Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG SISTEM KOMPOSIT
2.1
Umum Desain dan analisis struktur merupakan bagian terpenting dalam
perancangan suatu struktur gedung. Untuk itu perlu adanya acuan-acuan untuk mendesain serta menganalisa struktur tersebut. Peraturan-peraturan yang akan diambil untuk menjadi acuan dan berlaku di Indonesia yaitu merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Salah satunya SNI-03-2847-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Dalam perancangan struktur bangunan gedung, hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan antara lain :
Struktur harus dirancang cukup kuat sesuai ketentuan yang dipersyaratkan dengan menggunakan faktor beban dan faktor reduksi kekuatan Φ.
Struktur yang dirancang hendaknya disesuaikan pada ketersediaan anggaran biaya dan waktu pelaksanaan yang dikeluarkan oleh owner.
Dalam tugas akhir kali ini struktur bangunan gedung yang akan di analisis adalah struktur bangunan gedung dengan sistem komposit dengan metode LRFD (load and Resistance Factor Design). Maka dari itulah dalam bab ini akan banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan sistem komposit. Juga serta berisi pula teori-teori struktur atas bangunan gedung yang digunakan,antara lain pelat,balok, dan kolom yang berkaitan langsung dengan tugas akhir ini.
II-1
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2.2
Pengertian Komposit Pada dasarnya penggunaan material komposit telah dikenal selama ribuan
tahun pada alam sekitar kita. Pada zaman mesir kuno, jerami digunakan pada dinding untuk meningkatkan performa struktur. Material kayu merupakan komposit alami yang sering digunakan selama ini. Para pekerja kuno telah mengenal istilah komposit dengan menggunakan ter untuk mengikat alang2 juga untuk membuat kapal komposit 7000 tahun yang lalu. Kemudian seperti halnya beton, material yang digunakan oleh seluruh dunia dan juga material berbasis semen lainnya juga merupakan suatu komposit. Perilaku dan sifat dari beton dapat dimengerti dan direncanakan, diprediksi dengan lebih baik bila dilihat sebagai komposit. Material komposit akan bersinergi bila memiliki sebuah “sistem” yang mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah sifat material baru tertentu. Seperti yang dikatakan oleh Aristotle pada 350SM “The Whole is more than just the sum of components”. Aristotle berkeyakinan bahwa skema konseptual secara keseluruhan dari alam perlu untuk dipersatukan dan tidak dapat ditinjau dari segi komponen yang terpisah-pisah. Hal ini yang penting untuk diperhatikan dalam perencanaan struktur oleh seorang engineer. Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisika nya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit yang menghasilkan suatu material baru). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat. Berikut beberapa definisi komposit, antara lain : II-2
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
• Tingkat dasar : pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polymer dan keramik) • Mikrostruktur : pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua phase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C) • Makrostruktur : material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara makro ini yang biasa dipakai) Komposit dalam tugas akhir disini bersifat makroskopik. Artinya penggabungan sifat-sifat unggul dari pembentuk masih terlihat nyata. Untuk mendesain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan agar dapat memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan.
Gambar 2.1. Gabungan Makroskopis Fasa-Fasa Pembentuk Komposit Keterangan Gambar :
Matriks berfungsi sebagai penyokong, pengikat phasa, penguat.
Penguat/serat merupakan unsur penguat kepada matriks.
Komposit merupakan gabungan, campuran dua atau lebih bahan bahan yang terpisah
II-3
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Komposit dikenal sebagai bahan teknologi dan bukan bahan struktur konvensional melainkan bahan struktur yang artinya diperoleh dari hasil teknologi pemrosesan bahan. Kemajuan teknologi pemrosesan bahan dewasa ini telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit. Perpaduan beton dengan baja juga dapat menjadi salah satu material konstruksi sistem komposit. Dengan asumsi bahwa baja dan beton bekerja secara
bersamaan dalam memikul beban yang bekerja pada suatu struktur, sehingga diharapkan akan menghasilkan desain profil/elemen yang lebih ekonomis. Meskipun beton bertulang dan beton prategang juga termasuk dalam material komposit, tetapi keduanya tidak secara tegas dimasukkan dalam kelompok konstruksi komposit karena tulangan bajanya tidak secara struktur memikul beban. Lain halnya dengan konstruksi komposit balok-kolom-baja-beton komposit dimana balok dapat memikul berat sendiri. Oleh karenanya pembahasan material dikonsentrasikan kepada yang terakhir. Material yang digunakan dalam konstruksi balok-kolom komposit adalah: a. Balok baja dapat berupa: penampang I, balok castellated, balok tersusun dari rangka batang, balok berbentuk boks, penampang built-up dari pelat, dll. b. Pelat beton dari beton berongga prategang pracetak, termasuk pelat dengan penebalan (haunch), pelat prefab, pelat dengan sirip yang sejajar atau tegak lurus balok baja. c. Kolom komposit baja-beton termasuk didalamnya: baja tube dengan beton pengisi, kolom penampang I terbungkus beton, kolom komposit dengan metal tube sekililingnya untuk keperluan drainase dan pendukung struktur lainya.
II-4
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Berikut contoh bentuk-bentuk umum srtuktur komposit :
(a)
(b)
(c) Gambar 2.2. Macam-macam Struktur Komposit
Keterangan gambar : (a) Kolom baja terbungkus beton / balok baja terbungkus beton (b) Kolom baja berisi beton/tiang pancang (c) Balok baja yang menahan slab beton
2.3
Kelebihan dan Kekurangan Material Komposit Dalam prakteknya komposit terdiri dari suatu bahan utama (matrik-matrix)
dan suatu jenis penguatan (reinforcement) yang ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan matrik. Penguatan ini biasanya dalam bentuk serat (fiber). Komposit merupakan teknologi rekayasa material yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini karena material komposit mampu mengabungkan beberapa sifat material yang berbeda karakteristiknya menjadi sifat yang baru dan sesuai dengan disain yang direncanakan. II-5
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Tentunya setiap senyawa atau sesuatu yang nyata terbentuk tidak luput dari adanya kekurangan maupun kelebihan tersendiri. Untuk itu berikut akan dijelaskan kelebihan serta kekurangan dari material komposit.
2.3.1. kelebihan menggunakan material komposit Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan bahan konvensional seperti logam. Kelebihan tersebut pada umumnya dapat dilihat dari beberapa sudut yang penting seperti sifat-sifat mekanikal dan fisikal, keupayaan (reliability), proses dan biaya. Seperti yang diuraikan dibawah ini : a. Sifat-sifat mekanikal dan fisikal Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit. Gabungan matriks dan serat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi dari bahan konvensional. 1. Bahan komposit mempunyai density yang jauh lebih rendah berbanding dengan bahan konvensional. Ini memberikan implikasi yang penting dalam konteks penggunaan karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvensional. Implikasi kedua ialah produk komposit yang dihasilkan akan mempunyai kerut yang lebih rendah dari logam. Pengurangan berat adalah satu aspek yang penting dalam industri pembuatan seperti automobile dan angkasa lepas. Ini karena berhubungan dengan penghematan bahan bakar. 2.
Dalam
industri
angkasa
lepas
terdapat
kecendrungan
untuk
menggantikan komponen yang diperbuat dari logam dengan komposit karena II-6
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
telah terbukti komposit mempunyai rintangan terhadap fatigue yang baik terutamanya komposit yang menggunakan serat karbon. 3. Kelemahan logam yang agak terlihat jelas ialah rintangan terhadap kakisa yang lemah terutama produk yang kebutuhan sehari-hari. Kecendrungan komponen logam untuk mengalami kakisan menyebabkan biaya pembuatan yang tinggi. Bahan komposit sebaiknya mempunyai rintangan terhadap kakisan yang baik. 4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi versatility (berdaya guna) yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik yang dapat dihasilkan dengan mengubah sesuai jenis matriks dan serat yang digunakan. Contoh dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan matriks untuk menghasilkan komposit hybrid. 5. Massa jenis rendah (ringan) 6. Lebih kuat dan lebih ringan 7. Perbandingan kekuatan dan berat yang menguntungkan 8. Lebih kuat (stiff), ulet (tough) dan tidak getas. 9. Koefisien pemuaian yang rendah 10. Tahan terhadap cuaca 11. Tahan terhadap korosi 12. Mudah diproses (dibentuk) 13. Lebih mudah dibanding metal 14. Biaya, Faktor biaya juga memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu perkembangan industri komposit. Biaya yang berkaitan erat dengan penghasilan suatu produk yang seharusnya memperhitungkan II-7
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
beberapa aspek seperti biaya bahan mentah, pemrosesan, tenaga manusia, dan sebagainya. Untuk bahan komposit yang digunakan dalam dunia konstruksi biasanya relatif lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan konvensional seperti halnya balok-kolom komposit dibandingkan dengan balo-kolom beton bertulang.
2.3.2. kekurangan menggunakan material komposit a. Tidak tahan terhadap beban shock (kejut) dan crash (tabrak) dibandingkan dengan metal. b. Kurang elastis c. Lebih sulit dibentuk secara plastis d. Untuk konstruksi yang menggunakan material komposit belum ada software/program komputer yang dapat membantu pengerjaan analisa dan desain. e. Perhitungan perencanaan menjadi kurang akurat.
2.4
Struktur Komposit dengan Metode LRFD 2.4.1. Metode LRFD Metode Load and Resistance Factor Design (LRFD) sebenarnya
merupakan suatu metode yang baru dan telah lama diperkenalkan, namun di Indonesia relatif masih jarang disentuh oleh kalangan akademisi maupun praktisi di lapangan, Oleh sebab itu pada makalah ini mencoba sedikit membahas penggunaan metode LRFD.
II-8
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Dalam perencanaan struktur baja dikenal dua macam filosofi desain yang sering digunakan, yaitu desain tegangan kerja (oleh AISC diacu sebagai Allowable Stress Design, ASD) dan desain keadaan batas (oleh AISC diacu sebagai LRFD). LRFD merupakan suatu perbaikan terhadap perencanaan sebelumnya, yang memperhitungkan secara jelas keadaan batas, aneka ragam faktor beban dan faktor resistensi, atau dengan kata lain LRFD menggunankan konsep memfaktorkan, baik beban maupun resistensi. Desain ASD telah lama dikenal dan digunakan sebagai filosofi utama dalam perencanaan struktur baja selama + 100 tahun. Dalam desain tegangan kerja, fokus perencanaan terletak pada kondisi-kondisi beban layanan (tegangantegangan unit yang mengasumsikan struktur elestis) yang memenuhi persyaratan keamanan (kekauatan yang cukup) bagi struktur tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986 di Amerika Serikat diperkenalkanlah suatu filososfi desain yang baru, yaitu desain keadaan batas yang disebut LRFD. Metode ini diperkenalkan oleh Amrican Institute of Steel Construction (AISC), dengan diterbitkannya dua buku “Load and Resistance Factor Design Spesification for Structural Steel Buildings” (yang dikenal sebagai LRFD spesification) dan Load and Resistance Factor Design of Steel Construction (LRFD manual) yang menjadi acuan utama perencanaan struktur baja dengan LRFD. LRFD adalah suatu metode perencanaan struktur baja yang mendasarkan perencaannya dengan membandingkan kekuatan struktur yang telah diberi suatu faktor resistensi ( ) terhadap kombinasi beban terfaktor yang direncanakan bekerja pada struktur tersebut ( iQi ). Faktor resistensi diperlukan untuk II-9
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
menjaga kemungkinan kurangnya kekuatan struktur, sedangkan faktor beban digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kelebihan beban.
2.4.2. Metode Pelaksanaan Stuktur Komposit. Perancangan balok komposit disesuaikan dengan metode yang digunakan di lapangan. Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan dilapangan yaitu dengan pendukung (perancah) dan atau tanpa pendukung. Jika tanpa pendukung, balok baja akan mendukung beban mati primer selama beton belum mengeras. Beban mati sekunder serta beban-beban lain akan didukung oleh balok komposit yang akan berfungsi jika beton telah mengeras dan menyatu dengan baja. Dengan pendukung, selama beton belum mengeras beban mati primer akan dipikul oleh pendukung. Setelah beton mengeras dan penunjang dilepas maka seluruh beban akan didukung oleh balok komposit. beff
b’
beff
b1’
b2’
L1
L2
b3’
L3
Gambar 2.3. Lebar Effektif Struktur Komposit II-10
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2.4.3. Lebar Effektif Dalam struktur komposit, konsep lebar effektif slab dapat diterapkan sehingga akan memudahkan perencanaan. Spesifikasi AISC/LRFD telah menetapkan lebar effektif untuk slab beton yang bekerja secara komposit dengan balok baja, sebagai berikut : 1. Untuk gelagar luar (tepi). beff < L/8
dengan L
= Panjang bentang.
beff < L1/2 + b’
dengan b’ = jarak dari as balok ke tepi slab.
2. Untuk gelagar dalam. beff < L/4 beff < (L1 + L2)/2
dengan L
= Panjang bentang.
L1 = jarak antar as balok.
Lebar effektif yang dipakai dipilih yang terkecil.
2.4.4. Kekuatan Batas Penampang Komposit Kekuatan batas penampang komposit bergantung pada kekuatan leleh dan sifat penampang balok baja, kekuatan ‘slab’ beton dan kapasitas interaksi alat penyambung geser yang menghubungkan balok dengan ‘slab’. Kekuatan batas yang dinyatakan dalam kapasitas momen batas memberi pengertian yang lebih jelas tentang kelakuan komposit dan juga ukuran faktor keamanan yang tepat. Faktor keamanan yang sebenarnya adalah rasio kapasitas momen batas dengan momen yang sesungguhnya bekerja.
II-11
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
0,85 f’c
beff
t
0,85 f’c
a
C g.n
g.n.
d1
d
T
Fy (a)
Cc Cs d”2
T
Fy
(b)
Fy (c)
Gambar 2.4. Distribusi tegangan pada kapasitas momen ultimit.
Untuk menentukan besarnya kekuatan batas beton dianggap hanya menerima tegangan desak, walaupun sesungguhnya beton dapat menahan tegangan tarik yang terbatas. Prosedur untuk menentukan besarnya kapasitas momen ultimit, tergantung apakah garis netral yang terjadi jatuh pada ‘slab’ beton atau jatuh pada gelagar bajanya. Jika jatuh pada ‘slab’ dikatakan bahwa ‘slab’ cukup untuk mendukung seluruh gaya desak, dan apabila garis netral jatuh pada gelagar baja dikatakan ‘slab’ tidak cukup mendukung beban desak, atau dengan kata lain bahwa ‘slab’ hanya menahan sebagian dari seluruh gaya desak dan sisanya didukung oleh gelagar baja. 1. Garis netral jatuh di irisan ‘slab’ (Gambar 3.b). Harga gaya tekan batas : C = 0,85 f’c . beff . a Harga gaya tarik batas :
T = As . Fy
Dengan menyamakan antara harga C dan T maka didapat harga a, yaitu sebesar : II-12
d’2
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
a=
As Fy 0,85. f 'c .beff
d1 = d/2 + t - a/2 Dengan demikian didapat kapasitas Momen Batas Mu = C . d1 = T . d1 dengan : C
= gaya tekan pada balok baja.
f’c = tegangan ijin tekan beton beff = lebar effektif plat. t
= tebal plat.
2.4.5. Alat Penyambung Geser (Shear Connector) Gaya geser horisontal yang timbul antara ‘slab’ beton dan balok baja selama pembebanan harus ditahan agar penampang komposit bekerja secara monolit, atau dengan kata lain agar terjadi interaksi antara ‘slab’ beton dan balok baja. Untuk menjamin adanya lekatan antara beton dan balok baja maka harus dipasang alat penyambung geser mekanis (shear Connector) diatas balok yang berhubungan dengan ‘slab’ beton. Disamping itu fungsi dari pada
shear
Connector adalah untuk menahan / menghindari terangkatnya ‘slab’ beton sewaktu dibebani.
a. Stud connector
b. Channal connector
c.Spiral connector
Gambar 2.5. Macam-macam Shear Connector dan bentuknya.
II-13
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Dalam merencanakan alat samabung geser dapat dilaksanakan berdasarkan : 1. Kuat desak beton
:
Cmax = 0,85 f’c . beff . ts
2. Kuat tarik baja
:
Tmax = As Fy
dipilih yang terbesar sehingga menghasilkan jumlah alat sambung geser yang lebih banyak. Banyaknya alat sambung geser yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
N=
Cmax Qn
=
Tmax Qn
dengan Qn adalah kekuatan satu alat sambung geser. Macam-macam shear Connector yang ada dipasaran sampai dengan saat ini sangat banyak macam dan bentuknya, diantaranya adalah : 1. Connector dari ‘Stud’ baja berkepala (Gambar 2.4.5.a). Qn
= 0,5 Asc
f 'c .Ec < Asc Fbu
dengan, Qn
= Kekuatan satu stud, kips.
Fbu = Kuat tarik stud, ksi
Asc
= Luas penampang stud, inci2.
f’c = Kuat tekan beton, ksi.
Ec
= Modulus Elastis Beton, ksi
2. Connector berbentuk ‘Cannal’ (Gambar 2.4.5.b). Qn
= 0,3 (tf + 0,5 tw) Lc
f 'c .Ec
dengan, Qn
= Kekuatan satu stud, kips.
Fbu
= Kuat tarik stud, ksi
Lc
= Panjang kanal, inci.
f’c
= Kuat tekan beton, ksi.
tf
= Tebal flen kanal, inci.
Ec
= Modulus Elastis Beton, ksi
tw
= Tebal badan kanal, inci.
3. Connector berbentuk ‘Spiral’ (Gambar 2.4.5.c).
II-14
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2.4.6. Desain dengan LRFD (Load dan Resistance Factor Design) Untuk sebuah balok komposit berlaku Mp > Mu dengan = 0,85. Secara umum, desain harus dimulai dengan mengasumsikan letak garis netral berada pada ‘slab’ beton, dengan demikian luas As yang dibutuhkan untuk penampang baja tersebut adalah :
As =
2.5
Mu d . Fy ts 2
a 2
Pelat Lantai Beton Berongga Prategang Pracetak (HCS) Pelat beton berongga prategang pracetak (HCS) adalah struktur pelat lantai
bertulang yang diproduksi secara komputerisasi yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit yang dapat dipergunakan sebagai pengganti pelat lantai beton konvensional. Pelat lantai berongga prategang pracetak (HCS) memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan pelat lantai dengan beton konvensional. Selain keunggulan akibat penggunaan beton pracetak maupun beton prategang, penggunaan HCS dapat meningkatkan kemampuan memikul beban rencana dikarenakan adanya rongga pada pelat lantai HCS yang menjadikannya lebih ringan sampai dengan 42% jika dibandingkan pelat lantai beton konvensional. Untuk pembahasan materi pelat beton prategang pracetak (HCS) ini tidak di jelaskan secara mendalam dikarenakan dalam tugas akhir ini sudah memakai pelat beton prategang pracetak (HCS) tersebut berdasarkan atas studi yang telah dilakukan sebelumnya. Namun untuk spesifikasi pelat beton berongga prategang pracetak (HCS) produk PT.Beton Elemindo Perkasa yang digunakan dalam
II-15
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
perencanaan struktur pada tugas akhir ini tetap akan disajikan berupa tabel pada lampiran.
2.5.1. Hubungan antara Pelat Pracetak dengan Balok Baja
Gambar 2.6. Sistem konstruksi untuk struktur baja
Gambar 2.7. Berbagai macam struktur komposit
II-16
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2.6.
Perencanaan LRFD Komponen Struktur Balok Baja Perencanaan komponen struktur balok-kolom, diatur dalam SNI 03-1729-
2002 pasal 1 yang menyatakan bahwa suatu komponen struktur yang mengalami momen lentur. Gaya aksial harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Dengan :
Dalam pembahasan di atas disebutkan bahwa besarnya momen lentur terfaktor suatu komponen struktur balok kolom dihitung dengan menggunakan analisis orde kedua SNI 03-1729-2002 menyatakan bahwa pengaruh orde kedua harus diperhatikan melalui salah satu dari dua analisis berikut: 1. suatu analisis orde pertama dengan memperhitungkan perbesaran momen.
II-17
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2. analisis orde kedua menurut cara-cara yang telah brku ian telah diterima secara umum. Hal ini (orde kedua) berpengaruh untuk memperhitungkan perbesaran momen.
2.7
Perencanaan Kolom Komposit Ada dua tipe kolom komposit
-
Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton disekelilingnya (kolom baja berselubung beton)
Gambar 2.8. Potongan kolom komposit
-
Kolom komposit yang terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan beton)
Gambar 2.9. Penampang baja komposit II-18
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Batasan : -
Luas penampang baja
luas penampang komposit total
-
Kolom baja berselubung beton harus diberi tulangan longitudinal dan tulangan lateral minimum sebesar 0,18 mm²/mm spasi tulangan.
-
21 Mpa
55 Mpa
-
Ketebalan minimum dinding penampang baja berongga : Penampang persegi Penampang bundar
Kekuatan aksial rencana kolom komposit (
II-19
)
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Untuk pipa baja yang diisi beton :
= 1,0 .
= 0,85 .
Untuk profil baja yang diberi selubung beton : Pada persamaan diatas nilai
= 0,7 .
= 0,4 = 0,6 .
= 0,2
diturunkan berdasarkan konsep
kompatibilitas regangan antara bahan beton dan bahan baja, sedangkan nilai ditentukan dengan menggunakan nilai
(modulud beton) yang direduksi.
Penyauran beban Bagian kekuatan rencana kolom komposit penahan beban aksial yang dipikul oleh beton harus disalurkan melaui tumpuan langsung pada sambungan. Kekuatan maksimum rencana beton penumpu harus diambil sebesar 1,7 (
hanya berlaku untuk kondisi luas bidang penumpu lebih besar dari
pada luas daerah pembebanan. Untuk kondisi yang berbeda gunakan 0,85
Kombinasi aksial dan lentur
II-20
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2.8
Tata Cara Perancangan Bangunan Gedung Prosedur dan ketentuan umum perancangan bangunan gedung merujuk
pada SNI 03-1726-2002, SNI 03-2847-2002 dengan memperhitungkan beberapa ketentuan umum.
2.8.1 Perancangan Kapasitas Struktur gedung yang terjadi harus memenuhi syarat “strong column weak beam” yang artinya ketika menerima pengaruh gempa hanya boleh terjadi sendi plastis di ujung-ujung balok, kaki kolom dan pada kaki dinding geser saja.
2.9
Pembebanan 2.9.1. Faktor Pembebanan Struktur dan unsur-unsur pembebanan harus direncanakan untuk memikul
beban cadangan diatas beban yang diharapkan. Ketidakpastian berkaitan dengan besar beban mati pada struktur lebih kecil daripada ketidakpastian akibat beban
II-21
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
hidup. Hal demikian dapat menimbulkan perbedaan dari besar faktor pembebanan. Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 11.2, besar faktor pembesar pada beban adalah sebagai berikut : U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) U = 1,2 D + 1,0 L •} 1,6 W + 0,5 (A atau R) U = 0,9 D •} 1,6 W U = 1,2 D + 1,0 L •} 1,0 E U = 0,9 D •} 1,0 E Keterangan : U = kuat perlu akibat beban terfaktor D = beban mati L = beban hidup A = beban atap R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa
2.9.2 Pedoman Pembebanan Dalam perencanaan gedung bertingkat diharuskan memperhatikan penggunaan beban-beban yang diijinkan. Acuan besar pembebanan dapat diambil dari pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung SKBI – 1.3.53.1987. Sesuai SKBI – 1.3.53.1987, besar nilai beban hidup untuk II-22
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
perancangan komponen gedung perkantoran / perkuliahan, gedung perparkiran yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit 250 kg/m2 b. Lantai gedung parkir bertingkat : - untuk lantai bawah 800 kg/m2 - untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2 c. Beban hidup pada atap gedung - Atap yang dapat dicapai oleh orang 100 kg/m2 -Atap yang tidak dapat dicapai oleh orang adalah nilai maksimal dari beban hujan, 20 kg/m2 atau beban terpusat pekerja 100 kg
2.10
Faktor Reduksi Dalam menentukan kuat rencana suatu komponen struktur maka kekuatan
nominalnya harus direduksikan dengan faktor reduksi kekuatan yang sesuai dengan sifat beban. Ketidakpastian kekuatan beban terhadap pembebanan dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan o. Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 11.3, besar faktor reduksi kekuatan o adalah sebagai berikut : 1. Lentur, tanpa beban aksial 0,80 2. Beban aksial dan beban aksial dengan lentur 2.1. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0,80 2.2. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur - Komponen struktur dengan tulangan spiral 0,70 - Komponen struktur lainnya 0,65 II-23
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
3. Geser dan torsi 0,75 4. Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran pasca tarik 0,65 5. Daerah pengangkuran pasca tarik 0,85
2.11
Karakteristik Resiko Wilayah Gempa Sesuai SNI 03-1726-2002 wilayah gempa di Indonesia dikategorikan
kedalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 dan 2 adalah wilayah dengan resiko kegempaan rendah, wilayah gempa 3 dan 4 adalah wilayah dengan resiko kegempaan sedang dan wilayah gempa 5 dan 6 adalah wilayah dengan resiko kegempaan tinggi. Pembagian wilayah ini berdasarkan atas penempatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun sehingga probabilitas terjadinya terbatas pada 10 persen selama umur gedung 50 tahun tersebut. Pengaruh gempa rencana itu harus dikalikan oleh suatu faktor keutamaan gedung. Faktor keutamaan ini untuk menyesuaikan periode ulang. Gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung. Faktor keutamaan ini bergantung pada berbagai kategori gedung dan bangunan yang telah diatur pada SNI 03-17262002 Pasal 4.1.2.
2.11.1. Beban Gempa Mencangkup semua beban statik equivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut (SNI 03-1726-2002) Beban geser nominal statik equivalen yang terjadi di tekanan dasar dapat dihitung menurut persamaan: II-24
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Dimana: C = nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons gempa rencana. Lihat Gambar 2 SNI 03-1726-2002 untuk waktu getar alami fundamental T. Wt = berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai dalam hal ini beban hidup boleh direduksi sebesar 0,30. I = faktor keutamaan untuk kategori gedung dan bangunan didapat dalam Tabel 1 SNI 03-1726-2002. R = faktor reduksi gempa, Tabel 3 SNI 03-1726-2002.
2.12. Distribusi Dari Beban Geser Dasar Nominal V Beban geser dasar nominal V dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung tersebut dan menjadi beban-beban gempa nominal statik equivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-I menurut persamaan:
Dimana: Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai. Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut SNI 03-1726-2002 pasal 5.1.2. n
= nomor lantai tingkat paling atas.
II-25
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
2.13. Waktu Getar Alami Fundamental T Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama menggunakan rumus Rayleigh sebagai berikut:
Dimana: di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm. g = percepatan gravitasi (9,8 m/det2). Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa dan jenis struktur bangunan gedung, menurut persamaan:
dimana H adalah tinggi total struktur dalam meter dan koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 8 SNI 03-1726-2002. Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur bangunan gedung ditentukan dengan rumus-rumus empirik atau didapat dari analisis vibrasi bebas tiga dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20 persen dari nilai yang dihitung menurut rumus Rayleigh di atas.
2.14. Pembatasan Penyimpangan Lateral Pada SNI 03-1726-2002 Pasal 8, kinerja struktur gedung dibedakan menjadi dua macam yaitu :
II-26
Bab II Dasar Teori Perencanaan Struktur Gedung Sistem Komposit
Kinerja Batas Layan (Δs), Kinerja batas layan (Δs) struktur gedung besarnya tidak melebihi 0,03/R kali tingkat yang bersangkutan atau maksimal 30mm.
Kinerja Batas Ultimit (Δm), Nilai kinerja batas ultimit untuk struktur gedung beraturan adalah sebesar 0,7.R x Δs dimana persyaratan nilai kinerja batas ultimit (Δm) tidak boleh melebihi 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
II-27