BAB II DASAR TEORI
2.1
Variation Order Variation order (vo) atau pekerjaan tambah kurang merupakan hal yang sering terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi gedung maupun sipil. Variation order atau pekerjaan tambah kurang ini merupakan bentuk penyempurnaan design yang sudah ada di dalam sebuah kontrak pekerjaan.
2.1.1
Pengertian Variation Order Secara singkat variation order dapat didefinisikan sebagai modifikasi dari original kontrak (Schaulfelbeger & Holm, 2002). Menurut Fisk (2006) variation order merupakan suatu kesepakatan antara pemilik dan kontraktor untuk menegaskan adanya perubahan-perubahan rencana dan jumlah kompensasi biaya kepada kontraktor yang terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi, setelah penandatanganan kerja antara pemilik dan kontraktor. Menurut American Institute of Architect (AIA) variation order adalah sebuah permintaan secara tertulis yang ditandatangani oleh arsitek, kontraktor, dan pemilik yang dibuat setelah kontrak diterbitkan, yang mempunyai kuasa untuk merubah ruang lingkup pekerjaan atau melakukan penyesuaian terhadap nilai kontrak dan waktu penyelesaian pekerjaan. Definisi lain dari variation order
adalah dokumen resmi yang
ditandatangani oleh pemilik dan kontraktor untuk memberikan kompensasi kepada
kontraktor
terhadap
perubahan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tambahan
pekerjaan,
II -1
keterlambatan, atau akibat yang lain dari perjanjian bersama yang tertulis dalam kontrak (Barrie & Paulson, 1992). Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi variation order
adalah persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pemilik,
kontraktor, dan juga perencana untuk memodifikasi atau memberi perubahan pada pekerjaan yang telah diatur dalam dokumen kontrak, dimana perubahan tersebut dapat mengakibatkan adanya penyesuaian terhadap biaya dan waktu pekerjaan.
2.1.2
Tujuan Variation Order Menurut Fisk (2006) tujuan variation order adalah : 1. Untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metode khusus dalam pembayaran. 2. Untuk mengubah spesifikasi pekerjaan, termasuk perubahan pembayaran dan waktu kontrak dari sebelumnya. 3. Untuk persetujuan tambahan pekerjaan baru, dalam hal ini termasuk pembayaran dan perubahan dalam kontrak. 4. Untuk tujuan administrasi dalam menetapkan metode pembayaran kerja extra maupun penambahannya. 5. Untuk mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila ada perubahan spesifikasi. 6. Untuk pengajuan pengurangan biaya insentif proposal bila ada perubahan proposal value engineering. 7. Untuk menyesuaikan schedule proyek akibat perubahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -2
8. Untuk menghindari perselisihan antara pihak kontraktor dengan pemilik.
2.1.3
Jenis Variation Order Variation order atau change order terdapat dua tipe dasar perubahan, yaitu Direct Change (Perubahan Formal) dan Constructive Change (Perubahan Informal).
2.1.3.1 Direct Change (Perubahan Formal) Direct change atau perubahan formal adalah perubahan yang diajukan dalam bentuk tertulis, yang diusulkan kepada kontraktor untuk merubah ruang lingkup kerja, waktu pelaksanaan, biaya-biaya atau hal-hal lain yang berbeda yang telah dispesifikasikan dalam kontrak (Gilbreath, 1992).
2.1.3.2 Constructive Change (Perubahan Informal) Constructive change adalah tindakan informal untuk memerintahkan suatu modifikasi kontrak di lapangan yang terjadi oleh karena atas permintaan pemilik perencana atau kontraktor. Constructive Change juga dijelaskan sebagai suatu kesepakatan perubahan antara pemilik dan kontraktor dalam soal biaya dan waktu (Barrie & Paulson, 1992), oleh karena itu sebaiknya kontraktor sebaiknya mengajukan perubahan secara tertulis. Dalam hal ini jenis variation order atau change order yang dibahas adalah perubahan formal karena merupakan perubahan tertulis, yang secara resmi diajukan dan disetujui oleh kedua belah pihak untuk melaksanakan perubahan tersebut dan kompensasi yang akan diterima oleh kontraktor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -3
Menurut Fisk
(2006)
perubahan konstruktif dapat
menyebabkan
perselisihan yang biasanya terjadi karena beberapa hal berikut : 1. Perencanaan dan spesifikasi yang kurang baik. 2. Penafsiran yang berbeda dari pihak perencana. 3. Standar pelaksanaan yang lebih tinggi dari pada yang telah dispesifikasikan. 4. Pemeriksaan dan penolakan yang tidak tepat. 5. Perubahan metode pelaksanaan. 6. Perubahan dalam urutan konstruksi. 7. Hal-hal yang belum ditentukan oleh pihak pemilik. 8. Pelaksanaan yang tidak praktis atau tidak mungkin.
2.1.4
Syarat Pengajuan Klaim Variation Order Dalam mengajukan claim variation order kontraktor harus melengkapi dokumen persyaratan sebagai berikut : 1. Klaim variation order (vo) besera rekap vo dalam bentuk hardcopy yang sudah ditanda tangani oleh kontraktor dan softcopy dalam bentuk cd dengan format microsoft excel. 2. Copy Site Instruction (SI) 3. Copy Site Memo (SM) 4. Copy minute of meeting (MOM) 5. Berita Acara progress Pekerjaan (BAPP) 6. Breakdown Perhitungan Quantity 7. Contract Drawing 8. Shop Drawing / As Build Drawing
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -4
9. Foto Progress Pekerjaan 10. Analisa Harga Satuan untuk item yang baru 11. Penawaran Harga dari supplier untuk item yang baru
2.1.5
Proses Pengajuan Klaim Variation Order Proses klaim variation order kontraktor kepada owner dapat di lihat dari gambar 4.2 berikut ini :
Start Kontraktor Mengajukan klaim vo + rekap vo lengkap dengan persyaratann ya
Memeriksa kelengkapan data/syarat pengajuan klaim vo
Mengirimkan hasil klarifikasi vo ke QS internal
Melakukan evaluasi berkas pengajuan hasil klarifikasi oleh kontraktor dengan QS eksternal dan Project owner
Melakukan klarifikasi
tidak
ya
QS internal
QS Eksternal,QS Kontraktor, Project Owner
Admin Project
Lengkap / sesuai ?
Admin Project
Perlu klarifikasi lagi ? tidak
Admin Project
QS internal
Mengirimkan data pengajuan klaim vo ke QS Eksternal
Menerbitkan rekapitulasi final keseluruhan vo
ya
QS Eksternal,QS Kontraktor, Project Owner Melakukan klarifikasi & negosiasi
FINISH Gambar 2.1 : Proses klaim variation order Sumber : Sosialisasi VO
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -5
2.1.6
Proses Pengajuan Tagihan Klaim Variation Order Proses tagihan klaim variation order (vo) diajukan bersamaan dengan tagihan progress bulanan proyek. Jika tedapat QS eksternal, tagihan vo harus dilengkapi sertifikat pembayaran yang diterbitkan oleh QS eksternal dan di otorisasi oleh Project Manager. Proses tagihan klaim vo dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Start Kontraktor Mengajukan tagihan vo beserta progress bulanan lengkap dengan syarat kelengkapan
tidak
ya Disetujui PM ?
Admin Project
Pembayaran
Memeriksa kelengkapan data/syarat tagihan vo beserta progress bulanan
Project Manager Otorisasi oleh Project Manager (PM)
Lengkap / sesuai ? ya
FINISH
tidak Gambar 2.2 : Proses tagihan variation order Sumber : Sosialisasi VO
2.1.7
Dokumen Kelengkapan Tagihan Klaim Variation Order Dalam mengajukan tagihan variation order kontraktor harus melengkapi dokumen persyaratan sebagai berikut : 1. Rekapitulasi variation order yang telah diklarifikasi konsultan Quantity Surveyor External / Quantity Surveyor Internal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -6
2. Berita Acara Prestasi Pekerjaan 100% untuk Site Intruction terkait. 3. Rekapitulasi Progress Pembayaran Variation Order yang ditanda tangani bersama Quantity Surveyor External / Quantity Surveyor Internal, Project Manager Owner dan Project Manager Kontraktor. 4. Nilai klaim Variation Order yang akan ditagihkan harus dimasukan ke dalam form ”Summary Laporan Bulanan”.
2.1.8 Site Intruction Penerbitan Site Intruction harus dilengkapi dengan data referensi berupa: data kontrak seperti gambar kontrak dan klarifikasi tender, site memo perihal pekerjaan perubahan tersebut, gambar for construction dan dokumen pendukung lainnya seperti risalah rapat. Setiap perubahan gambar harus disetujui / ditandatangani oleh design leader, dalam bentuk gambar for construction, untuk perubahan gambar akibat penyesuaian lapangan harus di ajukan ke design leader dalam bentuk request for information / RFI. Gambar for construction perubahan yang di terbitkan design leader harus disertai dengan design intruction. Gambar / dokumen for construction yang di terima pihak project dan telah ditandatangani design leader akan dikirimkan ke kontraktor melalui site memo sebelum site instruction diterbitkan.
2. 2
Kontrak Menurut pasal 1313 KUH Perdata Undang-Undang Repubik Indonesia, definisi kontrak adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -7
definisi di atas dapat disimpulkan kontrak merupakan perikatan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.
2.2.1
Syarat Syahnya Suatu Kontrak Menurut pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu kontrak adalah: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, yaitu yang berhubungan dengan pihak-pihak yang membuat perjanjian. Apabila kedua syarat tersebut tidak dipenuhi maka kontrak tersebut dapat menjadi voidable atau dapat diminta pembatalannya oleh salah satu pihak melalui peradilan. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif, artinya mengenai obyek yang harus dilakukan. Apabila kedua syarat ini tidak dipenuhi maka kontrak tersebut tidak jelas atau tidak ada yang diperjanjikan dan kontrak tersebut dapat dikatakan null and void atau batal demi hukum. Kontrak pada umumnya terdiri dari beberapa dokumen yang saling melengkapi dan secara bersama di sebut dokumen kontrak. Dokumen kontrak dapat terdiri dari dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Dokumen tender. 2. Surat penunjukan. 3. Surat perjanjian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -8
4. Syarat syarat perjanjian. 5. Rincian pekerjaan dan harga. 6. Dokumen lain seperti berita cara prebid meeting, berita acara klarifikasi,data tanah,dll.
2.2.2
Jenis-jenis Kontrak Kontrak pekerjaan kontruksi dapat dibagi empat jenis, yaitu: 1. Kontrak pelaksanaan pembangunan (Build Contract). 2. Kontrak merancang dan membangun (Design & Build Contract). 3. Kontrak perencanaan dan pengelolaan (Design & Management Contract). 4. Kontrak Bangun Guna dan Serah (Build Operate and Transfer Contract).
2.2.2.1 Kontrak Pelaksanaan Pembangunan (Build Contract) Kontrak semacam ini merupakan kontrak yang menitik beratkan pada penetapan design proyek, kontraktor hanya membangun saja. Build Contract dapat dibagi dalam dua jenis lagi, yaitu: 1. Kontrak Harga Tetap (Fixed Price Contract) terdiri dari: a. Lump sum Contract b. Unit Price Contract 2. Kontrak Biaya diganti (Prime Cost Contract) terdiri dari: a. Cost Plus Percentage Contract b. Cost Plus Fixed Fee Contract c. Cost Plus Variable Fee Contract
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -9
d. Target Estimate Contract e. Guaranted Maximum Cost Contact f. Convertible Cost Contract g. Cost Plus Time and Material Contract
2.2.2.2 Kontrak Merancang dan Membangun (Design & Build Contract) Dalam kontrat ini kontraktor diminta mengajukan penawaran pekerjaan membangun dan merancangnya, artinya kontraktor juga bertangung-jawab terhadap design konstruksi sekaligus pelaksanaanya. Kontrak tipe ini dibagi menjadi: 1. Tipe Putar Kunci (Turn Key) 2. Tipe Negosiasi Kontrak (Negotiated Contract)
2.2.2.3 Kontrak perencanaan dan pengelolaan (Design & Management Contract) Pekerjaan mengelola sebuah proyek mulai dari konsep sampai selesai dan siap dipakai dapat dikerjakan oleh pihak pemilik sendiri, apabila pemilik mempunyai staf ahli atau pemilik tidak mempunyai cukup waktu yang cukup untuk mengelola proyek tersebut, maka pekerjaan mengelola proyek tersebut dapat dikontrakkan kepada organisasi spesialis/individu yang dikenal dengan nama konsultan. Design and Management Contract ini memiliki dua macam tipe, yaitu: 1. Project Management Contract. 2. Construction Management Contract.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -10
2.2.2.4 Kontrak Bangun Guna dan Serah (Build Operate and Transfer Contract). Seseorang, badan pemerintah atau perusahaan swasta yang memiliki aset berupa tanah yang potensial dan ingin mengembangkan aset tersebut untuk mendapatkan hasilnya, namun tidak memiliki dana dan keahlihan dapat menggunakan Build Operate and Transfer Contract (BOT Contract) yang diterjemahkan menjadi Kontrak Bangun Guna dan Serah, yaitu suatu perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan bahwa pemilik memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama perjanjian BOT Contract dan mengalihkan kepemilikan bangunan setelah masa BOT Contract berakhir. Terdapat empat tahapan dalam kontrak ini, yaitu: 1. Masa pra-operasional. 2. Tahap masa konstruksi. 3. Tahap masa operasi komersial. 4. Tahap penyerahan kembali.
2.2.3
Standar Kontrak FIDIC International Federation of Consulting Engineering (FIDIC) adalah sebuah lembaga yang mengeluarkan standar kontrak yang kini banyak diterapkan dalam berbagai proyek berskala international di dunia. Standar kontrak untuk pekerjaan konstruksi yang diterbitkan oleh FIDIC adalah ”The Conditions of Contract for Construction for Building and Engineering Works” designed by the Employer First Edition 1999
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -11
published by the International Federation of Consulting Engineering (FIDIC). Ketua LPJK HM Malkan Amin (2008:vii) mengatakan ”The Conditions of Contract for Construction for Building and Engineering Works” published by the International Federation of Consulting Engineering (FIDIC) adalah “suatu persyaratan umum kontrak yang disyaratkan untuk dipergunakan pada semua kontrak international yang didanai dengan pinjaman dari institusi pemberi pinjaman international dan hingga saat ini merupakan persyaratan umum kontrak yang diwajibkan untuk digunakan pada kontrak international”. Menurut tim penerjmah ”The Conditions of Contract for Construction for Building and Engineering Works” published by FIDIC terdapat banyak manfaat dengan adanya standard persyaratan umum kontrak, diantaranya: 1. Lebih ekonomis karena tidak perlu menyusun persyaratan kontrak baru. Setiap kontrak baru akan diberikan. 2. Lebih memberikan kepastian pada waktu memasukan penawaran serta penetapan harga menjadi lebih murah dan cepat. 3. Kontraktor nasional yang bekerja sebagai sub-kontraktor dari kontraktor international akan mendapatkan persyaratan yang adil dan berimbang. 4. Kontraktor nasional akan lebih memahami hak-haknya dan pengaturan pembagian resiko yang seimbang. 5. Kemungkinan lebih besar untuk menghindari sengeta yang tidak diinginkan di pengadilan atau arbitase.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -12
2.3
Klaim (Claim) Klaim adalah permintaan mengenai biaya, waktu dan atau kompensasi penampilan atau sesuatu yang telah ditetapkan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam suatu kontrak konstruksi.
2.3.1
Kategori Klaim Dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa dapat berupa: 1. Tambahan waktu pelaksanaan. 2. Tambahan kompensasi. 3. Tambahan konsesi pengurangan spesifikasi teknis dan bahan. Dari penguna jasa terhadap penyedia jasa dapat berupa: 1. Pengurangan nilai kontrak. 2. Percepatan waktu. 3. Kompensasi atas kelalaian.
2.3.2
Sebab-sebab timbulnya klaim Sebab-sebab klaim dari pihak penguna jasa dapat berupa: 1. Pekerjaan cacat. 2. Pemutusan kontrak. Sebab-sebab klaim dari pihak penyedia jasa dapat berupa: 1. Kelambatan atas cacat informasi. 2. Kelambatan atas cacat bahan. 3. Perubahan gambar atau spesifikasi. 4. Perubahan kondisi lapangan. 5. Larangan metode kerja tertentu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -13
6. Kontrak kurang jelas. 7. Pengaruh pekerjaan yang berdekatan.
2.3.3
Proses Penanganan Klaim Berikut ini merupakan proses tahapan dalam penanganan klaim. 1. Klaim berawal dari terjadinya suatu perubahan pekerjaan. Perubahan pekerjaan ini terdiri dari dua kemungkinan : a. Diketahui sebelumnya. b. Tidak diketahui sebelumnya. 2. Pemberitahuan Bila ada perubahan pekerjaan diketahui sebelumnya, maka langkah selanjutnya pemberitahuan kepada penguna jasa. 3. Permintaan Perubahan Bila perubahan pekerjaan tidak diketahui sebelumnya maka perubahan tersebut dinamakan perubahan tidak resmi. Untuk itu penyedia jasa mengajukan permintaan perubahan kepada penguna jasa. 4. Penerbitan Perintah Perubahan Apabila pemberitahuan dan permintaan perubahan disetujui maka penguna jasa wajib menerbitkan perintah perubahan pekerjaan. 5. Klaim Apabila pemberitahuan dan atau permintaan perubahan pekerjaan tidak disetujui penguna jasa, maka penyedia jasa mengajukan klaim. Bila klaim disetujui diterbitkan perintah perubahan pekerjaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -14
6. Arbitase / Pengadilan Apabila klaim tidak disetujui, penyedia jasa dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui badan arbitase atau pengadilan sesuai dengan kesepakatan kontrak. 7. Amandemen Kontrak Setelah terbit perintah perubahan harus diikuti dengan penerbitan amandemen kontrak.
2.3.4
Hal-hal yang dijadikan tuntutan Hal-hal yang dapat menimbulkan klaim antara lain: 1. variations. 2. Keadaan lapangan yang tidak sesuai dengan kontrak. 3. Pelanggaran kontrak. 4. Penghentian atau penundaan pekerjaan. 5. Keterlambatan dan pengaruhnya. 6. Special Risk. 7. Cangest Cost & Legistation.
2.3.5
Penyelesaian sengketa konstruksi Arbitase adalah cara penyelesaian satu sengketa perdata di luar peradilan umum yang berdasarkan perjanjian arbitase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Berikut ini beberapa keuntungan mengunakan arbitase: 1. Arbitase dapat memberi kebebasan dan otonomi yang sangat luas pada para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -15
khususnya dalam menentukan aturan dan institusi arbitase untuk pemeriksaan sengketa. 2. Memberikan rasa aman dari ketidakpastian yang terjadi akibat perbedaan sistem hukum. 3. keleluasaan bagi para pihak yang bersengketa untuk memilih arbiter yang profesional dan pakar dalam bidang yang menjadi obyek sengketa. 4. Lebih effisien dari segi waktu, prosedur dan biaya. Putusan arbitase umumnya bersifat final dan mengikat dan tertutup untuk upaya hukum banding. 5. Pemeriksaan arbitase bersifat tertutup sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi pihak yang bersengketa untuk informasi atau data usaha yang bersifat rahasia. 6. Pertimbangan hukum arbitase pada umunya cenderung bersifat individual dan privat, dimana pertimbangan arbiter dalam mengambil keputusan akan lebih mengutamakan aspek privat sengekta dari pada aspek publiknya. Oleh karena aspek privat tersebut maka penyelesaiannya akan cenderung win-win solution, seperti win-lose yang selalu dipraktekan pengadilan. 7. Putusan arbitase umumnya bersifat non-precedence dimana untuk jenis dan sifat sengketa yang sama dimungkinkan adanya putusan yang berbeda. Obyek sengketa usaha jasa konstruksi dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -16
1. Sengketa teknis Sengketa teknis adalah sengketa yang terjadi akibat adanya perbedaan atau ketidak sepahaman antara penguna jasa dengan penyedia jasa mengenai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan aspek teknis dalam pengerjaan proyek, misalnya perbedaan perhitungan karena perubahan spesifikasi. 2. Sengketa klaim pembayaran Sengketa klaim pembayaran yaitu sengketa yang terjadi akibat tindakan penguna jasa yang menolak untuk membayar harga pengerjaan proyek kepada penyedia jasa sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak. Klausal-klausal standar kontrak konstruksi yang dapat dimuat dalam kontrak, yaitu: 1. Kesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitase jika terjadi sengketa. 2. Ruang lingkup arbitase. 3. Lembaga arbitase yang digunakan. 4. Ketentuan prosedural yang digunakan. 5. Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitase. 6. Pilihan terhadap hukum subtansi yang berlaku. Alternatif lembaga arbitase, yaitu: 1. Arbitse ad Hoc. Arbitase ad Hoc. Adalah lembaga yang dibentuk atas dasar inisiatif dan persetujuan para pihak sengketa. Para pihak menentukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -17
sendiri cara-cara pemilihan arbiter, keseketariatan, aturan dan ketentuan prosedural serta tata administrasi. 2. Arbitase Institusi Arbitase institusi adalah arbitase yang diselenggarakan oleh suatu lembaga atau organisasi tertetu yang didirikan dan mempunyai aturan prosedural tersendiri termasuk aturan pengangkatan dan daftar nama arbiter, administrasi, dan sistem pengawasan proses arbitase. Contoh lembaga arbitase institusi, yaitu: a. ICC – Paris b. ICSID c. The American Arbitation Association d. BANI (Badan Arbitase Nasional Indonesia) Perjanjian arbitase tidak akan menjadi batal karena disebabkan oleh suatu hal sebagai berikut : a. Meninggalnya salah satu pihak. b. Bangkrutnya salah satu pihak. c. Pewarisan. d. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok. e. Perjanjian dialihkan pada pihak ketiga. f. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. Dalam hal arbiter telah menerima penunjukan atau pengangkatan maka yang bersangkutan tidak dapat menarik diri kecuali atas persetujuan para pihak. Apabila arbiter tanpa alasan yang sah tidak memberikan putusan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -18
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, arbiter dapat dihukum untuk menganti biaya dan kerugian yang diakibatkan kerugian hal tersebut. Putusan arbitase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Dengan demikian terhadap putusan arbitase tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. Meskipun dinyatakan final dan tidak terbuka upaya hukum apapun terhadapnya, namun arbitase dimungkinkan pembatalan oleh para pihak yang dibatasi hanya aspek formal, bukan aspek materi. Pengadilan negeri dapat memutuskan apabila terbukti adanya surat / dokumen palsu, dokumen disembunyikan pihak lawan atau tipu muslihat satu pihak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
II -19