Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam kombinasi gaya-gaya yang bekerja, terutama harus tahan terhadap gaya gempa. Dalam perencanaan struktur di daerah rawan gempa, perencanaan desain kapasitas berarti bahwa ragam keruntuhan struktur akibat beban gempa elemen-elemen
kritisnya
sehingga
ditentukan lebih dahulu dengan
mekanisme
keruntuhannya
dapat
memencarkan energi yang sebesar-besanya. Berbagai peraturan pedoman bangunan tahan gempa di Indonesia menetapkan suatu taraf beban rencana yang menjamin suatu struktur mampu berperilaku daktail dengan memencarkan energi gempa dan sekaligus membatasi beban gempa yang diserap komponen struktur. Tujuan untuk mengendalikan dan mempertahankan perilaku daktail dalam struktur pada waktu terjadi gempa merupakan dasar yang dipakai dalam perencanaan struktur daktail, dimana perilaku struktur yang direncanakan setelah melampaui batas eleastis harus tetap terjamin dengan baik. Menurut
pedoman perencanaan bangunan tahan gempa, wilayah
Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa, yang mempunyai skala probabilitas terjadinya gempa dari yang paling kecil wilayah 1 dan 2 hingga
II - 1
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
wilayah gempa 5 dan 6 yang paling rawan gempa. Pembagian wilayah tersebut merupakan parameter awal perencanaan struktur tahan gempa berdasarkan percepatan batuan dasar kondisi geologis wilayah Indonesia. Dalam
perencanaan
bangunan
tahan
gempa,
struktur
harus
memperhitungkan umur gedung rencana sebagai akibat peninjauan ulang terhadap gempa rencana pada wilayah gempa tersebut. Akibat gempa rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus dapat masih berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun.
2.1.1 Syarat umum struktur bangunan tahan gempa Apabila
sistem
struktur
telah
ditentukan,
tempat-tempat
yang
direncanakan daerah plastis untuk pemencaran energi gempa harus ditentukan dan dibuat detailnya sedemikian rupa sehingga komponen struktur yang bersangkutan benar-benar berperilaku daktail. Dengan demikian , mekanisme goyangan portal dengan sendi-sendi plastis terbentuk dalam balok-balok seperti Gambar 2.1, hendaknya selalu sejauh keadaan yang memungkinkan, karena akan memberikan keuntungan sebagai berikut :
Pemencaran energi berlangsung tersebar dalam banyak komponen
Bahaya ketidakstabilan struktur akibat efek P-delta hanya kecil
Sendi-sendi plastis dalam balok dapat berfungsi dengan baik yang memungkinkan berlangsungnya rotasi plastis yang besar II - 2
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Daktilitas balok yang direncanakan dapat tercapai
Gambar 2.1 : Mekanisme Keruntuhan pada portal rangka terbuka
Untuk itu dasar-dasar perencanaan struktur tahan gempa yang penting untuk diperhatikan adalah sebagai berikut :
Balok-balok harus direncanakan runtuh terlebih dahulu sebelum kolom vertikal struktur.
Keruntuhan struktur harus diakibatkan lentur bukan geser Untuk menghindari keruntuhan geser yang getas, sebelum terjadinya keruntuhan lentur yang daktail ditentukan dahulu pada waktu tulangan lentur mencapai tegangan lelehnya, tulangan geser masih dalam keadaan elastis ( 90 % tegangan leleh)
Keruntuhan joint-joit diantara batang-batang harus dihindari
Keruntuhan daktail bukan keruntuhan getas yang dipilih
II - 3
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Sendi-sendi plastis dalam balok dapat berfungsi dengan baik yang memungkinkan berlangsungnya rotasi plastis yang besar
2.1.2 Konfigurasi Struktur Gedung Tata letak dari struktur sangat berpengaruh pada perilaku struktur terhadap kombinasi beban-beban yang bekerja, terutama beban gempa. Pedoman dasar yang dapat dipakai dalam merencanakan tata letak struktur yakni :
Bangunan
harus
mempunyai
bentuk
yang
sederhana,
bentuk
bangunan yang panjang dan tidak sederhana sebaiknya dipisahkan dalam
beberapa
bagian.
Hal
ini
untuk
mengurangi
dampak
kemungkinan terjadinya gerakan gempa yang berlawanan pada kedua ujungnya yang makin besar.
Bentuk yang simetris,
Bentuk struktur tidak boleh terlalu langsing, baik pada denahnya maupun potongannya.
Distribusi kekuatan sepanjang tinggi bangunan seragam dan menerus
Kekakuan yang cukup
2.1.3 Sistem Struktur Sistem struktur penahan gaya-gaya gempa pada struktur bangunan berdasarkan SNI-1726-2002 Tabel 3 adalah sebagai berikut :
II - 4
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Sistem Dinding Penumpu Dinding penumpu ini memikul hampir seluruh beban lateral dan beban gravitasi
yang
secara
keseluruhan,
sehingga
disebut
Dinding
Struktural (DS).
Sistem Rangka Gedung Pada sistem ini terdapat rangka ruang lengkap yang memikul beban beban gravitasi, sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding structural. Walaupun dinding struktural direncanakan untuk memikul seluruh beban gempa, namun rangka balok-kolom harus diperhitungkan terhadap efek simpangan lateral dinding struktural oleh beban gempa rencana, mengingat rangka tersebut di tiap lantai masih menyatu dengan dinding struktur melalui lantai-lantai.
Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Menurut Tabel 3 SNI-1726 tercantum 3 jenis SRPM yaitu SRPMB (B=biasa), SRPMM (M=Menengah) dan SRPMK (K=Khusus). SRPMB tidak perlu pendetailan yang khusus, komponen strukturnya harus memenuhi syarat Pasal 3 sampai dengan 20 dan hanya dipakai untuk Wilayah Gempa 1 dan 2. SRPMM harus memenuhi persyaratan pendetailan di Pasal 23.8, dan hanya dipakai untuk Wilayah Gempa 3 dan 4. Sedangkan SRPMK harus memenuhi persyaratan desain pada Pasal 23.7, dan hanya dipakai untuk Wilayah Gempa identik 5 dan 6.
II - 5
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Sistem Ganda Tipe sistem struktur ini memiliki 3 ciri dasar. Pertama, rangka ruang lengkap berupa SRPM yang penting berfungsi memikul beban gravitasi. Kedua, pemikul beban lateral dilakukan oleh DS dan SRPM, dimana SRPM harus secara tersendiri sanggup memikul sedikitnya 25 % dari beban dasar geser nominal, V. Ketiga, DS dan SRPM direncanakan untuk menahan V secara proporsional berdasarkan kekakuan relatifnya. Untuk Wilayah Gempa 5 & 6, rangka ruang harus didesain sebagai SRPMK dan DS harus direncanakan sesuai ketentuan SNI 2874 Pasal 23.6.6. Di Wilayah Gempa 3 & 4, SRPM harus didesain sebagai SRPMM dan DS tak perlu detailing khusus. Sedangkan untuk Wilayah Gempa 1 dan 2, desain SRPM boleh memakai Rangka Pemikul Momen Biasa dan DS menggunakan DS beton biasa.
II - 6
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Gambar 2.2 : Sistem Struktur Penahan Gaya-gaya Lateral Gempa
2.1.4 Arah Pembebanan Gempa dan Kombinasi Beban Terfaktor Untuk memperhitungkan pengaruh arah gempa yang kemungkinan tidak searah sumbu utama struktur gedung, maka SNI 1726 Ps.5.8.2, menetapkan pengaruh pembebanan searah sumbu utama harus dianggap terjadi bersamaan dengan 30 % pengaruh pembebanan dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi. SNI 2847-2002 Pasal 11.2 menentukan kombinasi beban sesuai yang dipakai ACI 2002. Load factor lama untuk E memakai nilai 1,4 diganti 1,0, karena peraturan baru telah memakai beban gempa beupa beban batas. Beban kombinasi yang dipakai dalam perencanaan yakni :
II - 7
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
1. U = 1,4 D 2. U = 1,2 D + 1,6 L 3. U = 1,2 D + 1,0 L 100 % Ex 30 % Ey 4. U = 1,2 D + 1,0 L 30 % Ex 100 % Ey 5. U = 0,9 D 100 % Ex 30 % Ey 6. U = 0,9 D 30 % Ex 100 % Ey
2.2
METODE ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT Struktur gedung bertingkat beton bertulang merupakan kombinasi dari komponen struktur balok, kolom, pelat dan dinding beton yang dihubungkan satu sama lain untuk membentuk suatu rangka monolit. Analisis dimulai dengan menghitung seluruh beban yang dipikul oleh konstruksi termasuk berat sendiri komponen struktur gedung. Beban yang diterima struktur direncanakan sebagai pembebanan vertikal gravitasi dan lateral gempa. Untuk perencanaan analisa beban statik, gaya-gaya dalam dapat dihitung dengan berbagai metode analisis struktur statis tak tentu, baik dengan cara manual atau dengan bantuan software computer (ETABS 7.10). Untuk mengetahui perilaku struktur beban gempa dinamis dalam berbagai mode dipergunakan analisa dinamik dengan bantuan software ETABS 7.10.
Hasil analisa tersebut didapat deformasi struktur gedung
keseluruhan dalam berbagai mode perioda waktu getar alami menurut besaran respons spektrum wilayah gempa.
II - 8
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
2.2.1Analisa Beban Statik Ekuivalen Analisa beban statik ekuivalen adalah suatu cara analisis statik struktur, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai bebanbeban
statik
horizontal
untuk
menirukan
pengaruh
gempa
yang
sesungguhnya akibat pergerakan tanah. Karena beban gempa merupakan beban dinamis yang dapat berubah-ubah dan merupakan fungsi terhadap waktu. Setiap komponen struktur harus didesain kuat terhadap gaya geser dasar akibat gempa (base shear) dalam arah-arah yang ditentukan. Pengaruh komponen horizontal dan gerakan gempa dianggap ekivalen dengan beban-beban statik horizontal yang bekerja bersamaan pada tiap tingkat lantai dan atap dari suatu gedung. Besarnya beban gempa dasar yang bekerja menurut Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), yakni : V= Dimana :
CxIx.Wt R
V = Gaya geser dasar horizontal C = Faktor respons spektrum gempa I = Faktor Keutamaan R = Faktor reduksi gempa Wt = Berat total bangunan
II - 9
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Faktor Penentu Beban Gempa Rencana : 1. Daktilitas struktur Daktilitas secara umum adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca elastic yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa, diatas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan struktur yang cukup sehingga struktur tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada di ambang keruntuhan. Daktilitas dalam peraturan SNI 1726-2002 memiliki 2 parameter utama, yakni faktor daktilitas simpangan , dan faktor reduksi gempa R. Nilai menyatakan ratio simpangan diambang keruntuhan m dan simpangan pada terjadinya pelelehan pertama y . 1,0 =
dimana :
m m y
m = faktor daktilitas maksimum (Tabel 3 SNI 1746-2002)
Sedangkan nilai R merupakan indikator kemampuan daktilitas struktur gedung atau faktor reduksi gempa . 1,6 R = f1 Rm dimana :
f1 = faktor kuat lebih bahan yang terkandung dalam struktur gedung, ditetapkan sebesar f1 = 1,6 Rm = faktor reduksi gempa maksimum dari sistem maupun sub sistem struktur (Tabel 3 SNI 1726)
II - 10
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Tingkat daktilitas struktur terdiri dari :
Daktail penuh Struktur mampu mengalami simpangan pasca elastic pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan faktor daktilitas sebesar 5,3
Daktail parsial Struktur mempunyai nilai faktor daktilitas diantara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3
Elastis Struktur
dengan
kondisi
di
ambang
keruntuhan
tercapai
bersamaan dengan pelelehan pertama didalam struktur, sehingga nilai faktor daktilitas sebesar 1,0
Gambar 2.3 : Diagram Beban-Simpangan Struktur Gedung
II - 11
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
2. Faktor Respons Spektrum Gempa (C) Faktor respons spektrum gempa berfungsi untuk mengetahui respons maksimum gerakan tanah akibat gempa. Secara umum spektrum respon adalah suatu diagram yang memberikan hubungan antara percepatan maksimum suatu sistem Satu Derajat Kebebasan (Single Degree of Freedom/SDOF) sebagai respon terhadap suatu gempa masukan tertentu dan merupakan fungsi dari factor redaman dan waktu getar alami sistem SDOF tersebut. Percepatan respon maksimum sistem SDOF akibat gempa rencana dinyatakan dalam percepatan gravitasi (g) dan disebut Faktor Respon Gempa (C). Menurut standar, Am diambil sama dengan 2,5 Ao, suatu keadaan rata-rata dari spektrum respon gempa secara umum. Sebagai pendekatan Tc ditentukan berdasarkan jenis tanah yakni : Tc = 0,5 (untuk tanah keras), Tc = 0,6 (untuk tanah sedang), Tc = 1,0 (untuk tanah lunak). Kemudian fungsi C-T disederhanakan menjadi :
0 detik T 0,2 detik Nilai C meningkat secara linier dari A0 sampai Am
0,2 detik T Tc Nilai C konstan yaitu C = Am Tc adalah waktu getar alami sudut
T Tc Nilai C menurun mengikuti fungsi parabola C = Ar/T
II - 12
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Gambar 2.4. Kurva Respon Spektrum Berbagai Wilayah Gempa
II - 13
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Gaya geser horizontal akibat gempa yang diterima struktur, didistribusikan ke tiap lantai struktur dengan persamaan sebagai berikut : Fi =
Wi.hi .V Σ(Wi.hi)
Fi = Gaya geser pada lantai ke-i Wi = Berat lantai ke-i hi = Tinggi lantai ke-i, dihitung dari jepit pondasi V = Gaya geser horizontal total akibat gempa
Fi
Fi H Fi
Fi
V A
Gambar 2.5 Distrbusi gaya gempa ke tiap lantai
Persamaan diatas berlaku untuk kondisi : (H/A atau H/B) < 3 Dengan H = Tinggi bangunan, A = lebar denah gedung, dan B = panjang denah gedung.
II - 14
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
2.2.2 Analisa Dinamis Analisa dinamik adalah untuk menentukan pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan cara analisis ragam spektrum respon atau dengan cara analisis respon riwayat waktu (time history respon). Analisa dinamik yang ditentukan didasarkan atas perilaku struktur yang bersifat elastik penuh dan dengan meninjau gerakan gempa dalam satu arah saja. Analisa dinamik harus dilakukan untuk struktur :
Struktur gedung yang tidak beraturan
Struktur gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata
Struktur gedung yang bentuk, ukuran dan peruntukannnya tidak umum
Struktur gedung yang tingginya lebih dari 40 m
Analisis ragam spektrum respon adalah suatu cara analisa dinamik struktur, dimana pada suatu model matematik dari struktur diberlakukan suatu spectrum respon gempa rencana, dan berdasarkan itu ditentukan respon struktur terhadap gempa rencana tersebut melalui superposisi dari respon masing-masing ragamnya. Spektrum respon merupakan alat plat respon maksimum (perpindahan, kecepatan ataupun percepatan maksimum) pada dasar sistem struktur dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan sistem berderajat kebebasan tunggal. Jadi dalam menentukan respon dari suatu grafik spektrum untuk suatu pengaruh tertentu, maka hanya diperlukan frekuensi natural dari sistem tersebut.
II - 15
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Analisis respon riwayat waktu adalah suatu cara analisis dinamik, yang mana dalam suatu model matematika dari struktur dikenakan riwayat w aktu dari gempa-gempa hasil pencatatan atau dari gempa-gempa tiruan, terhadap riwayat waktu dari respon struktur yang ditentukan. Salah satu aspek penting dalam analisa dinamik adalah periode dan pola getar alami dari struktur bangunan yang ditinjau. Struktur dengan jumlah bentang dan kolom tersebar dapat diidealisasikan hubungan massa dan per, sehingga dapat dianggap :
Massa terpusat pada bidang lantai
Balok pada lantai, kaku tak hingga bila dibandingkan dengan kolom
Deformasi struktur tak dipengaruhi gaya aksial yang terjadi pada kolom
Idealisasi bentuk struktur di atas seperti terlihat pada gambar 2.6 pada setiap bentuk yang diidealisasikan seperti contoh diatas diperlukan adanya koefisien kekakuan untuk memberikan satu besaran perpindahan relatif antara dua bidang lantai terdekat.
II - 16
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Y
3
F (t)
F (t)
3
m .y
3
3
K 3(y3-y2) Y
2
F (t) 2
m2 . y
F (t) 2
Y
K2(y2-y1)
1
F (t) 1
m .y
F (t)
1
1
K 1. y1
Gambar 2.6 Model derajat kebebasan pada analisa dinamis
Gambar : Model Kolom Tunggal dari contoh bangunan 3 Lantai
Untuk sebuah kolom bermassa seragam dengan kedua ujungnya terjepit/tidak berotasi, konstanta kekakuannya adalah :
K =
12 Ec I L3
dimana :
2.1)) ( (3.09
K = Koefisien kekakuan Ec = Modulus Elastisitas L = Tinggi Kolom
Dengan kondisi struktur yang terdiri dari beberapa lantai, maka persamaan keseimbangan dinamik dengan sistem derajat kebebasan banyak. Sifat dinamis yang perlu diketahui yaitu frekuensi natural dengan getaran tak bebas, dengan nilai F 0, sehingga : [M] . {y} + [C] . {y} + [K] . {y} = {F}
II - 17
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
Dimana : [M] = Matrik massa
{ y } = Vektor percepatan
[C] = Matrik redaman
{ y } = Vektor kecepatan
[K} = Matrik kekakuan
{ y } = Vektor perpindahan
Sifat dinamis yang penting yaitu frekuensi natural diketahuidari struktur dengan kondisi getaran bebas. Bila struktur ditinjau dengan getaran bebas, maka struktur sama sekali tidak dipengaruhi oleh gaya luar ( F = 0 ), sehingga persamaan geraknya menjadi :
2.2 )) ( 3.11
[M]{y}+[K]{y}={0}
Dengan solusi persamaan geraknya adalah sebagai berikut
yi = ai sin ( t – ),
i = 1 , 2 , ..... n
yi = - 2 ai sin ( t – ),
i = 1 , 2 , ..... n
( 2.3 )
( 3.12 )
((2.4 3.13) )
Atau dituliskan kembali dalam notasi vektor adalah : { yi } = { ai }sin { t – }, { yi }= - 2 { ai } sin { t – },
i = 1 , 2 , ..... n i = 1 , 2 , ..... n
( 2.5 ) ( 3.14 ) 3.15) ) ((2.6
dimana : a i = Amplitudo gerak dari koordinat ke-i n = Jumlah derajat kebebasan Substitusi Persamaan ( 2.5 ) dan ( 2.6 ) kedalam persamaan ( 2.2 ) memberikan hasil :
II - 18
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
- 2 [ M ] { a } sin { t – } + [ K ] { a } sin { t – } = { 0 }
3.16) ) ( (2.7
atau dituliskan kembali dalam bentuk matrik adalah sebagai berikut :
[[K]-
]{a}={0}
[ M ]
( 2.8 ) ) ( 3.17
Dari persamaan gerak sistem berderajat kebebasan banyak dengan getaran bebas, kekakuan adalah variabel yang akan dicari sehingga dapat diketahui dimensi kolom berdasarkan inersia penampangnya. Penurunan persamaan kekakuan menjadi dimensi berdasarkan inersia penampangnya adalah : 12 Ec I L3 K L3 I = 12 Ec 1 I = bh3 12 K =
( 3.18 2.9 ))
b ≈ h ( Penampang kolom berbentuk segi empat sama sisi ) b4 =
K L3 Ec
√
b =
dimana :
4
K L3 Ec
(( 3.19 2.10))
b = panjang satu sisi kolom n = Jumlah kolom dalam satu lantai Ec = Modulus Elastisitas beton L = Tinggi kolom
II - 19
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
2.3 SISTEM PERKAKUAN ELEMEN VERTIKAL GEDUNG 2.3.1 Sistem Rangka Kaku (Rigid Frame System) Sistem rangka kaku pada umumnya berbentuk grid persegi teratur, terdiri dari balok horizontal dan kolom vertikal yang dihubungkan disuatu bidang
dengan
menggunakan
sambungan
kaku
(rigid).
Karena
kontinuitasnya, maka rangka kaku bereaksi terhadap beban lateral terutama melalui lentur dari kolom dan balok. Sifat menerus dari rangka tergantung pada tahanan rotasi dari sambungan dan batang–batang. Kapasitas beban rangka sangat bergantung pada kekuatan balok dan kolom individual. Kapasitasnya menurun sebanding dengan kenaikan tinggi lantai dan jarak antar kolom. Kekakuan setiap komponen struktur berpengaruh terhadap kestabilan bangunan. Rangka struktur bangunan yang kaku dapat mengurangi tingkat deformasi atau lendutan pada setiap elemen struktur serta menambah tingkat stabilitas dari struktur terhadap gaya-gaya lateral yang bekerja. Perkakuan pada struktur gedung membawa pengaruh pada momen yang dihasilkan oleh balok dan kolom. Berdasarkan distribusi momen akibat beban vertikal dan beban lateral, sistem perkakuan pada gedung diperoleh momen tumpuan yang bertambah besar dan momen lapangan yang relatif lebih kecil. Sedangkan pada kolom, peningkatan momen hanya terjadi pada kolom-kolom sudutnya. Selebihnya momen pada kolom lainnya mengecil akibat pengaruh distribusi momen.
II - 20
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
2.3.2 Sistem Dinding Geser (Shear Wall / Core Wall) Dinding geser adalah unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gempa yang bekerja pada bangunan. Susunan geometri sistem dinding geser tidak terbatas bentuk-bentuk dasar yang umum diperlihatkan berbentuk segitiga, persegi panjang, sudut, kanal dan flens lebar. Sistem dinding geser pada dasarnya dapat dibagi menjadi sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka terdiri dari unsur linier tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap menutupi ruang geometris. Bentuk-bentuk ini adalah L,X,V,Y,T dan H. Sebaiknya sistem tertutup melingkupi ruang geometris, bentuk-bentuk yang sering dijumpai adalah bujursangkar, segitiga, persegi panjang atau bulat. Bentuk dan penempatan dinding geser mempunyai akibat yang besar terhadap perilaku struktural apabila dibebani secara lateral.
Inti yang
diletakkan asimetris terhadap bentuk bangunan harus memikul torsi selain lentur dan geser. Perlawanan yang optimal terhadap torsi diperoleh pada penampang inti tertutup. Akan tetapi, ketika menganalisis perlawanan torsi, kekakuan torsi harus dikurangi apabila terdapat bukaan jendela atau bukaan lainnya karena menurunnya kekakuan dinding akibat perlubangan tersebut. Apabila resultan dari gaya-gaya lateral melalui titik berat kekakuan relative bangunan, maka yang dihasilkan hanyalah reaksi translasi. Kasus yang paling jelas adalah pada bangunan dinding geser murni. Pada bangunan dinding
II - 21
Bab II –Dasar-dasar Perencanaan Struktur Gedung Bertingkat
geser rangka kaku, sebagai perkiraan awal dianggap bahwa geser akan dipikul seluruhnya oleh inti karena kekakuannya jauh melebihi kekakuan lateral rangka. Apabila susunan dinding geser adalah asimetris, maka resultan gaya lateral tidak melalui titik berat kekakuan bangunan. Yang terjadi adalah rotasi dari dinding geser ditambah dengan translasi, dengan penyebaran tegangan tergantung pada bentuk sistem dinding geser.
II - 22