29
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA JUAL BELI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT DI PKS KWALA SAWIT PTPN II TANJUNG MORAWA
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut KUH Perdata Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undangundang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUH Perdata di atas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu: 1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. 2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.31
31
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni,1986), hal. 181. 29
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.32 Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.33 Unsur yang terkandung dalam defenisi tersebut adalah : a. Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar ”.34 Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah
32
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hal. 49. 33 Ibid. 34 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
31
menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundangundangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.35 Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari sipenjual kepada sipembeli. KUH perdata BW mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tetap, dan barang tak bertubuh (piutang, penagihan, atau claim), maka menurut KUH Perdata BW juga ada tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing jenis barang tersebut yaitu: 1. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 612 KUH Perdata yang berbunyi: “Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alas an hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”. Dari ketentuan di atas dapat dilihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada dalam suatu gudang, hal mana suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedangkan apabila barangnya sudah berada didalam kekuasaan pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal dengan nama traditio “brevi
35
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 127.
Universitas Sumatera Utara
32
manu” yang berarti penyerahan dengan tangan pendek. 2.
Untuk barang tetap (tidak bergerak) penyerahan dilakukan dengan perbuatan balik nama (overschrijving) di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut pasal 616 dihubungkan dengan pasal 620 KUH Perdata. Pasal 616 menyatakan bahwa: “Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620”. Pasal 620: “Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud diatas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpa hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan barada dan dengan membukukannya dalam register.” Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan mencatat didalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor dari register yang bersangkutan.
3. Penyerahan barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cessie” sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata BW yang berbunyi: “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya
Universitas Sumatera Utara
33
dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan menyerahkan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”. Dalam perjanjian jual beli, para pihak sepakat untuk melakukan jual-beli, namun para pihak yang berjanji dikatakan telah mengikatkan diri apabila mereka telah melakukan apa yang diwajibkan kepadanya, dan ketika ada salah satu pihak yang tidak melakukan kewajibannya, maka akan menimbulkan wanprestasi yang berakibat kerugian bagi pihak yang lainnya. Ketika suatu barang yang diperjualbelikan belum diserahkan atau belum berada dibawah penguasaan pembeli, harus dilihat terlebih dahulu apa yang menjadi penyebabnya, apakah masih dalam proses pengiriman, apakah ada hal-hal forje majeure yang mendasarinya ataukah ada unsur penipuan / penggelapan yang berujung pada pidana. Selain itu, para pihak yang berjanji dapat dikatakan tidak mengikatkan diri ketika pada akhirnya mereka tidak dapat melakukan apa yang telah diperjanjikan itu sehingga berakibat pada batalnya perjanjian tersebut. Ketentuan pasal 1458 KUH Perdata ini menetapkan bahwa kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli dalam hal benda yang akan diperjual belikan dan juga harganya merupakan suatu pertanda yang sah secara hukum bahwa perjanjian jual beli tersebut dipandang telah terjadi, meskipun benda yang diperjual belikan belum
Universitas Sumatera Utara
34
diserahkan pihak penjual kepada pihak pembeli dan harga benda tersebut belum di bayar pihak pembeli kepada pihak penjual. Kesepakatan yang dimaksud disini adalah suatu kesepakatan yang dinyatakan oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang ditentukan baik secara lisan maupun secara tulisan.36 Pernyataan sepakat yang diberikan oleh para pihak secara lisan dalam suatu perjanjian jual beli tentunya harus didukung oleh alat bukti yang sah yakni saksi minimal 2 (dua) orang agar pemberian pernyataan kata sepakat tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila pemberian pernyataan kata sepakat tersebut tidak didukung oleh saksi-saksi maka kedudukan hukum pernyataan sepakat yang diberikan secara lisan itu dipandang lemah apabila terjadi perselisihan dikemudian hari. Didalam pasal 1320 KUHPerdata syarat sahnya suatu perjanjian adanya kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut tidaklah menyinggung tentang adanya saksi, Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu perjanjian jual beli sebaiknya dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis berupa akta yang didalamnya memuat kesepakatan dalam pelaksanaan jual beli suatu benda dan memuat segala hak dan kewajiban baik penjual maupun pembeli. Istilah akta merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu acta, dalam
36
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal 36.
Universitas Sumatera Utara
35
bahasa Prancis disebut dengan acte, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah deed. Akta adalah surat atau tulisan yang berupa suatu dokumen formal.37 Menurut Abdullah Hasan akta adalah suatu pernyataan tertulis yang merupakan kehendak para pihak yang dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam pasal hukum.38 Menurut pasal 1866 KUHPerdata alat – alat bukti terdiri atas, bukti tulisan, bukti dengan
saksi, persangkaan, pengakuan,sumpah.
Menurut pasal 1867
KUHPerdata, pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan. Dari defenisi yang disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa akta merupakan suatu surat/tulisan yang berisi pernyataan kehendak dari para pihak/orang yang berkepentingan dalam pembenaran tulisan/surat tersebut, pernyataan kehendak yang dibuat secara tertulis tersebut memuat klausul-klausul yang diberikan dengan perbuatan hukum dari orang/para pihak yang membuatnya. Dari segi jenisnya akta dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: Akta dibawah tangan dan Akta otentik. Perbedaan akta otentik dan akta dibawah tangan adalah sebagai berikut: 1. Akta otentik (Pasal 1868 BW) Akta otentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan oleh undang – 37
Hadiyan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), hal 15. 38
Abdullah Hasan,Perancangan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal 21.
Universitas Sumatera Utara
36
undang, harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (mempunyai kekuatan pembuktian formil mengenai waktu,tanggal pembuatan, penandatanganan, tempat pembuatan, identitas yang hadir dan mempunyai kekuatan pembuktian materiil, kalau kebenarannya dibantah, sipenyangkal harus membutikan ketidakbenarannya. 2. Akta dibawah tangan Tidak terikat bentuk formal, melainkan bebas, dapat dibuat bebas oleh setiap subjek hukum yang berkepentingan, apabila diakui oleh penandatangan tidak disangkal baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sama halnya dengan akta otentik, tetapi bila kebenarannya disangkal, pihak yang mengajukan sebagai bukti yang harus membuktikan kebenrannya (melalui bukti saksi – saksi). Perjanjian jual beli dapat dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan dapat pula di buat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta otentik perjanjian jual beli di buat oleh pejabat publik/umum dalam hal ini adalah seorang Notaris.39 Akta autentik yang dibuat oleh notaris merupakan suatu alat bukti yang paling sempurna apabila terjadi perselisihan (perkara) di depan pengadilan. Di dalam suatu perjanjian jual beli secara umum dikenal istilah resiko. Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa)
Universitas Sumatera Utara
37
diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa musnahnya barang yang diperjual belikan di perjalanan karena alat pengangkut barang tersebut mengalami kecelakaan (karam) di tengah laut. Mengenai resiko dalam jual beli di dalam KUH Perdata (BW) diatur dalam Pasal 1460, 1461 dan Pasal 1462 KUH Perdata (BW). Pasal 1460 KUH Perdata menyebutkan “jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli , meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya”. Pasal 1461 dan 1462 KUH Perdata menyatakan bahwa resiko barang-barang yang diperjual belikan menuntut berat, jumlah atau ukuran diletakkan pada pundak si penjual hingga barang-barang itu telah ditimbang, dihitung atau diukur, sedangkan resiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukkan diletakkan kepada pundak pembeli. Barang-barang harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada si pembeli baru dipisahkan dari barang-barang untuk di jual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan dan pengukuran. Setelah dilakukan penimbangan, penghitungan dan pengukuran tersebut, barang-barang tersebut dinyatakan dipisahkan dari barang-barang penjual lainnya dan dinyatakan disediakan untuk diserahkan kepada pembeli atau untuk diambil oleh pembeli.40 Barang yang diperjual belikan menurut tumpukkan dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga
39
Erman Rajagukguk, Kontrak Dagang Internasional Dalam Praktak di Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1994), hal 46.
Universitas Sumatera Utara
38
sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli (in a deliverable state). Mengenai barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu, sebelum dilakukan penimbangan, pengukuran atau penghitungan, resikonya diletakkan dipundak penjual, namun apabila setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran resiko tersebut otomatis dipindahkan kepada pembeli. Karena dipandang tidak memberi keadilan kepada pembeli dalam suatu peristiwa jual beli, maka oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) dikeluarkanlah Surat Edaran No. 3 Tahun 1963 yang menyatakan Pasal 1460 KUH Perdata tersebut tidak berlaku lagi. Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan oleh salah satu pihak baik karena kesengajaan atau kelalaian. Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak
40
Ibid, hal 31.
Universitas Sumatera Utara
39
tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Sedangkan M. Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi salah satu pihak untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.41 Wanprestasi atau ingkar janji berhubungan erat dengan adanya perikatan atau perjanjian antara para pihak. Baik perikatan itu didasarkan atas perjanjian maupun perikatan atau perjanjian yang bersumber pada undang – undang, seperti diatur dalam Pasal 1352 sampai dengan Pasal 1380 KUHPerdata, sehingga para pihak tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati berarti ia telah melakukan wanprestasi, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Menurut Surbekti, bentuk wanprestasi dapat berupa :42 a)
Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b)
Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuasi dengan janjinya.
c)
Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.
41 Wanprestasi“,http://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/wanprestasi-dalamperjanjian, diakses tanggal 23 Januari 2013. 42 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1985), hal. 32
Universitas Sumatera Utara
40
d)
Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pihak yang lalai dikatakan melakukan wanprestasi karena pada saat membuat surat perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran), namun pada waktu yang telah ditentukan belum terjadi pelaksanaan hak dan kewajiban yang telah disepakati sebelumnnya. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, bentuk daripada prestasi itu sendiri dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Waktu terjadinya wanprestasi sulit ditentukan ketika di dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus sudah dilaksanakan. Bentuk prestasi yang berupa “tidak berbuat sesuatu” mudah sekali ditentukan waktu terjadinya wanprestasi, yaitu pada saat pihak yang telah ditentukan melaksanakan suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu. Jika dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus dilaksanakan, maka kesulitan menentukan waktu terjadinya wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk prestasi “menyerahkan barang” atau “melaksanan suatu perbuatan”. Di sini tidak jelas kapan suatu perbuatan itu harus dilakasanakan, atau suatu barang itu harus diserahkan. Bagaimanapun tindakan wanprestasi dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak yang telah melaksanakan kewajibannya namun tidak atau belum bisa merasakan hak atau manfaat dari hal yang sudah di laksanakannya. Dalam putusan
Universitas Sumatera Utara
41
Mahkamah Agung tangal 21 Mei 1973 No. 70HK/Sip/1972 ; apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi karena tidak melaksanakan pembayaran barang yang dibeli, pihak yang dirugikan dapat menuntut pembatalan jual-beli. Dengan adanya suatu wanprestasi maka akan menimbulkan suatu sanksi bagi pihak yang lalai. Ada empat macam sanksi atau akibat – akibat hukum bagi salah satu pihak yang wanprestasi, yaitu :43 1. Membayar ganti kerugian 2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian 3. Peralihan resiko sejak saat terjadinya wanprestasi 4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkirakan dimuka hakim Disamping harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan lima kemungkinan menurut Pasal 1276 KUHPerdata yaitu sebagai berikut: 1. Memenuhi/melaksanakan perjanjian; 2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi; 3. Membayar ganti rugi; 4. Membatalkan perjanjian; dan 5. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi. Pihak yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yaitu: “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu
43
P.N.H Simanjutak, “Pokok Hukum Perdata Indonesia”, Jakarta, Djambatan, 1999, hlm 341.
Universitas Sumatera Utara
42
yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.” Menurut Pasal 1243 KUHPerdata pengertian ganti rugi perdata lebih menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya suatu perikatan.
B. Bentuk Perjanjian Jual Beli Tandan Buah Segar Antara PKS Kwala Sawit PTPN II Tanjung Morawa Dengan Rekanan Bentuk perjanjian jual beli tandan buah segar antara PKS Kwala Sawit PTPN I Tanjung Morawa dengan rekanan yang pada penelitian tesis ini dibatasi pada CV. Bina Mandiri dibuat dalam bentuk tertulis dengan judul “Surat Perjanjian Antara Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara II Dengan CV. Bina Mandiri tentang Jual Beli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di PKS Kwala Sawit
PTPN
II
(Persero)”.
Perjanjian
tersebut
memiliki
Nomor:
II
KWS/SPJB/07/I/2013 tanggal 02 Januari 2013. Perjanjian tersebut dibuka dengan identitas para pihak dan dibuat berdasarkan SI Direksi II.O/SI/12/III/2010 dan surat permohonan rekanan dari pihak ke II No. 16/CV.BM/XII/2012: 1. Ir. Rusdi Yunus Harahap :
Jabatan Manager Kebun Kwala Sawit PTPN II (Persero) yang berkedudukan di Kebun Kwala Sawit, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai pihak pertama.
Universitas Sumatera Utara
43
Dalam hal ini mengenai perjanjian tentang jual beli TBS Manager bertindak mewakili perusahaan yang berdasarkan SI Direksi PTPN II NO II.O/SI/12/III/2010 untuk membuat perjanjian dan berlaku selama tiga bulan. 2. Albert M. Tarigan, SE
:
Jabatan
Direktur
CV.
Bina
Mandiri
yang
berkedudukan di Jalan Jamin Ginting Lk. IX No. 21 Medan dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan selanjutnya dalam perjanjian ini disebut Pihak Kedua. Berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang PT (Perseroan Terbatas) dalam Pasal 1 ayat 5, Pasal 92 ayat 1 dan ayat 6 dan Pasal 98 ayat 1 jelas dikatakan bahwa direksilah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab mewakili perseroan untuk kepentingan perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan, baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, yang mana tugas-tugas dari direksi tersebut dapat ditentukan RUPS, namun jika tidak ditentukan oleh RUPS maka dibuatkan keputusan direksi. Dan dalam menjalankan tugas-tugasnya menurut Pasal 103 UUPT, direksi mempunyai hak khusus untuk memberikan kuasanya baik kepada orang diluar perseroan ataupun karyawan dari perseroan tersebut baik satu ataupun lebih yang dianggapnya mampu untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang sudah ditentukan dalam surat kuasanya tersebut untuk kepentingan perseroan, maka dalam hal ini Manager Pabrik PKS Kwala Sawit adalah sah mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum perjanjian jual beli TBS kelapa sawit berdasarkan Surat Direksi PTPN II No II.O/SI/12/III/2012.
Universitas Sumatera Utara
44
Pengertian CV dijelaskan dalam Pasal 19 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam Pasal itu disebutkan bahwa CV adalah perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang, yang didirikan oleh seseorang atau beberapa orang persero yang bertanggung jawab secara tanggung renteng dan satu orang persero atau lebih yang bertindak sebagai pemberi pinjaman uang. Pada beberapa referensi lain, pemberian pinjaman modal atau biasa disebut inbreng, dapat berbentuk selain uang, misalnya benda atau yang lainnya. Dari ketentuan Pasal itu terlihat bahwa di dalam CV terdapat dua alat kelengkapan, yaitu persero yang bertanggung jawab secara tanggung renteng (persero aktif, persero komplementer) dan persero yang memberikan pinjaman uang (persero pasif, persero komanditer). Persero Aktif ; adalah orang yang mempunyai tanggung jawab penuh untuk mengelola perusahaan dengan jabatan sebagai Direktur. Sedangkan Persero Pasif ; adalah orang yang mempunyai tanggung jawab sebatas modal yang ditempatkan dalam perusahaan, yaitu sebagai Persero Komanditer. Sekutu komplementer berhak bertindak untuk dan atas nama bersama semua sekutu serta bertanggung jawab terhadap pihak ketiga secara tanggung renteng. Namun sekutu ini bertanggung jawab sampai harta kekayaan pribadi. Maka dalam hal ini, Albert M. Tarigan, bertindak sebagai persero aktif, yaitu sebagai Direktur CV Bina Mandiri, yang bertanggungjawab dalam menjalankan perusahaan. Pihak penjual dan pihak pembeli telah sepakat mengadakan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit. Perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut diatas dilakukan
Universitas Sumatera Utara
45
dalam suatu perjanjian tertulis di bawah tangan/akta di bawah tangan dalam 12 (dua belas) pasal. Sehingga sesuai ketentuan Pasal 1320 mengenai sahnya suatu perjanjian yaitu adanya kata sepakat, yang mana dalam hal ini para pihak diwakili oleh pihak – pihak yang dianggap cakap hukumnya dalam menjalinkan suatu kerjasama jual beli TBSs dengan mencantumkannya dalam surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak serta dibubuhi materai yang cukup, sehingga dapat memiliki kekuatan hukum. Surat perjanjian jual beli TBS Kelapa sawit tersebut dibuat berdasarkan Surat Direksi PTPN II No. II.0/SI/22010 tanggal 24 Maret 2010 dan Surat Permohonan rekanan Pihak II No. 16/CV.BM/XII/2012, tanggal 27 Desember 2012. Surat permohonan dari pihak penjual TBS (rekanan) kepada pihak pembeli (PTPN II) ternyata telah disepakati oleh kedua belah pihak sehingga mengakibatkan terjadinya perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut. Keadaan ini dimuat dalam Pasal 1 Surat Perjanjian antara PT. PTPN II (Persero) Kebun Kwala Sawit dan CV. Bina Mandiri, yang berbunyi: 1. Pihak kedua dengan ini bermaksud untuk menjual tandan buah segar (TBS) kepada pihak pertama, dan pihak pertama setuju untuk membeli tandan buah segar (TBS) milik pihak kedua. Jumlah tandan buah segar (TBS) yang dibeli oleh pihak pertama dari pihak kedua sekitar: 25.000 Kg per hari yang berasal dari kebun milik pihak kedua dan atau pembelian TBS dari masyarakat dan penerimaan TBS dilakukan setiap hari kerja yang ditentukan oleh pihak pertama di PKS Kebun
Universitas Sumatera Utara
46
Kwala Sawit, apabila hal ini tidak dapat tercapai dalam waktu setiap 1 (satu) minggu, maka kontrak dapat diputuskan sepihak oleh pihak pertama. 2. Para pihak telah setuju dan sepakat bahwa surat perjanjian ini berlaku terhitung mulai tanggal: 02 Januari 2013 s/d 31 Maret 2013. Pasal 1 ayat (1) perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut merupakan suatu bentuk Estimasi produksi TBS kelapa sawit yang diserahkan oleh pihak kedua kepada pihak pertama adalah 25.000 Kg per hari. Sehingga dengan adanya estimasi tersebut pihak kedua wajib menjual setiap harinya TBS kelapa sawit kepada pihak PTPN II Kwala Sawit sebanyak 25.000 Kg atau 25 ton setiap harinya. Diterangkan juga bahwa TBS kelapa sawit yang diperjual belikan tersebut berasal dari kebun milik CV. Bina Mandiri sendiri dan atau pembelian TBS dari masyarakat. Sehingga tersirat suatu keadaan bahwa TBS kelapa sawit hasil pencurian tidak dapat dijadikan objek jual beli. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat struktur dan anatomi perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN II (Persero) Kebun Kwala Sawit dan CV. Bina Mandiri tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pada bahagian awal perjanjian tersebut terdapat judul perjanjian dan juga bagian pendahuluan yang memuat tanggal dan tempat perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani serta para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut. Pada bagian pendahuluan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut dicantumkan pula nama-nama dan kapasitas orang yang mewakili para pihak dalam penandatanganan perjanjian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
47
Kesepakatan dalam hukum perjanjian lazim juga disebut dengan istilah konsensus yang merupakan dasar dari pembuatan perjanjian kerjasama antara pihak CV. Bina Mandiri selaku penjual dan pihak PTPN II (Persero) Kebun Kwala Sawit selaku pembeli yang pada akhirnya melahirkan pelaksanaan jual beli TBS kelapa sawit. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata BW yang menyatakan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum adalah mengikat Pasal 1320 KUH Perdata BW), karena didalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.44 Asas konsesualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata BW. Pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (BW) mengakibatkan perjanjian tersebut tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang. Dua syarat pertama pada pasal 1320 KUH Perdata dinamakan syarat subjektif karena mengenai orang/subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir pada pasal 1320 KUH Perdata dinamakan syarat obyektif karena berkaitan dengan perjanjian yang merupakan obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi, maka dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian.
44
Sogar Y Simamora, Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah (Disertasi), Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hal 79.
Universitas Sumatera Utara
48
Pembatalan dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan gugatan ke pengadilan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan dengan tidak dipenuhinya syarat subyektif tersebut. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.45 Pada umumnya perjanjian yang dibuat itu bukan secara formal tetapi konsesional artinya perjanjian itu terjadi dan sesuai karena persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata.46 KUH Perdata memberikan kebebasan dalam berkontrak untuk pihak –pihak yang membuat perjanjian baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan, yang bersifat mengikat asalkan unsur-unsur seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 dapat terpenuhi. Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada para pihak. Pada situasi tertentu masa berlakunya dibatasi. Pertama, daya mengikat perjanjian itu dibatasi dengan itikad baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata (BW), bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Sebagaimana dipahami bahwa pemahaman substansi itikad baik hanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak.
45
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op Cit. hal 20 Mariam Darus Badrulzaman et,al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal 82. 46
Universitas Sumatera Utara
49
Etikad baik harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual, artinya Itikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra kontraktual, danpelaksanaan kontraktual, dengan demikian fungsi itikad baik dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata mempunyai sifat dinamis melingkupi keseluruhan proses kontrak tersebut. Kedua, adanya Overmacht atau Force Majeure (daya paksa) juga membatasi daya mengikat perjanjian tersebut. Keadaan memaksa dalam hukum adalah keadaan yang menyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu perhubungan hukum tidak dapat dilaksanakan. Pada prinsipnya perjanjian itu harus dipenuhi oleh para pihak apabila tidak dipenuhi, maka pada saat itu telah timbul wanprestasi (ingkar janji), dan bagi kreditor melekat hak untuk mengajukan gugatan, baik pemenuhan, ganti rugi maupun pembubaran perjanjian. Namun dengan adanya overmacht atau force Majeure maka gugatan kreditor akan dikesampingkan mengingat ketiadaan prestasi tersebut terjadi diluar kesalahan debitur (Pasal 1444 KUH Perdata BW). Di dalam pandangan Eropa Kontinental, asas kebebasan berkontrak merupakan konsekuensi dari dua asas lainnya dalam perjanjian, yaitu konsesualisme dan kekuatan mengikat suatu perjanjian yang lazim disebut dengan Pacta Sunt Servanda. Konsensualisme berhubungan dengan terjadinya perjanjian, Pacta Sun Servanda berkaitan dengan akibat adanya perjanjian yaitu terikatnya para pihak yang
Universitas Sumatera Utara
50
mengadakan perjanjian, sedangkan kebebasan berkontrak menyangkut isi perjanjian.47 Pada umumnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dalam perjanjian biasanya dicantumkan klausula-klausula yang dianggap menguntungkan dan ketika perjanjian dengan sifat ini dihadapkan pada pihak yang lebih lemah, maka perjanjian itu dikatakan baku, yang berarti perjanjian baku pada dasarnya merupakan pembakuan/standarisasi agar suatu transaksi dapat terlaksana cepat. Oleh karena itu syarat yang telah disesuaikan itu dibakukan atau ditetapkan sebagai tolak ukur bagi setiap pihak yang membuat perjanjian dengan pihak yang kedudukannya lebih rendah. Perjanjian baku biasanya dirumuskan sepihak dan kerap kali memberatkan pihak lainnya, yang mana hal ini tidak mengandung asas keadilan / berimbang. Perjanjianperjanjian yang lahir dari ketentuan Buku III KUH Perdata (BW) pada umumnya merupakan perjanjian obligatoir (consensual obligatoir), artinya perjanjian itu pada dasarnya melahirkan kewajiban-kewajiban kepada para pihak yang membuatnya. Meskipun demikian ada pula pengaturan perjanjian Liberatoir, yaitu berisi pembebasan kewajiban-kewajiban.48 Kewajiban – kewajiban ada 2 yaitu material dan formal. Kewajiban material berhubungan erat dengan benda / objek perjanjian sesuai identitasnya (jumlah, ukuran, nilai / harga, kegunaan) sedangkan kewajiban formal misalnya dalam perjanjian jual beli yaitu menyerahkan barang dan membayar harga barang. Dalam praktek jual beli
47
Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal 48 48 Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal 134
Universitas Sumatera Utara
51
TBS antara PTPN II dan CV Bina Mandiri yaitu adanya kewajiban CV Bina mandiri untuk memasok / menyerahkan barang berupa TBS sedangkan pihak PTPN II berkewajiban untuk membayar sejumlah nilai atas pembelian TBS tersebut. Perjanjian jual beli TBS antara CV Bina Mandiri dan PKS Kwala Sawit PTPN II dapat dikatakan bersifat baku, dimana sudah tercantum sebelumnya ketentuanketentuan yang dirancangkan sepihak sesuai standarisasi PTPN II. Dalam hal ini menimbulkan situasi yang tdak berimbang, di mana posisi rekanan / pemasok yang seharusnya dapat melakukan tawar menawar (bargaining) menjadi hanya pada posisi menerima isi perjanjian, namun sesuai Pasal 1338 ayat 2 dikatakan pihak yang berjanji tidak serta merta dapat membatalkan perjanjian karena dalam hal ini para pihak turut serta membubuhkan tandatangan, yang di artikan bahwa para pihak sudah mengerti dan menyetujui isi dari klausul yang telah diperjanjikan tersebut. Pasal 2 perjanjian antara PTPN II Dengan CV. Bina Mandiri memuat aturan tentang kwalitas tandan buah segar (TBS). Adapun isi Pasal 2 tersebut adalah: I. Mutu tandan buah segar (TBS) yang telah disepakati para pihak dalam surat perjanjian ini harus mengikuti kriteria TBS sebagai berikut: 1. TBS yang dapat diterima: a. Berat minimal 8 Kg. b. Varietas tenera (DXP) c. Fraksi memenuhi kriteria matang panen. d. Gagang dipotong pendek maksimal 2,5 Cm. e. Bersih dari pasir, sampah dan benda-benda asing lainnya. f. Matang dan segar serta memberondol segar 5 (lima) 2. TBS yang tidak dapat diterima: a. TBS afkir mentah dan berwarna hitam belum memberondol. b. Buah/Berondolan busuk atau hasil peraman.
Universitas Sumatera Utara
52
c. Buah yang bergagang panjang d. Tandan Kosong (Tankos) e. Berat Tandan 8 Kg. f. TBS Varietas Dura atau Pestera, buah yang tidak diterima dengan kualitas buah yang tipis, berambut,dan kandungan minyak sedikit. 2. Biaya yang timbul (pemuatan kembali dan biaya transport) sehubungan dengan pengembalian TBS dan berondolan yang ditolak tersebut adalah atas beban pihak Kedua. Pasal 2 (dua) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN II Dengan CV. Bina Mandiri di atas menurut ketentuan tentang syarat TBS kelapa sawit tentang layak jual yang ditetapkan oleh PTPN II dengan persetujuan CV. Bina Mandiri. Syarat-syarat TBS kelapa sawit layak jual yang termuat dalam Pasal 2 tersebut di atas merupakan kriteria yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yakni pihak PTPN II Dengan CV. Bina Mandiri. Kriteria tersebut wajib dipenuhi/dipatuhi oleh pihak CV. Bina Mandiri untuk dapat dijual kepada pihak PTPN II. Hasil produksi TBS kelapa sawitnya dalam pasal 2 (dua) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut disebutkan berat minimal yang dapat dijual adalah 8 kg ke atas. Apabila berada di bawah angka 8 kg maka PTPN II Kwala Sawit tidak dapat menerimanya. Selain itu ditetapkan juga kriteria bahwa TBS yang dijual harus matang panen, bukan peraman, gagang dipotong pendek maksimal 2,5 cm. Maksud dari gagang dipotong pendek ini adalah apabila gagang dipotong panjang maka akan mempengaruhi berat
Universitas Sumatera Utara
53
tandan dan akan merugikan pihak PTPN II Kwala Sawit.49
Pasal 2 ayat (2) Perjanjian Jual Beli TBS kelapa sawit antara PTPN II Kwala Sawit dengan CV. Bina Mandiri juga menyertakan ketentuan terhadap penolakan TBS oleh pihak PTPN II Kwala Sawit, dimana dengan adanya penolakan TBS kelapa sawit maka pihak CV. Bina Mandiri bertanggung jawab atas pemuatan kembali dan biaya transport pengembalian TBS. Penolakan TBS merupakan hak dari pihak pertama (PTPN II) dengan dasar penolakan apabila TBS yang diterima pihak pertama tidak sesuai dengan kriteria yang tertera pada Pasal 2 ayat 1. Pemasok tidak dapat mengajukan keberatan jika TBS yang dijual tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pasal 3, perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN II Kwala Sawit dengan CV.Bina Mandiri mengatur tentang Persyaratan penerimaan tandan buah segar (TBS). Adapun isi Pasal 3 tersebut adalah: 1. Batas waktu penerimaan penimbangan tandan buah segar (TBS) pihak kedua di PKS Kwala Sawit dimulai dari Jam 08.00 Wib sampai dengan jam 17.00 Wib (disesuaikan dengan kondisi pabrik) pada setiap hari kerja. Di luar waktu tersebut dan di luar waktu hari kerja pihak pertama berhak untuk tidak menerima tandan buah segar (TBS) dari pihak kedua. 2. Setiap tandan buah segar (TBS) milik pihak kedua harus dilengkapi dengan surat pengantar buah (SPB) yang sah. SPB tersebut dicetak oleh pihak kedua, SPB harus diisi lengkap dengan mencantumkan: No. SPB, Hari/tanggal, jumlah tandan, tanggal potong, tahun tanam, asal TBS (lokasi), No. Polisi Truck Pengangkut TBS, disertai surat keterangan kepala desa setempat dan nama supir sesuai dengan SIM, SPB ditanda tangani oleh pihak kedua dengan membubuhkan identitas Badan Hukum atau berupa setempel. 49
Hasil Wawancara Dengan XX selaku Manager Distrik Rayon Utara PKS Kwala Sawit PTPN II (Persero), tanggal 9 Desember 2013.
Universitas Sumatera Utara
54
3. Armada angkutan TBS Pihak kedua diwajibkan untuk mendadaftarkan trucknya pada pos komando security kebun, selanjunya ke pos security PKS untuk pendaftaran kembali guna mendapatkan nomor antri setelah menyerahkan surat pengantar TBS. 4. Pihak kedua dapat menghunjuk perwakilan yang memiliki surat kuasa dan telah disetujui oleh pihak pertama. 5. Pihak kedua atau perwakilan yang dihunjuk tidak diizinkan memasuki areal PKS untuk menyaksikan penimbangan, proses sortasi dan administrasi, kecuali oleh pihak pertama dipandang perlu untuk hal tersebut. 6. Pihak kedua atau perwakilan yang dihunjuk harus berada di PKS setiap hari untuk bertanggung jawab pada setiap permasalahan yang timbul. 7. Penerimaan TBS harus sesuai dengan Pasal 2 dan pihak kedua tidak dapat menganggu gugat hasil seleksi/sortasi oleh petugas sortasidi loading ramp. PKSKWS. 8. Jumlah berat tandan buah segar (TBS) milik pihak kedua yang diterima pihak pertama ditetapkan berdasarkan hasil penimbangan di jembatan timbang dengan mengurangi hasil sortasi yang tertera di SPB yang dilakukan oleh pihak pertama di PKS Kwala Sawit. 9. Pihak kedua menjamin dan bertanggung jawab penuh bahwa TBS yang dijual adalah syah miliknya sendiri, karenanya pihak pertama dibebaskan dari bentuk tuntutan hukum apapun dari pihak manapun apabila terbukti TBS tersebut ilegal. 10. Biaya pengangkutan dan biaya pembongkaran tandan buah segar (TBS) pihak kedua di PKS Kwala Sawit milik Pihak Pertama sepenuhnya menjadi beban pihak kedua. 11. Apabila terjadi pelanggaran oleh pihak kedua terhadap ketentuan pada Pasal 2 dan Pasal 3 dari surat perjanjian ini, maka pihak pertama berhak menolak tandan buah segar (TBS) dari pihak kedua dan segala akibat penolakan tersebut menjadi resiko dan tanggung jawab pihak kedua. Pada pasal 3 ayat 5 diatas pihak pertama melakukan proteksi dengan tidak mengizinkan pihak kedua ataupun perwakilannya untuk memasuki areal pabrik guna menyaksikan penimbangan, proses sortasi, dan administrasi yang mana dengan banyaknya jumlah pemasok/rekanan tentunya akan ada suatu persaingan sehingga dikhawatirkan akan berujung pada tindakan-tindakan atau praktek penyelewengan yang dapat mengganggu atau dapat mempengaruhi petugas dibagian penimbangan, sortasi dan administrasi. Namun jika diperlukan misal sortasi TBS yang ditolak dan
Universitas Sumatera Utara
55
penandatanganan hasil penimbangan pihak pertama akan memanggil pihak kedua atau perwakilannya.50 Berdasarkan ketentuan Pasal 3 di atas dapat dilihat bahwa pengaturan tentang persyaratan penerimaan TBS dilakukan sesuai dengan operasional pabrik serta kondisi pabrik. Sedangkan hal-hal seperti surat pengantar buah, pendaftaran truck pada pos komando secutiry kebun dan hal-hal lainnya yang diatur dalam Pasal 3 perihal persyaratan penerimaan TBS dibuat untuk menciptakan ketertiban dan kejelasan tentang telah terjadinya penerimaan TBS oleh PKS Kwala Sawit. Suatu hal yang patut diketahui bahwa untuk setiap harinya ada berpuluh truck pengangkut TBS kelapa sawit yang keluar masuk PKS Kwala Sawit. Oleh sebab itu maka untuk menghindari kesalahan dan juga terjadinya hal-hal yang dapat merugikan pembeli maupun penjual TBS kelapa sawit perlu dilakukan pengkajian lebih jauh lagi agar lebih sempurna sistim ataupun tata cara yang dipakai dalam penerimaan TBS di PKS Kwala Sawit. Misalnya pada ayat 1, dimasukkan batas toleransi waktu penerimaan TBS jika ada laporan dari mitra pemasok terjadi hujan lebat dilapangan sehingga truk penggangkut TBS lengket ataupun truk sedang dalam perbaikan ringan, penggantian ban dan lainnya yang masih memungkinkan diberikan toleransi misalnya 1 jam. Hal ini sangat membantu pihak kedua karena truk tidak perlu bermalam di luar pabrik kwala sawit. Demikian pada ayat 7, tentang penerimaan TBS. Jika pihak kedua atau perwakilannya diijinkan untuk menyaksikan penyortiran dan penimbangan tentunya tidak
50
Hasil Wawancara Dengan XX selaku Maskep PKS Kwala Sawit PTPN II (Persero), tanggal 20 Januari 2013.
Universitas Sumatera Utara
56
menimbulkan kecurigaan apakah jumlah timbangan sudah cocok karena ketika dibawa dari lokasi pengambilan / kebun petani telah dilakukan penimbangan secara manual, demikian juga telah dilakukan penyortiran.
Pasal 4 perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN II Kwala Sawit dengan CV. Bina Mandiri mengatur tentang harga. Adapun isi Pasal 4 tersebut adalah: 1. Harga pembelian tandan buah segar (TBS) yang dipasok Pihak Kedua franko PKS Kebun Kwala Sawit ditetapkan oleh manager Kebun Kwala Sawit PTPN II (Persero) pada hari Senin, Rabu dan Jumat. 2. Penetapan harga TBS milik pihak kedua ditetapkan oleh pihak pertama dengan dasar ketentuan memenuhi persyaratan matang panen. Berdasarkan pasal 4 diatas, bahwa penetapan harga mutlak oleh pihak pertama dalam hal ini PKS Kwala Sawit dan harga tersebut berlaku dua hari kerja lamanya, untuk selanjutnya dasar penetapan harga tersebut tidak dikaitkan dengan randemen, dan randemen tersebut tidak diinformasikan kepada pihak rekanan/pemasok. Sebagaimana
diketahui
hukum
perjanjian
dari
BW menganut
asas
konsesualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud di atas.51 Pada perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN II Kwala Sawit dengan CV. Bina Mandiri maka perihal penetapan harga dilakukan oleh manager kebun Kwala Sawit PTPN II pada setiap hari Senin, Rabu dan Jumat serta dilakukan dengan dasar ketentuan memenuhi persyaratan matang panen.
Universitas Sumatera Utara
57
Perihal pembayaran dalam hal ini diatur dalam Pasal 5 yaitu: 1. Pembayaran dilakukan oleh pihak pertama atau direksi kepada pihak kedua melalui transfer antar rekening bank melalui Bank Rakyat Indonesia dan periode pembayaran dilakukan sekali seminggu. 2. Pembayaran dilakukan oleh pihak pertama atau direksi setelah pihak kedua menanda tangani dokumen afrekening dan berita acara serah terima. 3. Pihak kedua dapat mewakilkan seseorang untuk menandatangani afrekening dan berita acara serah terima dan perwakilan tersebut harus menunjukan surat kuasa bermaterai. 4. TBS yang dibayar adalah berat bersih TBS yang tertera pada SPB dikali tarif harga TBS pada hari tanggal SPB. Praktek kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) yang dilakukan di Pabrik Kwala Sawit (PKS) PTPN II Tanjung Morawa ternyata pembayaran tersebut tidak seperti yang diperjanjikan bahkan terkadang realisasi pembayaran dilakukan terlambat sampai 2, 3, bahkan 4 bulan yang dikarenakan tidak adanya uang kas untuk membayar kepada pemasok (suplier) TBS yang mengakibatkan kerugian bagi pemasok (suplier). Dalam hal ini sudah dilakukan negosiasi antara pihak PTPN II yaitu direksi dengan CV. Bina mandiri yaitu direktur, namun pada kenyataannya hanya dapat menunggu dikarenakan proses pembayaran bukan dilakukan oleh manager pabrik yang menjadi pihak pertama dalam penandatanganan surat perjanjian antara PTPN II dengan CV. Bina Mandiri sebagai pemasok (suplier) tapi pembayaran dilakukan oleh DIREKSI melalui transfer Bank, dalam hal ini isi dari surat perjanjian dapat diambil kesimpulan bahwa manager pabrik sebagai pihak I hanya sebagai perpanjangan tangan dan tidak mempuyai kuasa apapun dalam hal pembayaran, kemudian pihak PTPN II tidak menuntut kewajiban kepada para pemasok untuk memenuhi isi kontrak dalam hal
51
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
58
kewajiban jumlah suplier setiap harinya. Dari kesimpulan ini perjanjian kontrak antara (Persero) PTPN II dengan para pemasok dalam hal ini CV. Bina Mandiri tidak cukup dapat melindungi bagi para pemasok (suplier), Keadaan ini tentunya tidak mencerminkan kerjasama yang baik.
Pasal 6 mengatur tentang kemampuan pabrik atas penerimaan TBS kelapa sawit milik pemasok, yaitu : 1. Setelah kesulitan atau kerusakan PKS milik pihak pertama dapat diselesaikan, maka pihak kedua dapat melanjutkan kembali penjualan tandan buah segar (TBS) ke PKS Kwala Sawit dengan memberitahukan kepada pihak kedua sehari sebelumnya. 2. Biaya angkut akibat pengalihan TBS seperti disebut pada ayat (1) di atas tetap merupakan biaya beban pihak kedua. Apabila produksi dari hasil perkebunan milik PTPN II Kwala Sawit mengalami kenaikan dan dapat menganggu kualitas dari TBS kelapa sawit milik pemasok maka pemasok dapat mengalihkan penjualan TBS kelapa sawit ke PKS lain yang masih dalam lingkup organisasi PTPN II. Dalam hal pengalihan TBS ke PKS lain dalam lingkup PTPN II bahwa penetapan harga TBS dan pembayarannya tetap di PKS awal yaitu PKS Kwala Sawit.52 Ada beberapa hal mengenai adanya suatu keadaan memaksa (force majeure) yang diatur dalam Pasal 7, sebagai berikut: 1. Hal-hal yang di luar kekuasaan para pihak dan bukan kelalaian/kesalahan maka hal itu dianggap sebagai force majeure antara lain: gempa bumi, banjir, putusnya jalan/jembatan ketempat lokasi, pemogokan umum, huru hara, badai angin topan, 52
Hasil Wawancara Dengan XX selaku Maskep PKS Kwala Sawit PTPN II (Persero), tanggal 9 Desember 2013.
Universitas Sumatera Utara
59
peran dan peraturan pemerintah, sehingga pelaksanaan jual beli tidak dapat dilanjutkan. 2. Terhadap hal tersebut pada ayat 1 di atas, apabila terkena kepada pihak kedua sehingga mempengaruhi pada keterlambatan dalam melaksanakan penjualan tandan buah segar (TBS) kepada pihak pertama, maka pihak kedua wajib memberitahukan secara tertulis selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah kejadian tersebut kepada pihak pertama. Pada pasal 7 ayat ke 2 diatas jika pihak kedua lalai dalam memberitahukan secara tertulis maka pihak kedua akan mendapatkan resiko ataupun dianggap lalai untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana tertera dalam pasal 1 surat perjanjian kerjasama tentang jual beli yang isinya bahwa pihak kedua berkewajiban 25.000 Kg per hari dan apabila tidak dapat tercapai dalam waktu 1 minggu maka kontrak dapat diputuskan oleh pihak pertama. Pasal 7 surat perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit memuat ketentuan tentang keadaan memaksa. Keterlambatan atau kegagalan memenuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian ini oleh salah satu pihak yang disebabkan oleh karena kejadian diluar kekuasaan kedua belah pihak seperti gempa bumi, banjir, putusnya jalan/jembatan ketempat lokasi, pemogokan umum, huru hara, badai angin topan, peran dan peraturan pemerintah. Semua keterlambatan atau kegagalan tersebut merupakan Overmacht/Force Majeure, karena para pihak tidak akan menuntut atas kerugian yang diderita oleh pihak lain. Pengertian overmacht sendiri tidak dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht, yaitu: “Suatu keadaan di mana salah satu pihak tidak dapat melakukan prestasinya kepada pihak lainnya, yang disebabkan adanya kejadian yang
Universitas Sumatera Utara
60
berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain” Dengan kata lain dapat dikatakan bahwasanya keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Pasal 1245 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “Tidak ada penggantian biaya rugi dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena suatu kejadian yang tidak disengaja, siberutang/debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”. Dari ketentuan Pasal 1245 KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dalam keadaan memaksa maka debitur terbebas dari kewajiban mengganti biaya rugi dan bunga kepada kreditur. Keadaan memaksa (force majeure) memiliki tiga unsur, antara lain: 1. Adanya peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan 2. Adanya peristiwa yang menghalangi pihak untuk berprestasi; 3. Adanya peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh kedua belah pihak sewaktu dibuatnya perjanjian. Dalam perjanjian kerjasama jual beli TBS antara PKS Kwala Sawit PTPN II dengan CV Bina Mandiri pernah terjadi suatu keadaan memaksa (force majeure) misalnya terjadinya kerusakan pada jalan penghubung yang menyebabkan pihak pemasok terlambat mengirimkan TBS ke PKS Kwala Sawit, namun dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
61
pemberitahuan kepada pihak pabrik maka hal ini dapat di maklumi sehingga tidak menimbulkan adanya suatu wanprestasi oleh pihak pemasok, selain itu keadaan memaksa (force majeure) juga pernah terjadi pada pihak PKS Kwala Sawit yaitu adanya kerusakan pada mesin di pabrik sehingga proses penerimaan TBS tertunda, namun hal ini juga tidak menimbulkan suatu wanprestasi karena telah didahului dengan pemberitahuan sebelumnya kepada pihak rekanan / pemasok. Namun hal-hal tersebut diatas terjadi pada waktu-waktu tertentu saja, sehingga masih dapat diatasi oleh para pihak, sedangkan dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah apabila terjadinya suatu keterlambatan pembayaran atas pembelian TBS dari batas waktu yang telah disepakati, yang mana mencapai tenggat waktu hingga lebih dari 3 (tiga) bulan lamanya tanpa adanya suatu keadaan memaksa yang mendasarinya atau dapat terbukti karena adanya kelalain dari PTPN II itu sendiri selaku pembeli. Dan dari keadaan demikian menimbulkan suatu kerugian bagi pihak rekanan / pemasok. Lain halnya dengan ketentuan mengenai cidera janji yang dapat di lihat pada penjelasan Pasal 8, sebagaimana disebutkan sebagai berikut: 1. Pihak Kedua dikatakan cidera janji adalah sebagai berikut: apabila pihak kedua tidak memenuhi jumlah pengiriman tandan buah segar (TBS) kepada pihak pertama sesuai Pasal 1 ayat 2 dari surat perjanjian ini selama 1 (satu) minggu maka pihak pertama dapat memutuskan surat perjanjian ini secara sepihak sebelum jangka waktunya berakhir dan pihak pertama langsung membayar lunas sisa pembayaran sesuai jumlah dan tarif harga kwalitas TBS yang telah diterima oleh pihak pertama. 2. Pihak pertama dikatakan cidera janji adalah sebagai berikut: apabila pihak pertama tidak melakukan pembayaran TBS kepada pihak kedua sampai dengan 2 (dua) periode berturut-turut, maka pihak kedua dapat menghentikan pengiriman TBS nya kepada pihak pertama sampai adanya pembayaran tagihan 2 (dua) periode tersebut.
Universitas Sumatera Utara
62
Pasal 8 di atas menjelaskan tentang peristiwa cidera janji dan akibat hukumnya. Akibat yang dapat diterima oleh pihak kedua dalam peristiwa cidera janji ini adalah pihak pertama dapat memutuskan surat perjanjian ini secara sepihak sebelum waktu perjanjian berakhir. Dalam suatu perjanjian atau kontrak kerja dapat terjadi suatu perubahan – perubahan yang dianggap penting, maka untuk itu diperlukan adanya suatu pemberitahuan yang mana ketentuannya diatur dalam Pasal 9 yang berbunyi: “Setiap pemberitahuan/laporan persetujuan dan hal-hal lain yang dipandang perlu dalam melaksanakan pasal-pasal dalam surat perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain, harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan dengan cara diantar langsung dan dilengkapi dengan bukti tanda penerimaan.” Pasal 9 di atas pada dasarnya lebih bersifat administrasi dalam suatu perjanjian tersebut. Dimana dengan adanya klausula tentang pemberitahuan ini maka didapatkan suatu hal berupa suatu sistem manajemen tertentu atas hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit itu sendiri. Apabila dalam isi perjanjian / kontrak masih ada hal-hal lain yang dianggap perlu namun belum dicantumkan maka hal-hal lain tersebut diatur pada Pasal 10, yaitu: 1. Perubahan atau penambahan satu atau beberapa pasal di dalam surat perjanjian ini yang akan dibuat di kemudian hari oleh para pihak, maka ketentuan pasal tersebut adalah mengikat dan merupakan satu kesatuan dari surat perjanjian ini. 2. Dalam hal terjadi satu, sebagian atau lebih ketentuan dalam perjanjian ini menjadi tidak berlaku atau tidak dapat dilaksanakan karena adanya suatu peraturan perundang-undangan, keputusan atau kebijakan dari pemerintah, maka hal tersebut tidak menyebabkan ketentuan yang lainnya dari surat perjanjian ini menjadi tidak
Universitas Sumatera Utara
63
berlaku atau tidak mengikat, kecuali para pihak menghendaki lain. 3. Semua kuasa dan wewenang yang diberikan dalam surat perjanjian ini merupakan bagian terpenting dan tidak terpisahkan dari surat perjanjian ini, tidak dapat ditarik atau dicabut kembali dan juga tidak menjadi berakhir atau hapus jika pemberi kuasa atau yang memberi wewenang dibubarkan atau karena timbul peristiwa apapun, dan para pihak dengan ini melepaskan dan menyatakan tidak berlaku atau mengesampingkan Pasal 1813 dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 4. Judul pada setiap pasal surat perjanjian ini dipakai hanya untuk memudahkan membaca surat perjanjian, karenanya judul tersebut tidak memberikan penafsiran apapun atas isi surat perjanjian. Pasal 10 di atas adalah pasal yang mengatur klausula lain-lain. Lain-lain dimaksudkan dalam hal ini seperti adanya perubahan dan penambahan satu atau beberapa pasal maka ketentuan pasal perubahan atau penambahan tersebut mengikat dan merupakan satu kesatuan dengan surat perjanjian TBS kelapa sawit tersebut. Apabila terjadi suatu perselisihan, maka pengaturan mengenai penyelesaian perselisihan itu sendiri tercantum dalam Pasal 11, yaitu: 1. Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul antara pihak pertama dan pihak kedua sehubungan atau sebagian akibat dari adanya surat perjanjian ini maka akan diselesaikan secara musyawarah. 2. Bila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak sepakat untuk memilih domisili yang tetap dan umum di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Stabat Kabupaten Langkat. Dalam ketentuan pasal 11 tersebut, para pihak untuk pertama sekali akan mengambil langkah awal penyelesaian perselisihan yaitu melalui jalur musyawarah dan apabila dikemudian waktu tidak dapat ditemukannya jalan keluar berdasarkan jalur musyawarah tersebut, maka penyelesaian perselisihan dapat ditempuh penyelesaikan melalui pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan (litigasi) ataupun di luar pengadilan (non litigasi). Begitu pentingnya sengketa untuk diselesaikan secepat dan seefisien mungkin, agar tidak
Universitas Sumatera Utara
64
menimbulkan dampak yang lebih besar. Jika pilihannya penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga peradilan, para pihak memperhatikan asas yang berlaku dalam gugat-menggugat melalui pengadilan. Satu asas yang cukup penting adalah siapa yang mendalilkan, wajib membuktikan kebenaran dalilnya. Asas ini dijabarkan dalam Pasal 1865 KUH Perdata yang mengemukakan bahwa: “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkanhaknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.” Musyawarah merupakan suatu cara dalam menyelesaikan masalah dimana para pihak yang terlibat permasalahan, berembuk, saling menyampaikan permasalahan yang dihadapi, dan saling mencari jalan keluar yang terbaik dalam suasana persahabatan dan kekeluargaan. Musyawarah merupakan ciri kepribadian dari bangsa Indonesia sejak dahulu setiap masalah yang muncul diselesaikan dengan bersamasama dalam suatu tempat dan suasana yang khusus dan penuh semangat persaudaraan yang tinggi. Musyawarah merupakan suatu keadaan dimana para pihak yang terlibat permasalahan, duduk bersama dalam suatu tempat/ruangan dimana masing-masing pihak menyampaikan permasalahan masing-masing guna memperoleh suatu jalan keluar yang saling menguntungkan bagi masing-masing pihak.53 Penyelesaian melalui jalur litigasi, selain dari musyawarah juga ada yang disebut dengan alternative dispute
53
Muhammad Anwar, Musyawarah sebagai Solusi Pemecahan Masalah dalam Perselisihan Bisnis, Media Kencana, Jakarta, 2007, hal. 42
Universitas Sumatera Utara
65
resolution (ADR), antara lain meliputi negoisasi, mediasi dan arbitrase. Pasal 12, merupakan bagian penutup dari perjanjian kerjasama jual beli TBS antara PKS Kwala Sawit dan CV Bina Mandiri, yang mana surat perjanjian ini dibuat dalam rangkap 10 (Sepuluh) guna memenuhi syarat administrasi dan 2 (dua) diantaranya diberikan materai yang cukup sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sama. Adanya suatu pemakaian materai dikarenakan bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan,54 dengan kata lain merupakan alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tandan Buah Segar Antara PKS Kuala Sawit PTPN II Tanjung Morawa Dengan Rekanan Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN II Kwala Sawit dengan CV. Bina Mandiri melahirkan suatu hak dan kewajiban diantara para pihak sejak terjadinya kesepakatan dan penandatanganan perjanjian tersebut. Hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut didasarkan kepada kekuatan mengikat dari perjanjian tersebut yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya sebagaimana yang disebutkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (BW). Pembuatan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut memiliki makna adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut dalam hak hak dan kewajiban yang
54
Pasal 1 dan Pasal 2 UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai, diakses pada 24 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
66
harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak tersebut. Dalam perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit pihak penjual (CV. Bina Mandiri) memiliki kewajiban menyerahkan TBS kelapa sawit tersebut kepada pihak pembeli (PTPN II Kwala Sawit) dalam keadaan baik dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, sebagaimana telah diuraikan dalam bagian sebelumnya, bahwa TBS kelapa sawit yang disepakati layak untuk diperjual belikan adalah dengan kriteria berat minimal 8 Kg, varietas Tenera (DXP), Fraksi memenuhi kriteria matang panen, gagang dipotong pendek maksimal 2,5 Cm, bersih dari pasir, sampah dan benda-benda asing lainnya serta matang dan segar serta memberondol segar 5 (lima). Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit merupakan perjanjian jual beli terhadap barang bergerak bertubuh. Penyerahan barang bergerak bertubuh dalam suatu perjanjian jual beli dilakukan dengan penyerahan nyata atas barang tersebut oleh atau atas nama pemilik dalam hal ini adalah CV. Bina Mandiri yang juga selaku penjual. Penyerahan benda bergerak bertubuh dalam suatu jual beli yang harus dilakukan dengan penyerahan nyata barang yang diperjual belikan tersebut merupakan ketentuan yang disyaratkan oleh Pasal 612 KUH Perdata (BW). Sehubungan dengan penyerahan TBS dilakukan dipabrik (franco pabrik) maka pihak kedua dalam hal pengangkutan tidak terlepas dari resiko yang pada gilirannya akan menambah biaya. Hal ini biasa terjadi disebabkan cuaca, hujan deras yang mengakibatkan kondisi jalan dari tempat pengambilan TBS menjadi sulit dilalui sehingga terlambat sampai dipabrik dan TBS tidak dapat diterima, hal tersebut
Universitas Sumatera Utara
67
mengakibatkan truk pengaangkutan bisa menginap diluar pabrik dan bisa juga menginap dilokasi pengambilan TBS dikarenakan rusak ataupun terjebak dijalan yang berlumpur. Kewajiban-kewajiban pihak pertama (pembeli) dalam hal ini PTPN II Kwala Sawit ialah membayar harga pembelian TBS kelapa sawit pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perjanjian kerjasama jual beli yang telah disepakati. Pembayaran yang dilakukan oleh PTPN II Kwala Sawit kepada CV. Bina Mandiri wajib pula dilakukan dengan sistem transfer antar rekening melalui Bank Rakyat Indonesia sebagaimana yang telah pula disepakati dalam perjanjian. Pembayaran tranfer oleh pihak pembeli kepada pihak penjual dilakukan pada setiap akhir periode hari Rabu Minggu berjalan atau selambat-lambatnya dua hari setelah diterbitkannya Surat Tagihan oleh pihak pertama. Hal pihak pertama (penjual) menerima pembayaran sejumlah uang berdasarkan harga per satuan kilogram TBS kelapa sawit yang telah disepakati dan jumlah pembayaran yang diterima setiap minggunya di dasarkan kepada kuantitas TBS kelapa sawit yang telah diterima oleh pihak pertama (pembeli). Setiap pembayaran yang dilakukan oleh pihak pertama kepada pihak kedua wajib disertai dengan bukti penerimaan pembayaran (kwitansi) yang wajib ditandatangani oleh kedua belah pihak melalui perwakilannya masingmasing. Hak pihak pertama (pembeli) adalah menerima TBS kelapa sawit yang telah diserahkan oleh pihak penjual dalam keadaan baik kualitasnya dimana TBS kelapa sawit tersebut harus memiliki kriteria berat minimal 8 Kg, varietas Tenera (DXP),
Universitas Sumatera Utara
68
Fraksi memenuhi kriteria matang panen, gagang dipotong pendek maksimal 2,5 Cm, bersih dari pasir, sampah dan benda-benda asing lainnya serta matang dan segar serta memberondol segar 5 (lima). Hak dan Kewajiban lainnya adalah : bahwa pihak pembeli berhak untuk mensortir TBS yang diterima dari pihak penjual apakah sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sesuai yang diperjanjikan pada pasal 2 dalam surat perjanjian kerja sama selanjutnya juga pihak pembeli berhak untuk menentukan batas waktu penerimaan dan penimbangan jumlah TBS yang diterimanya seperti yang tertera pada pasal 3 (1 dan 8). Pihak pembeli juga berhak untuk menolak Tandan Buah Segar apabila tidak memenuhi pasal 2 dan 3, selain itu dilihat juga dari kemampuan pabrik dalam mengeolah TBS dari pihak pemasok maka untuk mengatasinya dapat dilakukan kebijakan pengalihan TBS dari pemasok ke PKS lain milik PTPN II dengan adanya pemberitahuan sebelumnya. Yang mana ketentuan mengenai jangka waktu penerimaan TBS yaitu pada jam 17.00 wib seperti pada perjanjian di kesampingkan oleh karena dibutuhkan waktu tambahan untuk proses pengalihan, sedangkan perihal ketepatan harga dan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam proses penyortiran hingga pengilingan TBS akan tetap sama seperti yang berlaku di PKS Kwala Sawit. Mengenai penetapan harga TBS merupakan hak PTPN II dalam hal ini dilakukan oleh Manager PKS.sesuai dengan pasal 4 surat perjanjian kerjasama. Mengenai pengangkutan, pembongkaran, biaya pengalihan TBS ke pabrik lain merupakan kewajiban dari pemasok, hal ini tertera dalam pasal 3 (10) dan pasal 6 (3)
Universitas Sumatera Utara