Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
BAB II DASAR – DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
2.1
Tinjauan Umum Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang
biasanya di atas permukaan tanah yang berfungsi menerima dan menyalurkan beban-beban yang bekerja terhadapnya ke pondasi (struktur bawah). Struktur atas terdiri dari pelat lantai, balok dan kolom. Pelat lantai adalah elemen struktur yang menerima beban-beban diatasnya dan menyalurkan ke balok. Pelat lantai dapat dianggap sebagai dasar atau landasan dari struktur yang membentuk ruang. Sedangkan balok adalah elemen struktur yang menerima distribusi beban dari plat lantai dan menerima beban diatasnya dan mendistribusikannya ke kolom. Dan Kolom adalah elemen struktur yang menumpu/menahan distribusi beban dari balok-balok dan disalurkan ke pondasi. Sehingga kolom ini sangat berarti bagi struktur atas. Jika kolom runtuh, maka runtuh pulalah bangunan secara keseluruhan. Oleh karena ini masing-masing elemen struktur harus memenuhi syaratsyarat dalam proses perencanaannya. Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya ;
II-1
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
a. Kekuatan Elemen struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja Dalam hal ini yang ditinjau adalah beban yang bekerja dan mutu bahan yang digunakan. b. Kekakuan Struktur dan elemen struktur harus aman dalam batas kekakuan dan deformasinya seperti menahan momen lentur dan torsi. c. Stabilitas Struktur secara umum harus dapat mencapai kesetimbangan baik arah vertikal dan horizontal sehingga dapat dikatakan aman dan nyaman, terutama dalam menahan beban gempa. d. Efesiensi Syarat ini mencangkup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Tujuan perencanaan struktur selain 3 faktor tinjauan konstruksi diatas yaitu dari segi biaya, dimana struktur yang direncanakan bisa lebih ekonomis dalam segi pembiayaannya.
Ada beberapa jenis material konstruksi pembentuk struktur bangunan, diantaranya ; struktur beton bertulang, struktur baja dan struktur beton prategang. Dalam perencanaan kali ini desain perencanaan struktur yang digunakan adalah struktur beton bertulang. II-2
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.2
Dasar Teori Elemen Struktur Beton Bertulang
2.2.1 Pelat Lantai (Slab) Sistem lantai biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat. Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Bila pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu dikatakan “ditumpu bebas” contoh jika pelat tertumpu pada pelat bata. Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relative sangat kaku terhadap momen puntir, maka pelat itu “terjepit penuh” dimana pelat adalah monolit (menyatu) dengan balok. Struktur bangunan gedung biasanya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk dan kolom yang pada umumnya dapat merupakan satu kesatuan monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem perletakan, pelat juga dipakai untuk atap, dinding, lantai dan tangga. Petak pelat dibatasi oleh balok atau balok anak pada kedua sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus lebih dari dua maka pelat dapat dianggap hanya bekerja sebagai pelat satu arah.
II-3
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Pelat satu arah dapat didefinisikan sebagai pelat yang didukung pada dua tepi yang berhadapan sehingga lenturan yang timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi. Gambar 2.1 berikut adalah pelat satu arah yang ditumpu pada 2 sisi balok.
Balok
Pelat 1 arah
Balok
Kolom Momen Negatif
Momen Negatif
Momen positif
Gambar 2.1. Pelat monolit satu arah
II-4
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Sedangkan pelat yang ditumpu pada keempat sisinya dan lebar sisi panjang tidak lebih dari 2 kali lebar sisi pendek maka pelat tersebut pelat dua arah, dimana akan terjadi momen lentur dari balok-balok yang berhadapan. Pada struktur gedung bertingkat kebanyakan menggunakan pelat dua arah. Gambar 2.2 berikut menggambarkan pelat monolit dua arah yang mengalami dua momen lentur arah x (Mx) dan arah y (My) Momen Negatif arah y (-My) Kolom
Momen positif arah y(My)
Pelat 2 arah
Balok
Momen Negatif Arah y (-My) Momen Negatif Arah x (-Mx)
Momen Negatif arah x (-Mx) Momen positif arah x (Mx)
Gambar 2.2. Pelat monolit dua arah
II-5
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Dalam hal ini perencanaan pelat lebih kepada perencanaan pelat dua arah. Berdasar (SNI-03-2847-2002 pasal 15.2(4) Pada konstruksi monolit atau komposit penuh, suatu balok mencangkup juga bagian pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau di bawah pelat tersebut. (lihat gambar 2.3)
Gambar 2.3. Bagian Pelat yang diperhitungkan
Sedangkan untuk penentuan tebal pelat mengacu pada SNI-03-2847-2002 pasal 11.5.3. Ayat (2) Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya mempuyai rasio bentang panjang
terhadap
bentang pendek yang tidak melebihi dari dua harus memenuhi ketentuan table 10 dan tidak boleh kurang dari nilai berikut ; (a) Pelat tanpa penebalan = 120mm (b) Pelat dengan penebalan = 100mm
II-6
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Tabel 2.1 Lendutan ijin Maksimum
II-7
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Ayat (3) Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan berikut ; (a) Untuk
m yang sama atau lebih kecil dari 2 harus menggunakan
pasal 11.5(3)(2) (b) Untuk
m lebih besar dari 0.2 dan tidak lebih dari 2, maka
ketebalan pelat minimum harus memenuhi ;
Ln (0,8 + fy/1500) h min =
36 + 5β( m-0.2)
Dan tidak boleh kurang dari 120mm (c) Untuk m lebih besar dari 2 ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari
Ln (0,8 + fy/1500) h min =
36 + 9β
Dan tidak boleh kurang dari 90mm
Untuk perencanaan penulangan pelat mengacu pada SNI-03-2847-2002 pasal 15.6.(2)(2) dengan metode perencanaan langsung dimana jumlah absolute dari momenterfaktor positif dan momen terfaktor negative rata-rata dalam masing masing arah tidak boleh kurang dari Mo = 1/8 Wu l2 . ln2. Dan untuk faktor distribusinya mengikuti pada table 13 pasal 15.6.(3)(3) II-8
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Tabel 2.2 Distribusi Momen Total Terfaktor
Dan pada lokasi lajur kolom harus dirancang dapat memikul momen terfaktor yang dinyatakan dalam persen Mo. Tabel 2.3 Faktor Distribusi Momen Negatif Dalam Mo pada Lajur Kolom
Tabel 2.4 Faktor Distribusi Momen Negatif Luar Mo pada Lajur Kolom
II-9
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.2.2 Balok Pada desain penampangnya ditentukan telebih dahulu untuk kemudian dianalisa untuk menentukan penampang tersebut dapat dengan aman memikul beban luar yang diperlukan atau tidak. Untuk mendalami prinsip-prinsip mekanika dasar mengenai keseimbangan merupakan hal yang harus terpenuhi untuk setiap keadaan pembebanan. Seperti pada pelat, balok juga terdapat beberapa peraturan penggambaran detail penulangan yang lebih banyak berhubungan dengan praktek merencana struktur yang baik daripada berdasar perhitungan. Jarak antara batang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir agregat terbesar dapat melewatinya dan stick penggetar (vibrator) dapat dimasukan ke dalam pemadatan beton. Untuk ini jarak antar batang tulangan diambil sebesar 40mm baik untuk tulangan atas maupun tulangan bawah dan jarak ini dianggap sebagai nilai minimum. Dari segi ekonomis berlaku peraturan praktis berikut bagi tulangan balok ; -
Batasilah penggunaan beberapa diameter batang yang berbeda-beda
-
Gunakan diameter-diameter yang ada di pasaran seperti berikut : 6, 8, 10, 12, 13, 16, 19, 22, 25, 28, 32
-
Gunakan tulangan sedikit mungkin yaitu dengan mengambil jarak antara tulangan sebesar mungkin
-
Gunakan panjang batang yang ada di pasaran
II-10
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
-
Batang yang dibengkokkan harus cukup pendek, sebaiknya gunakan batang tulangan yang panjang hanya untuk tulangan lurus.
-
Bila mungkin hanya menggunakan sengkang yang semuanya terbuat dari satu mutu baja dengan diameter sama
-
Diameter batang yang dipilih dalam satu penampang disarankan jangan mempunyai perbedaan lebih dari satu meter.
-
Usahakan agar jarak antara sepasang batang pada tulangan atas balok tidak kurang dari 50mm agar dapat terbentuk celah memanjang yang cukup lebar untuk pengecoran dan pemadatan, ini khususnya bila terdapat dua lapis. Jarak min. 25mm disarankan 40mm
Jarak maks. Tul samping 300mm
Tebal penutup beton : - Tidak berhubungan cuaca = 40mm - Berhubungan dengan cuaca = 50mm
Jarak maks. Sengakang - 250mm untuk tulangan polos - 300mm untuk tulangan ulir
Jarak min. 25mm
Gambar 2.4. Syarat penulangan balok
II-11
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Penentuan dimensi balok mengacu pada SNI 03-2847-2002 tabel 8 pasal 11.5 berikut : Tabel 2.5. Tinggi Minimum pada Perencanaan balok
Sedangkan untuk lebar balok diambil minimum ½ dari tinggi balok. Desain penulangan balok terdiri dari desain penulangan lentur dengan mengikuti hasil output luas tulangan dari analisa ETABS dan desain tulangan geser untuk menahan beban gempa yang ditentukan khusus menurut SNI 032847-2002 pasal 23.3 (4) dimana gaya geser rencana Ve harus ditentukan dari peninjauan gaya statik pada komponen struktur antara dua muka tumpuan.
II-12
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Gambar 2.5. Desain gaya Geser Pada balok
Momen Mpr harus dihitung dari tulangan terpasang dengan tegangan tarik 1.25 fy. Mpr
= As (1.25fy) (d – ½ a)
a
= As (1.25fy) / (0.85 f‟c . b)
Ve
= (Mpr kiri + Mpr kanan)/L + ½ Wu x L
Wu
= 1.2 D + 1 L
Vs
= Ve /
…..< Vs maks
Vs maks = 2/3 . bw . d f‟c S
= Av . fy . d / Vs
Tulangan sengkang ditengah balok pada jarak 2h ; mengikuti SNI 03-28472002 pasal 23.3.3.4. Vu = (Mpr kiri + Mpr kanan)/L + ½ Wu x (L-2.2h) Vs = Vu/0,75 – 1/6 f‟c.b.d
II-13
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.2.3 Kolom Kolom – kolom di sebuah konstruksi berfungsi meneruskan beban- beban dari balok dan pelat ke bawah sampai pondasi. Karenanya kolom merupakan bagian konstruksi tekan, meskipun mungkin harus pula menahan gaya – gaya lentur akibat kontinuitas dari konstruksi. Perencanaan kolom memperhatikan batas tegangan ( kekuatan) dam kekakuan untuk menghindari deformasi yang berlebihan dan tekuk. Menurut SNI 03-2487-2002 pasal 10.8 berikut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam perencanaan kolom : 1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harusdiperhitungkan. 2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan. 3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap terjepit, selama ujungujung tersebut menyatu (monolit)dengan komponen struktur lainnya.
II-14
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
4. Momen-momen yang
bekerja pada
setiap level
lantai atau
atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom.
Berdasarkan loakasi pembebanan pembagian desain kolom per tiap lantai juga direncanakan pada daerah ; -
Kolom area tengah (interior)
-
Kolom area tepi (eksterior)
-
Kolom area sudut
Untuk menentukan dimensi kolom yang ekonomis berdasarkan beban Pu yang bekerja ; Ag
≥
Pu n (f’c + fy.
t)
Dimana ; -
Ag
= Luas penampang kolom beton
-
f‟c
= Mutu beton
-
fy
= Mutu baja
-
t
-
Pu
= Beban terfaktor
-
n
= Konstanta
= rasio tulangan ekonomis 0.01
II-15
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Desain penulangan memanjang/lentur kolom menggunakan program PCACOL dimana dimensi kolom, gaya aksial dan momen yang didapat dari ETABS di investigasi apakah masih masuk dalam diagram interaksi hasil output PCACOL. Sedangkan desain tulangan geser yang ditentukan khusus menurut SNI 032847-2002 pasal 23.3 (4) dimana gaya geser rencana Ve harus ditentukan dengan memperhitungkan gaya maksimum yang dapat terjadi di muka hubungan balok kolom pada setiap ujung komponen struktur.
Gambar 2.6. Desain gaya Geser Pada Kolom
Ve
= (Mpr kiri + Mpr kanan)/H
Vs
= Ve /
…..< Vs maks
Vs maks = 2/3 . bw . d f‟c S
= Av . fy . d / Vs II-16
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.3
Perencanaan Struktur Gempa
2.3.1
Gempa Rencana dan Katagori Gedung Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar
probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun.
Untuk
berbagai katagori gedung, tergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur rencana dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keuatmaan I menurut persamaan : I = I1 . I2 Dimana : I1
= faktor keuatamaan yang menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung
I2
= faktor keutamaan untuk menyesuaiakan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut.
Dalam perencanaan kali ini kategori gedung dipergunakan untuk apartement dan perkantoran maka berdasar tabel 1 SNI 1726-2002 faktor probabilitas keruntuhan struktur gedung tertera dalam tabel 2.1 dibawah ini ;
II-17
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Tabel 2.6 Faktor Keutamaan untuk berbagai katagori gedung dan bangunan
2.3.2 Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal Faktor reduksi ( R ) dan faktor daktilitas gedung ( ) berdasar tabel 2 dan tabel 3 SNI03-1726-2002.
Tabel 2.7 Faktor Reduksi dan Daktilitas Gedung
II-18
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Tabel 2.8 Faktor Reduksi Daktilitas Subsistem Gedung
II-19
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.3.3
Perencanaan Struktur Gedung
2.3.3.1 Struktur Gedung Beraturan Berdasar SNI-03-1276-2002 pasal 6 bahwa struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen, yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasalpasal berikut. Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 1 dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan : V1 = (C1 . I / R) Wt dimana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. Beban geser dasar nominal V menurut Pasal 6.1.2 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan : Fi (x,y) =
Wi . hi
. V(x)(y)
Wi . hi II-20
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3, Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masingmasing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut :
Trayleigh = 6,3
Wi . di2 g Fi . di
di mana Wi dan Fi mempunyai arti yang sama seperti yang disebut dalam Pasal 6.1.3, di adalah simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm dan „g‟ adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det2. Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan Faktor Respons Gempa C1 menurut Pasal 6.1.2 ditentukan dengan rumus-rumus empiric atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut Pasal 6.2.1. Perhitungan eksentrisitas pusat massa dan pusat rotasi mengacu pada SNI 03-1726-2002 pasal 5.4
II-21
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangkap resultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai, yang bekerja pada lantai tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa adalah titik tangkap beban gempa static ekuivalen atau gaya gempa dinamik. Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi. Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : untuk 0 < e < 0,3 b : ed = 1,5 e + 0,05 b (21) atau ed = e - 0,05 b (22) - untuk e > 0,3 b : ed = 1,33 e + 0,1 b (23) atau ed = 1,17 e - 0,1 b II-22
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.3.3.2 Struktur Gedung Tidak Beraturan Berdasar ketentuan SNI-03-1726-2002 pasal 4.2.1 jenis gedung yang direncanakan masuk dalam kategori struktur gedung tidak beraturan, karena tinggi gedung yang melebihi 40m atau lebih dari 10 tingkat. Maka perencanaan harus ditentukan melalui analisis respon dinamik 3 dimensi. Beban gempa dinamik dihitung menggunakan Respon Spektrum sesuai SNI 03-1726-2002 harus dimodelkan dahulu Respon Spektrum Gempa Rencana sesuai Gambar 2 SNI03-1726-2002
Gambar 2.7. Respon Spektrum Gempa Rencana
II-23
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Khusus untuk beban gempa untuk mensimulasikan arah pengaruh beban gempa yang sembarang perlu dimodelkan adanya arah pembebanan Gempa Orthogonal (SNI03-1726-2002 pasal 5.8) sehingga dapat dimodelkan sebagai berikut ; -
Beban gempa respon spectrum arah X (RSPX) : 100% untuk arah X dan 30% untuk arah Y.
-
Beban gempa respon spectrum arah Y (RSPY) : 30% untuk arah X dan 100% untuk arah Y.
Menurut SNI03-1726-2002 pasal 7.2.1 : nilai ordinatnya harus dikalikan dengan faktor koreksi I/R (nilai I = 1, dan R = 8.5). Sedangkan nilai C dinyatakan dengan percepatan gravitasi (9.81 m/det)
Menurut SNI03-1726-2002 pasal 7.2.1 ; bahwa perhitungan Respon Dinamik Struktur harus sedemikian rupa sehingga partisipasi Massa dalam menghasilkan Respon Total harus sekurang-kurangnya 90%. Menurut SNI03-1726-2002 pasal 7.1.3 : bahwa Nilai Akhir Spektrum tidak boleh diambil kurang dari 80% Nilai Respon Ragam pertama atau V dinamik > 0.8 Vstatik. Dimana V1 adalah gaya geser nominal sebagai respon ragam yang pertama terhadap gempa rencana menurut persamaan berikut ; V1 = (C1 . I / R) Wt
II-24
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Dimana C1 adalah faktor respon gempa yang didapat dari spektruk respon gempa rencana menurut gambar 2 (SNI 1726-2002) untuk waktu getar alami pertama T1, I adalah faktor keutamaan menurut tabel 1 (SNI 1726-2002) dan R adalah faktor reduksi gempa representative dari struktur yang bersangkutan sedangkan Wt adalah berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai Menurut pasal 7.2.3 SNI 1726-2002 gaya geser tingkat nominal pengaruh gempa rencana sepanjang tinggi struktur gedung hasil analisis ragam spectrum respon dalam suatu arah tertentu harus dikalikan nilainya dengan suatu faktor skala berikut Faktor skala = 0.8V1 / Vt ≥ 1 Dimana Vt adalah gaya geser nominal yang didapat dari hasil analisis ragam spectrum yang telah dilakukan
Dalam analisis reson dinamik riwayat waktu berdasar pasal 7.3.2 SNI 1726-2002 dapat dihitung nilai percepatan puncak A sebagai berikut A = Ao . I / R Dimana Ao adalah percepatan puncak muka tanah menurut tabel 5 SNI 17262002.
II-25
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
2.3.4
Kinerja Struktur Gedung Kinerja struktur gedung ditinjau dari kinerja batas layan dan kinerja batas
ultimit. 1. Kinerja batas layan Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non struktur dan ketidaknyamanan penghuni. SImpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal yang telah di bagi faktor skala. Untuk memenuhi persyaratan kierja batas layan struktur gedung dalam segala simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan sturktur gedung maka tidak boleh melampaui 0.003/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30mm, tergantung mana yang nilainya terkecil 2. Kinerja batas ultimit Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah deletasi.
II-26
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Atas
Simpangan-simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal dikalikan faktor pengali ξ sebagai berikut ; -
Untuk struktur gedung beraturan ξ = 0.7 R
-
Untuk struktur gedung tidak beraturan ξ = 0.7R / faktor skala
Dimana R adalah faktor reduksi gempa dan faktor skala adalah seperti yang ditetapkan dalam pasal 7.2.3
II-27