BAB II GAMES PUZZLE DAN DAYA INGAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Games Puzzle 1. Pengertian Games Puzzle Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yaitu teka-teki atau bongkar pasang, puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang.1 Puzzle merupakan permainan wajib bagi anak TK untuk melatih kesabaran dan ketekunan. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun, mental anak juga terbiasa tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motivasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya. Bermain puzzle, selain menyenangkan, ternyata juga dapat meningkatkan keterampilan dan kecerdasan seorang anak. Sehingga tidak heran jika hampir
semua
sekolah
TK
dan
Kelompok
Bermain
(Playgroup)
memanfaatkan puzzle sebagai sarana untuk belajar dan bermain.2 Banyak ahli yang mempercayai bahwa masa balita merupakan masa yang sangat penting bagi perkembangan otak anak. Salah satu contoh dari games puzzle itu adalah puzzle angka. Bilangan angka bongkar pasang atau puzzle ini bisa digunakan untuk mengajarkan anak mengenal angka sekaligus keterampilan dalam menyusunnya lagi.
1
Http://permainananakmuslim.blogspot.com/2013/09/pengertian-macam-macam-danfungsi.html. Diakses 19 September 2014. 2 Yusep Nur Jatmika, Ragam Aktivitas Harian untuk TK (Jogjakarta: Diva Press, 2012), hlm. 65.
22
23
Sebab, dalam permainan edukasi ini, semua huruf bisa dilepas. Puzzle angka biasa digunakan sebagai alat permainan edukasi bagi kelompok pendidikan anak usia dini (PAUD). Dari asyiknya menyelesaikan permainan ini, anak secara tidak langsung bisa melatih motorik halusnya, mengenal warna, merangkai urutan huruf, melatih kosentrasi, dan mengenal angka.3
2. Aturan Permainan Puzzle Dalam permainan puzzle, ada beberapa aturan yang harus dipenuhi. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan berbagai jenis puzzle, kemudian, tuntunlah anak dengan memberikan kebebasan kepadanya untuk memilih gambar dan jenis puzzle yang disukai. 2) Setelah anak-anak memilih jenis puzzle sesuai kesukaannya, tuntunlah mereka dengan menanyakan bentuk dan gambar yang mereka pilih. Misalnya, puzzle binatang. Rangsang anak sambil berdialog. 3) Setelah itu, anak memasang dan mencocokkan kembali satu persatu kepingan hingga selesai menjadi suatu bentuk utuh. 4) Tantanglah anak untuk melakukannya lebih cepat dan lebih cepat lagi. 5) Terakhir, ucapkan terima kasih dan berilah pujian pada anak.4
3
Yusep Nur Jatmika, Ragam Aktivitas Harian untuk Playgroup (Jogjakarta: Diva Press, 2012), hlm. 33. 4 Yusep Nur Jatmika, Op. Cit., hlm. 65-66.
24
3. Manfaat Games Puzzle Berikut adalah beberapa manfaat bermain puzzle bagi anak: a) Merangsang motorik halus anak saat menyusun potongan gambar. Permainan ini juga dapat melatih anak berpikir, yakni mulai melihat potongan bentuk puzzle, mamahami bentuknya, dan berupaya menata kembali bentuk tersebut setelah diacak-acak. Aktivitas ini juga mengasah kesabaran anak dalam mencari pemecahan masalah. b) Melatih kesabaran. Puzzle juga melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan suatu tantangan. c) Meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak belajar berkosentrasi. Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi dalam menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut. d) Melatih koordinasi tangan dan mata. Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga membantu anak mengenal dan menghafal bentuk. e) Meningkatkan keterampilan kognitif. Keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan dalam belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena ia pada dasarnya menyukai bentuk dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle, anak akan mencoba memecahkan masalah, yaitu menyusun gambar.
25
f) Meningkatkan keterampilan sosial. Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan maupun berkelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara berkelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam berkelompok, anak akan saling menghargai, membantu, dan berdiskusi satu sama lain.5 4. Prinsip Pembelajaran dengan Media Games Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi (penyampaian pesan). Proses komunikasi harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian tukar-menukar pesan atau informasi oleh setiap guru dan peserta didik. Menurut Ahmad Rohani yang dimaksud pesan atau informasi dapat berupa pengetahuan, keahlian, ide, pengalaman, dan sebagainya.6 Istilah belajar dan pembelajaran berasal dari bahasa Inggris learning dan instruction. Belajar sering diberi batasan berbeda-beda tergantung sudut pandangnya. Hilgard mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan, sementara seseorang seperti kelelahan atau di bawah pengaruh obat-obatan. 7
5 6
Ibid, hlm. 66-67. Nelva Rolina, Alat Permainan Edukatif Anak Usia Dini (Yogyakarta: Ombak, 2012),
hlm. 1. 7
hlm.13.
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
26
Menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara, belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsunng seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).8 Menurut Gagne dan Briggs, pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk memenuhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa.9 Guru yang mengharapkan proses dan hasil pembelajarnnya supaya efektif, efisien, dan berkualitas, semestinya memperhatikan faktor media instruksional yang keberadaannya memiliki peranan sangat penting. Media instruksional merupakan integral-part (bagian menyeluruh) dari proses komunikasi instruksional (belajar-mengajar) dan bertumpu pada tujuan pendidikan. Bila dihubungkan dengan anak usia dini, media pembelajaran dikenal sebagai Alat Permainan Edukatif atau sering disingkat APE. Menurut Anggani Sudono, alat permainan adalah semua alat bermain yang digunakan anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam
8
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Cet. 2 (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 3. 9 Mubiar Agustin, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 82.
27
sifat seperti bongkar pasang, mengelompokkan, memadukan, mencari padanannya, merangkai, membentuk, mengetok, menyempurnakan suatu desain, atau menyususn sesuai bentuk utuhnya. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa APE merupakan alat permainan yang mempunyai nilai-nilai edukatif, yaitu dapat mengembangkan segala aspek dan kecerdasan yang ada pada diri anak.10 Alat permainan yang dapat mengembangkan segala aspek dan kecerdasan yang ada pada anak dapat diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran yang sesuai, diantaranya: 1. Active Learning, yaitu pembelajaran yang menuntut keaktifan anak. 2. Attractive Learning, yaitu pembelajaran yang menarik 3. Joyful Learning, yaitu pembelajaran yang menyenangkan. 4. Multiple
Intelligenes
Approach,
yaitu
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan kecerdasan jamak/majemuk. Melihat pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa APE adalah alat yang dirancang untuk mengoptimalkan perkembangan dan kecerdasan anak usia pra sekolah (anak usia dini) serta bernilai edukatif. APE tidak harus mahal, namun dapat dibuat dari bahan-bahan disekitar kita ataupun barang bekas yang tidak terpakai. APE harus dimanfaatkan untuk mengembangkan tidak hanya satu aspek perkembangan ataupun kecerdasan anak. Hal tersebut juga sesuai dengan prinsip pembelajaran AUD yaitu pembelajaran terpadu atau tematik.
10
Nelva Rolina, Op. Cit., hlm. 4.
28
Berikut ini ada beberapa contoh untuk memilih permainan edukatif bagi anak: 1) Contoh permainan untuk anak 1 tahun. Permainan memasukkan benda ke dalam wadah atau menumpuk benda (seperti gelas plastik mineral), sangat cocok bagi anak satu tahunan. Setelah itu sikecil bisa ditawari mainan sigle puzzle, yaitu mainan yang pada penutupnya diberi lubang-lubang yang berbentuk geometris, seperti segitiga, segiempat, dan lingkaran. Lalu sikecil diminta memasukkan benda-benda yang sesuai pada lubangnya. Namun, kita belum bisa menuntutnya untuk memasukkan setiap bentuk sampai selesai, mainkan harus satu persatu. Berikan ia bentuk segitiga dulu lalu arahkan tangannya untuk memasukkan kelubang yang berbentuk sama dengan arahan yang tepat misalnya. 2) Contoh permainan untuk anak 2 tahun. Puzzle berbentuk rumah-rumahan, buah atau binatang dengan 2-3 pecahan. Untuk menyusun puzzle tersebut tentu dibutuhkan keterampilan sehingga anak akan dirangsang untuk mengembangkan kemampuannya. 3) Contoh permainan untuk 3-5 tahun. Bila sebelumnya puzzle diberikan hanya terdiri atas beberapa keping saja, kini tingkatkan dengan puzzle yang memiliki lebih banyak kepingan. 11
11
M. Sugeng Sholehudin, Psikologi Perkembangan dalam Perspektif Pengantar (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2008), hlm. 129-130
29
B. Daya Ingat 1. Pengertian Ingatan Ingatan merupakan alih bahasa dari memory. Para psikolog mendefinisikan ingatan (memory) sebagai penyimpan informasi atau pengalaman seiring dengan berjalannya waktu. Ingatan terjadi melalui tiga proses penting yaitu encoding, penyimpanan, dan retrieval. Encoding adalah sebuah proses saat informasi masuk ke dalam penyimpanan ingatan. Penyimpanan adalah menyimpan ingatan seiring dengan berjalannya waktu. Sedangkan retrieval adalah mengambil informasi dari penyimpanan.12 Ingatan
adalah
kemampuan
manusia
untuk
menyimpan
dan
menampilkan kembali stimulus-stimulus yang diterimanya, baik berupa pengalaman,
pengetahuan,
maupun
informasi
dengan
segala
keterbatasannya. Keterbatasan disini bisa berupa kegagalan membuka ingatan yang telah disimpannya ataupun keterbatasan dalam menerima stimulus yang tersedia.13 Menurut para ahli psikologi terdapat dua perbedaan dasar dari ingatan yaitu: a. Tiga tahapan ingatan Yaitu proses memasukkan pesan dalam ingatan (encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat kembali (retrival).
12 13
200.
Laura A. King, Psikologi Umum (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hlm. 396-397. Arie Arumwardhani, Psikologi Kesehatan (Yogyakarta: Galang press, 2011), hlm. 199-
30
b. Dua jenis ingatan Yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. 1) Ingatan jangka pendek Kemampuan mengingat kembali dari proses penyimpanan ingatan sebelumnya dengan jangka waktu yang singkat. 2) Ingatan jangka panjang Kemampuan mengingat informasi yang telah diterima, dengan jangka waktu yang lama (mungkin setelah selang beberapa tahun).14
2. Upaya Meningkatkan Kemampuan Ingatan Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan ingatan adalah sebagai berikut: a) Retrival (pengulangan). Informasi yang sering diulang-ulang akan semakin diingat. Untuk salah satu strategi meningkatkan kemampuan memori adalah mengulang-ulang kembali. Ini selaras dengan teori pembiasaan. b) Informasi yang akan diingat harus mempunyai hubungan dengan hal lain. Konteks (peristiwa, tempat, nama, perasaan tertentu) memegang peranan penting. c) Mengorganisasi informasi sedemikian rupa sehingga dapat diingatkan kembali.15
14
Ibid, hlm. 200-201. Abdul Rahman Saleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Cet. Ke-4 (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 146. 15
31
Selain diatas, ada juga beberapa metode-metode yang digunakan untuk meningkatkan ingatan, yaitu: a) Metode dengan usaha untuk belajar (learning method) Merupakan metode untuk menggali kemampuan ingatan dengan cara menggali sejauh mana waktu yang diperlukan atau usaha yang ditempuh subjek, untuk dapat menguasai materi yang akan dipelajari dengan sebaik-baiknya. b) Metode mempelajari kembali (relearning method) Merupakan metode pengulangan pembelajaran seperti saat menerima materi pertama kali agar dipelajari sampai dengan kriteria-kriteria tertentu, dengan tujuan untuk mengingat kembali. Diharapkan semakin sering dipelajari, akan semakin sedikit waktu yang dibutuhkan karena relearning method membutuhkan waktu yang lebih singkat. c) Metode rekonstruksi (reconstruction method) Merupakan
metode
dimana
subjek
diminta
untuk
melakukan
rekonstruksi ulang akan materi yang diberi padanya. Didalam pelaksanaan rekonstruksi akan diketahui lamanya penggunaan waktu dan letak kesalahan yang dilakukan. d) Metode mengenal kembali Digunakan dengan mengambil bentuk pengenalan kembali. Subjek atau individu diberi materi dan diminta mempelajarinya untuk mengukur sampai sejauh mana dari materi tersebut yang dapat diserap, kemudian mereka diuji dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda.
32
e) Metode mengingat kembali Menggunakan metode agar subjek membuat suatu tugas yang dapat mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya, bisa dilakukan dengan menulis esay atau karangan. f) Metode asosiasi berpasangan Pada metode ini subjek diminta untuk mempelajari materi yang berpasangan. Untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan mengingat subjek bila diberikan stimulus dari soal yang berpasangan.16
3. Faktor yang Menyebabkan Lupa Berbicara mengenai ingatan sebenarnya juga berbicara mengenai kelupaan. Kemampuan ingatan pada manusia itu terbatas, dalam arti bahwa tidak semua yang disimpan dalam ingatan itu dapat ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran. Dengan kata lain manusia itu dapat mengalami kelupaan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lupa, yaitu: a. Inhibisi interaktif, yaitu saling memengaruhi antara memory traces yang lama dengan yang baru, dimana saling memengaruhi tadi lebih bersifat menghambat atau menghalangi pada waktu kita akan mengingat kembali (recall), membayangkan kembali dua konsep atau dua fakta atau lebih yang telah pernah dipelajari, berarti masuk di dalam retensi secara berturut-turut,
16
maka
terjadilah
semacam
Arie Arumwardhani, Op. Cit., hlm 204-205.
kompetisi
diantaranya.
33
Pemanggilan kembali atau recall hal yang pertama terjadilah intrusi atau semacam gangguan oleh yang kedua. Hal ini disebut inhibisi retroaktif, dan apabila akan merecall ingatan-ingatan yang kedua, maka ingataningatan yang pertama menganggunya. Hal ini disebut inhibisi proaktif, kedua-duanya lalu disebut inhibisi interaktif, maka menyebabkan lupa. Artinya, bahwa ingtan yang telah disimpan itu tidak dapat muncul dalam kesadaran jiwa kita. b.Bahan yang dipelajari tidak atau kurang mempunyai arti. c. Represi atau tekanan, terutama tekanan batin atau emosi juga dapat menyebabkan lupa. Misalnya, hal-hal yang tidak menyenangkan, situasi kacau, sukar untuk mereproduksi hal-hal yang telah pernah dipelajari. d.Perubahan-perubahan di dalam siatuasi recall. Oleh karena situasi-situasi belajar yang berbeda, maka memengaruhi ingatan juga. Misalnya, ketika masih dirumah anak-anak hafal akan bahan-bahan yang untuk ulangan disekolah, tetapi sesampai di sekolah, banyak yang tidak teringat lagi. Mereka mengalami lupa. e. Perubahan-perubahan dalam struktur kognisi, sikap, dan interest. Faktorfaktor ini memang amat penting di dalam proses belajar. Jadi kalau struktur kognisi, sikap, atau interest berubah, maka memegaruhi recall juga. Misalnya, karena ulangan atau ujian yang tertunda, bahkan banyak yang lupa bahan-bahan yang telah dipelajari. Hal ini karena pada individu mengalami perubahan-perubahan psikologis tersebut di atas.
34
f. Kurangnya ketahanan mental, juga dapat menyebabkan lupa. Misalnya, rasa gemetar pada waktu akan menghadapi sesuatu, jadinya bahkan lupa apa-apa yang diingat, apa-apa yang telah dipelajari jadi hilang (lupa).17
C. Anak Berkebutuhan Khusus 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Menurut Heward dan Orlansky, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.18 Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna)
mengalami
kelainan
atau
penyimpangan fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional dalam proses pertumbuhan sehingga memerlukan pelayanan yang khusus.19 Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus dikelompokkan kedalam kelainan fisik, kelainan mental, dan karakteristik sosial. a. Kelainan fisik Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada alat 17
Ki Fudyartanta, Psikologi Umum (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 324-328. Emirfan TM, Panduan Lengkap Orangtua dan Guru untuk Anak dengan Diskalkulia (Yogyakarta: Javalitera, 2013), hlm. 13. 19 Bandie Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Refika Aditama, 2006). Hlm. 3. 18
35
fisik indra, misalnya kelainan indra pendengaran (tunarungu), kelainan pada organ bicara (tunawicara), kelainan alat motorik tubuh atau yang dikenal dengan tunadaksa. b. Kelainan Mental Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berfikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dibagi menjadi dua, yaitu kelainan mental dalam arti lebih seperti anak berbakat/ anak genius, dan kelainan mental dalam arti kurang atau tuna grahita yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal). c. Kelainan Perilaku Sosial Kelainan perilaku atau tuna laras sosial adalah mereka yang mengalami
kesulitan
untuk
menyesuaikan
diri
terhadap
lingkungan, tata tertib, norma sosial, dan lain-lain.20 Dari klasifikasi diatas maka yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunagrahita, tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan.
20
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berlainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 4-10.
36
2. Karakteristik dan Faktor-faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Karakteristik
spesifik
anak
berkebutuhan
khusus
pada
umumnya berkaitan, meliputi tingkat perkembangan sensori motor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial serta kreativitasnya. Adanya perbedaan karakteristik
setiap
peserta
didik
berkebutuhan
khusus
akan
memerlukan perhatian khusus pula. Pendidik dituntut memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengkombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemampuan berpikir, melihat, mendengar, dan cara bersosialisasi. Anak
berkebutuhan
khusus
yang
memiliki
gangguan
perkembangan (hendaya) yang paling banyak mendapat perhatian pendidik dan telah diberikan layanan dengan karakteristik dan faktorfaktor penyebabnya antara lain sebagai berikut: a. Tunarungu Tunarungu
merupakan
suatu
istilah
umum
yang
menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah
yang
kehilangan
kemampuan
mendengar
sehingga
menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik menggunakan ataupun tidak menggunakan alat bantu dengar (ABD)
37
yang dapat membantu keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.21 Adapun ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan bahasanya terlambat. 2. Tidak bisa mendengar. 3. Lebih sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. 4. Ucapan kata yang diucapkan tidak begitu jelas. 5. Kurang/tidak menanggapi komunikasi yang dilakukan oleh orang lain terhadapnya. 6. Sering memiringkan kepala bila disuruh mendengar. 7. Keluar nanah dari kedua telinga. 8. Terdapat kelainan organis telinga. Menurut beberapa ahli, tunarungu dapat disebabkan oleh enam faktor, yaitu: 1. Keturunan. 2. Penyakit bawaan dari pihak ibu. 3. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran. 4. Radang selaput otak (meningitis). 5. Otitis media (radang pada telinga tengah). 6. Penyakit anak berupa radang atau luka-luka. Namun, penyebab ketunarunguan paling banyak adalah keturunan dari pihak ibu dan komplikasi selama kehamilan.22 21
Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu Pembelajarannya (Jogjakarta: Javalitera, 2012), hlm. 17.
dan
Tunawicara
serta
Strategi
38
Seperti diuraikan diatas, bahwa ketunarunguan dapat berdampak pada masalah kognisi anak, yaitu: 1. Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dari pada kemampuan verbal anak dengar. 2. Performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar. 3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dari pada anak dengar terutama pada informasi yang bersifat suksestif atau berurutan. 4. Informasi serempak anak tunarungu tidak berbeda dengan anak mendengar. 5. Daya ingat jangka panjang anak tunarungu tidak berbeda dengan anak mendengar, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah.23
b. Tunanetra Menurut direktorat pembinaan sekolah luar biasa yang dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan
dan
penglihatan
atau
tidak
berfungsinya
indera
penglihatan.24 Berdasarkan kemampuan daya penglihatan, tunanetra dibagi menjadi tiga, yaitu: 22
35.
23
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 34-
Ahmad Wasita, Op. Cit. hlm. 22. Ardhi Widjaya, Seluk Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya (Jogjakarta: Javalitera, 2013), hlm. 12. 24
39
1. Tunanetra ringan, yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti programprogram pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. Ciri-ciri low vision adalah menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, dan memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama dicahaya terang saat mencoba melihat sesuatu. 2. Tunanetra sangat berat, yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu menikuti pendidikan biasa mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. 3. Tunanetra berat, yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.25 Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri anak (internal) ataupun dari luar anak (eksternal). Faktor internal kemungkinan karena faktor gen (sifat pembawaan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedang faktor eksternal terjadi pada saat/sesudah bayi dilahirkan, misal kecelakaan, terkena racun, virus trachoma, bakteri, dan lain sebagainya.
25
Ibid, hlm. 16.
40
Heyes, seorang ahli pendidikan anak tunanetra telah melakukan penelitian terhadap kondisi kecerdasan anak tunanetra. Kesimpulan hasil penelitiannya sebagai berikut: 1. Ketunanetraan tidak secara otomatis mengakibatkan kecerdasan rendah. 2. Mulainya ketunanetraan tidak memengaruhi tingkat kecerdasan. 3. Anak tunanetra ternyata banyak yang berhasil mencapai prestasi intelektual
yang
baik,
apabila
lingkungan
memberikan
kesempatan dan motivasi kepada anak tunanetra untuk berkembang. 4. Penyandang ketunanetraan tidak menunjukkan kelemahan dalam intelegensi verbal. Kesimpulan hasil penelitian diatas, setidaknya menegaskan bahwa pada dasarnya kondisi kecerdasan anak tunanetra tidak berbeda dengan anak normal umumnya. Apabila diketahui kondisi kecerdasan anak tunanetra lebih rendah dari anak normal (awas, melihat) pada umumnya, hal tersebut disebabkan karena anak tunanetra
mengalami
hambatan
persepsi,
berpikir
secara
komprehensif dan mencari rangkaian sebab akibat.26 Hal ini menunjukkan bahwa ketunanetraan anak tidak secara otomatis membuat daya ingat anak menjadi lemah. Daya ingat anak tunanetra
26
Mohammad Efendi, Op. Cit., hlm. 44.
41
bisa baik apabila lingkungan memberikan kesempatan dan motivasi kepada anak tunanetra untuk berkembang.
c. Tunadaksa Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.27 Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan. Individu yang termasuk termasuk tunadaksa di antaranya adalah cerebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa ada tiga. Pertama, ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi. Kedua, Sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik. Ketiga, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.28 Kondisi
ketunadaksaan
pada
anak
sebagian
besar
menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan kognitifnya. Khusus anak cerebral palsy, selain mengalami kesulitan dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, merekapun seringkali mengalami kesulitan dalam komunikasi, persepsi, maupun kontrol 27
Aqila Smart, Op. Cit., hlm. 44. Aphroditta M, Panduan Lengkap Orangtua dan Guru untuk Anak dengan Disgrafia (Kesulitan Menulis) (Jogyakarta: Javalitera, 2012), hlm 46. 28
42
geraknya, bahkan beberapa penelitian sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita).29 Sehingga ini akan berpengaruh terhadap ingatan anak tunadaksa khususnya yang cerebral palsy yaitu mereka akan mengalami kesulitan dalam ingatan jangka pendek. d. Tunalaras Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya.30 Penderita tunalaras memiliki ciri-ciri sebagai berikut: berani melanggar aturan yang dipakai, mudah emosi, dan suka melakukan tindakan agresif. Tunalaras dapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak baik atau broken home, kurangnya kasih sayang dari orangtua, kemampuan sosial dan ekonomi rendah, adanya konflik budaya, yaitu adanya perbedaan pandangan hidup antara keadaan sekolah dan kebiasaan keluarga, dan memiliki keturunan gangguan jiwa.31 Kondisi kecerdasan anak tunalaras mengikuti distribusi normal sehingga memungkinkan tingkat kecerdasan anak tunalaras berada pada rentangan dibawah normal, rata-rata normal, atau diatas normal. Apabila kondisi ketunalarasan dijumpai pada anak dengan
29
Mohammad Efendi, Op. Cit, hlm. 126. A. Dayu P., Mendidik Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) (Jogjakarta: Javalitera, 2013), hlm. 19. 31 Aqila Smart, Op. Cit., hlm. 55-56. 30
43
taraf kecerdasan rendah, maka ingatan anak juga rendah. Hal ini karena anak mengalami kesulitan dalam memahami dan mencerna norma atau aturan yang berlaku. Akan tetapi, jika ketunalarasan yang dilakukan oleh anak dengan taraf kecerdasan tinggi, maka ingatan anak cukup bagus.32 . e. Tunagrahita Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental retardation). Tuna berarti merugi, grahita berarti pikiran. Retardasi mental berarti terbelakang mental.33 Pada tunagrahita, ciri-cirinya bisa dilihat jelas dari fisik, antara lain: 1. penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar. 2. Tidak mampu mengurus diri sendiri sesuai usia. 3. Perkembangan bicara dan bahasa terlambat. 4. Tidak ada atau kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan. 5. Koordinasi gerakan kurang. 6. Sering keluar ludah dari mulut.34 Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 32
Mohammad Efendi, Op. Cit., hlm 160. Nunung Apriyanto, Seluk Beluk Tuna Grahita dan Strategi Pembelajarannya, Cet. 2 (Jogjakarta: Javalitera, 2013), hlm. 28. 34 A. Dayu P., Op. Cit., hlm. 19. 33
44
1. Anomali genetic atau kromosom, seperti down syndrome. 2. Penyakit infeksi. 3. Kecelakaan dan menimbulkan trauma di kepala. 4. Prematuritas (bayi lahir sebelum waktunya yaitu kurang dari 9 bulan). 5. Bahan kimia yang berbahaya, keracunan pada ibu berdampak pada janin, atau polutan lainnya yang terhirup oleh anak.
Pada dasarnya, anak yang memiliki kemampuan kecerdasan dibawah
rata-rata
normal
atau
tunagrahita
menunjukkan
kecenderungan rendah pada fungsi umum kecerdasannya, sehingga banyak hal menurut persepsi orang normal dianggap wajar terjadi akibat dari suatu proses tertentu, namun tidak demikian halnya menurut persepsi anak yang mempunyai kecerdasan sangat rendah. Hal-hal yang dianggap wajar oleh orang normal, barang kali dianggap sesuatu yang sangat mengherankan oleh anak tunagrahita. Semua itu terjadi karena keterbatasn fungsi kognitif anak tunagrahita. Dalam berbagai studi diketahui bahwa ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi yang lebih baik dan sejajar dengan anak normal, karena kesetiaan ingatan anak tunagrahita sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan kepada anak tunagrahita cenderung tidak
45
melalui proses analisis kognitif, seperti yang dikemukakan oleh Mussen, dkk. Akibatnya, anak tunagrahita jika dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan proses pemanggilan kembali pengalaman atau peristiwa yang lalu, seringkali mengalami kesulitan.35
f. Autis Autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala yang tampak adalah gangguan pada bidang perkembangan, perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.36 Para ilmuan menyebutkan autis terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor-faktor yang diduga kuat mencetuskan autis yang masih misterius ini.37 1. Genetik Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autis. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi. 35
Mohammad Efendi, Op. Cit., hlm. 97. Nattaya Lakshita, Panduan Simpel Mendidik Anak Autis (Yogyakarta: Javalitera, 2013), hlm. 26. 37 Ibid, hlm. 26-28. 36
46
2. Pestisida Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autis. Beberapa riset menemukan, pestisida akan menganggu fungsi gen disistem saraf pusat. 3. Obat-obatan Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika alam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autis. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidome. Thalidome adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. 4. Usia orang tua Makin tua usia orang tua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autis. 5. Perkembangan otak Area tertentu diotak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan, dan pengaturan mood, berkaitan dengan autis. Ketidakseimbangan neurotransmitter, seperti domain dan serotonin, diotak juga dihubungkan dengan autis.
Anak autis dapat memiliki kemampuan ingatan dan bicara secara normal ataupun berada diatas normal, tetapi sulit untuk berpartisipasi dan berteman dengan rekan sebayanya. Penderita
47
yang agak parah biasanya dihimbau agar mendapat bantuan intensif agar dapat mempelajari kemampuan dasar dalam menjalani kegiatan sehari-hari.38
g. Hiperaktif Dewasa ini banyak kalangan medis masih menyebutkan anak hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD). ADHD adalah gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan). Gangguan ini juga dikenal sebagai
gangguan
pemusatan
perhatian
dan
hiper-aktivitas
(GPPH).39 Karakteristik yang paling mudah dikenal bagi anak hiperaktif adalah selalu berjalan, tidak mau diam, suka mengganggu teman, sulit berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah/suruhan, bermasalah dalam belajar. Hiperaktif
dapat
disebabkan
oleh
gangguan
fungsi
neuorologis, khususnya gangguan didalam biokimia otak yang mencakup aspek neurologis dari neurotransmitter yang dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat aktivitas anak. Berbagai virus, zat kimia berbahaya, limbah pabrik, faktor genetika orangtua, masalah selama kehamilan ibu dan pada saat
38 39
Nattaya Lakshita, Op. Cit., hlm. 12. Lusi Nuryanti, Psikologi Anak (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm. 78.
48
kelahiran,
atau
apa
saja
yang
menimbulkan
kerusakan
perkembangan otak berperan penting penyebab hiperaktif. Anak hiperaktif mengalami kesuliatan dalam mengingat informasi yang baru didapat untuk jangka waktu yang pendek. keadaan ini dapat mempengaruhi kegiatan belajar, karena anak cenderung tidak dapat merespon dengan baik setiap instruksi. Dengan demikian mereka juga mengalami kesulitan dalam mempelajari simbol-simbol, seperti warna dan alphabet.40
h. Kesulitan Belajar Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca, berhitung, dan berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang, dan keterlambatan perkembangan konsep.41 Kesulitan yang mereka dapatkan pada bidang akademik antara lain membaca, menulis dalam menyampaikan ide, mengeja 40
Yuli Isnanto, Mendidik Anak ADD (Attention Deficit Disorder) (Jogjakarta: Javalitera, 2013), hlm. 41. 41 Aphroditta M, Op. Cit., hlm. 47.
49
suatu tulisan yang bersifat cerita, melakukan komunikasi melalui tulisan atau surat menyurat, dan matematika. Terutama pemahaman terhadap konsep-konsep dan cara melakukan perhitungan angkaangka. Pada bidang kognitif, berkaitan erat dengan kemampuan berpikir. Umumnya peserta didik yang berprestasi rendah menunjukkan kekurangmampuan dirinya dalam mengadaptasi proses informasi yang datang pada dirinya. Baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun persepsi tubuhnya. Mereka memerlukan latihan untuk dapat mengefektifkan daya ingatannya, perhatian, dan kesadaran dirinya terhadap tugas-tugas sesuai dengan karakteristik kelainannya (yang bersifat memory, attention, and metacognition).42
42
Bandie Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Refika Aditama, 2006). Hlm. 25.