BAB II DASAR TEORI
II.1 Umum Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang konsep Strength Based Design dan uraian konsep Performance Based Design, yang selanjutnya akan lebih terfokus pada perencanaan struktur dan analisis kinerja struktur pada konsep ini.
II.2 Strength Based Design Selama ini perencanaan struktur terhadap gempa memakai konsep strength based design dimana setiap struktur harus direncanakan mampu menahan suatu beban geser dasar akibat gempa. Konsep ini diterjemahkan dalam suatu metode desain kapasitas dimana pengendalian pola keruntuhan struktur dilakukan melalui pemanfaatan sifat daktail dari struktur secara maksimal. Dua macam batasan kinerja struktur dalam konsep strength based design (Paulay, 1992) adalah sebagai berikut : a) Servicability Limit State Titik berat dari kriteria ini adalah pengontrolan dan pembatasan displacement yang terjadi selama gempa berlangsung. Kekuatan tambahan harus dapat dipastikan tersedia pada semua komponen struktur untuk menahan gempa, sementara komponen tersebut tetap berperilaku elastis. Diijinkan terjadi kerusakan-kerusakan
minor
pada
elemen
non
struktur,
namun
tidak
Universitas Sumatera Utara
diperkenankan terjadi kelelehan tulangan elemen struktur. Dalam kriteria ini, intensitas gempa sangat berhubungan erat dengan faktor penggunaan bangunan. Misalnya, seorang perencana struktur cukup memakai batasan gempa dengan periode ulang 50 tahun untuk bangunan perkantoran, namun ia dituntut
untuk
menggunakan batasan gempa dengan periode ulang yang lebih tinggi
untuk
bangunan yang memiliki taraf fungsional lebih tinggi dari perkantoran, seperti : rumah sakit, pusat telekomunikasi, dan lain-lain. b) Survival Limit State Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan nyawa manusia ketika terjadi gempa yang paling kuat. Ketika suatu struktur mengalami
pemindahan lateral yang besar. Kehilangan kekuatan untuk
menahan sedikit mungkin gravitasi harus
dan kemampuan struktur
untuk menahan beban
tetap dapat dipertahankan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep strength based design juga
memperhatikan tingkat kinerja struktur, walaupun terbatas pada kondisi
elastis dan
runtuh .
Kelemahan dari konsep ini adalah tidak dapat diketahuinya tingkat kinerja struktur
secara eksplisit pada kondisi inelastic karena analisis yang digunakan
adalah analisis elastis. Tingkat kinerja struktur pada kondisi inelastic ini mulai diperhatikan pada suatu pendekatan terbaru dari konsep perencanaan bangunan tahan gempa yang dinamakan performance based design.
Universitas Sumatera Utara
II.3 Performance Based Design Performance Based Design adalah suatu konsep dalam perencanaan dan analisi seismic struktur bangunan, menetapkan berbagai tingkat kinerja struktur (multiple performance objective levels). Tingkat kinerja ini adalah tingkat kinerja bangunan yang diharapkan terjadi pada saat struktur dilanda gempa dengan tingkat intensitas tertentu. Tingkat kinerja (performance) ini merupakan suatu pilihan yang harus ditentukan oleh perencanaan struktur pada tahap awal, dimana tingkat kinerja ini dapat dievaluasi dari beberapa kondisi batas. Kondisi batas ini bersifat fleksibel, karena merupakan kesepakatan dari pihak perencana strutur dengan pihak yang memiliki bangunan (owner). Perencanaan berdasarkan konsep performance based design dapat dilakukan dengan displacement based design. Hal terpenting yang perlu diperhatikan pada konsep performance based design adalah pemeriksaan kinerja benar-benar dilakukan secara eksplisit. Hal ini berbeda dengan perencanaan yang pada umumnya dilakukan berdasarkan standar yang berlaku, misalnya standar Indonesia, dimana pemeriksaan tingkat kinerja secara eksplisit .Hal ini membuat pihak pemilik dan pihak perencana dapat memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat kinerja struktur bangunan yang akan dibangun. Elemen utama dari performance based design adalah demand dan capacity. Demand adalah tuntutan yang harus dipenuhi oleh struktur, dapat digambarkan sebagai beban gempa. Pada setiap elemen struktur besarnya demand secara kuantitatif
Universitas Sumatera Utara
adalah kombinasi pembebanan maksimum yang terjadi pada elemen tersebut. Sedangkan capacity adalah kapasitas yang dimiliki oleh struktur. Salah satu analisis yang dapat menggambarkan kapasitas struktur secara keseluruhan adalah analisis pushover. Suatu performance point yang dihasilkan dari analisis pushover berupa titik perpotongan antara kurva demand dan kurva capacity. Performance point adalah suatu estimasi untuk keadaan dimana demand sama dengan capacity. Tingkat kerusakan dari struktur berupa simpangan antar tingkat yang dibaca dari performance point ini dibandingkan dengan sasaran performance yang lebih direncanakan sebelumnya (ATC 40, 1997). Untuk lebih jelasnya, konsep performance point dapat dilihat di bab II butir 2.3.3. II.3.1 Asian Concrete Model Code Asian Concrete Model Code (ACMC) adalah suatu standar yang diharapkan dapat memberikan standarisasi terhadap berbagai macam standar negara-negara di wilayah Asia. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan konsep performance based design. Sesuai dengan tujuan performance based design, yaitu penetapan tingkat kinerja struktur dari berbagai tingkat intensitas gempa dan beberapa kondisi batas rencana. ACMC menetapkan tiga tingkat intensitas gempa dengan rentang periode ulang gempa yang dapat disesuaikan, tergantung kepada fungsi dan umur efektif bangunan, yaitu : a. Gempa kecil atau sedang (Minor), yaitu gempa yang dapat terjadi beberapa kali selama umur efektif bangunan.
Universitas Sumatera Utara
b. Gempa kuat (Moderate), yaitu gempa yang dapat terjadi sekali selama umur efektif bangunan. c. Gempa sangat kuat (Ultimate/Servere), yaitu gempa terkuat yang mungkin terjadi pada sekitar lokasi bangunan rencana atau pada suatu kawasan rawan gempa yang lebih luas. Sampai saat ini, belum ditetapkan batasan-batasan periode ulang gempa yang sesuai untuk beberapa wilayah di Indonesia. Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menentukan periode ulang gempa, antara lain : umur bangunan, peluang terjadinya gempa dalam umur efektif bangunan, wilayah, jenis bangunan, dan keadaan ekonomi negara yang bersangkutan. Selain itu, ACMC menetapkan tiga kondisi batas yang dapat disesuaikan oleh perencana struktur sebagai dasar untuk memeriksa dan mengevaluasi kinerja seismik struktur bangunan. Masing-masing kondisi batas harus memiliki beberapa kriteria penilaian, seperti tingkat kerusakan, batasan simpangan antara tingkat dan sebagainya. Tiga kondisi batas pada ACMC adalah sebagai berikut : a. Serviceability Limit State Pada batasan ini, fungsi bangunan dapat dipertahankan, dalam arti kegiatan operasional tetap berfungsi. Pada batasan ini, kerusakan hanya terjadi pada elemen non-struktural. Selain itu tidak terjadi sendi plastis pada elemen struktur yang pada mulanya memang direncanakan untuk mengalami sendi plastis, walaupun elemen struktur tersebut sudah mengalami retak. b. Damage Control Limit State
Universitas Sumatera Utara
Pada batasan ini kerusakan yang terjadi pada daerah sendi plastis berada dalam kondisi yang dapat diperbaiki. Untuk daerah yang berada diluar sendi plastis tidak mengalami kelelehan. Pada elemen-elemen struktur yang ada tidak mengalami kegagalan geser. c. Safety Limit State Pada batasan ini, kehilangan ketahanan struktur secara drastis di dalam memikul beban lateral tidak terjadi dan integritas struktur untuk memikul beban gravitasi masih efektif, tetapi struktur sudah tidak dapat dipakai lagi. Hal yang penting adalah memberikan berbagai gambaran dan deskripsi yang jelas
terhadap
semua
kriteria
penilaian.
Gambaran
ini
misalnya
dengan
mendeskripsikan kerusakan apa yang akan terjadi pada suatu kriteria tingkat kerusakan (damage index) atau suatu kriteria simpangan antar tingkat tertentu. Dengan adanya gambaran ini, maka pihak perencana dan pihak yang memiliki bangunan (owner), dapat memilih kriteria yang paling tepat. Dalam studi ini pada kondisi batas serviceability, digunakan kriteria tingkat kerusakan sebesar 0.1 – 0.25 dan simpangan antar tingkat maksimum sebesar 0.5%. Pada kondisi batas Damage Control, digunakan kriteria tingkat kerusakan sebesar 0.25 – 0.40 dan simpangan antar tingkat maksimum sebesar 1%. Sedangkan pada konsisi batas safety, digunakan kriteria tingkat kerusakan sebesar 0.4 – 1.0 dan simpangan antar tingkat maksimum sebesar 2%. Secara singkat, contoh tingkat kinerja struktur dapat dilihat pada gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Contoh Tingkat dan Sasaran Kinerja yang digunakan dalam suatu perencanaan.
Pada tahapan perencanaan, ACMC memberikan acuan bahwa secara kuantitatif, tingkat kinerja seismik suatu struktur dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan tingkat kinerja (performance index), yang terdiri dari : •
Performance Index Possessed (PIp), yaitu suatu nilai yang menunjukkan kapasitas seismik yang dimiliki oleh struktur. PIp dapat dinyatakan dalam batas perpindahan lateral nominal bagi struktur tersebut untuk setiap kondisi batas dan untuk setiap kekuatan elemen struktur.
•
Performance Index Required (PIR), yaitu suatu nilai yang menunjukkan kapasitas seismik yang dibutuhkan oleh struktur. PIR dapat dinyatakan sebagai perpindahan maksimum struktur atau gaya maksimum yang bekerja pada elemen struktur.
Universitas Sumatera Utara
Untuk setiap kondisi batas, besarnya perpindahan dan gaya maksimum akibat gempa dapat diperoleh dari hasil analisis struktur dengan berbagai metode analisis linier maupun non linier. Kinerja seismik struktur harus diperiksa untuk setiap kondisi batas dengan ketentuan agar PIP > PIR.
II.3.2 Analisis Pushover Analisis statik non linier pushover (ATC 40, 1997) merupakan salah satu komponen performance based design yang menjadi sarana dalam mencari kapasitas dari suatu struktur. Dasar dari analisis pushover sebenarnya sangat sederhana yaitu memberikan pola beban statik tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap pada suatu struktur sampai struktur tersebut mencapai target displacement tertentu atau mencapai pola keruntuhan tertentu. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui nilai-nilai gaya geser dasar untuk perpindahan lantai atap tertentu. Nilainilai yang didapatkan tersebut kemudian dipetakan menjadi kurva kapasitas dari struktur. Selain itu, analisis pushover juga dapat memperlihatkan secara visual perilaku struktur pada saat kondisi elastis, plastis dan sampai terjadinya keruntuhan pada elemen-elemen strukturnya. Meskipun dasar dari analisis ini sangat sederhana, tetapi informasi yang dihasilkan akan menjadi berguna karena mampu menggambarkan respons inelastis bangunan ketika mengalami gempa. Analisis ini memang bukan cara yang terbaik untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah-masalah analisis maupun desain, tetapi merupakan suatu langkah maju dengan memperhitungkan karakteristik respons
Universitas Sumatera Utara
non-linier yang dapat dipakai sebagai ukuran performance suatu bangunan pada waktu digoncang gempa kuat. Prosedur perhitungan dengan analisis pushover (ATC 40, 1997) adalah sebagai berikut : •
Pembuatan model komputer struktur yang akan dianalisis secara dua atau tiga dimensi
•
Dimensi suatu kriteria performance, seperti batas ijin simpangan pada lantai atap pada titik sendi tertentu, dan lain-lain
•
Pembebanan struktur dengan gaya gravitasi sesuai dengan rencana
•
Pembebanan dengan pola beban statik tertentu yang didapatkan dari standar yang berlaku di masing-masing negara
•
Penentuan Titik Kendali tertentu untuk memantau perpindahan, biasanya titik pada lantai atap
•
Struktur didorong (push) dengan pola pembebanan yang ditentukan sebelumnya secara bertahap hingga mencapai batas ijin simpangan atau mencapai keruntuhan yang direncanakan
•
Penggambaran kurva kapasitas, yaitu kurva hubungan antara Gaya Geser Dasar dengan Perpindahan pada Titik Kendali.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Kurva Kapsitas dari Hasil Analisis Pushover (ATC 40, 1997)
II.3.3 Performance Point Seperti yang telah dijelaskan diatas, performance point adalah titik dimana capacity sama dengan demand. Salah satu analisis yang dapat digunakan untuk mendapatkan performance point, seperti diisyaratkan pada ACMC dan konsep ke-5 SNI 1726-2002 (Departemen Pekerjaan Umum, 2002), adalah analisis statik nonlinier pushover. Hasil dari analisis pushover adalah kurva kapasitas (capacity curve). Agar kurva kapasitas dan kurva kebutuhan ini dapat dibandingkan secara langsung, maka kurva kapasitas struktur harus digambarkan menjadi satu dengan kurva kebutuhan dalam format Acceleration (Sa) and Displacement (Sd) Respons Spectrum (ADRS). Kurva kapasitas hasil analisis pushover diubah menjadi spektrum kapasitas (lihat gambar 2.3) melalui persamaan (2.1) sampai (2.4).
Sa =
V α 1 .W
……………………ATC 40, 1997
(2.1)
Universitas Sumatera Utara
Sd =
∆ roof PF1φ1 rooof
……………………ATC 40, 1997
(2.2)
……………………ATC 40, 1997
(2.3)
……………………ATC 40, 1997
(2.4)
2
N Wi − Qi1 ∑ g i =1 α 1 = N N Wi Wi .Qi ∑ g ∑ g i =1 i =1 N
PF1 =
∑ i =1
wi.φ i g
wi .φ i ∑ g t =1 N
2
Dimana : Sa
= Spectral acceleration
Sd
= Spectral displacement
α1
= Modal mass coefficient untuk mode pertama
PF1
= Modal participation factor untuk mode pertama
V
= Base shear
W
= Berat mati bangunan ditambah berat hidup tereduksi
∆roof
= Roof displacement
φ1i
= Amplitudo of first mode pada level i
wi g
= Massa pada level i
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Modifikasi Kurva Kapasitas Menjadi Spektrum Kapasitas
Sedangkan pada kurva kebutuhan (demand) diperoleh dengan mengubah kurva respons spektrum ke dalam format Acceleration Displacement Response Spectrum (ADRS) (lihat Gambar 2.4) melalui persamaan (2.5)
……………………ATC 40, 1997
(2.5)
Dimana T adalah waktu getar alami dari struktur bangunan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Perubahan Format Respons Percepatan menjadi ADRS
Pada gambar 2.4 terlihat bahwa hasil grafik respons spectrum dalam format standar harus diubah terlebih dulu menjadi grafik respons spectrum dalam format ADRS. Kemudian dalam mendapatkan kurva kebutuhan (demand spectrum), respons spectrum dalam format ADRS ini direduksi dengan suatu konstanta. Untuk respons spektrum dengan percepatan yang konstan (lihat gambar 2.4b), direduksi dengan SRa, sedangkan untuk respons spektrum dengan kecepatan yang konstan (lihat gambar 2.4b), direduksi dengan SRY, dimana :
63.7 K (a y d y − d y a pi ) + 5 3.21 − 0.68 In a pi d pi SR A = 2.12
……ATC
40,
1997
……ATC
40,
1997
(2.6)
63.7 K (a y d y − d y a pi ) + 5 2.31 − 0.41 In a pi d pi SRY = 1.65 (2.7) Atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana :
SR A =
3.21 − 0.68 In β eff 2.12
……………..
ATC 40, 1997
(2.8)
Universitas Sumatera Utara
SRY =
2.31 − 0.41 In β eff 1.65
…………….
ATC 40, 1997
(2.9) Dimana : ay, dy = titik koordinat dari titik leleh efektif dari kurva kapasitas api dpi = titik trial performance point K
= faktor modifikasi damping
βeff
= effective damping ratio akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis (dalam %)
Selanjutnya hasil dari kurva sederhana dan kurva kapasitas dalam format ADRS ini diplotkan ke dalam satu grafik, dan perpotongan antara dua kurva tersebut adalah performance point yang menggambarkan perpindahan struktur maksimum yang diharapkan terhadap demand spectrum dari setiap periode ulang gempa rencana. Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Penentuan Performance Point Setelah performance point diperoleh, dapat diketahui nilai simpangan antar tingkat pada posisi sendi plastis untuk berbagai periode ulang gempa. Selain itu, dapat ditentukan tingkat kinerja struktur dari simpangan antar tingkat untuk berbagai periode ulang gempa.
Universitas Sumatera Utara