BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Etnis Tionghoa Di Sumatera Utara Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi “Tionghoa” (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an. Etnis Tionghoa menurut Purcell adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka gunakan 21 Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis penting dalam percaturan sejarah di Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yabg berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Etnis Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat bersamaan mereka berhubungan dengan etnis Tionghoa perantauan lain atau negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau kaitan erat dengan budaya 21
Leo Suryadinata. 2002. Negara dan Etnis Tionggghoa. Jakarta: LP3ES
22 Universitas Sumatera Utara
Tiongkok. Menurut Liem, etnis Tionghoa di Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur dengan penduduk setempat, serta menguasai satu atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. 22 Tionghoa di Sumatera Utara, sama seperti Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang bermigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok di Sumatera Utara yang merantau dan berdagang di Asia Tenggara. Perantau Tionghoa itu kemudian menetap di negara-negara yang mereka kunjingi, karena dilarang kembali ke leluhurnya. Masyarakat Tionghoa telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan nusantara. Salah satu catatan-catatan tertua ditulis oleh para agamawan Fa Hasien pada abad ke4 dan terutama I Ching pada abad ke-7. I Ching ingin datang ke Indonesia untuk mempelajari agama Budha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa sansekerta dahulu. Di jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra. Kemudian dengan berkembangnya negara-negara kerajaan di tanah jawa mulai abad ke-8, para imigran Tionghoa di Sumatera Utara pun mulai berdatangan terutama untuk kepentingan berdagan. Pada prasasti-prasasti dari jawa orang 22
Liem, Dr. Yusiu. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina. Jakarta: Djambatan, hal. x
23 Universitas Sumatera Utara
Tionghoa disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama suku bangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anak benua India. Dalam prasasti-prasasti ini orang-orang Tionghoa disebut sebagai Cina dan seringkali jika disebut, dihubungkan dengan sebuah jabatan bernama juru Cina atau kepala orangorang Tionghoa setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 23 Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Orang Tionghoa di Sumatera Utara terbiasa menyebut diri mereka sebagai tenglatng (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Sedangkan dalam dialek mandarin disebut Tangeng (Hanzi: 唐人, bahasa Indonesia: Orang Tang). Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Sumatera Utara mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han(Hanzi:
唐人, hanyu
pinyin: hanren, bahasa Indonesia: orang Han).
23
http//zonachinese.blogspot.com/2010/asal muasal orang Tionghoa dikutip dari Mahdalena Lidya skripsi, Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah 2010, Di kelurahan Pusat Pasar Medan Kota. Hal 42.
24 Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 dari badan pusat statistik Medan jumlah penduduk masyarakat etnis tionghoa di Sumatera Utara mencapai 340.320 , dan berdasarkan data kependudukan catatan tahun 2005 dari dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Medan jumlah penduduk etnis Tionghoa di Medan mencapai 25% dari total keseluruhan penduduk Medan yang berjumlah 2.036.018. 24 jumlah ini lebih meningkat dibanfing sensus penduduk tahun 2001 yang hanya 10.6%. Etnis Tionghoa merupakan etnis ketiga terbesar di Sumatera Utara setelah jawa, batak karo. Populasi Tionghoa di Indonesia berdasarkan Volkstelling (sensus) di masa Hindia Belanda, mencapai 1.233.000 (2,03%), dari penduduk Indonesia di tahun 1930 tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W.Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961. Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah etnis TionghoaIndonesia saat ini ialah berada diantara kisaran 4%-5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 25
24
ibid http//zonachinese.blogspot.com/2010/asal muasal orang Tionghoa. Diakses pada tanggal 14 april 2016, pukul 12:45 WIB. 25
25 Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di Sumatera Utara. Daerah-daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: Bangka-Belitung, pulau Jawa, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan, Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Keberadaan etnis Tionghoa di kota Medan bervariasi dan juga dalam jangka waktu yang berbeda. Gelombang pertama dimulai pada abad ke-15, ketika armada perdagangan Tiongkok datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur dan melakukan hubungan dagang dengan sistem barter. Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian para pedagang tersebut ada yang menetap di Sumatera Timur. 26 A.1.
Masyarakat Tionghoa pada masa Orde Lama Konflik pribumi dengan etnis Tionghoa sebenarnya sudah terjadi ketika
pertama kali etnis Cina datang ke Nusantara. Sikap anti Tionghoa semakin kuat pada zaman Orde Lama (ORLA) tahun 1959 dengan munculnya keputusan larangan dagang bagi orang asing termasuk Tionghoa. Kondisi ini membuat para pedangan Tionghoa mendapat kesulitan. Buah dari kondisi ini, ada sekitar 100 ribu etnis Tionghoa mencoba lari daro Indonesia menuju negeri asalnya.
26
5 M.R. Lubis. 1995. Pribumi di mata orang Cina. Medan : Pustaka Widyasarana.
26 Universitas Sumatera Utara
Pada jaman orde lama hubungan antara Indonesia dengan Cina sangat mesra, sampai-sampai tercipta hubungan politik Poros Jakarta-Peking. Pada waktu itu (PKI). Pada tahun 1946 Konsul Jendral Pem. Nasionalis Tiongkok, Chiang Chia Tung (itu waktu belum ada RRT) dengan Bung Karno datang ke Malang dan menyatakan Tiongkok sebagai salah satu 5 negara besar (one of the big five) berdiri dibelakang Republik Indonesia. Orang Tionghoa mendapat sorakan khalayak ramai sebagai kawan seperjuangan. Di stadion Solo olahragawan Tony Wen dengan isterinya (bintang film Tionghoa) menyeruhkan untuk membentuk barisan berani mati (cibakutai, kamikaze) melawan Belanda dan sesuai contoh batalyon Nisei generasi ke II Jepang di USA yang ikut dalam perang dunia ke II, di Malang ingin didirikan batalyon Tionghoa berdampingan dengan lain-lain kesatuan bersenjata seperti Laskar Rakyat, Pesindo, Kris (gol. Menado), Trip (pelajar) dsb. Pimpinan Tionghoa kuatir provokasi kolonial dapat menimbulkan bentrokan bersenjata dengan kesatuan Pribumi. Mereka menolak pembentukan batalyon tsb. Orang-orang Tionghoa yang ingin ikut melawan Belanda dianjurkan untuk masing-masing masuk kesatuankesatuan Pribumi menurut kecocokan pribadi.
Namun etnis Tionghoa yang begitu dihargai pada masa orde baru, justru menjadi sasaran pelampiasan massa yang dipolitisir, karena peristiwa G30S/PKI yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia, ada anggapan bahwa komunis pasti orang Cina, padahal anggapan seperti itu belum tentu benar. Peristiwa G30S/PKI menjadi
27 Universitas Sumatera Utara
salah satu peristiwa yang sanagt membuat trauma etnis Tionghoa selain kierusuhan Mei 98. 27 Pada masa Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indoensia dari keturunan Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan dan Lainlain. Oei Tjoe Tat pernah diangkat sebagai salahsatu “tangan kanan” Ir Soekarno pada masa kabinet Dwikora. 28 Pada masa ini hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan Tionghoa dapat dikatakan sangat baik. Walau pada Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik yang diskriminatif seperti peraturan pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah luar ibukota provinsi dan kabupaten. Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadao distribusi barang dan pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965 dan lainnya. Kerusuhan anti Tionghoa pada masa Orde Lama, pada tahun 1963 terjadi di berbagai daerah, termasuk di kota Medan. Kerusuhan terjadi akibat kesenjangan kemakmuran. Etnis Tionghoa terkena imbas dari situasi politik-ekonomi saat itu, yaitu inflasi yang melonjak tinggi, kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok, frustasi terhadap kebijakan ekonomi pemerintah Soekarno yang amburadul. Rasa frustasi dengan mudah dapat diarahkan dengan mencari target kemarahan yang
27
https://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-etnis-tionghoa-di-indonesia-dari-masake-masa. diakses pada tanggal 14 april 2016. Pukul 1:30 WIB. 28 Ibid hal 44
28 Universitas Sumatera Utara
termanifestasikan dalam kerusuhan anti-Cina/Tionghoa, dan ini adalah bagian dari pertarungan memperebutkan kekuasaan politik antara kekuatan kiri dengan kanan. Adanya sentimen anti-Tionghoa yang bermuara pada kekerasan yang dilakukan terhadap etnis Cina di Indonesia, khususnya di Medan, Sumatera Utara tidak terlepas dari sentimen sosial dan kesenjangan ekonomi. Di balik sentimen ini terdapat perasangka-perasangka yang terus menerus hidup dan bahkan sengaja dihidupkan dengan tujuan tertentu. Sebagai contoh pada jaman penjajahan Belanda, perasangka terkait dengan masalah politik. Etnis Tionghoa distigmatisasai sebagai antek Belanda, dan perasangka ini terus bertahan sampai masa awal kemerdekaan Indonesia. Terdapat penggeneralisasian sifat bagi semua warga Tionghoa, padahal terdapat juga kalangan Tionghoa yang bersimpati terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia. Perasangka yang ada juga muncul akibat keunggulan kalangan etnis Tionghoa dalam memenangkan persaingan ekonomi. Keunggulan ekonomi warga etnis Cina memberikan dampak munculnya kecemburuan dan kebencian etnis lain yang pada akhirnya melahirkan perasangka-perasangka. Gambaran umum mengenai etnis Tionghoa di Indonesia yang ada selama ini adalah stigma bahwa golongan Tionghoa merupakan “binatang ekonomi” (economic animal) yang bersifat oportunitis, yang tidak memiliki loyalitas politik dan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Hal ini terus terjadi dan terus dipupuk hingga runtuhnya Orde Lama dan berganti dengan Orde Baru. Lain halnya dengan etnis India yang juga tinggal dan
29 Universitas Sumatera Utara
menetap di Indonesia, mereka juga bukan merupakan suku asli Indonesia, melainkan juga pendatang, sama seperti etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa dan India merupakan dua etnis asing tertua yang berada di Indonesia. Sejak awal kedatangannya, terdapat perbedaan penerimaan masayarakat setempat terhadap kedua etnis ini. Etnis India cenderung lebih diterima dibandingkan dengan etnis Tionghoa. Akibatnya etnis Tionghoa relatif sulit menyesuaikan diri sehingga menutup diri dari relasi atau masyarakat dengan kelompok lain diluar etnisnya. Adanya perbedaan budaya yang signifikan antara masyarakat setempat dan etnis Tionghoa dianggap menjadi penyebab kurangnya penerimaan masyarakat terhadap etnis ini. Melihat bahwa etnis India lebih cenderung diterima oleh masyarakat setempat, maka diperkirakan terdapat kemungkinan perbedaan budaya antara etnis India dan Tionghoa sendiri. Perbedaan budaya menjadi dasar asumsi adanya perbedaan kepribadian diantara kedua etnis ini. Five-factor Theory mengatakan tingkah laku individu merupakan hasil interaksi kepribadian dan lingkungan luar(kebudayaan). Oleh karena itu, selain dipengaruhi oleh kebudayaan, keputusan etnis Tionghoa dan India untuk membaur atau tidak dengan masyarakat setempat juga dipengaruhi oleh perbedaan kepribadian. Adanya perbedaan prioritas nilai dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab perbedaan antara etnis Tionghoa dan India. Etnis Tionghoa cenderung memprioritaskan nilai kekeluargaan di atas segalanya, dan menjadikan nilai ini sebagai sumber motivasi utama dalamm menjalankan kehidupannya, sebaliknya tidak terdapat prioritas nilai
30 Universitas Sumatera Utara
pada etnis India. 29 Nilai-nilai yang dimiliki oleh etnis India cenderung mempunyai porsi yang cukup seimbang. A.2
Masyarakat Tionghoa Pada Masa Orde Baru Pada tahun 1956 terjadi pergolakan politik yang maha dahsyat di Indoensia,
yaitu pergantian Orde, dari Orde Lama ke Orde Baru. Orde lama yang memberi ruang adanya partai komunis di Indonesia dan Orde Baru yang membasmi keberadaan komunisme di Indoensia. Bersamaan dengan perubahan politik itu reazim Orde Baru melarang segala sesuatu yang berbau Tionghoa. Segala kegiatan keagamaan kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa tidak boleh dilakukan. Hal ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1967. Disamping itu masyarakat keturunan Tionghoa dicurigai masih memiliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya dan masa nasionalisme mereka terhadap Negara Indonesia diragukan. Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa baik dalam bidang poltik maupun sosial budaya. Disamping Inpres No. 14 tahun 1967 tersebut, juga dikeluarkan Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Tionghoa harus berubah nama Tionghoanya menjadi nama berbau Indoneasia.
29
Ibid hal.48
31 Universitas Sumatera Utara
Selama Orde Baru dilakukan penerapan ketentuan tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang utama ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi oenerapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNI yang “masih dipertanyakan”. 30 Pada Orde Baru warga keturunan Tionghoa di Sumatera Utara juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada dibawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Segala yang berbau Tionghoa dilarang, seperti kesenian barongsai, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin. Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagai artikelnya ditulis dlam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh mliter Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa bekerja juga disana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia
dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh
30
Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia, jakarta: LP3ES, hal 340. dikutip dari skripsi Mahdalena Lidya , Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah 2010, Di kelurahan Pusat Pasar Medan Kota. hal 48
32 Universitas Sumatera Utara
komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagan, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya. Pada masa akhir dari Orde Baru, terdaoat peristiwa kerusuhan rasial yang merupakan peristiwa terkelam bagi masyarakat Indonesia terutama warga Tionghoa karena kerusuhan tersebut menyebabkan jatuhnya banyak korban bahkan diantara mereka mengalami pelecehan seksual, penjarahan, kekerasan, dan lainnya. A.3.
Masyarakat Tionghoa pada Masa Reformasi
Melihat sisi positif dari gerakan reformasi 1998 merupakan momentum yang membuka peluang bagi berbagai kelompok warga Negara, termasuk juga etnis Tionghoa, untuk memperbaiki posisi kehidupannya didalam bangunan tubuh bangsa Indonesia. Masyarakat Tionghoa seperti diberi kesempatan untuk dapat menunjukkan kembali keberadaannya dan juga dapat menghapus pandangan umum masyarakat bahwasanya masyarakat Tionghoa adalah penggila ekonomi dan oportunis belaka. Hal ini dapat terwujud dengan aktif berpolitik dan tokoh-tokohnya tampil sebagai tokoh-tokoh politik yang berpengaruh didalam bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Reforamasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Sumatera Utara khususnya, dan di Indonesia
33 Universitas Sumatera Utara
umumnya. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan padnangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Pada 16 september 1998 Presiden B.J Habibie mengeluarkan Inpres No. 26/1998 yang
menghapuskan penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi,
memberikan arahan agar semua pejabat pemerintah memberikan layanan yang sama kepada setiap warga negara serta menginstruksikan dilakukan peninjauan kembali dan penyelesaian seluruh produk hukum perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Selain itu Presiden B.J Habibie juga mengeluarkan Inpres No. 4 tahun 1999 yang menghapuskan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) dan izin perayaan tahun baru imlek sebagai Hari Nasional. Namun dalam keppresnya tidak konsisten dengan penjelasan UUD 1945 dan pernyataannya ketika menjadi tamu negara di RRT beberapa bulan sebelumnya. 31 Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, atuapun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, pada pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-Wahid Hasyim menggunakan aksara
31
4 Benny G. Setiono. 2003. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Hal. 1074
34 Universitas Sumatera Utara
Tionghoa dalam selebaran kampanye untuk menarik minat warga Tionghoa, yaitu Dr. Sofyan Tan maju sebagai calon Kepala Daerah Kota Medan. 32 B.
Kecamatan Medan Petisah Kecamatan Medan Petisah dengan luas wilayahnya 13,764 km². Kecamatan
Medan Petisah adalah daerah pusat perdagangan Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah 61.855 (jiwa). Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 29.371 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 32.484 jiwa. Jika dilihat menurut kelurahan tercatat Kelurahan Sei putih Barat yaitu sebanyak 11.663 orang (18,86 persen). Kecamatan Medan Petisah yang terdiri dari 69 lingkungan, Kelurahan Petisah Tengah memiliki lingkungan terbanyak yaitu 16 lingkungan, dan Sei Putih Barat memiliki penduduk terbanyak yaitu 11.663 orang penduduk.
32
Mahdalena Lidya skripsi, Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah 2010, Di kelurahan Pusat Pasar Medan Kota. Hal 49.
35 Universitas Sumatera Utara
Tabel. 2.1 Jumlah penduduk, Luas kelurahan, Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012 Kelurahan
Sei Sikambing D Petisah Tengah Sekip Sei Putih Timur II Sei Putih Timur I Sei Putih Tengah Sei Putih Barat Medan Petisah
Jumlah Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (jiwa) (km2) penduduk per km2 9.215 0,91 10.126 9.137 1,27 7.194 7.654 0,61 12.528 8.114 0,34 23.865 6.403 0,32 20.009 9.669 0,50 19.338 11.663 0,98 11.901 61.855
4,93
12.547
Sumber: Medan Petisah dalam Angka 2013
Pada tabel 2.2 dijelaskan bahwa Kepadatan penduduk merupakan jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Kepadatan penduduk wilayah Kecamatan Medan Petisah yaitu 12.846 penduduk per km2, dengan jumlah penduduk terbanyak pada Kelurahan Sei Putih Tengah yaitu 9.907 jiwa. Sedangkan kepadatan penduduk terbesar pada Sei Putih Timur II yaitu 24.415 jiwa per km2. Sebagai salah satu kecamatan di Kota Medan, Kecamatan Medan Petisah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hiruk pikuk aktifitas Kota Medan. Jalan yang macet oleh antrian kendaraan, udara panas, serta orang-orang yang bergegas mengejar waktu adalah pemandangan yang sudah biasa. Seperti umumnya daerah lain di Kota Medan, kecamatan Medan Petisah merupakan daerah yang sebagian besar adalah pusat perdagangan, perkantoran, perbankan, dan pemukiman penduduk. Salah
36 Universitas Sumatera Utara
satu tempat yang cukup dikenal di Kecamatan Medan Petisah adalah Pasar Tradisional yang menjual berbagai macam keperluan masyarakat. Masyarakat pada kelurahan Petisah Tengah dari dulu sudah dikenal sebagai pusat perdagangan eceran maupun besar dengan adanya Mall, Plaza, dan Perbankan. 33 Dapat dilihat dengan kemacetan pada daerah ini, transportasi umum maupun pribadi banyak dipakai oleh masyarakat daerah ini. Transportasi umum pada daerah Kecamatan Medan Petisah menjadi akses para pengguna transportasi umum untuk menuju tempat tujuan. Tentunya dengan tujuan perbelanjaan, rekreasi dengan keluarga maupun kantor-kantor pemerintahan.
33
Dapat dilihat pada: medankota.go.id/badan pusat statistik Kota Medan,statistik kecamatan medan petisah 2013
37 Universitas Sumatera Utara
B.1.
Batas Wilayah
Gambar 2.1 Peta Batas Kelurahan Sekip
38 Universitas Sumatera Utara
Pada gambar diatas Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah di sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Timur I Kecamatan Medan Petisah.
C.
Demografi Kelurahan Sekip Kelurahan Sekip merupakan salah satu dari 151 Kelurahan di wilayah Kota
Medan yang memiliki luas wilayah 98 Ha dan terdiri dari 11 lingkungan. Kelurahan Sekip merupakan daerah yang sebagian besar adalah pemukiman penduduk, dan sebagian lagi adalah perdagangan dan perkantoran. Lokasinya terletak di tengah kota, membuat Kelurahan ini menjadi tempat ideal bagi penduduk asli maupun pendatang untuk bermukim dan berdagang. Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia (people centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung
dari
masyarakat
penerima
program
pembangunan
(partisipasi
pembangunan), karena hanya dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
39 Universitas Sumatera Utara
Perkembangan dan pembangunan Kota Medan yang khususnya di Kelurahan Sekip sangat berpengaruh pada keterlibatan partisipasi masyarakat yang mana telah terbukti pada penataan wilayah di Kelurahan Sekip seperti : pembuatan pot bunga, pembangunan median jalan dan lain-lain. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partisipasi merupakan suatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan khususnya kegiatan penbangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang sehat.
40 Universitas Sumatera Utara
C.1.
SISTEM ORGANISASI Dalam menjalankan tugas Pemerintahan sehari-hari, Pemerintah Kelurahan
Sekip yang dikepalai oleh Lurah dibantu oleh 1 (satu) orang Sekretaris, 3 (tiga) orang Kepala Seksi serta di bantu 11 (sebelas) Kepala Lingkungan Sekip, yaitu : Tabel 2.2 Struktur Organisasi PANGKAT / GOL. RUANG
JABATAÃ
PENATA III/C
LURAH
2. HAFIZAL DARUS, SH
PENATA MUDA III//A
SEKRETARIS
3. NILA KESUMA MATONDANG,S.STP 4. JUNI HARDIAN, S.Sos 5. RUSLAN EFFENDI
PENATA MUDA III/A
KASI TATA PEMERINTAHAN KASI PEMBANGUNAN KASI TRANTIB
No.
NAMA/NIP
1. YUDA P SETIAWAN,S.STP, MSP
PENATA MUDA III/A PENATA III/C
Sumber: Data Monografi kelurahan sekip 2014
Dalam Pelaksanaan Tugas sehari-hari dikantor Kelurahan Pusat Pasar Medan Kota berjalan dengan baik, dan tiap-tiap Kepala Lingkungan di Kelurahan Pusat Pasar semua terisi dan berperan aktif sebagai perpanjangan tangan Lurah di Lingkungan masing-masing. Kelurahan Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota dipimpin oleh Kepala Kelurahan dan dibantu oleh 11 (sebelas) kepala lingkungan. Berikut adalah daftar nama kesebelas kepala lingkungan di kelurahan Sekip.
41 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Nama-nama Kepala Lingkungan Sekip Kecamatan Medan Petisah NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
NAMA HJ.BUDINAR,SE YADI SUYATNO KOK HWA TUGIYO H.SADJIBUN GANESHA KHAIRUL BURBA MHD. NOOR HJ.RATNAWATI OK. M.SOFYAN ADB.WAHAB
JABATAN Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan Kepala Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Sumber: Data Monografi Kelurahan Sekip 2014
Menurut keterangan dari staf kantor Kelurahan Pusat Pasar maupun Kepala Lurah Pusat Pasar yang saya temui menerangkan bahwa dalam Pelaksanaan Tugas sehari-hari dikantor Lurah berjalan dengan baik, dan Kepala Lingkungan di Kelurahan Pusat Pasar semua terisi dan berperan aktif sebagai perpanjangan tangan Lurah di Lingkungan masing-masing.
42 Universitas Sumatera Utara
D DEMOGRAFI PENDUDUK D.1.
Jumlah Penduduk Tabel 2.4 Data monografi kelurahan Sekip NO.
KELURAHAN SEKIP
KETERANGAN
1.
Kepala Keluarga (KK)
2.081 kk
2.
Jumlah Penduduk
3.
Laki-laki
5.491 jiwa
4.
Perempuan
5.887 jiwa
11.378 jiwa
Sumber: data monografi keluarahan Sekip Kecamatan Medan Petisah
Dilihat berdasarkan data monografi di kelurahan sekip jumlah penduduk di kelurahan sekip berjumlah 11,378 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 5,491 jiwa dan perempuan sebanyak 5,887 jiwa, dan memiliki 2,081 kepala keluarga. Tabel 2.6 Klasifikasi Penduduk Kelurahan Sekip Berdasarkan Suku Suku
Laki laki
Perempuan
Batak Minang Sunda Jawa China Tamil Jumlah
24 orang 1 orang 4 orang 1 orang 439 orang 1 orang 470 orang
21 orang _orang 2 orang 8 orang 598 orang 6 orang 635 orang
Sumber: data monografi keluarahan Sekip Kecamatan Medan Petisah
Berdasarkan Tabel 2.5 diatas terlihat bahwa penduduk etnis terbesar di kelurahan Sekip adalah etnis Tionghoa dimana penduduknya terdiri dari 1037
43 Universitas Sumatera Utara
penduduk. Dimana penduduk etnis Tiongha cukup banyak bermukim di kelurahan ini. Warga Kelurahan Sekip terdiri atas beberapa suku bangsa dengan mayoritas etnis Tionghoa, selain itu kelurahan ini juga terdapat suku-suku lainnya seperti suku Jawa, Padang, Batak, Sunda bahkan warga negara asing keturunan Tamil yang jumlahnya lebih sedikit dibanding suku Tionghoa. Dikelurahan ini walaupun terdapat multi etnis dan agama tetapi masyarakatnya hidup berdampingan dan menghormati suku atau agama lain. berikut adalah persentase Ragam Etnis yang ada di Kelurahan Sekip, kecamatan Medan Petisah. Tabel 2.5 Klasifikasi berdasarkan Agama Agama Islam Kristen Protestan Khatolik Hindu Budha Jumlah
Laki-Laki 78 77 8 1 542 706
Perempuan 183 165 20 7 1600 1975
Sumber: data monografi Kelurahan Sekip Kecamata Medan Petisah
Berdasarkan Tabel 2.6 diatas, dapat disimpulkan bahwa agama yang terbanyak dianut oleh masyarakat di kelurahan Sekip adalah agama Budha dengan jumlah 1600 jiwa, Islam berada di urutan kedua dengan 183,menyusul Agama Kristen Protestan dengan jumlah 165 jiwa, Khatolik dengan jumlah 20 jiwa, dan Hindu di ururtan terakhir dengan 7 jiwa. Perbedaan keyakinan di daerah tersebut tidak pernah menjadi pengaruh konflik di daerah Kelurahan Sekip.
44 Universitas Sumatera Utara
E.
Perolehan Suara Di Kelurahan Sekip Pada pemilihan Umum Legislatif DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014.
Tabel 2.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara di Kelurahan Sekip pada Pemilihan Legislatif 2014 Data pemilih yang menggunakan hak pilih Jumlah DPT Daftar Pemilih Khusus (DPK) Pemilih Khusus Tambahan Jumlah
Rincian perolehan suara 6,724 26 180
Lakilaki
Perempuan
3,131 12 96 6,930
3,593 14 86
Sumber KPU Medan 2014
Berdasarkan tabel 2.6 dijelaskan Ketika Pemilihan Umum Legislatif 2014 dilaksanakan di Kelurahan Sekip jumlah total pemilih yang terdaftar di DPT adalah sebanyak 6930 jiwa, dengan jumlah Laki laki 3.131 jiwa dan perempuan 3.593 jiwa.. 34 Tabel 2.7 Rincian Penggunaan Hak Suara Pada Pemilihan Legislatif di Kelurahan Sekip Data pengunaan surat suara Jumlah surat suara yang diterima termasuk cadangan 2% Jumlah surat suara yang tidak digunakan Jumlah surat suara yang digunakan
Sekip 6,872 3,280 3,592
Sumber KPU Medan 2014
Pada Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa masyarakat yang menggunakan Hak suaranya pada pemilihan umum legislatif di kelurahan Sekip berjumlah 3,592 dari 34
Sertifikasi Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Ssuara Dari Setiap Kelurahan Di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014.
45 Universitas Sumatera Utara
total surat suara sebanyak 6,872. Dari tabel tersebut penulis menyimpulkan bahwa hampir sseparuh dari masyarakat sekip tidak menggunakan hak pilihnya dlam pemilihan umum legislatif 2014. Tabel 2.8 12 Besar Perolehan Suara Calon Legislatif Dan Partai Politik Di kelurahan Sekip No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Partai Politik
Nama Calon Legislatif
perolehan suara
PDIP NASDEM PKB PKS GOLKAR GERINDRA DEMOKRAT PAN PPP HANURA PBB PKPI
Roby Johny RH simanjuntak, SE Ir. Fahri Nasution RAHMAWATI, S.S H. ADLIN UMARYUSRI TAMBUNAN, ST HENDY Drs. Herri Zulkarnain, M.si AHMAD RIZALY, SE MURSAL HARAHAP, S.AG RATNA SITEPU ABDUL MUTAHALIB, S Ag, MA ANTONIUS DEVOLIS TUMANGGOR, S.Sos Jumlah Sumber KPU Medan 2014
629 54 16 81 61 205 86 12 31 23 61 26 1285
Berdasarkan tabel 2.8 diatas dijelaskan data yang dilampirkan hanya suara terbanyak saja pada tiap partai, dan dapat dilihat bahwa caleg dari partai PDIP memperoleh suara terbanyak dengan 629 suara, dan di urutan kedua oleh partai Gerindra dengan perolehan suara sebanyak 205 suara.
46 Universitas Sumatera Utara