaulat, yaitu diatas segala sesuatu, termasuk negara. 65
B. Tinjauan Umum Mengenai Penanaman Modal Asing 1. Pengertian penanaman modal asing M. Sornarajah dalam bukunya The International Law on Foreign Investment, memberikan definisi terhadap penanaman modal asing sebagai berikut : “Foreign investment involves the transfer of tangible or intangible asets from one country into another for the purpose of their use in that country to generate wealth under the total or partial control of the owner of the asset.” 66
Artinya penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain,tujuannya untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan dibawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total maupun sebagian. Dalam definisi ini, penanaman modal asing (PMA) dikonstruksikan sebagai pemindahan modal dari negara yang satu ke negara lain. Tujuan penggunaanya adalah mendapatkan keuntungan. 67 Sedangkan
sekretariat
organisasi
perdagangan
dunia
(sekretariat
WTO)
memberikan definisi atau pengertian apa yang dimaksud dengan penanaman modal asing yaitu :
65
Loc cit, hlm 151. M. Sornarajah, The international law on foreign investment, (dalam) An An Chandrawunlan., Op. Cit., hlm. 37. 67 Salim., Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hlm 149. 66
Universitas Sumatera Utara
49
“When an investor based in one country (the home country) acquires an aset in another country (the host country) with the intent to manage the aset. The management dimension is what FDI distinguished from porto folio investment in foreign stock, bonds and other financial instruments.”68
Draft Text dari perjanjian Multilateral mengenai Penanaman Modal (Multilateral Investment Agreement) yang dibuat oleh OECD memberikan definisi yang sangat luas tentang penanaman modal asing termasuk didalamnya tidak hanya penanaman modal asing langsung, tetapi juga portofolio investment. Penanaman modal asing langsung (foreign direct invesment) yaitu kegiatan penanaman modal asing yang melibatkan pengalihan dana (transfer of funds), proyek yang memiliki jangka waktu yang panjang (long-term project), bertujuan memperoleh pendapatan regular (the purpose regular income), adanya partisipasi dari pihak yang melakukan pengalihan dana (the participation of the person transferring the funds), dan adanya risiko usaha (business risk).69 Selain itu, penanaman modal asing langsung juga berarti adanya kehadiran fisik penanam modal asing, ia hadir dan menjalankan usahanya dengan mendirikan suatu badan usaha yang berstatus sebagai badan usaha asing, sehingga ia harus tunduk dan mengikuti ketentuan hukum yang ada disuatu negara dimana dia melakukan penanaman modal asing. 70 Sedangkan penanaman modal portofolio (portofolio invesment/foreign indirect ivestment) adalah penananaman modal asing yang dilakukan melalui pasar modal atau bursa dengan cara pembelian efek (securities), sehingga tidak melibatkan pengalihan dana untuk proyek yang bersifat jangka
hlm. 6.
68
WTO Secretariat, Trade and Foreign Direct Investment, PRESS/57, (October 9, 1996),
69
David Kairupan., Op. Cit., hlm. 19. Sentosa Sembiring., Op. Cit., hlm 41.
70
Universitas Sumatera Utara
50
panjang dan karenanya pendapatan yang diharapkan juga bersifat jangka pendek dalam bentuk capital gain atau selisih harga antara jual dan beli saham di bursa efek.71 Penanam modal juga tidak perlu hadir secara fisik (dalam arti mendirikan badan usaha) juga tidak perlu terlibat dalam manajemen perusahaan secara langsung, karena tujuannya buakanlah untuk mendirikan perusahaan melainkan membeli saham dengan tujuan untuk menjual kembali. 72 Draft Text OECD mengemukakan bahwa penanaman modal asing adalah : Every kind of aset owned or controlled, directly or indirectly, by an investor, including : (i) An enterprice (being a legal person or any other entity constituted or organized under the applicable law of the contracting party, whether or not to profit, and whether private or government owned or controlled, and includes a corporation, trust, partnership, sole proprietorship, branch joint venture, association or organitation); (ii) Share, stocks or other forms of euity participation in an enterprice, and right derived therefrom; (iii) Bonds, debentures, loans and other form of debt and rights derived therefrom; (iv) Right under contract, including turnkey, construction, management, production or revenue-sharing contract; (v) Claims to money and claim to performance; (vi) Rights conferred pursuant to law or contract such as concessions, licenses, authorization, and permits; (vii) Intellectual property right; (viii) And other tangible and intangible, movable and immovable property and any related property right, such as leases, morgages, liens and pledges; 73 Dari definisi atau pengertian yang dikemukakan diatas terlihat bahwa terdapat definisi yang begitu luas terhadap penanaman modal asing yang dikemukakan oleh OECD dalam Draft Text Perjanjian Multilateral di bidang penanaman modal, di dalamnya termasuk portofolio investment, debt instrument, intellectual property rights (Hak Kekayaaan Intelektual) dan contractual rights.
71
David kairupan., Loc. Cit. hlm. 19. Sentosa Sembiring., Loc. Cit., hlm. 41. 73 M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Op. Cit., hlm. 39.
72
Universitas Sumatera Utara
51
Definisi yang luas dapat mengakibatkan pertentangan dengan negara penerima modal asing (host country) tentang konsep penanaman modal asing. Penentuan definisi atau pengertian penanaman modal asing bukanlah didasarkan pada pendekatan secara akademis, tetapi berdasarkan pada aktivitas bisnis yang sama yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan multinasional. 74 Kecenderungan dari beberapa perjanjian internasional dalam bidang penanaman modal asing mencakup definisi yang luas bagi penanaman modal asing. Tujuan dari definisi yang luas adalah untuk menjamin bahwa perlindungan melalui perjanjian dapat diberikan bagi aktivitas sehubungan dengan penanaman modal asing. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pihak dalam perjanjian, untuk menegosiasikan apa yang menjadi lingkup dari penanaman modal asing tersebut.75 Negara pemilik modal (capital-exporting countries) biasanya mempunyai kepentingan perlindungan penanaman modal asing yang dilakukan oleh warga negaranya konsekuensinya bagi mereka membuat definisi yang luas sedapat mungkin dipakai, karena lebih menguntungkan. Sedangkan bagi negara penerima modal (capital-importing countries) secara tradisional menginginkan tetap mempertahankan sebesar mungkin kekuasaannya untuk mengatur penanaman modal asing. Oleh karena itu, negara penerima modal mendukung definisi yang sempit dari penanaman modal asing atau agar supaya dapat meminimalisasi kewajiban-kewajiban liberalisasi mereka dalam suatu perjanjian internasional. 76
74
Ibid, hlm. 43. Ibid. 76 Daniel D. Bradlow and Alfred Escher (Eds), Legal Aspect of Foreign Direct Investment, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid, hlm. 44. 75
Universitas Sumatera Utara
52
Sedangkan UUPM, dalam Pasal 1 angka 3, mendefinisikan “Penanaman Modal Asing” sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri”. Berdasarkan uraian ini maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing (foreign investment) tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan (joint venture), dimana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar negeri (foreign capital) dan modal yang sumbernya berasal dari dalam negeri (domestic capital).77 Modal didefinisikan sebagai aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis (Pasal 1 angka 7), sedangkan modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing (Pasal 1 angka 8). Batasan penanam modal asing yaitu perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 6). Pasal 2 UUPM mengatur secara tegas bahwa ketentuan dalam undangundang ini berlaku bagi penanaman modal disemua sektor di wilayah negara Republlik Indonesia. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal disemua sektor di wilayah
77
David Kairupan., Op. cit., hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
53
Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Namun demikian UUPM tidak memberikan definisi secara jelas apa yang dimaksud dengan “penanaman modal langsung (direct investment) dan “penanaman modal tidak langsung (indirect investment) atau “penanaman modal portofolio”. 78 Definisi keduanya dapat dijumpai dalam penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) yang menyebutkan bahwa : “...penanaman tersebut dapat dilakukan secara langsung, yakni oleh pemiliknya sendiri, atau tidak langsung, yakni melalui pembelian obligasiobligasi, surat-surat kertas perbendaharaan Negara, emisi-emisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka waktu sekurang-kurangnya satu Tahun.”
Uraian diatas menjelaskan bahwa penanaman modal asing sebenarnya adalah penanaman modal yang dilakukan oleh pihak asing (pemodal asing) atau pihak asing yang berpatungan dengan pihak lokal (penanam modal asing), dimana penanaman modal asing itu bersifat langsung dan tidak mencakup penanaman modal asing yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan usaha Indonesia.79 2. Dasar hukum penanaman modal asing di Indonesia Penanaman modal asing di Indonesia diatur dalam UUPMtentang Penanaman Modal yang merupakan pengganti dari undang-undang penanaman 78 79
David Kairupan., Op. Cit., hlm. 20. Ibid, hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
54
modal yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dan Undang –Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN). Berbeda dengan UUPMA dan UUPMDN yang melakukan pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, maka dalam undang-undang penanaman modal yang berlaku sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam satu kesatuan. Pengaturan
penanaman
modal
asing
berdasarkan
undang-undang
penanaman modal selanjutnya diatur dalam berbagai instrumen peraturan perundang-undangan
yang
sifatnya
cukup
kompleks,
karena
mencakup
pengaturan yang sifatnya multidimensi. Berikut adalah beberapa peraturan pelaksana dari UUPM yang perlu diperhatikan dalam pengaturan penanaman modal asing di Indonesia : a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah; b. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; c. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbukadengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; d. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;
Universitas Sumatera Utara
55
e. Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011 tentang TataCara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; f. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan tata Cara Permohonan Penanaman Modal; g. Peraturan Kepala BKPM Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana diubah dengan Peraturan Kepala BKPM Nomor 7 Tahun 2010; h. Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik; i. Peraturan Kepala BKPM Nomor 89/SK/2007 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Penanam Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; j. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Selain peraturan perundang-undangan yang mengatur secara langsung masalah penanaman modal sebagaimana disebutkan diatas, peraturan perundangundangan di bidang lainnya juga perlu diperhatikan, seperti peraturan yang mengatur masalah kewenangan pemberian izin sehubungan dengan penanaman modal, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, perpajakan, kepabeanan, pertanahan, alih teknologi (transfer of technology), persaingan usaha yang sehat, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, peraturan-peraturan yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
56
sektoral
seperti
telekomunikasi,
perhubungan,
industry,
perdagangan,
pertambangan, perkebunan, kehutanan, atau bahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. 80 Secara konteks aspek internasional, perangkat peraturan yang meratifikasi konvensi-konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dengan masalah penanaman modal juga perlu kiranya diperhatikan antara lain : a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang didalamnya mencakup kesepakatankesepakatan mengenai Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), Trade Related Aspects of Investment Measures (TRIMs), dan the General Agreement on Trade in Services (GATS); b. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1986 tentang Pengesahan Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency; c. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Award; d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement oh Investment Disputes between States and Nationals of Other States); serta, e. Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan kerjasama investasi dan perdagangan internasional lainnya yang bersifat bilateral
80
Ibid, hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
57
(Bilateral Investment Treaty) maupun multilateral (Asia Pasific Economic Cooperation, Asean Free Trade Agreement, Asean China Free Trade Agreement, Asean Comprehensive Investment Agreement). 3. Bentuk-bentuk kerjasama penanaman modal asing Apabila mengacu kepada pengertian Penanamanm Modal Asing dalam Pasal 1 angka 3 UUPM dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, dapat ditemukan dua bentuk penanaman modal asing, yaitu : a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Patungan adalah bersamasama mengumpulkan uang untuk suatu maksud tertentu; b. Langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiliki oleh warga Negara dan atau badan hukum asing. 81 Mengenai bentuk kerjasama penanaman modal asing, Ismail Sunny mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) macam bentuk kerja sama antara modal asing dan modal nasional, yakni : joint-venture, joint enterprise, dan kontrak karya. Selain ketiga bentuk kerja sama tersebut, masih terdapat juga bentuk lain yang dalam kenyataannya atau dalam praktik dilakukan oleh pemodal khususnya pemodal asing. Dengan kata lain, terdapat berbagai macam bentuk kerja sama yang dilakukan oleh para penanam modal khususnya penanam modal asing dengan pemodal nasional.
81
Salim, Budi SutrisNomor, Op. cit., hlm. 164.
Universitas Sumatera Utara
58
Berikut akan dijelaskan bentuk kerja sama tersebut masing-masing meskipun secara limitatif, yakni : 82 a. Joint-venture Suatu usaha kerja sama yang dilakukan antara penanam modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktuil), dimana tidak membentuk suatu badan hukum baru seperti halnya pada joint-enterprise. Beberapa bentuk joint-venture : 1) Technical assistance (service) contract Yaitu suatu bentuk kerja sama yang dilakukan antar pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau cara kerja (method). Misalnya, suatu perusahaan modal nasional sepanjang yang ingin memajukan atau meningkatkan produksinya. Membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan technical assistance dari perusahaan modal asing diluar negeri dengan cara pemabayaran dalam bentuk royalti yakni pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan. 2) Franchise and brand-use agreement Yakni suatu bentuk usaha kerja sama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti, Coca-Cola, 82
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta : Kencana, 2006),
hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
59
Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, Kentucky Fried Chicken, dan sebagainya. 3) Manajemen contract Yaitu suatu bentuk usaha kerja sama antara pihak modal asing dengan modal nasional menyangkut pengelolaan sautu perusahaan khususnya dalam hal pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim dipergunakan dalam
pembuatan
maupun
pengelolaan
hotel
yang
bertaraf
internasional oleh pihak Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri seperti, Hilton Internasional Hotel, Mandarin Internasional Hotel, dan sebagainya. 4) Build, Opertaion and Transfer (B.O.T) Yaitu suatu bentuk kerja sama yang relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerja sama antara para pihak di mana suatu objek dibangun, dikelola atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli. Misalnya, pihak swasta nasional mempunyai gedung atau bangunan mengadakan kerja sama dengan pihak luar negeri untuk membangun suatu Department Store ataupun Hotel dimana biaya pembangunan, perencanaan, pelaksnaan operasinya dilaksanakan oleh pihak asing dengan jangka waktu sesuai kerja sama lalu kemudian diserahkan kepada pihak nasional. b. Joint-enterprise Merupakan suatu kerja sama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu
Universitas Sumatera Utara
60
perusahaan atau badan hukum baru yang bertujuan menjalankan usaha di daerah tujuan investasi. Joint-enterprise merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing. Pasal 5 ayat (3) UUPM tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa : “penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbata dilakukan dengan : a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. Membeli saham; dan c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.” 83 c. Kontrak karya (Contract of Work) Merupakan suatu bentuk usaha kerja sama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum indonesia dan badan hukum ini megnadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yagn mempergunakan modal nasional. Bentuk kerja sama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti ; kontrak karya antara PT. Pertamina (persero) dengan PT. CaltecPasific Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Caltec International Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat. Besarnya imbalan tergantung pada kesepakatan kontrak karya tersebut. Perjanjian kontrak karya pengawasan (controle), manajemen, marketing, dan lain tindakan yang berhubungan dengan pengambilan, pengolahan, distribusi, dan penjualan barang yang diproduksi di Indonesia sepenuhnya ada di tangan pihak saing, dan boleh memindahkan hak83
Budiman Ginting, Mahmul Siregar, Bahan Kuliah hukum Investasi. Slide. 35.
Universitas Sumatera Utara
61
haknya itu kepada seorang subkontraktor dengan berdasarkan ketentuan dan hukum yang berlaku di Indonesia. d. Production sharing Suatu bentuk kredit untuk memenuhi kebutuhan akan modal dan alat perlengkapan dari luar negeri. Dinamakan production sharing atau bagi hasil, oleh karena kredit yang diperoleh dari pihak asing beserta bunganya akan dikembalikan dalam bentuk hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan nasional untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Dengan kata lain, production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama kredit antara modal asing denga pihak nasional yang memberikan kewajiban kepada pihak nasional untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Besarnya biaya dan investasi serta pemilikan teknologi untuk menjalankan usaha menjadi latar belakang diadakannya production sharing. Imbalan bagi hasil tergantung kepada kesepakatan kontrak (production sharing agreement). e. Penanaman modal dengan DICS-Rupiah Merupakan suatu bentuk campuran atau variasi antara kredit dann penanaman modal. Jika pada production sharing suatu perusahaan nasional memperoleh modala asing dalam bentuk kredit, maka dalam penanaman modal DISC-Rupiah ini kredit modal asing yang tidak dijamin pemerintah asing dan telah jatuh tempo dapat di ubah menjadi penanaman modal asing di Indonesia. Kebiijakan tersebut disebut Debt Investment Convertion Scheme (DISC).
Universitas Sumatera Utara
62
Oleh sebab itu, pelunasan utang-utang tersebut di atas, yang semula diperhitungkan berdasarkan valuta asing tetapi dibayar dengan rupiah terjadi dengan DISC-Rupiah yang merupakan kertas perbendaharaan negara berbunga 3% seTahun. f. Penanaman modal dengan kredit investasi Kredit luar negeri via kredit investasi menjadi modal nasional yang setelah bergabung dengan modal asing dalam joint venture dapat digolongkan sebagai penanaman modal asing. Bentuk ini banyak dilakukan oleh pemodal dalam negeri untuk membiayai setiap proyeknya yang ada di Indonesia. g. Portofolio investment Penanaman modal yang dilakukan melalui pembelian saham atau efek suatu perusahaan yang sudah berdiri, melalui bursa saham atau bursa efek.84 Pendapatan yang diharapkan lebih bersifat jangka pendek dalam bentuk capital gain yang diperoleh pada saat penjualan efek tersebut dan bukan pendapatan yang bersifat regular. Investor dalam portofolio investment tidak terlibat dalam manajemen perusahaan sehingga tidak terkait langsung denga risiko kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan target atau perusahaan dimana investasi tersebut dilakukan, melainkan lebih dikaitkan dengan risiko pasar dari efek yang di beli. 85 4. Teori-teori penanaman modal asing Hal yang penting dalam perkembangan penanaman modal asing adalah perkembangan dari banyaknya terori-teori yang mencoba menjelaskan mengapa 84 85
Budiman Ginting, Mahmul Siregar., Ibid. David Kairupan., Op. cit., hlm. 75.
Universitas Sumatera Utara
63
perusahaan penanaman modal menjadi isu utama dalam penanaman modal asing, mengapa perusahaan multinasional atau penanam modal memilih satu dari beberapa negara yang dijadikan lokasi bagi aktivitas bisnis penanam modal dan mengapa mereka menggunakan suatu model khusus untuk masuk kedalam suatu negara penerima modal (host country). Teori-teori ini juga menjelaskan mengapa beberapa negara lebih berhasil dibandingkan negara lain dalam menarik penanaman modal asing ke negaranya. 86 Teori-teori ini telah memainkan peranan yang penting dalam pembentukan rezim hukum penanaman modal asing baik secara nasional maupun internasional. 87 Pertentangan teori-teori penanaman modal asing telah memengaruhi pembentukan hukum penanaman modal. Semua teori memusatkan perhatiannya pada pembanguna ekonomi negara penerima modal (host country), khususnya Negara berkembang. Para ahli hukum yang membuat perlindungan bagi penanaman modal asing bersandar pada teori-teori ekonomi yang mengutamakan pengaruh pengaruh positif dari penanaman modal asing dalam pembangunan ekonomi. Pembentukan prinsip-prinsip hukum penanaman modal asing tidak dapat terlepas
dari
pertimbangan-pertimbangan
teori-teori
ekonomi
mengenai
penanaman modal asing. 88 Sornarajah menyebutkan terdapat 3 teori dalam penanaman modal asing yaitu :
89
86
Imad A. Moosa, Foreign Direct Investment, Theory, Evidence and Practice, (dalam) An An Chandrawulan., Op. cit., hlm. 56. 87 Sheriff H. Seid, Global Regulation of Foreign Direct Investment, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. 88 Ibid. 89 M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid.
Universitas Sumatera Utara
64
a. Teori Klasik dan Neo Klasik (The Clasiccal and Neo Classical Theory on Foreign Investment) Teori ekonomi klasik dalam penanaman modal asing menyatakan bahwa penanaman modal asing secara keseluruhan menguntungkan ekonomi negara penerima modal. Terdapat beberapa faktor yang mendukung pandangan teori klasik dan neo klasik ini, yaitu : 90 Pertama, merupakan fakta bahwa modal asing yang dibawa ke negara pemilik modal menjamin bahwa modal nasional/domestik yang tersedia
dapat
digunakan
untuk
kepentingan
pembangunan
dan
kepentingan masyarakat. 91 Masuknya modal dan penanaman modal asing kembali oleh penanam modal asing yang bersala dari keuntungan yang tidak dikembalikan ke negaranya, akan meningkatkan tabungan dari negara penerima modal (host country). Penghasilan pemerintah melalui pajak meningkat dan pembayaran-pembayaran lain juga akan menigkat. 92 Lebih jauh lagi, modal asing yang masuk ke negara penerima modal mengurangi pembatasan neraca pembayaran dari negara penerima modal. Secara umum, penanaman modal meningkatkan aktifitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, penanam modal asing biasanya membawa serta teknologi yang terdapat dinegara pemilik modal dan menyebarkan teknologi tersebut di dalam negara penerima modal.
90
Kojima K, Japanese and American Direct Investment in Asia :A Comparative Analysis dalam An An Chandrawulan., Ibid. 91 M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 57. 92 Sheriff H. Seid (dalam) An An Chandrawulan., Ibid.
Universitas Sumatera Utara
65
Ketiga, dengan masuknya modal asing berarti terciptanya lapangan kerja baru. Tanpa penanaman modal asing kesempatan untuk bekerja tidak akan didapat. Keempat, pekerja-pekerja yang dipekerjakan pada perusahaan penanaman modal asing akan mendapat keahlian sehubungan dengan teknologi yang dibawa dan diperkenalkan oleh penanam modal asing. Keahlian dalam bidang manajemen dari proyek-proyek besar akan beralih kepada tenaga ahli lokal. Kelima, fasilitas-fasilitas infrastruktur akan dibangun baik oleh pemerintah maupum perusahaan penanaman modal asing dan semua fasilitas seperti transportasi, kesehatan, pendidikan yang diperuntukan bagi penanaman modal asing akan juga bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Sherif H. Seid menyebut teori klasik ini sebagai teori Neo-Klasik (Neo-Classical Economic Theory) yaitu suatu teori yang merupakan alat penggerak di belakang globalisasi bagi liberalisasi rezim perdagangan dan penanaman modal. Teori ini telah berperan penting dalam perdebatan tentang pengaturan penanaman modal secara global. Tidaklah mudah mengemukakan secara pasti mengenai definisi dari teori ini, tetapi teori ini sebenarnya didasarkan kepada teori kegunaan atau utility dari Jeremy Bentham Tahun 1870-an, dan dari teori ekonomi Alfred Marshal Tahun 1879. Teori neo-klasik ini mengemukakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
66
penanaman modal asing memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan ekonomi negara penerima modal (host country).93 Pendapat sangat mendasar dari teori neo-klasik adalah bahwa penanaman modal asing khususnya negara berkembang, memainkan peranan sebagai tutor. Penanaman modal asing menggantikan fungsi produksi yang lebih rendah di negara berkembang denga produksi yang lebih maju dari negara industri yang masuk melalui alih teknologi, keahlian manajemen dan pemasaran, informasi pasar, pengalaman organisasi, penemuan-penemuan produk baru dan teknik-teknik produksi, serta pelatihan-pelatihan pekerja. 94 Pendukung teori neo-klasik ini lebih jauh lagi berpendapat bahwa penanaman modal asing meningkatkan persaingan
di bidang industri
dengan pengembangan produktivitas. Penanaman modal asing dapat juga memperluas pasar bagi produsen negara penerima modal untuk memasarkan barang-barangnya ke pasaran dunia, membawa pada persaingan yang lebih besar dan kesempatan untuk pengalihan teknologi. Teori neo-klasik telah memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi prinsip dasar dari hukum internasional dalam bidang penanaman modal asing. Kebanyakan perjanjian bilateral di bidang penanaman modal di antar negara-negara percaya bahwa masuknya penanaman modal asing akan mendorong pembangunan ekonomi dan membawa kemakmuran ekonomi Negara mereka.
93
C.F. Bergten, T. Horst, T and T.H.Moran, American Multinationals and American Interest (dalam) An An Chandrawulan, Ibid. hlm. 58. 94 Kojima, International Trade and Foreign Investment : Substitutes or Complement? (dalam) An An Chandrawulan., Ibid.
Universitas Sumatera Utara
67
Secara konteks perdagangan internasional, suksesnya ekonomi liberal tercermin dengan adanya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan beberap persetujuan baru yang berkaitan denga hak kekayaan intelektual (TRIPs), bidang jasa (GATS) dan bidang penanaman modal (TRIMs). Hal ini menandakan bahwa begitu besar keterlibatan organisasi perdagangan dunia dalam penanaman modal. 95 Keterlibatan bank dunia dan IMF sehubungan dengan teori klasik dan neo-klasik terlihat dengan adanya program pinjaman (loan) bagi Negara berkembang yang merupakan ide dari liberalisasi ekonomi. Tujuan dibentuknya “The Washington Consensus” melambangkan dan menjadi contoh bahwa kedua lembaga yaitu bank dunia dan IMF yang bertindak bersama-sama pemerintah Amerika Serikat dalam mengenakan syarat dalam membantu negara-negara berkembang berdasarkan pada tujuan paham ekonomi liberal. 96 Theodore H. Moran, dalam bukunya “Foreign Direct Investment and Development” menyebut teori klasik dan teori ekonomi neo-klasik dengan The Benign Model of Foreign Direct Investment. Moran menggambarkan bahwa penanaman modala asing akan membantu negara penerima
modal
dalam
memecahkan
masalah
keterbelakangan
pembangunan, rendahnya tingkat produktivitas yang mengakibatkan rendahnya upah, rendahnya tabungan masyarakat, dan rendahnya tingkat penanaman modal. Penanaman modal asing dapat memecahkan masalah
95 96
M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 59. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
68
ini dengan membantu memberikan keahlian manajemen yang efektif, pemasaran dan teknologi yang menigkkatkan produktivitas. 97 Penentang teori klasik dan teori ekonomi neo-klasik telah memaparkan bahwa selain terdapat beberapa keuntungan dari penanaman modal asing, sebenarnya terdapat juga beberapa dampak negatif dari masuknya penanaman modal asing dari negara pemilik modal yaitu misalnya tekologi yang dibawa kenegara berkembang biasanya teknologi yang sudah tidak lagi dipakai di negara penanam modal. Hal ini disebabkan di negara pemilik modal sudah ditemukan teknologi baru untuk
memproduksi
barang-barang
yang
dipindahkan
ke
negara
berkembang. Teknologi yang lama kadang-kadang standar keselamatannya lebih rendah dan dapat membahayakan masyarakat di negara penerima modal (host country). Penanaman modal asing tidak selalu bermanfaat bagi negara penerima modal. Dalam berbagai kasus terdapat kerusakan lingkungan, termasuk polusi pada sungai dan air, perusakan terhadap sektor perikanan dan pertanian, mengganggu penduduk lokal dan menghancurkan kesehatan para pekerja dan penduduk setempat. 98 Salah satu kasus yang paling terkenal yang diakibatkan oleh penerapan teknologi yang berbahaya yang dibawa oleh penanam modal asing adalah kasus kecelakaan reaktor nuklir Bhopal di India. Kebocoran gas radioaktif diakibatkan oleh kelalaian pada waktu pabrik didirikan oleh perusahaan
97
Malcolm Cillis, et. al., Economic of Development (dalam) An An Chandrawulan, Ibid.
hlm 60. 98
D.N. Smith, Foreign Investment in National Resources : What Can Go Wrong, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 61.
Universitas Sumatera Utara
69
Amerika, Union Carbide yang menghancurkan kehidupan dan harta benda yang sangat besar. 99 b. Teori Kebergantungan (The Depedency Theory) Teori ini didasari oleh pemikiran Marxis dan Engels yang menyatakan bahwa capitalist development is a process that take place in a similar fashion in one country after another. Teori ini dipopulerkan oleh ahli-ahli ekonomi dan filsafat politik Amerika Latin. Teori ini disasarkan pada banyaknya penanaman modal asing yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan multinasional yang berkantor pusat di negara maju dan beroprasi melalui anak-anak perusahaannya di negara berkembang. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan multinasional dalam menanamkan modalnya di negara berkembang dengan kebijakan global hanyalah untuk kepentingan induk perusahaan dan pemilik saham dari perusahaan multinasional tersebut yang berada di negara penanam modal. negara pemilik modal menjadi sentral ekonomi di dunia, sedangkan negara-negara berkembang
melayani
kepentingan
dari
negara
pemilik
modal.
Pembangunan menjadi tidak mungkin dalam suatu negara berkembang sebagai pelaku ekonomi yang tidak penting kecuali dapat mengubah situasi dengan negara berkembang menjadi pusat ekonomi melalui penanaman modal asing. 100 Keuntungan-keuntungan yang mengalir ke negara penanam modal sebagai hasil dari penanaman modal asing hanyalah menguntungkan kelas elit di negara berkembang, mereka telah siap bekerja sama dengan 99
M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. Ibid.
100
Universitas Sumatera Utara
70
penanam modal asing. Pelanggaran hak asasi sebagai akibat beroperasinya perusahaan multinasional harus diatur dalam suatu peraturan perundangundangan. Tindakan-tindakan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah negara penerima modal dengan mengizinkan penanaman modal asing melalui kerja sama kelihatannya telah gagal. Penanam modal asing dapat menghalangi atau menggagalkan usaha pengawasan melalui kerja sama mereka dengan kelas elit.101 Menurut teori kebergantungan, penanaman modal asing di negara berkembang tidak menghasilkan pembangunan ekonomi yang berarti. Penanaman modal asing menahan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pemasukan di negara penerima modal. Perkembangan ekonomi negara berkembang dirasakn lamban karena berbagai alasan. Pertama, penanamann modal asing langsung yang banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional dan bahwa
perusahaan
multinasional biasanya megakkan kebijakan global bagi kepntingan negara-negara maju yang kantor pusat dan pemilik sahamnya berada di negara pemilik modal. Negara pemilik modal dari penanaman modal asing menjadi pusat ekonomi dan negara-negara penerima modal hanya sebagai pelayan ekonomi yang tidak penting bagi pusat ekonomi. 102 Kedua, masuknya atau mengalirnya modal ke negara berkembang, terdapat ketentuan bahwa modal yang ditanam dan keuntungan yang diperoleh di negara penerima modal asing dapat dikembalikan ke negaranya. Berdasarkan ketentuan ini, dalam praktik penanaman modal 101
M.M. Pearson, Joint Ventures in the Peoples Republic of China, The Control of Foreign Direct Investment Under Socialism, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 62. 102 M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid.
Universitas Sumatera Utara
71
asing mengembalikan baik modal asal maupun keuntungan dua kali lipat dari modal yang mereka bawa. Ketiga, penanam modal asing menggunakan kekayaan alam tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan setempat, sebagai akibatnya mereka kehilangan pekerjaan dan mengalami kebangkrutan. Penanaman modal asing menciptakan dominasi terhadap elit politik atau terhadap kelompok elit yang membuat kebijakan-kebijakan dan membuat peraturan-peraturan hukum yang lebih melindungi kepentingan penanam modal asing dan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat. Penanaman modal asing berdasarkan dependency theory (teori kebergantungan) hanya menguntungkan perusahaan multinasional dan membuat kebergantungan
negara
berkembang
dalam
membangun
ekonominya bergantung kepada penanaman modal asing dan tidak bermanfaat bagi negara penerima modal. Pada kenyataannya, di negaranegara berkembang, penanaman modal menjadi sumber pendanaan yang penting bagi pembanguna proyek-proyek besar. Lebih jauh lagi, keberadaan teori kebergantungan dalam penanaman modal asing langsung tetap dipertahankan di era globalisasi ini. 103 c. Teori penengah (The Middle Path Theory) Teori ini muncul sebagai reaksi dari negara-negara berkembang dalam mengubah pandangannya pandangannya terhadap perusahaan multinasional. Negara-negara berkembang mulai percaya diri dalam menghadapi perusahaan multinasional dan perusahaan multinasionalpun
103
Ibid., hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
72
meninggalkan perannya sebagai alat dari kebijakan luar negeri negara pemilik modal. Teori penengah ini dikenal juga sebagai teori yang mengedepankan peran pemerintah atau negara dalam melakukan strategi pembangunan ekonomi khususnya di negara-negara berkembang. Teori ini dikenal dengan State/Government Intervention Theory.104 Intervensi negara yang efektif saat ini dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suksesnya intervensi ekonomi. Terdapat beberapa alasan yang secara teori menjelaskan mengapa intervensi negara diperlukan untuk transformasi ekonomi. Salah satu alasannya adalah bahwa intervensi negara disyaratkan untuk memperbaiki kegagalan pasar, yaitu ketidakmampuan suatu ekonomi pasar untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan adanya intervensi negara, negara akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi ketidakmampuan dalam menyediakan barang-barang yang dibutuhkan, mengontrol stabilitas ekonomi. Intervensi negara juga diperlukan apabila pasar gagal memenuhi dan memperngaruhi industri serta pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pada saat seperti ini sektor swasta tidak dapat memulai industrialisasi karena kurangnya modal, tidak dapat mengambil risiko berkaitan dengan pasar modal yang kurang maju dan tidak efisien. Alasan lain diperlukannya intervensi negara khususnya negaranegara berkembang adalah bahwa ketertinggaln industrialisasi tidajk mungkin diperbaiki tanpa intervensi negara yang efektif. Industrialisasi
104
Sherif H. Seid (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 65.
Universitas Sumatera Utara
73
akan tumbuh hanya dengan meminjam teknologi dari industri negara maju. Oleh karena itu, pemerintah harus melindungi dan mensubsidi industri domestik agar mereka bisa berkembang dan menembus serta bersaing dipasar internasional. Hal yang membuat intervensi negara efektif, bergantung kepada masing-masing karakter negara yang berbeda dalam perkembangannya. Misalnya, apa yang dilakukan Malaysia atau Taiwan akan berbeda dengan yang dilakukan pemerintah Jerman atau Amerika Serikat. Setiap negara punya ciri khas yang unik. Bank Dunia telah membuat suatu kajian terhadap keterlibatan negara dalam pembangunan ekonomi dan membuat suatu kerangka dasar yang dapat diikuti oleh setiap negara. 105 Berdasarkan kajian ini, terdapat 2 tingkatan proses efektifnya keterlibatan satu negara dalam pembangunan ekonominya. Tahap Pertama adalah adanya kesesuaian antara peran negara dan kapasitasnya (kemampuan negara yang bersangkutan). Negara harus fokus pada kemampuan menjalankan tugasnya dan mengambil keputusan yang tepat. Kajian Bank Dunia terhadap peran negara dalam pembangunan ekonomi menghasilkan 5 hal yang mendasar yang merupakan inti bagi setiap misi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Kelima dasar tersebut adalah :106 1) Meletakkan dasar hukum yang tepat (Establishing a foundation of law);
67.
105
World Bank, Global Development Finance, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid., hlm.
106
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
74
2) Menjalankan kebijakan yang tidak merusak ekonomi , termasuk struktur ekonomi makro (Maintaining a nondistortionary policy, including macro economic stability); 3) Menekankan kebijakan penanaman modal di sektor jasa untuk kepentingan umum yang sifatnya dasar dan sektor unfrastruktur (investing in basic social services and infrastructure); 4) Melindungi pelaku ekonomi kecil (lemah) (protecting the vulnerable); dan 5) Melindungi lingkungan (protecting the environment). Tahap kedua dari langkah yang efektif dalam keterlibatan negara dalam pembangunan ekonomi adalah meningkatnya kemampuan negara dengan membentuk institusi publik yang mendorong pembangunan. Hal ini dilakukan melalui pembuatan peraturan-peraturan yang efektif dan membatasi/melarang tindakan-tindakan pemerintah yang bertentangan dengan pembangunan dan memerangi korupsi yang melampaui batas. Institusi yang dibentuk harus lebih meningkatkan efisiensi, meningkatkan peran sebagai institusi negara, meningkatkan pembayaran dan insentif, dan membuat negara lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan warganya, serta membawa pemerintah dekat kepada partisipasi rakyat yang lebih besar dan desentralisasi. 107 Pembuatan peraturan berdasarkan pada teori penengah merupakan suatu faktor yang nyata. Hal ini sangat mempengaruhi pengaturan penanaman modal asing. Apabila terdapat persaingan permodalan antara 107
World Bank (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 68
Universitas Sumatera Utara
75
perusahaan-perusahaan multinasional, negara harus menjamin pengaturan atau kebijakan yang dibuat lebih terbuka atau tidak merugikan. Karena peran negara sangat besar dalam penanaman modal asing melalui berbagai pengaturan baik waktu penanaman modal asing masuk ke negara tersebut hingga beroperasi di negara tersebut. Semua penanaman modal harus dilindungi melalui
standar minimum internasional yang tidak hanya
merupakan tujuan saja tetapi harus diterapkan dalam pengaturan negara bahwa semua penanaman modal asing berhak akan suatu standar perlindungan minimum. 108 Selain ketiga teori tersebut di atas, tedapat juga teori-teori penanaman modal asing lain yang didasarkan kepada struktur pasar dan keuntungan perusahaan multinasional dan penanaman modal asing. Teori-teori ini antara lain menganalisis dan memberikan hipotesa apa yang menjadi pertimbangan suatu perusahaan menanamkan modal di negara lain di luar negaranya, bagaimana mereka mendapatkan keuntungan dari penanaman modal tersebut dan bagaiman mereka dapat mengawasi teknologi dan hak-hak intelektual lainnya yang dioperasikan di negara lain dan produksinya dipasarkan di negara lain. 109 Adapun teori-teori tersebut adalah pertama, teori berdasarkan asumsi pasar yang sempurna (theories Assuming Perfect Market). Teori ini didasarkan pada 3 hipotesis, yaitu : 110 1. The Differential Rate of Return Hypothesis (Hipotesa perbedaan nilai keuntungan);
108
M. Sornarajah, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 69. Theodore H. Moran (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. 110 Agarwall J.P., Determinants of Foreign Direct Investment: A Survey, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. 109
Universitas Sumatera Utara
76
2. The
Portofolio
Diversification
Hypothesis
(Hipotesa
diversifikasi
portofolio); dan 3. The Market Size Hipothesis (Hipotesa besar kecilnya pasar). Kedua, teori berdasarkan asumsi pasar yang tidak sempurna (Theories Assuming Imperfect Markets). Hymer menyatakan bahwa struktur pasar dan karakteristik yang khusus dari perusahaan penanaman modal asing dapat menjelaskan adanya penanaman modal asing. 111
C. Hubungan Kedaulatan Negara dan Penanaman Modal Asing Jika berbicara mengenai penanaman modal modal asing tentu tidak bisa terlepas dari kedaulatan negara, keduanya memiliki hubungan kausalitas. Penanaman modal dilakukan diatas tanah suatu negara yang berdaulat. Dengan masuknya penanaman modal asing ke suatu negara maka secara tidak langsung negara yang berdaulat tersebut menyerahkan sebagian dari kedaulatan Negaranya untuk dikuasai dan diusahakan oleh penanam modal asing tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya, kedaulatan negara meliputi kedaulatan kedalam (internal) dan kedaulatan keluar (eksternal). Kedaulatan kedalam merupakan kedaulatan negara terkait dengan yurisdiksi negara untuk mengatur dan menegakkan hukum di dalam wilayah negara, termasuk didalamnya adalah mengatur masalah investasi asing di dalam wilayah negara tersebut. International Law Association pada Kongres di Seoul pada Tahun 1986 menerima dengan suara bulat bahwa kedaulatan Negara atas sumber daya alam dan kegiatan-kegiatan ekonomi di wilayah hukum mereka merupakan asas hukum internasional yang 111
S.H. Hymer, The International Operation of National Firms: A Study of Direct Foreign Investment, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 70.
Universitas Sumatera Utara
77
harus dipatuhi oleh negara-negara. Konsep mana sebenarnya telah lama dikemukakan oleh Jean Bodin yang menegaskan bahwa sovereignty as the absolut and perpetual power bagi suatu negara. 112 Dengan demikian kedaulatan adalah bersifat mutlak dan abadi bagi suatau negara. Seperti juga dikemukakan oleh Oppenheim-Lauterpacht
bahwa
kedaulatan
adalah
konsep
yang
sangat
fundamental dalam suatu negara. Hanya dengan adanya kedaulatanlah suatu negara dikatakan merdeka. Tanpa kedaulatan yang harus dihormati oleh negara lain, maka tidak artinya suatu negara. 113 Dalam berbagai perundingan dan kesepakatan internasional yang membahas mengenai penanaman modal, isu kedaulatan negara merupakan isu yang selalu masuk di dalam pembahasan. Bahkan merupakan perdebatan yang pertama kali muncul dalam perundingan tentang persetujuan perdagangan yang terkait dengan peraturan penanaman modal multilateral. Kedaulatan negara untuk menentukan sendiri kegiatan ekonomi di wilayah yurisdiksinya sudah sejak lama ditreima dalam hukum internasional. Kedaulatan yang permanen ini dijamin pelaksanaannya dalam resolusi Majelis umum PBB Nomor 3281 (XXIX) tanggal 12 Desember 1974 tentang Charter of Economic Rights and Duties of State. Article 2 (1) Resolusi ini menyebutkan : ”every state has and shall freely exercise full permanent sovereignty, including possession, use and diposal, over all its wealth, natural resources and economic activity.”
157.
112
Jean Bodin, Six Books of the Commenwealth (dalam) Mahmul Siregar, Op. Cit. hlm.
113
Oppenheim – Lauterpacht, International Law (dalam) Mahmul Siregar, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
78
Panel penyelesaian sengketa GATT yang memeriksa perkara-perkara terkait dengan TRIMs, dalam setiap penyelesaian sengketa, panel menjelaskan bahwa panel tidak bermaksud untuk menguji kedaulatan negara dalam mengatur investasi asing di wilayah teritorialnya, hanya saja panel memeriksa apakah kedaulatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan kewajiban internasional dari negara bersangkutan berdasarkan GATT.114 Namun, dapat dipahami juga bahwa sebesar apapun penghormatan hukum internasional terhadap kedaulatan suatu negara, bukanlah berarti pelaksanaan kedaulatan tersebut tidak mempunyai batasan-batasan.
Kedaulatan negara
dibatasi oleh kedaulatan negara lain dan juga kewajiban negara pemilik kedaulatan yang ditetapkan berdasarkan perjanjian-perjanjian internasional. 115 Kedaulatan negara-negara berkembang untuk menata sendiri kegiatan investasi asing di wilayah hukumnya tidak bisa dipergunakan sekehendak hati penguasa di negara-negara berkembang, akan tetapi pelaksanaannya harus memperhatikan
kesepakatan-kesepakatan
internasional
dari
negara-negara
berkembang tersebut. Oleh karena masalah investasi asing di dalamnya terkait masalah-masalah perdagangan internasional, maka pelaksanaan kedaulatan di bidang investasi asing tersebut harus memperhatikan ketentuan-ketentuan internasional dibidang investasi dan perdagangan yang sudah disepakati oleh pemerintah negara-negara berkembang. 116 Kewenangan untuk mengatur kegiatan investasi asing diakui dalam berbagai resolusi PBB sebagai kedaulatan permanen dari negara host country. Namun kedaulatan tersebut harus diterapkan sesuai dengan kewajiban host 114
Ibid, hlm. 159. Ibid. 116 Ibid. 115
Universitas Sumatera Utara
79
country berdasarkan perjanjian internasional. Dengan demikian perjanjian internasional adalah salah satu cara untuk membatasi penerapan kedaulatan. Berkaitan dengan masalah investasi asing, maka piranti perjanjian internasional di bidang investasi asing dapat dipergunakan untuk tujuan membatasi kedaulatan host country.117 Inilah yang dilakukan oleh negara-negara maju terhadap negaranegara host country yang dalam hal ini adalah Negara-negara berkembang yang mempertahankan konsep kedaulatan, untuk membatasi keleluasaan host country menetapkan kebiajakan terhadap investasi asing serta untuk memastikan perlindungan maksimum pada perusahaan investasi asing, negara-negara home country pada umumnya mengunakan berbagai kesepakatan internasional baik yang sifatnya regional maupun bilateral dalam investasi asing. 118 Sebagian dari kedaulatan negara untuk mengatur investasi asing telah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan GATT dan WTO . Saat ini dalam kerangka WTO setidaknya ada dua instrumen yang membatasi kedaulatan negara dalam menentukan kebijakan investasi asing, yakni Agreement on Trade Related Investment Measures dan General Agreement on Trade in Services. Agreement on TRIMs tidak membenarkan negara mengeluarkan kebijakan penanaman modal asing yang dapat mengganggu perdagangan internasional. Syarat-syarat penanaman modal seperti kandungan lokal, keseimbangan perdagangan, pembatasan akses valuta asing maupun pembatasan ekspor dilarang secara hukum, terlepas apakah persyaratan tersebut dibutuhkan oleh negara untuk kepentingan pembangunan ekonominya. Fleksibilitas untuk menghindar hanya dibenarkan jika sebuah negara mengalami kesulitan neraca pembayaran. Negara 117
Ibid, hlm 170. William D. Verwey and N.J. Scrijver, “The Taking of Foreign Property Under International Law ; A New Legal Perspective” (dalam) Mahmul Siregar, Ibid, hlm. 170. 118
Universitas Sumatera Utara
80
dengan demikian telah menyerahkan sebagian dari kedaulatannya untuk mengatur kebijakan penanaman modal asing kepada WTO sebagai organisasi multilateral. 119 Agreement on TRIMs tidak ditujukan untuk membatasi seluruh kebijakan penanaman modal asing yang ditetapkan pemerintah negara host country. Sebagian besar kedaulatan menetapkan persyaratan investasi masih dimiliki oleh pemerintah host country. GATS kemudian mempersempit kedaulatan negara untuk menentukan sendiri kebijakan penanaman modal di sektor jasa, yang belum tercakup dalam Agreement on TRIMs. GATS membatasi kedaulatan negara untuk menetukan kebijakan investasi menyangkut pembatasan jumlah pemasok jasa, dan pembatasan jumlah personil yang dibutuhkan oleh perusahaan asing dalam penyediaan jasa di wilayah negara host country. GATS juga membatasi ruang bagi negara untuk melindungi penyedia jasa domestik yang umumnya dilakukan pemerintah host country melalui perlakuan yang lebih baik terhadap investor / investasi jasa domestik. 120 Dari konsep penanaman modal diatas, terlihat adanya suatu gambaran bahwa negara tersebut sedang menjual wilayah atau kedaulatannya padahal yang terjadi bukanlah demikian, karena kegiatan penanaman modal justru dilaksanakan guna percepatan pembangunan suatu negara dikarenakan negara belum memiliki kemampuan untuk mengolah sumber daya yang ada. Pembangunan suatu negara tidak terkecuali pembangunan di Indonesia, baru dapat terlaksana jika didukung oleh dana (modal pembangunan) yang cukup dan memadai, dana tersebut biasanya biasanya berasal dari tabungan dalam negeri (domestic) namun apabila tabungan tersebut tidak memadai sedangkan pembangunan harus tetap dan cepat 119 120
Ibid, hlm. 182. Mahmul Siregar., Op. Cit., hlm. 182.
Universitas Sumatera Utara
81
berjalan maka untuk menutupi kekurangan tersebut dapat menggunakan sumber dana dari luar negeri, baik berupa bantuan luar negeri maupun penanaman modal asing (PMA). Oleh karena itu, sebenarnya penanaman modal asing merupakan suatu kebutuhan untuk pelaksanaan dan percepatan pembangunan suatu negara dan keterkaitannya dengan kedaulatan tentu tidak dapat dihindarkan. 121 Reduksi secara signifikan terhadap kedaulatan negara dalam menetapkan kebijakan investasi asing akan terjadi bila perundingan tentang multilateral framework
on
investment
berhasil
melarang
hambatan-hambatan
dalam
persyaratan penanaman modal. Jika hal ini dilarang dengan mekanisme pelarangan secara umum (general prohibition), maka jelas ruang gerak terhadap pilihan kebijakan negara host country akan hilang. Liberalisasi agresif yang diinginkan negara maju, akan semakin mempersempit negara-negara berkembang dalam mempergunakan kedaulatannya untuk menentukan kebijakan investasi asing.122
121 122
H. Abdul Manan., Op. cit., hlm.132-133. Ibid, hlm.187.
Universitas Sumatera Utara