Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
BAB II DASAR-DASAR TEORI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR PONDASI 2.1 Perencanaan Struktur Baja 2.1.1 Syarat konstruksi Baja Berdasarkan SNI 03-1729-2002 tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang di rencanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan-struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan.Batas-batas lendutan harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat
pembebanan, serta
elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut. Tabel 2.1.Batas Lendutan Maximum Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor
Beban tetap
Balok pemikul dinding atau finishing yang getas
L/360
-
Balok biasa
L/240
-
Kolom dengan analisis orde pertama saja
h/500
h/200
II-1
Beban sementara
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Kolom dengan analisis orde kedua
h/300
h/200
sumber:SNI03-1729-2002
Keterangan: L = panjang bentang h = tinggi tingkat Beban tetap = beban hidup Beban sementara = beban gempa/beban angin Beban hidup = beban sementara Dalam perencanaan struktur baja harus di penuhi syarat-syarat : a. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku. b. Analisis dengan komputer, harus memberitahukan prinsip cara kerja program dan harus ditunjukan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran. c. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis. d. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya. 2.1.2 Sifat mekanis material Baja Sifat mekanis bangunan baja di dapat dari uji tarik. Pengujian melibatkan pembebanan tarik dari contoh material baja dan bersamaan dengan itu dilakukan II-2
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
pengukuran beban dan perpanjangan sehingga di peroleh grafik hubungan antara tegangan dan regangan. Ketika beban terus bertambah, regangan pun ikut bertambah dan jika beban dihilangkan akan kembali ke panjang/kondisi awal, daerah ini di sebut daerah elastis. Dan apabila tegangannya tidak dapat melampaui harga diatas limit proporsional maka peristiwa ini di sebut limit elastis. Limit elastis dan limit poporsional memiliki harga yang sangat mendekati sehingga sering dianggap sama. Dan pada kondisi dimana beban di tambah terus tapi yang berubah hanya regangan sampai titik tertentu sedang tegangannnya konstan , hal ini di sebut kondisi plastis. Naiknya tegangan dan regangan yang tidak lagi berbanding lurus, melainkan berupa lengkung hingga mencapai tegangan ultimate di sebut ultimate tensile strength.
Gambar 2.1. Grafik Hubungan Tegangan - Regangan Tabel 2.2. Sifat Mekanis Baja Struktural Jenis Baja
Tegangan putus minimum, fu
Tegangan leleh minimum, f y
II-3
Peregangan minimum
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
(MPa)
(MPa)
(%)
BJ 34
340
210
22
BJ 37
370
240
20
BJ 41
410
250
18
BJ 50
500
290
16
BJ 55
550
410
13
Sumber:SNI03-1729-2002 Berikut ini beberapa bentuk profil baja yang biasa di pakai buat konstruksi, yaitu:
2.2. Gambar Bentuk Profil Baja 2.1.3 Desain Elemen Struktur Baja Metode LRFD a. Desain Komponen Struktur Tekan
II-4
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Suatu struktur yang mengalami beban aksial tekan di sebut balok kolom. Aksi ini dapat menimbulkan tekuk pada kolom, dimana dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.3 . Gaya Tekan Pada Komponen Tekan Desain kekuatan batang tekan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Nu= Øn x Nn
……………………………………………………………….2.1
Keterangan: Nu= kuat tekan perlu (kg) Nn= kuat tekan nominal komponen struktur (kg) Øn = factor reduksi kekuatan = 0.85 Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih kecil daripada nilai λr pada Tabel 7.5-1 (SNI 03-1729-2002 hal 30 sd 31) , daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut: N = A fcr
…………………………………………………………...2.2
II-5
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
fcr =
…………………………………………… ……………..2.3
untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1 untuk 0,25 < λc < 1,2 maka maka ω =
. .
.
untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25 Keterangan: Ag adalah luas penampang bruto (mm2) fcr adalah tegangan kritis penampang (MPa) fy adalah tegangan leleh material (MPa) Parameter kelangsingan kolom, λc, ditetapkan sebagai berikut: …………………………………………………………………..2.4
λc =
Lk = kc* L
…………………………………………………………………………2.5
Keterangan : Lk = panjang tekuk (m) fy = tegangan leleh material. Dalam hal kc adalah faktor panjang tekuk. Nilai kc ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3; (Lihat SNI 03-1729-2002 hal 30 sd 31) Perbandingan kelangsingan komponen struktur tekan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur :
λf<λp b/2tf <
…………………………..…………………………………..2.6 II-6
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
b. Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tekan:
λ=Lk/r
200.
…………………………..……………………………..2.7
Tabel 2.3. Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan ( f y) dinyatakan dalam MPa, Jenis Elemen
Perbandingan lebar terhadap tebal (λ)
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
λr (tak-kompak)
λp (kompak) Pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur
b/t
170 /
Pelat sayap balok-I hibrida atau balok tersusun yang di las dalam lentur
b/t
170 /
Pelat sayap dari komponenkomponen struktur tersusun dalam tekan
b/t
Sayap bebas dari profil siku kembar yang menyatu pada sayap lainnya, pelat sayap dari komponen struktur kanal dalam aksial tekan, profil siku dan plat yang menyatu dengan balok atau struktur komponen
b/t
(c)
370 /
/
-
-
290 /
290 /
tekan Sayap dari profil siku tunggal pada penyokong, sayap dari profil siku ganda dengan pelat kopel pada penyokong, elemen yang tidak diperkaku, yaitu, yang ditumpu pada salah satu
b/t
200 /
II-7
(e) (e)(f)
(f)
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
sisinya Pelat badan dari profil T
d/t
-
335 /
Pelat sayap dari penampang persegi panjang dan bujursangkar berongga dengan ketebalan seragam yang dibebani lentur atau tekan; pelat penutup dari pelat sayap dan pelat diafragma yang terletak di antara baut-baut atau las
b/t
500 /
625 /
Bagian lebar yang tak terkekang dari pelat penutup berlubang [b]
b/t
-
830 /
Bagian-bagian pelat badan dalam tekan akibat
h/tw
1.680
c
2550
g
lentur [a] Bagian-bagian pelat badan dalam kombinasi tekan dan lentur
h/tw
Untuk Nu / φbNy<0,125 [c]
1680
2550
1
2.75 ø Untuk Nu/ φbNy>0,125
500
2.33
ø 665/ Elemen-elemen lainnya yang diperkaku dalam tekan murni; yaitu dikekang sepanjang kedua sisinya
b/t h/tw
-
Penampang bulat berongga
D/t
(d) II-8
665 /
1
0.74 ø
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Pada tekan aksial Pada lentur
[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan leleh pelat sayap fyf sebagai ganti fy. [b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar. [c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar. [d] Untuk perencanaan plastis gunakan
-
22000/fy
14800/fy
62000/fy
[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat sayap = 70 MPa untuk penampang dirol = 115 MPa untuk penampang dilas
(f) ke=
tapi, 0,35 < ke < 0,763
[g] f y adalah tegangan leleh minimum
9.000/fy.
Sumber:SNI03-1729-2002 b. Desain Komponen Struktur Lentur dan Geser Balok merupakan salah satu elemen struktur yang memikul beban tegak lurus dengan sumbu longitudinal sehingga balok mengalami lentur. Apabila balok bertumpuan sederhana mengalami beban terpusat, mak balok tersebut akan melentur seperti di tunjukan sebagai berikut dengan diagram geser (Q) dan momen (M):
II-9
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Gambar 2.4. Diagram Momen dan Lintang Pada Balok Baja yang di bebani
Syarat Momen lentur Rencana : Mu ≤ φ Mn
… …………………………..………………………….....2.8
Keterangan: Mu adalah momen lentur rencana/perlu (kgm) Mn adalah kuat lentur nominal penampang (kgm) Φ adalah faktor reduksi kekuatan = 0.9 (SNI 03-1729-2002 hal 18) Kelangsingan penampang balok lentur dapat ditentukan sebagai berikut: a. pelat badan berpenampang kompak :
λf<λp <
… …………………………………………...……..…..2.9
b. Pelat sayap berpenampang kompak :
λf<λp b/2tf <
….. ………………………………………………….2.10
untuk balok berpenampang kompak syarat kuat lentur nominal: Mn = Mp dimana
Mp = fy * Z…………………………………………….2.11
Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang tidak terkekang secara lateral (Lb), sebagai berikut: II-10
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
a. Bentang pendek (L ≤ Lp ) …………………………………………………….….2.12
Mn = Mp
b. Bentang menengah (Lp ≤ L ≤ Lr) Mn = Cb
Mp ………………….………...2.13
c. Bentang panjang( Lr ≤ L ) ≤ Mp
………………………………………….………...2.14
Dimana untuk Profil I dan Canal ganda: Lp = 1.76 ry
Mcr = Cb*
ry =
………....2.15
…………………………………………..…….....2.16
Profil kotak pejal atau berongga : Mcr = 2 Cb E
………………………………………..……....2.17
2.1.4 Beban-Beban Yang Di gunakan Struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini: 1,4D (6.2-1) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (6.2-2) 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W) (6.2-3) 1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H) (6.2-4) 1,2D ± 1,0E + γ L L (6.2-5) 0,9D ± (1,3W atau 1,0E) (6.2-6) Keterangan: D = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap II-11
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
L = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H = beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air W = beban angin E = beban gempa, a. Beban mati adalah beban kerja akibat gravitasi yang tetap posisinya dan bekerja terus-menerus dengan arah kebumi tempat struktur didirikan. Berat struktur dianggap beban mati dan juga perlengkapan-perlengkapan yang tetap posisinya selama struktur berdiri seperti pipa listrik, pipa air, plafon, lampu dan lain lain. b. Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Yang termasuk beban hidup adalah manusia, perabot, kendaraan dan material yang dapat diganti selama umur gedung tersebut. c. Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin di tentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (hisap) yang tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya kedua tekanan tersebut ditentukan dengan cara mengalikan tekanan tiup yang II-12
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
ditentukan untuk berbagai kondisi dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan. d. Beban Gempa Gempa bumi menimbulkan pergerakan kea rah vertikal dan horizontal, dengan besar gerak vertikal umumnya jauh lebih kecil. Karena gerak horizontal mengakibatkan pengaruh paling besar maka pengaruh gerak ini dipandang sebagai beban gempa. Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Untuk struktur gedung tidak beraturan pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis dinamis. Syarat Gaya geser untuk analisi dinamis yaitu = V≥ 0.8 V1
V1 =
……………………….………………………2.18 t
……………………………….………………………2.19
V = KCW
…………………………………………….…2.20
Keterangan: V
= gaya geser dasar nominal
V1
= gaya geser dasar nominal sebagai renspon pertama
C
= koefisien gempa =
T
= waktu getar alamiah struktur, yaitu waktu untuk satu siklus getaran
0.05 √
II-13
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
= koefisien yang berkisar antara 0.67-3.0 yang menunjukan kemampuan
K
batang untuk menyerap deformasi plastis. C1
= Faktor renspon gempa
I
= Faktor keutamaan struktur
R
= Faktor reduksi gempa
W/Wt = Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai Beban lateral total didistribusikan mnurut rumus: Fn =
∑
V
………………………………………………………………2.21
Keterangan: Fn
= gaya lateral di lantai tingkat ke n
Wn
= berat di lantai tingkat ke n
∑
= jumlah total dari Wh untuk semua lantai
Jika waktu getar alamiah T tidak dapat ditentukan secara rasional dari data teknis, T bisa dianggap sebagai berikut: T=
.
…………………………………………………………….2.22
√
Keterangan: H
= tinggi bangunan diatas alasnya II-14
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
D
= dimensi bangunan dalam arah sejajar gaya yang diberikan
2.1.5 Perencanaan Sambungan Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat pengencang (baut dan las). Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut: 1) Gaya-dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan; 2) Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan; 3) Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya. a. Sambungan Baut Т egangan rata≤ 0.75 x Teg ijin
Teg rata-rata =
…………………………………………………2.23
Keterangan : II-15
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
N = gaya normal pada batang (kg) Fn = Luas penampang bersih terkecil Fn dapat di hitung dengan persamaan: Fn = F – nsd + ∑
………lihat potongan 1-2-3………………2.24
Fn = F - nsd
……….lihat potongan 1-3…………………2.25
2.5. Gambar Jarak Antar Baut Berseling Keterangan: F = luas penampang utuh s = tebal penampang d = diameter lubang t = jarak lubang ke lubang pada arah sejajar sumbu batang u = jarak lubang ke lubang pada arah sejajar sumbu batang II-16
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
n = banyaknya lubang dalam garis potongan yang ditinjau Chek kekuatan baut: 1. Cek terhadap geser pada baut: σ geser
= 0.6 x σ ijin
……………………………..……………..2.26
Ň
= A baut x σ geser ………………………………..…………..2.27
σ tarik
= 0.7 x σ ijin
………………………….……….…….2.28
Cek kombinasi beban: σ = σ tarik
σ geser
σ ijin ……..………………….………….….2.29
2. Cek terhadap akibat lubang pada profil: σ tumpu
= 1.2 x σ ijin
……………….….…..…………..…..2.30
Ň
= d x t x σ tumpu
…………………….……..……….…2.31
d = diameter lubang = diameter baut ( + 2mm jika d≤22mm, +3mm jika d≥22mm) Jumlah baut =
Ň
………………………………….………….....2.32
2.6. Gambar Jarak Antar Baut sejajar
II-17
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
S1 = 1.5d≤ S1≤2d S = 2.5d≤ S≤7d/14t U
= 2.5d≤ S≤7d/14t
Keterangan: d = diameter baut (mm) t = tebal plat sambung dan tebal profil (ambil yang terkecil) Tabel 2.4. Tipe-tipe Baut Tipe Baut
Diameter (mm)
Proof stress (Mpa)
Kuat tarik Min (Mpa)
A307
6.35-104
-
60
A325
12.7-25.4
585
825
510
725
12.7-38.1
825
28.6-38.1 A490
Sumber: Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD, 2008
c. Sambungan Las:
Dalam konstruksi baja ada 2 jenis bentuk las, yaitu: 1. Las sudut : ini tidak membutuhkan pekerjaan pendahuluan Las ini terdiri dari : a. las sudut pipih/datar (paling banyak di gunakan) II-18
1035
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
b.Las sudut cekung c. Las sudut cembung 2. Las tumpul : bentuknya tergantung dari tebal bagian yang akan di sambung. Cek kekuatan las: P=
σ
………………………………………..2.33
A
√
Keterangan: α
= sudut yang di bentuk antara arah gaya dengan bidang geser las
A
= luas penampang las ( Ln x a) (
Ln
= panjang bersih las = Lbr-3a (mm)
Lbr
= panjang kotor rigi-rigi las (mm)
a
= tebal rigi-rigi las ≤
T
=tebal profil (mm)
√
(mm)
Syarat panjang bersih las = 10a≤Ln≤40a Tabel 2.5. Ukuran minimum las sudut Tebal plat (t,mm) paling tebal
Ukuran minimum las sudut (a,mm)
t≤7
3
7< t ≤ 10
4
10< t ≤ 15
5
II-19
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
15 < t
6
Sumber: Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD, 2008
2.7. Gambar Rigi-Rigi Las Gaya yang dapat dipikul las berdasarkan sudut bidang bgeser las: 1. Jika α =90° ………….………………….2.34
P=σijin x A
2.8.Gambar Bidang Geser las α =90° 3. Jika α =0°
P = 0.58
………………………….……….2.35
σijin x A
2.9 Gambar Bidang Geser las α =0°
II-20
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
4. Jika α =45° P=0.707
σijin x A
2.10
..…………….………………….2.36
Gambar Bidang Geser las α =45°
2.1.6 Perencanaan Perkakuan (Bracing) Stabilitas portal di dapat dengan memberikan pengaku, portal yang diberi pengaku dapat di idealisasi dengan asumsi: •
Kolom tidak ikut menahan goyangan
•
Pengaku bekerja secara bebas sebagai pegas pada puncak kolom
a. Bracing type X Jika ada dua pengaku saling silang maka pengaku yang satu akan tertekuk dan yang satunya akan tertarik. Kekakuan yang di dapat dari adanya bracing dapat di lihat di gambar di bawah ini:
Gambar 2.11. Portal yang diberi bracing
Gambar 2.12. portal tanpa bracing
II-21
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Rangka di gunakan pada setiap lantai dan disususn menurut pola selang-seling pada satu lantai dengan lantai lainnya. Prinsip membuat rangka berselang seling sangat efisien apabila di terapkan untuk menahan beban vertical dan horizontal. b. Bracing type V / Type V terbalik Portal yang menggunakan bresing type ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: •
Kuat rencana bresing minimal 1.5 x beban terfaktor
•
Balok yang bersilangan dengan batang bresing harus menerus dari kolom ke kolom
•
Balok yang bersilangan dengan batang bresing harus di rencanakan untuk memikul pengaruh semua beban mati dan hidup, dengan menganggap bahwa batang bresing tidak ada.
•
Sayap-sayap atas dan bawah balok pada titik persilangan dengan batang bresing harus direncanakan mampu memikul gaya lateral yang besarnya = 2% kuat nominal sayap balok.
Gambar 2.13. bracing type V
II-22
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
c. Bracing type K Bracing type ini biasanya dipakai pada bangunan-bangunan dua tingkat atau kurang dan struktur atap. 2.2 Perencanaan Struktur Pondasi 2.2.1 Karakteristik tanah Tanah merupakan material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang berasal dari bahan-bahan organik yang sudah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Tanah merupakan campuran dari partikel-partikel yang terdiri dari salah satu/seluruh jenis beriku: Tabel 2.6 Batasan-batasan ukuran golongan tanah Nama Golongan Massachusetts
kerikil Institute
of ≥2
pasir
lanau
lempung
2-0.06
0.06-
≤0.002
Technologi (MIT)
0.002
U.S Departement of Agriculture ≥2
2-0.05
(USDA)
≤0.002
0.002
American Association of state 76.2-2 Highway
0.05-
and
2-0.075
transportation
0.075-
≤0.002
0.002
official (AASHTO) Unified
Soil
classification 76.2-
system (US Army corp of 4.75
II-23
4.750.0075
≤0.0075
≤0.0075
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
engineering,
US
bureau
of
Reclamation Sumber: Braja M.Das, 1985 2.2.2 Sifat-sifat Fisis Tanah Tiap massa tanah terdiri dari kumpulan partikel padat dengan rongga diantaranya. Rongga dapat diisi air, udara, sebagian air dan udara.
Gambar 2.14 Diagram fase hubungan volumetric dan masa tanah Keterangan: Vt = volume tanah = Vs+Vv Vs = volume solid/butiran Vv = volume void = Vw+Va Vw = volume air Va = volume udara d. Kadar air (w) Kadar air merupakan perbandingan antara berat air dengan berat partikel tanah dalam persen. II-24
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
%
w =
………………………………………..….…..2.37
e. Derajat kejenuhan (S) Merupakan perbandingan antara volume air dan volume total pori. S =
…………………………………………..……2.38
f. Angka Pori (e) Merupakan perbandingan antara volume pori dan volume partikel padat. …………………………………….2.39
e =
Besarnya angka pori untuk tanah lunak berkisar antara 1.2 s/d 3.0 d. Porositas (n)
Merupakan perbandingan volume pori dan volume total. 100%
n =
………………………………………….2.40
e. Berat satuan (γ)
Merupakan perbandingan antara berat total dan volume total. γ=
………………………………………….2.41
Tabel 2.7 Harga-harga porositas, angka pori, kadar air dan berat satuan No Uraian
Porositas
Angka Kadar
Berat
(n%)
pori
air
satuan
(e)
(w%)
(gr/cm3) γd
γ
1
Pasir seragam, lepas 36
0.85
12
1.43
1.89
2
Pasir seragam,
0.51
19
1.75
2.09
34 II-25
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
padat 3
Pasir berbutiran
40
0.67
25
1.59
1.99
30
0.43
16
1.86
2.16
20
0.25
9
2.12
2.32
55
1.2
45
-
1.77
37
0.60
22
-
2.07
66
1.90
70
-
1.58
75
3.00
110
-
1.43
84
5.20
194
-
1.27
campuran, lepas 4
Pasir berbutiran campuran, padat
5
Till glacial, sangat berbutir campuran
6
Lempung glacial lunak
7
Lempung glacial kaku
8
Lempung organic agak lunak
9
Lempung organic sangat lunak
10
Beton lunak
Sumber : Terzaghi dan Peck, 1967 f.
Plastisitas Merupakan sifat tanah untuk dapat berubah-uabah atau dibentuk tanpa terjadi retakan , keruntuhan dan perubahan isi. Kadar air sangat mempengaruhi plastisitas tanah lunak. Berdasarkan kadar air tanah dapat digolongkan sebagai berikut: cair, plastis, semi padat, dan padat. Tanah mempunyai batas-batas kadar air tertentu, batas kadar air tersebut disebut batas kekentalan atau batas konsistensi. II-26
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Batas-batas konsistensi itu adalah: 1. Batas Cair –LL (Liquid Limit) Yaitu kadar air tanah pada batas antara cair ke keadaan plastis 2. Batas Plastis-PL (Plastis Limit) Yaitu kadar air minimum dimna tanah masih dalam keadaan plastis. 3. Batas Susut –SL (Shrinkage Limit) Yaitu batas dimana tanah sudah kehilangan kadar air. Kondisi batas-batas konsistensi dapat digambarkan sebagai berikut: LL Cair
PL Plastis
SL Semi padat
Padat
Gambar 2.2 Batas-batas konsistensi tanah (Braja M.Das. 1985) Tingkat plastisitas tanah dapat ditentukan oleh besarnya indeks plastisitas, yaitu kadar air yang dapat diserap pada tanah dalam kondisi plastis. PI = LL-PL (%) 2.2.3 Sifat-Sifat Teknis a. Permeabilitas (Permeability) Permeabilitas tanah adalah kemampuan untuk dilewati oleh air melalui pori-pori tanah. Besarnya permeabilitas tanah dinyatakan dalam koefisien permeabilitas (k), koefisiean permeabilitas tanah bergantung pada ukuran rata-rata pori tanah yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah.
II-27
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
b. Kompresibilitas Merupakan kemampuan tanah untuk mengalami perubahan akibat keluarnya air dari pori-pori tanah. Semakin besar perubahan isi yang terjadi maka tanah dikatakan semakin kompresif dan sebaliknya semakin kecil perubahan isi yang terjadi maka tanah dikatakan kurang kompresif. Kompresibilitas tanah dapat ditunjukan dengan Indeks Pemampatan (Cc). Tabel 2.5 Nilai Cc untuk berbagai jenis tanah adalah sebagai berikut: Jenis tanah
Nilai Cc
Gambut
1-4.5
Lempung Plastis
0.15-1
Lempung kaku
0.06-0.15
Lempung setengah keras
0.03-0.06
Pasir Lepas
0.025-0.05
Pasir Padat
0.0005-0.01
Sumber : Craig, 1987 Untuk tanah lempung, Terzaghi dan Peck menyarankan pemakaian rumus sebagai berikut: a. Untuk tanah lempung yang strukturnya tidak terganggu (Undisturbed): Cc = 0.009 (LL‐10)
…………………………………………………....2.42
b. Untuk tanah lempung yang berbentuk kembali (Remolded) : Cc = 0.007 (LL‐10)
……………………………………………..2.43
II-28
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Tabel 2.7.Rumus untuk menghitung Cc Persamaan
Acuan
Daerah pemakaian
Cc = 0.007 (LL-7)
Skempton
Lempung remolded
Cc = 0.01 WN
Lempung Chicago
Cc = 1.15 (e0-0.27)
Nishida
Semua lempung
Cc = 0.30 (e0-0.27)
Hough
Lanau, lempung, lempung berlanau
Cc = 0.0115 WN
Tanah
organic,
gambut
lanau
organik, lempung Cc = 0.0046 (LL-9)
Lempung brazilia
Cc = 0.75(eo-0.5)
Tanah dengan plastisitas rendah
Cc = 0..208 e0+0.0083
Lempung chicago
Cc = 0.15 e0+0.0107
Semua lempung
Sumber: Braja M Das, 1988 Keterangan: eo = angka pori tanah dilapangan WN = kadar air tanah dilapangan c. Pengujian Lapangan Pengujian lapangan dapat memberikan informasi profil tanah secara kontinu. Pengujian lapangan diantaranya adalah Uji sondir dan alat penetrasi SPT. 1. Uji sondir Uji sondir dapat menunjukan pelapisan tanah dari hasil pembacaan tahanan ujung dan gesekan selimutnya. II-29
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
2. Standard Penetration Test (SPT) Metode pengujian tanah dengan SPT termasuk cara yang cukup ekonomis untuk memperoleh informasi mengenai kondisi dibawah permukaan tanah dan diperkirakan 85% dari desain pondasi untuk gedung bertingkat menggunakan cara ini. Tabel 2.8 Nilai N-SPT tanah kohesif N
<4
Konsistensi Sangat
4-6
6-15
16-25
>25
lunak
sedang
Kenyal
keras
lunak
(stiff)
Sumber: Bowles, 1984
2.2.4 Pondasi A. Jenis dan Type Pondasi Ada 2 hal yang paling mendasar untuk menentukan jenis, bentuk, dan type pondasi. Yang pertama adalah total beban yang akan dipikul oleh pondasi persatuan luas. Sedangkan yang kedua adalah daya dukung tanah persatuan luas. Hubungan kedua unsur tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan :
F : Q x U
………………………………………………………………2.44
Keterangan: F
= Besaran gaya per satuan luas (kN/
)
Qu = Daya dukung tanah per satuan luas (kN// II-30
)
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Gambar 2.15. Daya dukung tanah terhadap pondasi Dari pemahaman di atas, jelaslah bahwa ilmu pondasi memiliki kaitan yang erat terhadap ilmu mekanika tanah dan ilmu struktur bangunan yang ada di atasnya. Pada ilmu mekanika tanah dipelajari tentang karakteristik dari suatu type tanah baik daya dukung, berat jenis, kohesi, sudut geser dan lain sebagainya. Sedangkan pada ilmu struktur bangunan dipelajari tentang gaya-gaya yang bekerja pada pondasi tersebut yang akhirnya akan dipikul oleh tanah yang berada di bawahnya. Menurut jenisnya Pondasi dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: 1. Pondasi dangkal Pondasi ini berada pada lapisan tanah yang dangkal. Biasanya pondasi seperti ini digunakan hanya pada bangunan- bangunan sederhana yang hanya memiliki beban yang kecil. Hal itu dikarenakan biasanya lapisan tanah yang berada tidak jauh dari muka tanah memiliki daya dukung yang kecil pula. Pada pondasi dangkal metode yang paling dikenal adalah teori dari Terzaghi. 2. Pondasi Dalam
II-31
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Pondasi dalam digunakan apabila pondasi dangkal tidak mampu lagi menahan beban yang bekerja di atasnya karena keterbatasan daya dukung tanahnya. Pondasi tiang adalah salah satu dari type pondasi dalam yang dikenal oleh banyak orang. Pondasi ini berupa tiang yang dipancang (precast pile) dan tiang yang dibuat di lokasi dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu (cast in place pile). Dari kedua type tersebut memiliki beberapa keuntungan dan kerugiannya. Berikut adalah perbandingannya: Prinsip dasar dari pondasi tiang adalah mentransmisikan beban-beban permukaan ke lapisan tanah yang lebih dalam yang memiliki daya dukung yang diharapkan. Mekanisme transfer beban dari tiang ke tanah sungguh kompleks. No
Pondasi tiang bor
Pondasi tiang pancang
Dapat digunakan pada semua jenis 1
tanah
Pelaksanaan cepat
2
Kedalaman dapat diukur
Mutu terjamin
Dari pengeboran, dapat melakukan Dalam 3
pengecekan hasil laboratorium
pelaksanaannya
kondisi lapangan lebih bersih Biaya
loading
test
lebih
murah karena diameter yang 4
Suara getaran rendah Kemudahan
5
terhadap
lebih kecil perubahan Peralatan
kontruksi
yang
lebih sedikit II-32
digunakan
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Diameter
dan
kedalaman
dapat Dapat mengantisipasi gaya
6
bervariasi sehingga lebih ekonomis
7
Tidak terjadi heaving
horisontal
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka proyek ini akan menggunakan pondasi tiang bor. Dilihat dari lokasinya yang berada di lingkungan padat dan lokasi yang sempit, alas an penggunaan tiang bor menjadi lebih baik dibandingkan dengan tiang pancang.
B.
Penentuan Daya Dukung Pondasi Tiang
Daya dukung pondasi tiang terdiri dari daya dukung ujung tiang dan daya dukung kulit. ……………………………………………………..2.45 Dimana Qall = Keterangan: Qu
= daya dukung pondasi (kN)
Qp
= daya dukung ujung tiang (kN)
Qs
= tahanan gesek kulit (kN)
FS
= faktor keamanan
II-33
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Gambar 2.16. mekanisme daya dukung pada pondasi tiang
a. Daya Dukung ujung & Gesek Tiang Tunggal Tanah Pasir 1. Berdasarkan Data Laboratorium •
Metode Meyerhof
Meyerhof (1976) juga menggagas bahwa tahanan ujung batas (qp) pada suatu tanah granular yang homogeny (L=Lb) dapat diperoleh dari nilai NSPT. 2.46 ) = 40xNx…………………………..…………………... ≤400 N
qp (kN/
Keterangan: N = nilai N-SPT rata-rata di dekat ujung tiang (sekitar 10D diatas 4D dibawah ujung tiang). Ap
= luas ujung tiang (
)
Qp = Ap x qp
…………………………………………….2.47
δ
…………………………………………..………..2.48
′ Qs
As x f …………………………………………………..……..2.49
II-34
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
•
Metode Vesic Vesic (1977) mengajukan sebuah metode untuk menghitung daya dukung ujung tiang berdasar pada teori expansion of cavities. Merujuk pada teori ini, dengan parameter tegangan efektif, τ’o =
q’ ……………………...………………………………2.50
Ko =1-sin ……………………………………………………..…2.51 Qp = Ap xτ’o xN*τ …………………….…………………………2.52 Untuk kondisi tidak adanya perubahan volume (yaitu, pasir padat atau lempung jenuh), Δ = 0. Sehingga, Ir = Irr Qs
As x fs……………………………………...………………2.53
Dimana fs = 107 kN/m² 2. Berdasarkan Data CPT (Sondir) •
Metode Nottingham & Schmertmann, 1975 Nottingham & Schmertmann, 1975 mengajukan perhitungan daya dukung ujung tiang menurut cara begemann, yaitu diambil dari nilai rata-rata perlawanan ujung ujung sondir 8D (diatas ujung tiang) dan 0.7-4D dibawah ujung tiang.
Qp= ………………………………………………….....………………2.54 Keterangan: Qp = daya dukung ujung tiang (kN) Ap = luas penampang tiang (
II-35
)
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
qc1 = nilai qc rata-rata 0.7D-4D dibawah ujung tiang (kN/ kg/
atau
)
qc2 = nilai qc rata-rata 8D diatas ujung tiang (kN/ Qs = Ks ∑
∑
:
:
atau kg/
)
……….....……………2.55
3. Berdasarkan Data N-SPT •
Metode Mayerhoff 1956 40
……………………………………………..……2.56
0.2
…………………………………………………2.57
Keterangan: Ap = luas penampang tiang ( Nb = Nilai N rata-rata •
•
Metode Schmertmann 1.6
……………………………………………………2.58
0.04
………………………………………………..…2.59
Metode Coyle & Castello q
……………………………………………..…2.60
……………………………………………………..2.61 2 Ň…………………………………………………………2.62 Keterangan: fav Ň
= tahanan gesek kulit rata-rata
= nilai N-SPT rata-rata
II-36
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
C. Efisiensi Pondasi Tiang ή=
……………………………………………………..2.63
∑
Keterangan: ή = efisiensi kelompok (%) Q g(u) = daya dukung batas tiang kelompok (kN) Qu
= daya dukung batas tiang tunggal (kN)
a. Efisiensi Tiang dalam Pasir ή=
∑
=
Jika ή≤1
…………………………2.64
ή = …………..………………..2.65 =1ika ή≥1 ∑
dimana
Keterangan: D = diameter luar tiang (m atau cm) d = jarak as ke as antar tiang (m atau cm) n = jumlah tiang ( Lg = (n1‐1)d+2(D/2) dan Bg = (n2‐1)d+2(D/2)) dengan Lg≥Bg
2.12 Gambar Plan Pondasi kelompok
b. Efisiensi Tiang dalam Lempung
•
Sebagai tiang tunggal II-37
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
∑Qu = n1n2 (Qp+Qs)…………………………………………………2.66 •
Sebagai sebuah blok ∑pgcuΔL = ∑ 2
…………………………………..2.67
D. Penurunan Pondasi a. Penurunan Elastik •
Tiang Tunggal s = s1+s2+s3
…………………………………………………...…..2.68 ……………………………………………..……..……2.69
s1=
1
s2=
………………………………….…………….2.70
…………………………………………….….2.71 1
s3=
………………………………………………..2.72
Keterangan: s
= penurunan tiang total (m atau mm)
s1
= penurunan batang tiang (m atau mm)
s2
= penurunan tiang akibat beban titik (m atau mm)
s3
= penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang (m
atau mm)
II-38
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
Qwp
= beban yang dipikul ujung tiang dibawah kondisi beban kerja
(kN) Qws
= beban yang dipikul kulit tiang dibawah kondisi beban kerja (kN)
Ap
= luas penampang tiang (
L
= panjang tiang (m)
Ep
= modulus young bahan (Mpa)
•
)
Tiang kelompok Menurut vesic (1989): Sg=
……………………………………..……….2.73
Untu tanah pasir dan batuan , Mayerhof (1976):
Sg (mm)=
.
………………………………………..…..2.74
atau Sg =
……………………………….….2.75
Keterangan: sg
= penurunan elastic tiang kelompok (mm)
Bg
= lebar dari kelompok tiang (cm atau m)
D
= diameter luar tiang (cm atau m)
s
= penurunan elastik masing-masing tiang (mm)
Ncor
= rata-rata nilai Nkoreksi II-39
Bab II Dasar-dasar Teori Perencanaan Struktur Baja dan Struktur Pondasi
I
= 1- 8
≥0.5
q
=
qc
= nilai rata-rata qc (kg/
)
E. Faktor Keamanan Dalam perencanaan pondasi, nilai factor keamanan didapat dengan membagi gaya yang dapat ditahan oleh tiang dengan daya dukung ultimit, sehingga diperoleh daya dukung ijin. 1.10
FS =
Pada perencanaan struktur untuk menentukan besarnya factor keamanan didasarkan pada asumsi bahwa beban yang akan bekerja pada struktur yang akan direncanakan melebihi dari yang sebenarnya. Sedangkan desain kekuatan bahan diasumsikan bahwa struktur yang direncanakan memiliki kekuatan yang lebih kecil dari yang sebenanrnya (reduksi kekuatan bahan).
II-40