BAB II. DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber data Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari sumber – sumber sebagai berikut, yaitu : •
Dari literatur berupa buku, majalah, dan artikel.
•
Wawancara dengan guru, pengajar sekolah minggu, anak – anak, dan orangtua. Untuk pencarian data berupa wawancara, data yang diperoleh berupa pendapat pribadi, opini, dan pengalaman pribadi mereka.
•
Pengalaman mengajar anak – anak TK
•
Internet.
2.2 Data - data Setelah data – data terkumpul, dilakukan pengolahan data, yaitu melalui proses pengeditan, dan analisa pada proses pengeditan. Data yang sudah terkumpul diperiksa kembali untuk disesuaikan dan dipisahkan mana data yang dapat dipergunakan untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini. Kemudian dianalisa dan diambil kesimpulannya. Hasil rangkuman data adalah sebagai berikut.
2.2.1 Hasil wawancara dengan orangtua, guru, kepala sekolah, dan guru sekolah minggu : •
Kesulitan yang biasa dialami ketika mengajar anak – anak adalah, anak cenderung cepat bosan dan tidak bisa diam, sehingga pesan yang disampaikan tidak maksimal.
•
Anak bisa belajar lebih mudah melalui contoh sikap dan sikap konsisten yang dilakukan berulang – ulang.
•
Kebiasaan – kebiasaan ini, sudah diajarkan di sekolah berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi. Tetapi pembentukan kebiasaan baik ini, tidak akan bisa berjalan kalau anak juga tidak dibiasakan di rumah, karena mayoritas waktu anak usia prasekolah masih dihabiskan di rumah bersama orangtuanya.
•
Anak usia ini sudah bisa membaca dan mengerti kalimat – kalimat yang cukup panjang dengan pemilihan kata – kata sederhana.
•
Anak lebih tertarik dengan gambar ilustrasi sederhana dengan warna yang menarik, dibandingkan gambar menarik dengan warna sederhana.
2.2.2 Kebiasaan Covey, pengarang buku The 7 Habits of Highly Effective People memaparkan apa itu kebiasaan. Jika digambarkan dalam bentuk bagan, maka akan menghasilkan gambar seperti ini kurang lebih :
( gambar 1) Menurut Kamus Oxford Word power, Habit (kebiasaan) didefinisikan sebagai sesuatu yang sering dikerjakan seseorang (kadang-kadang hampir tanpa memikirkannya). Kehidupan kita dipenuhi dengan kebiasaan mulai dari mengolesi pasta gigi pada tempat yang sama, setelah menggosok gigi sampai pada mengambil rute yang sama ke tempat kerja setiap hari. Kebiasaan itu diciptakan oleh diri sendiri. Entah itu kebiasan baik (positif) ataupun kebiasaan buruk (negatif). Ada sebuah riset yang menyatakan, untuk membuat sesuatu menjadi kebiasaan, maka kita perlu melakukannya selama minimal 40 hari tanpa putus (continue). Kebiasaan yang terbentuk sejak kecil, akan membentuk karakter si anak dan tidak akan bisa diubah ketika si anak sudah dewasa, kecuali dengan cara yang agak ekstrim. Karakter menentukan siapa kita. Siapapun kita akan menentukan apa yang kita lihat.
Apa yang kita lihat akan menentukan apa yang akan kita perbuat. Itulah mengapa karakter seseorang tidak bisa dipisahkan dari perbuatan dan kebiasaannya. Padahal, karakter menjadi kunci utama sebuah bangsa untuk bisa maju. Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam, tidak akan maju jika sumber daya manusia (SDM) tidak berkarakter, tidak jujur, tidak bertanggungjawab, serta tidak mandiri. Karena itu, sejak kecil, anak perlu dibiasakan melakukan kebiasaan baik. Usia yang tepat, untuk membentuk kebiasaan pada seorang anak adalah sejak anak berusia balita sampai kira – kira kelas 3 SMP, terutama usia prasekolah (Taman Kanak - Kanak). Anak usia 4 – 6 tahun merupakan anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan anak pada usia tersebut sangat pesat, yaitu mencapai 80 % dari total perkembangan otaknya. Pada usia ini anak sangat peka terhadap segala respon yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya, dan merupakan masa paling awal ketika kita bisa mengajarkan suatu kebiasaan, yang juga dimengerti si anak manfaat serta sebab akibatnya. Sehingga sangat penting untuk mengembangkan seluruh potensi anak dan menanamkan kebiasaan – kebiasaan baik untuk si anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai nara sumber, mengajarkan disiplin, tanggung jawab, cuci tangan sebelum makan, dan mengucap salam sudah mencakup pembentukan karakter baik yang bisa diajarkan kepada anak usia pra sekolah. Keempat hal ini diajarkan kepada anak di sekolah, berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Tetapi karena mayoritas waktu anak masih dihabiskan di rumah, perlu adanya kerjasama dari orangtua anak untuk turut membentuk kebiasaan – kebiasaan ini ketika si anak berada di rumah.
Pemilihan media berupa buku merupakan media yang tepat, karena buku mudah dibawa, mudah dibaca kapan saja dan dimana saja. Mengajarkan anak – anak melalui buku, dapat membangkitkan kecintaan anak terhadap buku dan kegiatan membaca Selain itu, para ahli menyebutkan bahwa cara optimal mengembangkan potensi otak anak adalah dengan selalu merangsang kelima panca inderanya. Banyak hal yang dapat dilakukan. Namun sesungguhnya membacakan buku sejak dini pada anak merupakan cara paling mudah. Anak belajar dari apa yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya. Kelima panca indranya merespon dan otak meyerap semua informasi yang diterima.
2.2.3 Karakteristik sifat anak menurut usia : - Pada usia batita (bawah tiga tahun), anak sedang dalam tahap perkembangan dan masih belum terlalu mengerti serta menguasai kosa kata. Sehingga agak sulit untuk mengajarkan disiplin dan tanggung jawab. - Pada usia 4 - 6 tahun, merupakan masa di mana anak sudah dapat mengerti kosakata, aturan – aturan yang berlaku, belum terbentuk kebiasaan pada si anak, dan merupakan saat yang tepat untuk mengajarkan segala sesuatu karena si anak sedang dalam tahap pembiasaan untuk memasuki tahap Sekolah Dasar. - Usia 7 – 12 tahun yang merupakan usia Sekolah Dasar, si anak mulai bisa berpikir kritis, menanyakan segala sesuatu, sebab akibat, mengapa harus dilakukan, dan hal – hal lain, sudah terbentuk beberapa kebiasaan pada diri si anak, sehingga lebih sulit untuk menanamkan suatu kebiasaan. - Usia 13 – 15 tahun, usia SMP. Karakter dan sifat anak mulai terbentuk, anak sudah memasuki tahap pencarian jati diri, sangat sulit untuk mengajarkan kebiasaan terhadap anak.
- Di atas usia 15 tahun, karakter anak sudah terbentuk, sudah sangat sulit dan hampir tidak mungkin untuk mengajarkan kebiasaan baru lagi pada si anak. Sehingga disimpulkan, usia yang paling tepat untuk mengajarkan kebiasaan – kebiasaan baik adalah usia 4 – 6 tahun. Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation (IHF) Ratna Megawangi secara spesifik menyebut tiga unsur yang harus dilakukan dalam model pendidikan karakter. Pertama, Knowing the good. Untuk membentuk karakter, anak tidak hanya sekadar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat memahami kenapa perlu melakukan hal itu. ‘Selama ini mereka tahunya mana yang baik dan buruk, namun mereka tidak tahu alasannya,” ungkap Ratna. Kedua, Feeling the good. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Di sini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dia lakukan. Jika Feeling the good sudah tertanam, itu akan menjadi “mesin” atau kekuatan luar biasa dari dalam diri seseorang untuk melakukan kebaikan atau menghindarkan perbuatan negatif. Ketiga, Acting the good. Pada tahap ini, anak dilatih untuk berbuat mulia. Tanpa melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan oleh seseorang, tidak akan ada artinya. Selama ini hanya imbauan saja, padahal berbuat sesuatu yang baik itu harus dilatih, dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Menurut Ratna, ketiga faktor tersebut harus dilatih secara terus menerus hingga menjadi kebiasaan. Jadi, konsep yang dibangun, adalah habit of the mind, habit of the heart, dan habit of the hands.
2.2.4 Kebiasaan yang diajarkan Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi, pada usia 4 – 6 tahun, anak diajarkan beberapa hal di sekolah yang terbagi dalam 2 bidang, yaitu bidang pengembangan kemampuan dasar dan bidang pengembangan kebiasaan yang tentu saja disesuaikan bobotnya dengan kemampuan anak. Bidang pengembangan kemampuan dasar, yang diajarkan melalui berbagai mata pelajaran di sekolah yang meliputi : -
Kemampuan berbahasa (agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa sederhana dan mampu berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia).
-
Kemampuan kognitif (kemampuan berpikir untuk mengolah hasil belajarnya, dapat menemukan bermacam – macam alternative pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematika dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah – milah, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti)
-
Kemampuan fisik / motorik bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat dan terampil.
-
Seni bertujuan agar anak dapat dan mampu menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan, dan dapt menghargai hasil karya yang kreatif.
Bidang pengembangan kebiasaan meliputi : -
Sopan santun, sikap ramah terhadap orang lain, saling menghormati dan menghargai yang dilatih dengan ucapan sopan.
-
Dapat menjaga kebersihan diri sehingga anak sehat, tidak mudah sakit, yang bisa juga melatih kemandirian dan tanggung jawab anak dalam menjaga dirinya sendiri.
-
Berlatih tertib, tepat waktu, taat peraturan, mengendalikan tindakan dan perasaan yang dibentuk dengan melatih kedisiplinan anak.
-
Menunjukkan kepedulian terhadap hak milik, menunjukkan rasa percaya diri, mengerjakan apa yang menjadi tugasnya yang dibentuk dengan melatih rasa tanggung jawab anak yang secara otomatis membentuk sikap mandiri pada anak.
Pembentukan kebiasaan bisa dilakukan melalui beberapa cara misalnya: a. Melakukan trial and error atau coba-coba, lalu suatu ketika karena dari eksperimen-eksperimen, terjadi suatu pembentukan tingkah laku dalam hal ini kebiasaan tertentu. b. Kebiasaan juga terbentuk melalui contoh yang dikagumi atau diidolakan. c. Kebiasaan terbentuk melalui dukungan, pujian dan penghargaan dari orang lain. d. Kebiasaan terbentuk melalui latihan terus-menerus.
Hambatan-hambatan untuk membentuk kebiasaan baik a. Keterlambatan untuk belajar kebiasaan baik tertentu sejak kecil. b. Sering kali orangtua mempunyai cara berpikir yang kurang baik.
Fondasinya Tetap Keluarga Meskipun setiap nilai – nilai penting tersebut sudah diajarkan di sekolah, orang tua tetap harus ikut serta mendidik dan meneruskan pelatihan kebiasaan di rumah, karena anak pada usia ini sangat membutuhkan pengulangan agar mereka bisa benar – benar memahami dan mengaplikasikan kebiasaan tersebut dalam kegiatan mereka sehari – hari. Perlu ada kerjasama antara sekolah dan orangtua karena mayoritas waktu anak masih dihabiskan di rumah. Hal menarik disampaikan oleh James T Riady, pendiri Yayasan Pendidikan Pelita Harapan. Terlepas dari penting dan besarnya peranan sekolah sebagai “pencetak” langsung sumber daya manusia (SDM), namun James tetap mengingatkan bahwa fondasi utama pendidikan adalah keluarga. “Sekolah itu hanya berfungsi sebagai kontraktor pendidikan dari rumah,” ujarnya. Apa yang diajarkan di sekolah merupakan aplikasi dan pengembangan dari setiap pengetahuan dasar yang diperoleh dari rumah. Pembentukan karakter dan penanaman moral serta etika, harus sudah dilakukan sebelum si anak berangkat ke sekolah. Menurut James, seharusnya para orangtua tidak bisa melepaskan atensi dan menyerahkan begitu saja si anak pada pihak sekolah, tanpa memperhatikan perkembangan pendidikannya. Komunikasi antara sekolah dan orangtua harus selalu dijaga. Itu dimaksudkan agar para orangtua juga mengetahui secara baik mengenai bakat sesungguhnya si anak.
2.2.5 Kebiasaan baik untuk anak Berikut adalah data – data mengenai kebiasaan – kebiasaan baik yang akan diajarkan kepada anak :
2.2.5.A. Menjaga Kebersihan diri Mengajarkan anak agar tebiasa menjaga kebersihan diri sendiri sangatlah penting. Ada beberapa pesan yang terkandung di dalamnya, yaitu mengajarkan anak agar mandiri, bertanggung jawab terhadap diri sendiri, disiplin untuk terus menerus dan konsisten menjaga kebersihan, dan mengurangi resiko si anak terkena penyakit.
Tidak
ada satu pun cara untuk menghindarkan anak dari kuman sama sekali, anak harus diajarkan juga untuk menjaga kebersihan dirinya secara konsisten.
Cuci
tangan
bertujuan untuk menghilangkan hama atau bakteri yang menenpel pada telapak tangan setelah melakukan aktifitas sehari-hari. Cuci tangan tak cukup dengan air. Membutuhkan sabun yang mengandung antiseptik serta mengupayakan membasuh tangan dengan keadaan air yang mengalir. Diperlukan sistematika dalam kegiatan cuci tangan. Ada standar khusus mengenai kegiatan cuci tangan yang benar. Setiap akan mencuci tangan pastikan seluruh bagian yang terpencil disela-sela pergelangan jari harus turut diperhatiakan. Kadang ada proses cuci tangan dilakukan begitu saja tanpa memperhatikan bagian-bagian jari. Walhasil bibit penyakit masih tertinggal, inilah yang berpotensi membuat seseorang terkena diare karena tidak tertutup kemungkinan kuman tersebut ikut terbawa saat hendak makan.
Jadi, bagi setiap orangtua hendaknya menerapkan kebiasaan mencuci tangan secara rutin kepada anak-anaknya. Ingatkan jika mereka lupa melakukannya apalagi setelah anak selesai bermain ditempat kotor. Hidup sehat bisa anda lakukan mulai dari hal kecil.Anak pada usia ini sudah bisa diajarkan untuk selalu mencuci tangan yang bersih, sikat gigi, dan penjelasan – penjelasan kapan dan mengapa hal itu harus dilakukan. Tetapi, lebih difokuskan agar anak selalu mencuci tangan sebelum makan, karena aktifitas, keingintahuan anak, dan proses belajar anak membutuhkan kelima panca inderanya, salah satunya adalah dengan menyentuh segala sesuatu.
2.2.5.B. Sopan santun Manusia adalah makhluk sosial, kita tidak bisa hidup tanpa orang lain dan kita akan selalu berhubungan dengan orang lain seumur hidup kita. Karena itu, kemampuan bersosialisasi, harus diajarkan pada si anak sejak dini. Salah satu caranya adalah dengan mengajarkan sopan santun pada si anak. Anak yang sopan, ramah, baik terhadap orang lain akan disukai dan mempunyai banyak teman. Hal ini berhubungan dengan tahap perkembangan anak yang lain, yaitu kemampuan berkomunikasi yang sangat berguna untuk perkembangan kecerdasan anak. Hal paling sederhana yang bisa diajarkan anak misalnya dengan selalu mengucap salam dan mengucapkan terima kasih.
2.2.5.C. Menerapkan disiplin Disiplin berasal dari bahasa latin yang artinya mengajar bukan menghajar. Disiplin diperlukan untuk mengajari anak mengenai konsep benar dan salah sesuai dengan kemampuan anak untuk mengerti. Disiplin juga mengajari anak untuk hidup bertanggungjawab dan bertoleransi terhadap hak-hak orang lain. Dengan disiplin, meningkatkan peluang anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang berbahagia. Pada akhirnya, hal itu akan berpengaruh pada keteraturan di masa depan. Apalagi menurut beberapa penelitian, salah satu kiat membuat anak cerdas adalah dengan pengaturan waktu. Anak juga akan sangat terbantu dengan lingkungan yang tertata dan terjadwal dengan baik, dimana rutinitas harian seperti berangkat atau pulang sekolah, waktu makan, tidur, atau bermain dilakukan secara konsisten. Kebiasaan rutin ini memberi kesempatan kepada anak untuk belajar lebih jauh mengenai diri mereka, serta orang-orang dan lingkungan di sekelilingnya. Rutinitas harian juga memberi rasa stabil dan aman pada anak, dan merasakan kehangatan dan kepedulian orangtua. Sebelum mengajari anak anda untuk hidup berdisiplin ada beberapa hal yang orangtua perlu mengerti. Disiplin harus ditegakkan dengan kasih sayang (tegas tapi penuh kasih), tidak dengan kekerasan, perlu teladan dari orang tua (anak lebih mengingat apa yang orang tua lakukan daripada apa yang orang tua katakan), harus konsisten, pendekatan yang harus dilakukan untuk setiap anak berbeda tergantung kondisi kejiwaan anak dan bila harus menjatuhkan hukuman pilih hukuman yang tidak menyakiti secara fisik, verbal dan mental. Bila memungkinkan diskusikan pada anak hukuman apa yang dia terima bila anak tidak disiplin.
Pada saat orang tua mengajari anak disiplin tidak
boleh ada kekerasan fisik maupun verbal agar anak tidak tumbuh minder, apatis dan agresif. Jangan menggunakan kata-kata negatif sepeti jangan atau tidak boleh. Gantikan
dengan kata-kata positif yang memberi motivasi kepada anak dan membangun rasa percaya dirinya. Contoh : Jangan digunakan : “ Jangan naik-naik ke atas meja ! “ Sebaiknya digunakan : “ Ayo turun, Nak. “
Beberapa hal yang harus diperhatikan : •
Jangan sekali-kali berteriak dengan penuh kemarahan. Bicaralah dengan lembut dan penuh kasih sayang dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh anak.
•
Sebelum menghukum anak berikan penjelasan tentang kesalahan yang dia buat dan konsekuensinya agar anak mengerti.
•
Disiplin harus diterapkan sesuai dengan usia anak.
•
Jangan menggunakan standar ganda pada anak.
•
Disiplin adalah masalah sikap dan kebiasaan.
•
Harus konsisten
Disiplin untuk anak usia seperti ini, belum bisa terlalu berat bobotnya. Biasanya masih sebatas memperkenalkan anak dengan jadwal, membuat jadwal bersama – sama, menjelaskan pentingnya jadwal, manfaat bagi si anak, dan mengajak anak agar terbiasa hidup teratur dengan jadwal yang sudah dibuatnya. Mengikutsertakan anak juga berguna agar si anak mengenal jadwal secara menyenangkan dan lebih ada kesadaran untuk mematuhinya. Selain itu, secara tidak langsung, anak diajarkan untuk menghargai hasil karyanya.
2.2.5.D. Tanggung jawab Membebaskan anak lepas dari tanggung jawab, adalah tindakan yang tidak bijaksana dan bukan bukti bahwa orangtua sangat sayang terhadap anak. Namun sebaliknya, dengan sikap orangtua yang tidak pernah mengajarkan anak bagaimana bersikap tanggung jawab justru akan membuat anak menjadi kesulitan dalam hidup. Ia tidak akan pernah bisa hidup mandiri dan boleh jadi setiap kali ia mendapatkan kendala dalam hidupnya maka ia akan berusaha menghindar atau mencari jalan pintas yang mudah tetapi mungkin membahayakan terutama bagi dirinya sendiri (Linda & Richard Eyre, 2006). Misalnya, suatu hari orangtua minta tolong kepada anak untuk menyerahkan uang sekolah. Tetapi, karena ia tidak terbiasa bertanggung jawab maka ia tidak membayarkan uang itu ke sekolah. Ia pergunakan uang sekolah tersebut untuk bermain dan membeli sesuatu yang ia inginkan. Akhirnya, karena uang tersebut telah habis dan ia takut dimarahi orangtuanya, maka iapun mencuri uang temannya. Ia ingin lepas dari tanggung jawab dengan melakukan jalan pintas yang tidak baik dan membahayakan (mencuri uang). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajarkan sikap tanggung jawab kepada anak sejak dini adalah sangat penting. Salah satu yang perlu orangtua sadari bahwa anak akan tumbuh sesuai dengan kebiasaannya. Oleh karena itu, supaya anak terbiasa bersikap tanggung jawab atas apa yang ia lakukan atau kerjakan, maka berikan dan ajarkanlah sikap tanggung jawab tersebut kepada anak sejak ia masih kecil. Mulailah dari hal yang paling sederhana sesuai dengan usia dan kematangan anak tersebut.
Misalnya agar si anak mau mengerjakan PR, membereskan barang miliknya sendiri, menjelaskan tentang hak milik dengan memberikan penekanan pada tanggung jawab keseharian seperti “Ini sepatu Kakak, simpan yang baik, dijaga ya.” Begitu juga kalau barang anak rusak atau hilang oleh dirinya sendiri, jangan segera membantu atau menggantinya tetapi mintalah anak bertanggungjawab terlebih dahulu. Kesalahan yang sering dilakukan orangtua adalah tidak mempersoalkan keadaan barang anak-anak, apakah rusak, hilang, atau tertinggal di suatu tempat. Anak yang sejak kecil terbiasa bertanggung jawab, baik dalam bersikap maupun ketika berucap, maka kebiasaan tersebut akan terbawa sampai ia dewasa nanti. Anak yang mampu bertanggung jawab maka besar kemungkinan akan mampu hidup mandiri, bahagia, percaya diri, dan dapat dipercaya.
2.2.6 Cara Memilih Buku yang Baik untuk Anak Prasekolah Oleh: Ellen Jackson Setiap orang, terutama anak-anak senang akan cerita, dan buku adalah salah satu sumbernya. Buku merupakan cara yang luar biasa untuk berbagi rasa, pemikiran dan emosi. Bagi anak, tidak ada hal yang paling aman dan menyenangkan selain membaca buku bersama Ibu, Ayah, Kakek atau Nenek dan mempelajari banyak hal pada saat yang bersamaan. Anak-anak yang mencintai buku sejak dini akan menyukainya terus hingga dewasa. Namun memilih buku yang tepat bagi anak pra-sekolah bukanlah hal yang mudah. Hal pertama yang perlu diketahui adalah tidak ada “aturan” dalam memilih buku. Buku apapun yang disukai anak adalah baik. Tetapi jika Anda ingin meluaskan cakrawala mereka, Anda memerlukan panduan. Berikut beberapa hal umum yang dapat membantu Anda mencari buku yang berkualitas yang dapat menarik minat baca anak Anda.
( gambar 2)
Buku Cerita Bergambar Sebuah buku cerita untuk anak-anak pra-sekolah sebaiknya memiliki plot yang beralur cepat dan akhir yang memuncak (sekalipun ceritanya rumit). Tanyalah diri Anda dengan pertanyaan berikut: •
Apakah buku tersebut untuk menasihati atau mengajari? Buku yang baik tidak dengan sengaja bertujuan menyampaikan pesan namun ceritanya dapat membuat anak berpikir.
•
Buku yang baik menghindari berbagai hal yang bias (tak jelas) apakah itu mengenai usia, gender maupun ras.
•
Apakah buku tersebut ditokohi karakter kartun atau difilmkan di bioskop atau ditayangkan di TV? Buku seperti ini seringkali ditulis untuk alasan komersial dan bukan pilihan yang terbaik bagi anak.
•
Apakah bahasa yang dipergunakan ritmikal dan imajinatif? Cobalah bacakan beberapa paragraf dengan lantang. Kata-kata yang disampaikan sebaiknya dapat diucapkan dengan jelas dan kalimatnya mudah dibaca.
•
Apakah isi ceritanya membuat anak ingin mendengarkan kembali?
•
Apakah plot ceritanya mengejutkan atau mudah ditebak? Apakah berisi cerita lucu? Apakah karakter tokohnya menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak biasa? Dengan kata lain, apakah bukunya menarik dan menyenangkan?
•
Buku bergambar umumnya sebagai pintu pembuka ketertarikan anak terhadap seni. Akankah gaya ilustrasinya menggugah anak Anda? Cobalah meminjam beberapa buku perpustakaan yang memiliki beragam gaya ilustrasi dan perhatikanlah gaya ilustrasi mana yang anak Anda sukai.
( gambar 3) Siapkan jawaban mengenai hal apa saja yang disukai anak Anda. Tanyakan mengapa ia menganjurkan buku tertentu. Seharusnya ia dapat memberikan alasan: “Karena akhir ceritanya menarik.” Atau “Ilustrasinya sangat lucu dan membuat anakanak tertawa.” (Diterjemahkan dari tulisan Ellen Jackson, ia adalah pengajar di PreSchool dan TK di Amerika dan telah mendapatkan penghargaan atas penulisan lebih dari 50 buku cerita anak.) Buku untuk anak di atas usia tiga tahun sudah bisa menggunakan beberapa kalimat yang merupakan gagasan. Namun tetap dengan ilustrasi gambar yang menarik, warna yang ceria, serta format yang besar. Pada usia ini, anak sudah duduk di TK, sehingga pengalaman dan penguasaan bahasa jauh lebih baik. Sehingga bacaan yang diberikan bisa agak panjang. Jenis bacaan anak pun lebih banyak memikat gagasan yang sedikit kompleks. Anak juga sudah lebih kritis, sehingga harus lebih serius dan hati – hati dalam penggunaan kata. Ukuran buku yang diberikan sebaiknya berukuran sekitar 21 x 29.7 cm.
2.3 Sejarah perkembangan buku Buku sudah ada sejak zaman dulu, tetapi buku zaman dulu tidak terbentuk seperti buku yang biasa kita lihat sekarang. Dalam perkembangannya selama bertahun – tahun, buku mengalami banyak perubahan. Berikut adalah perkembangan buku dari zaman dulu sampai zaman sekarang. 2.3.1 Buku kuno Pada zaman kuno, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan. Penyampaian informasi, cerita-cerita, nyanyian, do’a-do’a, maupun syair, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Karenanya, hafalan merupakan ciri yang menandai tradisi ini. Semuanya dihafal. Kian hari, kian banyak saja hal-hal yang musti dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya mereka tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah untuk menuangkannya dalam tulisan. Maka, lahirlah apa yang disebut dengan buku kuno. Buku kuno ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti) atau juga di atas kertas yang terbuat dari daun papyrus. Papyrus adalah tumbuhan sejenis alang-alang yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil. Mesir merupakan bangsa yang pertama mengenal tulisan yang disebut hieroglif. Tulisan hieroglif yang diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Mereka menuliskannya di batu-batu atau pun di kertas papyrus. Kertas papyrus bertulisan dan berbentuk gulungan ini yang disebut sebagi bentuk awal buku atau buku kuno. Selain Mesir, bangsa Romawi juga memanfaatkan papyrus untuk membuat tulisan. Panjang gulungan papyrus itu kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini
sungguh merepotkan orang yang menulis maupun yang membacanya. Karena itu, gulungan papyrus ada yang dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat di British Museum di London yang mencapai 40,5 meter. Kesulitan menggunakan gulungan papyrus, di kemudian hari mengantarkan perkembangan bentuk buku mengalami perubahan. Perubahan itu selaras dengan fitrah manusia yang menginginkan kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus berpikir untuk mengadakan peningkatan dalam peradaban kehidupannya. Maka, pada awal abad pertengahan, gulungan papyrus digantikan oleh lembaran kulit domba terlipat yang dilindungi oleh kulit kayu yang keras yang disebut sebagai codex. Perkembangan selanjutnya, orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yang disamak dan dibentangkan. Lembar ini disebut pergamenum yang kemudian disebut perkamen, artinya kertas kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih mudah dipotong dan dibuat berlipat-lipat sehingga lebih mudah digunakan. Inilah bentuk awal dari buku yang berjilid. Di Cina dan Jepang, perubahan bentuk buku gulungan menjadi buku berlipat yang diapit sampul berlangsung lebih cepat dan lebih sederhana. Bentuknya seperti lipatanlipatan kain korden. Buku-buku kuno itu semuanya ditulis tangan. Awalnya yang banyak diterbitkan adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an yang dibuat dengan ditulis tangan. Di Indonesia sendiri, pada zaman dahulu, juga dikenal dengan buku kuno. Buku kuno itu ditulis di atas daun lontar. Daun lontar yang sudah ditulisi itu lalu dijilid hingga membentuk sebuah buku.
Perkembangan perbukuan mengalami perubahan signifikan dengan diciptakannya kertas yang sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku penerbitan buku. Pencipta kertas yang memicu lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi pada zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina. Penemuan Ts’ai Lun telah mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga, pada abad kedua, Cina menjadi pengekspor kertas satu-satunya di dunia. Sebagai tindak lanjut penemuan kertas, penemuan mesin cetak pertama kali merupakan tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan. Penemu mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg. Gutenberg telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan ditulis tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan buku dengan huruf-huruf logam yang terpisah. Huruf-huruf itu bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat. Selain itu, Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak. Namun, tetap saja untuk menyelesaikan satu buah buku diperlukan waktu agak lama karena mesinnya kecil dan jumlah huruf yang digunakan terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg mampu menggandakan cetakan dengan cepat dan jumlah yang banyak. Gutenberg memulai pembuatan mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang ditemukan Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak yang lebih sempurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada pertengahan abad ke-20.
2.3.2 Buku di Era Modern Di era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesinmesin offset raksasa yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar buku dalam waktu singkat telah dibuat. Hal itu diikuti pula dengan penemuan mesin komputer sehingga memudahkan untuk setting (menyusun huruf) dan lay out (tata letak halaman). Diikuti pula penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas, scanner, dan juga printer laser (alat pencetak yang menggunakan sumber sinar laser untuk menulis pada kertas yang kemudian di taburi serbuk tinta). Semua penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-buku sekarang ini mudah dicetak dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat bagus, serta hasil cetakan dan desain yang sangat bagus pula. Tak mengherankan bila sekarang ini kita dapati berbagai buku
terbit
silih
berganti
dengan
penampilan
yang
semakin
menarik.
Bahkan sampai sekarang ini pun, di negara kita Indonesia, kendati sedang diterpa krisis, kondisi ekonomi masih gonjang-ganjing, tapi penerbit-penerbit buku malahan bermunculan. Banyak sekali jumlahnya, hingga tak terhitung, sebab tak tersedia data yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga di Ikatan Penerbit Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak semua penerbit bergabung dengan lembaga ini. Namun, dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan, betapa penerbit-penerbit buku saat ini semakin banyak saja jumlahnya. Tengoklah, di toko-toko buku yang ada di berbagai kota di negeri ini, maka akan kita jumpai, berderetderet bahkan bertumpuk-tumpuk buku-buku baru terbit silih berganti bak musim semi dengan beragam judul dan beraneka desain sampul yang menawan dari berbagai penerbit, baik dari penerbit besar yang sudah mapan dan lebih dulu eksis, maupun dari penerbit kecil yang baru merintis dan masih kembang kempis.
Animo masyarakat pun terhadap buku nampak juga mengalami peningkatan. Ini nampak dari banyaknya buku-buku bestseller yang laris manis diserbu masyarakat. Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
2.3.3 Memahami Struktur Buku Struktur atau anatomi buku jelas sangat beda dengan artikel. Buku memiliki anatomi yang tersusun secara rinci. Sekalipun pada masing-masing penerbit berbeda dalam memahami anatomi buku ini, namun praktenya memiliki banyak kesamaan. Memahami anatomi buku sangat penting, seorang penulis dengan sendirinya tidak mempersulit diri sendiri dan penerbit. Penulisan buku yang semau gue, tidak lengkap sesuai anatomi yang umum, sekalipun diterima oleh penerbit, nantinya akan dikembalikan untuk dilengkapi. Secara garis besar anatomi buku terbagi dalam tiga besar; pendahulu, isi naskah, dan penutup (end matter). Tiga besar tersebut rinciannya sebagai berikut: a. Pendahulu (Preliminary pages/front mater) Pendahulu (bukan pendahuluan) adalah halaman yang mendahului halaman isi. Halaman ini hanya menginformasikan keberadaan isi buku yang akan Anda baca. Sebagian penerbit memberikan nomor dan jenis angka tersendiri pada halaman pendahulu ini (tidak satu rangkaian dengan halaman naskah dan umumnya menggunakan angka romawi). Namun banyak juga penerbit yang tidak membedakan hal tersebut.
Halaman pendahulu terdiri dari: 1) halaman pancir (lembar pertama setelah cover) 2) halaman judul (lembar kedua) 3) balik halaman judul (halaman copy right) 4) daftar isi 5) daftar pedanan kata (transilasi) 6) halaman persembahan 7) ucapan terima kasih 8) pengantar 9) Sambutan Tidak semua penerbit menggunakan secara lengkap poin-poin tersebut terutama halaman persembahan, pedanan kata, ucapan terima kasih, dan sambutan semuanya disesuaikan dengan kebutuhan. b. Isi Naskah Buku Setelah pendahulu halaman, selanjutnya isi naskah atau menurut Sofia Mansoor “daging buku”. Isi naskah buku berisi pembahasan lengkap sebagai penjabaran dari judul. Isi naskah terbagi dalam beberapa bab, sub bab dan pasal yang dimaksudkan untuk memisahkan antara satu sub bahasan dengan sub bahasan yang lainnya. Di samping itu untuk mempermudah pembaca memahami isi naskah. Adakalanya bab-bab itu tidak ditulis, cukup menuliskan nomornya saja.
c. Penutup (end matter) Penutup, end matter, atau back matter adalah halaman akhir setelah halaman naskah. Halaman penutup ini umumnya terdiri dari: 1) lampiran 2( daftar pustaka 3) indeks 4) riwayat hidup penulis Struktur buku di atas harus dipahami penulis. Buku yang dikirim dalam kondisi lengkap, sangat memudahkan penerbit dalam mengolahnya.
2.4 Karakteristik produk 2.4.1 Konsep : Buku yang akan dibuat terdiri dari 4 seri kebiasaan baik. Agar tidak berkesan menyeramkan dan membosankan, kebiasaan diajarkan melalui cerita bergambar mengenai kegiatan sehari – hari anak. Isi cerita berupa penjelasan sebab, akibat, dan bagaimana cara untuk melakukan masing – masing kebiasaan baik di setiap seri. Hal ini penting agar anak mengerti manfaat kebiasaan yang berusaha dibentuk, sehingga ada keinginan dan kesadaran dari dalam diri anak untuk terus melakukan hal tersebut meskipun tanpa pengaruh dari orang lain. Ada 3 tokoh dalam cerita ini yang merupakan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak laki – laki, anak perempuan, dan seekor anjing peliharaan. Tokoh utama yaitu seorang anak laki – laki berusia 6 tahun dan adiknya berusia 4 tahun.
2.4.2 Judul buku : Judul serinya adalah : Kebiasaan Baik Untuk si Kecil Judul buku terdiri dari : - Mengucap Salam - Pensilku Hilang - Kuman di Tanganku - Kevin dan Waktu 2.4.3 Desainer & penulis : Desainer : Agnes Kartika Penulis : Diana Christy dan Agnes Kartika
2.4.4 Data teknis buku : Ukuran : 39 cm x 19 cm Jumlah halaman : 22 halaman Jenis kertas : Art paper 150 gram. Penerbit : Gramedia
2.4.5 Struktur buku : Cover depan 20 cm x 20 cm (hard cover) Punggung buku 0.8 cm Halaman nama pemilik & colophon ( spread ) Halaman pengenalan tokoh - tokoh Isi Halaman kesimpulan cerita Halaman koleksi buku seri lainnya Cover belakang 20 cm x 20 cm (hard cover)
2.5 Data penerbit :
PT. Gramedia Asri Media adalah anak perusahaan Kelompok Kompas Gramedia yang menyediakan jaringan toko buku dengan nama Toko Buku Gramedia di beberapa kota di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 2 Februari 1970 dengan diawali dari satu toko buku kecil berukuran 25m² di daerah Jakarta Barat dan sampai tahun 2002 telah berkembang menjadi lebih dari 50 toko yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain menyediakan buku, toko-toko Gramedia juga menyediakan berbagai produk lain seperti alat tulis, perlengkapan kantor, alat olahraga, dll.Gramedia adalah penerbit majalah, tabloid, buku dan komik terkemuka di Indonesia, dengan rentang usia pembaca terlengkap. Produk kami mencakup bacaan untuk batita (bawah tiga tahun), anak usia TK-SD, remaja pria dan wanita, dewasa, sampai bacaan khusus untuk pehobi.
Profil PT.Gramedia Asri Media Tak bisa dipungkiri bahwa distribusi merupakan mata rantai yang lemah dalam dunia bisnis di Indonesia. Penerbit dan percetakan saja tidaklah cukup untuk dapat mendistribusikan produk secara merata ke seluruh pelosok tanah air. Itulah sebabnya Kelompok Kompas - Gramedia (KKG) mendirikan jaringan toko buku, dengan maksud memperkuat penyebaran produk, tanpa berkeinginan untuk lepas dari jaringan distribusi yang ada. Toko Buku Gramedia didirikan 02 Februari 1970 oleh P.K. Ojong, yang juga merupakan pendiri KKG, dengan misi turut serta menyebarkan produk pendidikan dan
informasi, demi tercapainya cita-cita bersama mencerdaskan kehidupan bangsa, menuju masyarakat baru Indonesia yang berkehidupan Pancasila. Dari sebuah toko buku kecil berukuran 25 m2, yang berlokasi di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, Toko Buku Gramedia sampai tahun 2002 telah tumbuh dan berkembang menjadi 50 toko, yang tersebar dibeberapa kota utama di Indonesia. Untuk mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi, Toko Buku Gramedia membentuk 'Gramedia Online'. Misi Gramedia : Ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa dengan menyebarluaskan penegtahuan plus informasi melalui berbagai sarana usaha ritel dan distribusi buku , alat sekolah dan kantor serta produk multimedia, ditandai dengan pelayanan unggul, manajemen proaktif dan perilaku bisnis yang sehat.
2.6 Data pembanding 2.6.1 Hippo
( gambar 4) Cerita untuk anak tidak menggunakan kata – kata yang terlalu bervariasi, banyak terdapat pengulangan kata, biasanya bertema kehidupan sehari – hari.
2.6.3 Buku – buku anak lainnya
( gambar 5) Setiap gambar diceritakan dalam 3 – 4 kalimat sederhana yang tidak terlalu panjang, dan biasanya hanya terdapat 1 – 2 pesan yang disampaikan dalam satu cerita.
2.7 Data target audience : 2.7.1 Target primer : 2.7.1.A Demografi : - Usia : 4 – 6 tahun - Jenis kelamin : unisex - Pendidikan : kelas TK - SES : B – B+
2.7.1.B Psikografi : - Personality : sanguine, koleris - Behaviour : polos, jujur, ceria, aktif, cerewet, rasa keingintahuan tinggi, suka membaca, berani, malas, agak jorok - Lifestyle : terbiasa dengan teknologi, mall, pembantu rumah tangga, kehidupan kota besar
2.7.1.C Geografi : Jakarta
2.7.2 Target sekunder : 2.7.1.A Demografi : - Usia : 26 - 35 tahun - Jenis kelamin : unisex - Pendidikan : S1 (kuliah) - SES : B – B+
2.7.1.B Psikografi : - Personality : sanguine, koleris, campuran sanguine melankolis - Behaviour : suka diskon, berpikiran terbuka, peduli dengan perkembangan pendidikan anak, suka membaca - Lifestyle : bekerja, sudah hampir mapan – sudah mapan, sibuk, terbiasa dengan teknologi (handphone, internet, komputer), mall, pembantu rumah tangga, kehidupan kota besar, memiliki kendaraan pribadi (motor Yamaha, supra, mobil kijang, panther)
2.7.1.C Geografi : Jakarta
2.8 Analisa SWOT : •
Strength : - Mendapat dukungan dari para orangtua - Tema yang diambil dekat dengan kejadian sehari – hari sehingga mudah diingat - Informasi yang disampaikan adalah fakta
•
Weakness : - Dampaknya tidak bisa langsung dirasakan, butuh proses - Butuh kesabaran dan sikap konsisten untuk membiasakan anak terhadap kebiasaan baik
•
Opportunity : - Sudah banyak kesadaran dari orangtua tentang pentingnya pembentukan karakter anak - Banyak orangtua yang memilih buku sebagai sarana belajar untuk anaknya - Minat baca di kalangan anak sudah mulai berkembang
•
Threat : - Lingkungan sekitar anak yang tidak mendukung, akan menghambat anak untuk membiasakan diri dengan kebiasaan baik - Banyaknya buku – buku cerita lain yang menarik bagi anak