BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pecking Order Theory Pada tahun 1984, Myers dan Maljuf mengemukakan model teori
yang ditemukannya yaitu pecking order theory (POT). Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan sumber pendanaan yang paling disukai. Perusahaan akan lebih cenderung untuk menggunakan sumber pendanaan internal yaitu dari laba ditahan dan depresiasi terlebih dahulu, dari pada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan kecuali saat perusahaan tidak memiliki dana internal yang memadai maka dana eksternal akan dipilih sebagai alternatifnya dan saat dana eksternal dipilih maka akan lebih cenderung menggunakan hutang dari pada ekuitas (Siregar dalam Joni dan Lina, 2010). Secara ringkas teori tersebut menyatakan (Brealey and Myers, 1984 dalam Husnan, 2000:324): 1) Perusahaan menyukai internal financing pendanaan dari hasil operasi perusahaan. 2) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis.
10
3) Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki. 4) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Implikasi menetapkan
pecking
struktur
order
modal
theory
optimal
adalah tertentu,
perusahaan tetapi
tidak
perusahaan
menetapkan kebijakan prioritas sumber dana (Hidayati et al, 2001). Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil. Tingkat hutang yang kecil tersebut tidak dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat hutang yang kecil, tetapi karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Tingkat keuntungan yang tinggi menjadikan dana internal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi (Hanafi, 2011:313). Sedangkan perusahaan yang kurang
11
profitable (menguntungkan) cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai (Udayani, 2012). Menurut Husnan (2000:325-326) penggunaan dana eksternal dalam bentuk hutang lebih disukai dari pada modal sendiri karena dua alasan yaitu: 1) Pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. 2) Manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun, hal
ini
disebabkan
antara
lain
oleh
kemungkinan
adanya
ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
2.1.2
Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan ada atau tidaknya pengaruh
struktur modal pada nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan (Husnan, 2000:299). Jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik.
12
Menurut Riyanto (2011:22) Struktur modal adalah pembelanjaan permanen di mana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila struktur finansiil tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka sruktur modal hanya tercermin pada utang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dan jangka panjang. Dengan demikian struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur finansiil. Sedangkan Anwar (2008) menyatakan struktur modal adalah pencerminan dari perimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri dari suatu perusahaan. Perbaikan struktur modal dalam dunia usaha atau bisnis merupakan keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan memperkokoh daya saing perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era globalisasi. Oleh karena itu, sumber pembiayaan jangka panjang seperti yang disediakan oleh pasar modal merupakan suatu keharusan bagi pembangunan nasional. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya dan mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian, sehingga memaksimumkan harga saham. Struktur modal erat kaitannya dengan harga saham, hal ini dikarenakan salah satu unsur yang membentuk harga saham adalah persepsi investor atas kinerja perusahaan. Struktur modal adalah salah satu unsur yang menentukan baik buruknya kinerja perusahaan, karena struktur modal akan menentukan
13
sumber pembiayaan dan pembelanjaan yang dilakukan oleh perusahaan atas kegiatan operasionalnya. Untuk dapat melakukan kegiatan usaha, perusahaan memerlukan dana yang sesuai dengan kebutuhannya. Sumber-sumber dana tersebut dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Menurut Riyanto (2001:227) membagi jenis-jenis modal sebagai berikut: 1) Modal Asing Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan, modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing terdiri dari utang jangka pendek, utang jangka menengah, utang jangka panjang. 2) Modal Sendiri Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya. Modal sediri juga bisa didapat dari sumber intern dan sumber ekstern perusahaan. Dimana sumber intern didapat dari keuntungan perusahaan sedangkan sumber ekstern didapat dari modal pemilik perusahaan yang bisa berupa modal saham, dan laba ditahan. Pendanaan yang efisien akan terjadi apabila perusahaan memiliki struktur modal yang optimal, dimana struktur modal yang optimal merupakan struktur modal yang dapat meminimalkan biaya modal
14
perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan (Udayani, 2012). Menurut Riyanto (2011:333) rasio yang dapat digunakan dalam mengukur proporsi utang dalam suatu perusahaan adalah Debt to Equity Ratio (DER) yang menunjukan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. DER mencerminkan komposisi sumber pendanaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar penggunaan utang, maka semakin besar pula risiko yang ditanggung perusahaan. Perusahaan yang memiliki nilai DER lebih dari 100 persen, artinya pendanaan perusahaan tersebut menggunakan utang yang lebih besar dari modalnya sendiri. Begitu sebaliknya perusahaan dengan DER yang kurang dari 100 persen artinya pendanaan perusahaan tersebut menggunakan utang yang lebih kecil dari modalnya sendiri. Perbedaan DER pada masing-masing perusahaan menunjukan setiap perusahaan mempunyai perimbangan yang berbeda-beda dalam pengambilan suatu keputusan pendanaan yang tepat.
2.1.3
Profitabilitas (Profitabilty) Profitabilitas menurut Sartono (2001 : 122) merupakan kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi (Sartono, 2000:64). Profitabilitas menurut Saidi (2004) adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Para investor menanamkan saham pada 15
perusahaan adalah untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi, akan lebih menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembaliannya yang sangat tinggi memungkinkan perusahaan tersebut untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal (Brigham dan Houston, 2001). Menurut Kasmir (2012:196), rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Pada dasarnya penggunaan rasio ini yakni menunjukkan tingkat efisiensi suatu perusahaan. Menurut
Wiagustini
(2010:81)
terdapat
tiga
jenis
rasio
profitabilitas, yaitu: 1) Profit Margin Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan penjualan. 2) Return on Asset (ROA) ROA
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan. 3) Return on Equity (ROE)
16
perusahaan
ROE digunakan untuk mengukur return atas modal sendiri yang dimiliki perusahaan merupakan tingkat pengembalian atau ekuitas pemilik perusahaan. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan ROA. Rasio ini digunakan karena menunjukkan ukuran yang komprehensif dari profitabilitas perusahaan (Joo et al., 2011). Semakin tinggi ROA menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. Menurut Hampton (1990) fungsi manajemen keuangan dalam kaitannya dengan profitabilitas akan membuat seorang manajer keuangan perlu membuat keputusan. Ada 4 fungsi spesifik yang berkaitan dengan profitabilitas yaitu: 1) Pengaturan Biaya. Posisi manajer keuangan adalah memonitor dan mengukur jumlah uang yang dikeluarkan dan dianggarkan oleh perusahaan. Ketika terjadi kenaikan biaya, manajer dapat membuat rekomendasi yang diperlukan agar dapat dikendalikan. 2) Penentuan Harga. Manajer keuangan dapat mensuplai informasi mengenai harga, perubahan biaya serta profit margin yang diperlukan agar bisnis dapat berjalan lancar dan sukses. 3) Memproyeksi keuntungan. Manajer keuangan bertanggung jawab untuk mendapatkan dan menganalisis data relevan dan membuat proyeksi keuntungan perusahaan. Untuk memperkirakan keuntungan dari penjualan di masa yang akan datang, perusahaan perlu
17
mempertimbangkan biaya saat ini serta kemungkinan kenaikan biaya dan perubahan kemampuan perusahaan untuk menjual barang pada harga yang telah ditetapkan. 4) Mengukur
keuntungan
yang
disyaratkan.
Keuntungan
yang
disyaratkan harus diperkirakan dari proposal sebelum diterima. Kadang dikenal sebagai biaya modal. 2.1.4
Set Kesempatan Investasi (Invesment Opportunity Set) Istilah Set Kesempatan Investasi (investment opportunity set)
dikemukakan oleh Myers dalam Iman (2006) yang merupakan kesempatan bagi
perusahaan untuk melakukan investasi
pada proyek
yang
menguntungkan. Hasnawati (2005) menyatakan secara umum set kesempatan investasi merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa yang akan datang dengan nilai atau return serta prospek sebagai hasil dari keputusan investasi untuk menciptakan nilai perusahaan. Secara umum set kesempatan investasi menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan di masa depan (Norpratiwi, 2007). Adanya rencana investasi pada masa yang akan datang menyebabkan nilai perusahaan akan meningkat. Perusahaan dengan
peluang investasi
yang tinggi
harus
diimbangi
dengan
bertambahan modal. Gaver and Keneth (1993) menyatakan opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditujukan dengan adanya proyekproyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tapi
18
juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi karena itu, diperlukan proksi agar dapat menjelaskan keterkaitan dengan struktur modal. Menurut Anugrah (2009) terdapat lima proksi set kesempatan investasi yaitu : 1) Market Value to Book of Asset (MV/BA), menunjukan prospek pertumbuhan perusahaan yang dinyatakan dalam harga pasar. 2) Market Value to Book of Equity (MV/BE), menunjukan peluang investasi
perusahaan
apabila
perusahaan
dapat
memanfaatkan
modalnya dengan baik. 3) Earning per Share / Price Ratio (E/P), mengambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan. 4) Ratio of Capital Expenditure to Asset Book Value (CA/BVA), menunjukan produktivitas investasi yang tercermin dari total asset perusahaan. 5) Ratio of Capital Expenditure to Market Value of Asset (CA/MVA), menunjukan perbandingan antara perubahan modal dengan harga pasar perusahaan. Dalam penelitian ini proksi yang digunakan untuk mengukur peluang investasi yaitu Earning Per Share (E/P) merupakan proksi yang menggambarkan perusahaan yang stabil akan memperlihatkan stabilitas
19
pertumbuhan earning per share, namun perusahaan yang tidak stabil akan memperlihatkan pertumbuhan earning per share yang fluktuatif. Rasio ini diperoleh dengan mengalikan jumlah laba per lebar saham dengan harga saham. Pemilihan proksi ini karena rasio ini menyatakan prospek pertumbuhan perusahaan dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva yang dimiliki, dibanding perusahaan yang tidak tumbuh. Set kesempatan investasi didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Rasio ini memiliki korelasi sangat tinggi dengan pertumbuhan di masa mendatang (Anugrah, 2009).
2.1.5
Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) Pertumbuhan penjualan diartikan sebagai kenaikan jumlah
penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penjualan mencerminkan keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang (Kennedy dkk., 2013). Menurut Brealey and Myers dalam Husnan (2000) Pecking Order Theory menjelaskan perusahaan yang pertumbuhan penjualannya menghasilkan laba yang tinggi, akan lebih cenderung untuk membiayai kegiatan operasi perusahaannya dengan dana internal yang dimiliki dari hasil dana operasinya. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan perusahan, maka penggunaan modal pinjaman dapat ditekan.
20
Sartono (2010:248), menyatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaanperusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. Pertumbuhan suatu perusahaan dapat dilihat dari bertambahnya volume penjualan. Dengan peningkatan penjualan, maka perusahaan dapat meningkatkan kemampuan untuk pendapatan dan laba perusahaan, dengan peningkatan pendapatan tersebut maka perusahaan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
operasional
perusahaan,
dan
memperbaiki
struktur
modal
perusahaan, karena dapat membayar hutang perusahaan dan meningkatkan modal sendiri.
2.1.6
Risiko Bisnis (Business Risk) Weston dan Brigham (1990:151) menyatakan risiko bisnis adalah
risiko yang berkaitan dengan proyeksi tingkat pengembalian atas ekuitas dari suatu perusahaan di masa mendatang, dengan mengasumsikan perusahaan tersebut tidak menggunakan utang. Saidi (2004) menyatakan risiko bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan hutang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan hutang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang mereka.
21
Brigham dan Houston (2007) menyatakan seberapa berisiko saham perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan hutang. Secara konsep, perusahaan memiliki sejumlah risiko yang inheren di dalam operasinya, risiko ini merupakan risiko bisnis. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka secara tidak langsung, perusahaan akan membagi para investornya menjadi dua kelompok dan mengonsentrasikan sebagian besar risiko bisnisnya pada satu kelompok investor saja. Akan tetapi, para pemegang saham biasa akan menuntut adanya kompensasi karena mereka menanggung risiko yang lebih besar sehingga akan membutuhkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pula. Perbedaan risiko bisnis tidak hanya berasal dari satu industri ke industri yang lain saja, melainkan juga diantara perusahaan-perusahaan di dalam suatu industri tertentu. Risiko bisnis dalam penelitian ini diberi lambang BRISK. Proksi risiko bisnis diukur dengan standar deviasi EBIT dibagi total asset (Titman & Wessels, 1988). Perusahaan yang mempunyai pendapatan yang stabil akan mampu memenuhi kewajibannya tanpa perlu menanggung suatu risiko kegagalan (Chang & Rhee 1990 dalam Hapsari, 2010). Risiko bisnis tergantung sejumlah faktor, dimana faktor yang lebih penting akan dicantumkan di bawah ini (Weston and Brigham, 1990:153) : 1) Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk sebuah perusahaan, jika hal-hal lain dianggap konstan, maka semakin rendah risiko bisnisnya.
22
2) Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produk-produknya dijual di pasar yang sangat tidak stabil terkena risiko bisnis yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang sama yang harga produknya lebih stabil. 3) Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahanperubahan
pada
biaya
input.
Beberapa
perusahaan
memiliki
kemampuan yang lebih baik, dari pada yang lain untuk menaikkan harga output mereka ketika biaya input naik. Semakin besar kemampuan
melakukan
penyesuaian
harga
output
untuk
mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah tingkat risikonya. 4) Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya. Perusahaan-perusahaan di bidang industri yang menggunakan teknologi tinggi seperti obatobatan dan komputer tergantung pada arus konstan produk-produk baru. Semakin cepat produknya menjadi usang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan. 5) Komposisi biaya tetap. Jika sebagian besar biaya adalah biaya tetap, sehingga akibatnya tidak mengalami penurunan ketika permintaan turun, maka perusahaan terkena tingkat risiko bisnis yang relatif tinggi. 2.2
Rumusan Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun
23
dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah, maka didapat hipotesis sebagai berikut:
2.2.1
Pengaruh Profitabilitas Pada Struktur Modal Tingkat profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk
mendanai kegiatan operasionalnya sendiri. Selain itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka panjang dan bunganya. Sesuai dengan pecking order theory perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan lebih banyak menggunakan pendanaan internal perusahaan, karena semakin tinggi laba maka perusahaan akan lebih banyak menyediakan laba ditahan sehingga penggunaan dana external atau pengunaan utang dapat ditekan. Profitabilitas yang tinggi juga merupakan daya tarik bagi penanaman modal di perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Rista dan Bambang (2011) menyimpulkan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan pada struktur modal. Udayani (2012), Rachamawardani (2007)
juga
menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif pada struktur modal dimana semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin rendah tingkat utang yang digunakan. Berdasarkan pecking order theory dan penelitian sebelumya, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu: H1 : Profitabilitas berpengaruh negatif pada struktur modal
24
2.2.2
Pengaruh Set Kesempatan Investasi Pada Struktur Modal Pecking order theory menyebutkan kesempatan bertumbuh
perusahaan berpengaruh pada struktur modal (Seftianne dan Handayani, 2011) dan perusahaan yang bertumbuh dengan cepat membutuhkan modal yang besar dan memiliki kesempatan untuk meminjam lebih besar (Nanok, 2008), sehingga perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi harus diimbangi dengan bertambahnya modal. Menurut
penelitian
Dananti (2012), Terestiani (2011), Udayani (2012), menunjukkan set kesempatan investasi berpengaruh positif
pada struktur modal.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu : H2 : Set kesempatan investasi berpengaruh positif pada struktur modal. 2.2.3
Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Pada Struktur Modal Rachmadwardani (2007) menyatakan semakin pesat tingkat
pertumbuhan penjualan perusahaan maka akan semakin meningkatkan pembiayaan dengan hutang. Semakin pesat pertumbuhan penjualannya akan semakin mudah untuk memperoleh hutang dibanding perusahaan kecil. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan tinggi akan lebih menguntungkan jika menggunakan hutang, karena dengan penjualan yang cukup tinggi Earning Per Share dapat dimaksimumkan. Dengan adanya penjualan yang stabil maupun meningkat,
maka proyeksi laba yang
diperoleh pun ikut stabil atau meningkat, hal ini akan berpengaruh langsung pada besar kecilnya modal sendiri. Beberapa peneliti seperti, 25
Badhuri (2002), Rachmawardani (2007), Rista dan Bambang (2011) menyatakan pertumbuhan penjualan berpengaruh positif pada struktur modal. Berdasarkan pecking order theory dan penelitian sebelumya, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu : H3 : Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif pada struktur modal 2.2.4
Pengaruh Risiko Bisnis Pada Struktur Modal Risiko bisnis merupakan salah satu risiko yang dihadapi
perusahaan ketika menjalani kegiatan operasi (Tandelilin, 2010:104). Tingkat risiko bisnis suatu perusahaan dipengaruhi oleh stabilitas pendapatan dan struktur biaya operasional, selain itu, risiko bisnis dapat terjadi apabila perusahaan memiliki utang yang terlalu tinggi porsinya. Brigham dan Houston (2006) menyatakan perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi, akan meningkatkan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Penelitian Ervina (2011), Rachmawardani (2007) menyatakan risiko bisnis berpengaruh positif pada struktur modal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H4 : Risiko bisnis berpengaruh positif pada struktur modal.
26