PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY DAN MANAGERIAL THEORY PADA BURSA EFEK INDONESIA Mudji Utami
[email protected] UBAYA Abstract This study aimed to know the pecking order theory and managerial theory on the company in Indonesia Stock Exchange, and also wanted to know the relationship between internal cash flow, insider ownership, size, investment opportunity with capital expenditure and dividend. The study was conducted during the period 2000-2009, with sample techniques: purposive sampling. Technical analysis uses bivariate and multivariate analysis. The research proves that companies in Indonesia supports the pecking order theory, but does not fully support the managerial theory. It also proved that the internal cash flow, insider ownership, size, investment opportunity and dividend simultaneously significant effect on capital expenditure. Keywords: Pecking Order theory, Managerial theory, internal cash flow, insider ownership, size, investment opportunity, dividend, capital expenditure. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan perekonomian Indonesia periode 2000-2009 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) semakin meningkat. Tahun 1998, pertumubuhan ekonomi mengalami penurunan hingga mencapai angka -13,10%, ini menunjukan kesempatan investasi sangat kecil, kemudian mulai tumbuh kembali hingga mencapai 4,55% pada tahun 2009. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan memacu perusahaan untuk melakukan ekspansi kembali, dan ini tentu akan meningkatkan pengeluaran modal perusahaan. Pengeluaran modal seringkali dikaitkan dengan kinerja perusahaan, karena semakin besar pengeluaran modal maka diharapkan semakin baik kinerja perusahaan (McConnel & Muscarella, 1985 dalam Sartono,2001). Berbagai penelitian yang berkaitan dengan konsep pengeluaran modal telah banyak dilakukan hingga saat ini, dan sebagian besar menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran modal (Myers & Maljuf, 1984; Benstone, 1985; Waegelien, 1988; Fazzary et.al., 1988; Sartono, 2001; Manurung & Ratnaningsih, 2005; Mansor & Hamidi, 2008.). Aliran kas internal (internal cash flow) secara empirik merupakan salah satu faktor penentu besarnya pengeluaran modal. Namun tidak semua
480
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
hasil penelitian menunjuk hasil yang signifikan antara aliran kas internal dengan pengeluaran modal. Dua teori yang memberi penjelasan berkaitan dengan aliran kas internal adalah pecking order theory dan managerial theory. Pecking order theory (Myers & Majluf, 1984) menyatakan bahwa manajer akan memilih tingkat pengeluaran modal (capital expenditure) yang memaksimumkan kekayaan pemegang saham saat ini tanpa memperhatikan kepemilikan manajer atas saham perusahaan. Sedangkan menurut managerial theory, seorang yang memiliki saham pada perusahaan akan menggunakan aliran kas intenal untuk membuat tingkat pengeluaran modal berada pada posisi yang melebihi tingkat yang memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang lain. Ini berarti pecking order theory dan managerial theory memiliki kesamaan, yakni pentingnya aliran kas internal dalam menentukan besarnya pengeluaran modal, namun dua teori tersebut ada perbedaan dalam hubungan antara insider ownership dengan pengeluaran modal. Managerial theory mengasumsikan bahwa kepemilikan manajer diharapkan akan mengurangi kecenderungan manajer untuk melakukan investasi secara berlebihan. Dari pernyataan tersebut terlihat ada hubungan yang negatif antara kepemilikan saham oleh manajer dengan pengeluaran modal perusahaan (Morck et.al., 1988 dan Davies et.al., 2002). Sedangkan pecking order theory menyatakan tidak ada hubungan antara pengeluaran modal dengan kepemilikan saham oleh manajer (Griner & Gordon, 1995). Perusahaan yang tumbuh akan direspon positif oleh pasar, dengan demikian perusahaan yang memiliki peluang investasi tinggi akan memungkinkan memperoleh banyak keuntungan, namun disisi lain semakin besar tambahan pendanaan yang dibutuhkan untuk memenuhi pengeluaran modal. Myres (1984) menemukan bahwa capital expenditure akan meningkat sesuai dengan peningkatan investasinya. Meningkatnya investasi akan meningkatkan kinerja perusahaan, dan ini akan mempengaruhi pembayaran dividen. Disisi lain meningkatnya pembayaran dividen akan mengurangi kesempatan perusahaan melakukan investasi, dan ini akan berpengaruh terhadap pengeluaran modal. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Yuniningsih (2002) yang menemukan pembayaran dividen memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat investasi. Ukuran perusahaan merupakan hal penting untuk diteliti karena ada pendapat yang menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki kecenderungan persentase kepemilikan saham oleh manajer dalam jumlah kecil (Jensen & Zorn, 1992). Selain itu semakin besar ukuran perusahaan akan membutuhkan dukungan sumberdaya yang semakin besar sehingga tingkat pembelanjaan semakin tinggi (Waluyo dan Ka’aro, 2002).
481
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini ingin menguji adanya pecking order theory atau managerial theory yang terkait dengan arus kas internal, kepemilikan manajer dan pengeluaran modal dalam perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Selain itu juga ingin mengetahui pengaruh internal cash flow, insider ownership, investment opportunity, size dan dividend dengan capial expenditure. TEORI DAN HIPOTESIS Pecking Order Theory dan Managerial Theory Pecking order theory menggambarkan hirarki pencarian dana perusahaan, dimana tingkat pembiayaan dimulai dari laba ditahan perusahaan, diikuti dengan pembiayaan dengan utang dan terakhir pembiayaan ekuitas dari pihak eksternal (Gitman, 2009:562). Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan Myers (1984), menyatakan “ pecking order hypotheses explain that manager choose capital expenditure which are maximize stockholder profit without looking”. Ini berarti manajer akan memilih pengeluaran modal yang memaksimalkan kekayaan pemegang saham saat ini tanpa memperhatikan kepemilikan manajer tersebut atas saham perusahaan. Manajer cenderung untuk membuat keputusan pengeluaran modal atas dasar aliran kas internal karena adanya informasi asimetris antara manajer dengan calon pemegang saham potensial. Selain itu juga adanya agency conflict antara manajemen dengan pemegang saham terutama bila perusahaan memiliki excess cash flows (Jensen, 1986). Kelebihan arus kas tersebut cenderung akan digunakan oleh manajemen untuk meningkatkan kekuasaannya melalui investasi yang berlebihan dan pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Sedangkan managerial theory mengatakan bahwa seorang manajer yang memiliki saham pada perusahaan akan menggunakan aliran kas internal untuk membuat tingkat pembelanjaan modal berada pada posisi yang melebihi tingkat yang memaksimumkan kekayaan pemegang saham lainnya (Sartono, 2001). Teori ini juga mengassumsikan bahwa kepemilikan manajer (insider ownership) diharapkan dapat mengurangi kecenderungan manajer untuk melakukan investasi secara berlebihan (Chakrabotory at. al., 1999 dan Davies at. al., 2002). Managerial theory dan pecking order theory memiliki kesamaan dalam pentingnya aliran kas internal menentukan besarnya pengeluaran modal. Sedangkan perbedaannya terletak pada insider ownership, dimana managerial theory menyatakan ada hubungan antara insider ownership
482
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
dengan pengeluaran modal (capital expenditure), tidak demikian dengan pecking order theory. Capital Expenditure (CAPEX) Capital expenditure merupakan pengeluaran modal yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan properti, peralatan dan plant untuk mendukung pertumbuhan perusahaan (Griner & Gordon, 1995). Demikian juga yang dikemukakan oleh Sartono (2001), bahwa pembelanjaan modal merupakan pengeluaran dana yang dilakukan manajemen untuk membiayai tambahan aset yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan perusahaan. Pengeluaran modal mempunyai konsekuensi jangka panjang, oleh karena itu sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengeluaran modal perlu dilakukan perencanaan secara cermat dan diimplementasikan dalam suatu anggaran yang biasa disebut capital budgeting. Internal Cash Flows (ICF) Internal cash flows merupakan aliran kas yang dihasilkan dari kegiatan operasi perusahaan setelah pembayaran bunga dan pajak (Lehn, 1989 dalam Declcoure,2006). Internal cash flows diproksikan dengan keuntungan bersih setelah pembayaran bunga dan pajak, dengan pertimbangan angka tersebut mampu mewakili nilai aliran kas yang dimiliki perusahaan pada periode tertentu (Sartono, 2001). Managerial theory dan pecking orde theory sama sama menyatakan bahwa interal cash flows merupakan faktor penting dalam menentukan capital expenditure. Pernyataan tersebut konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2001), Manurung dan Ratnaningsih (2005) serta Mansor dan Hamidi (2008), dimana internal cash flow yang tinggi akan mempengaruhi capital expenditure perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis alternatif yang akan diuji: H1a: internal cash flow mempunyai hubungan positif terhadap capital expenditure. Ini mendukung Managerial theory dan pecking orde theory Insider Ownership (IO) Insider ownership menunjukkan proporsi suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimilik oleh manajer dan direksi suatu perusahaan (Sartono, 2001). Besar kecilnya proporsi jumlah saham yang dimiliki oleh manajer dalam perusahaan seringkali menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan. Semakin kecil jumlah kepemilikan saham oleh
483
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
manajer, maka manajer akan bertindak dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan dan keinginan pribadinya. Dengan demikian ada agency conflict antara manajemen dan pemegang saham terutama bila perusahaan memiliki excess cash flows (Jensen, 1986). Ada kecenderungan manajemen akan menggunakan kelebihan kas tersebut untuk meningkatkan kekuasaannya melalui investasi berlebihan dan pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Pecking order theory (Myers & Majluf, 1984) juga menyatakan bahwa manajer akan memilih besarnya pengeluaran modal yang memaksimalkan kemakmuran pemegang saham saat ini tanpa memperhatikan kepemilikan manajer atas saham perusahaan. Teori tersebut didukung oleh penelitian Manurung & Ratnaningsih (2005) dan Sartono (2001). Namun managerial theory, menyatakan bahwa insider ownership diharapakan dapat menekan kecenderungan manajer untuk melakukan over investment dalam capital expenditure (Yeannie dan Ratih Handayani , 2007). Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diuji: H1b: insider ownership mempunyai hubungan negatif dengan capital expenditur. Ini dapat diartikan managerial theory dapat dilaksanakan, namun tidak pada pecking order theory Investment Opportunity (IOP) Investment opportunity merupakan kombinasi antara aktiva riil dan opsi investasi dimasa yang akan datang (Myers, 1984). Brealey dan Myers (1996) juga menyatakan bahwa investment opportunity adalah membayar uang saat ini untuk kesempatan melakukan investasi dan memperoleh hasil di masa yang akan datang. Investment opportunity diukur dengan membandingkan antara nilai buku dari proporty, plant and equipment (PPE) dengan nilai buku aktiva total (BVA) (Sami,et.al., 1999, dalam Mansor & Hamidi, 2008). Menurut pecking order theory, penggunaan internal cash flow digunakan untuk membiayai investment opportunity yang menguntungkan di masa yang akan datang. Apabila investment opportunity di masa yang akan datang lebih baik, maka manejer akan mengambil peluang investasi tersebut dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Dengan demikian capital expenditure akan meningkat dengan meningkatnya investment opportunity. Hal ini sesuai dengan Myers (1984) serta Yeannie dan Ratih (2007) bahwa terdapat pengaruh antara investment opportunity dengan capital expenditure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis alternatif:
484
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
H1c: investment opportunity memiliki hubungan positif dengan capital expenditure. Firm Size Ukuran perusahaan menunjukkan tingkat kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh perusahaan. Semakin besar perusahaan, semakin besar kegiatan operasional yang dilakukan dan ini akan membutuhkan sumberdaya yang semakin besar. Selain itu perusahaan yang besar, berarti perusahaan itu selalu berkembang dan tumbuh sehingga akan meningkatkan pengeluaran modal. Ukuran perusahaan diproksikan dengan nilai penjualan perusahaan. Besarnya nilai penjualan akan meningkatkan pengeluaran modal. Hal ini sesuai dengan penelitian Barton & Sundaran (1989) serta Manurung dan Ratnaningsih (2005). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis alternatif yang diuji: H1d: size memiliki hubungan positif dengan capital expenditure. Dividend Dividen merupakan bagian keuntungan yang didistribusikan kepada pemegang saham (Gitman, 2009: 590). Dividen mampu memberikan informasi kepada publik tentang kinerja perusahaan, baik pada saat ini maupun pada saat yang akan datang (Sundjaya dan Barlian, 2002:332). Formula yang digunakan untuk mengetahui besarnya pembagian dividen diproksikan dengan dividend pay-out ratio (DPR), hal ini sesuai dengan pernyataan Keown, et.al. (2005). Baskin (1989) dalam Yuniningsih (2002) menyatakan bahwa pembayaran dividen yang besar pada suatu periode akan meningkatkan kebutuhan kas pada periode yang akan datang. Ini dapat diartikan bahwa pembayaran dividen akan menyulitkan perusahaan untuk melakukan investasi karena tidak tersedianya dana yang cukup dimiliki oleh perusahaan. Dengan demikian tingkat pembayaran dividen menjadi pertimbangan bagi manajer dalam memutuskan capital expenditure. Yuniningsih (2002) membuktikan ada pengaruh yang negatif antara tingkat pembayaran dividen dengan capital expenditure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis alternatif yang diuji: H1e: dividend berhubungan negatif dengan capital expenditure. Argumentasi Teoritis Manurung dan Ratnaningsih (2005) serta Mansor dan Hamidi (2008), menemukan bahwa internal cash flow yang tinggi akan mempengaruhi
485
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
capital expenditure perusahaan. Sedangkan Yeannie dan Handayani (2007), menyatakan bahwa insider ownership dapat menekan kecenderungan manajer untuk melakukan over investment dalam capital expenditure. Selain itu Yeannie dan Handayani (2007) juga menemukan bahwa ada pengaruh antara investment opportunity dengan capital expenditure. Penelitian Barton & Sundaran (1989), serta Manurung dan Ratnaningsih (2005), membuktikan bahwa pengeluaran modal dipengaruhi oleh besarnya perusahaan. Yuniningsih (2002) juga membuktikan ada pengaruh antara tingkat pembayaran dividen dengan capital expenditure, berdasarkan uraian di atas, hipotesis alternatif yang diuji: Hi : diduga internal cash flow, insider ownership, investment opportunity, size dan dividend berpengaruh terhadap capital expenditure. METODOLOGI PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia, dengan menggunakan perusahaan yang terdaftar pada sektor manufaktur sebagai sampelnya, dengan karakteristik: (1)sahamnya terdaftar di PT BEI selama periode 2000-2009, (2)menerbitkan laporan keuangan setiap tahun secara runtut; (3)perusahaan yang memiliki insider ownership selama periode penelitian, (4) peningkatan aktiva tetap selama periode penelitian Penelitian ini menggunakan variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen: capital expenditure, sedangkan variabel independen, meliputi: internal cash flow, insider ownership, investment opportunity, firm size dan dividend. Dimana investment opportunity, firm size dan dividend sebagai variabel control. Size digunakan untuk mengontrol efek kenaikan cash flow dan insider ownership. Investment opportunity berperan sebagai pengontrol perbedaan kebutuhan proporti, pabrik dan peralatan, sedangkan dividend untuk mengontrol insider ownership. Penelitian ini menggunakan beberapa pengujian, sebagai berikut: 1. Pengujian Bivariat Pecking order theory dan managerial theory menyatakan ada pengaruh antara internal cash flow dengan capital expenditure, digunakan model bivariat pertama: Capexit = β0 +β1 (ICFit ) Pecking order theory dan managerial theory memiliki perbedaan dalam kaitannya dengan insider ownership. Dimana managerial theory, menyatakan ada hubungan terbalik antara insider ownership dengan
486
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
2.
capital expenditure, meskipun pecking order theory menyatakan tidak ada hubungan. Maka untuk membuktikan digunakan model bivariat ke dua: Capexit = β0 – β1 (IOit ) Pengujian Multivariat Analisis ini untuk membuktikan berlakunya pecking order theory dan managerial theory dengan mempertimbangkan variabel kontrol. Selain itu untuk membuktikan hubungan antara internal cash flow, insider ownership, investment opportunity, firm size dan dividend secara simultan terhadap capital expenditure., dengan model: Capexpit = β0 + β1 (ICFit) + β2 (IOit) + β3 (IOPit) + β4 (SIZEit) + β5 (DIVit)
HASIL PENELITIAN Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh sampel sebanyak 110 observasi. Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol, yakni size, investment popportunity (IOP) dan dividend. Hasil regresi dari ketiga variabel tersebut pada tabel 1 Tabel 1 Hasil Regresi: Variabel Kontrol terhadap Capital Expenditure Model IOP Size Dividend R-Square Uji F Keterangan: * signifikan pada α = 0%
Koefisien Regresi 0.052 0.778 -0.091 0.677 0.000 *
Pada tabel 1 dari hasil pengolahan data terlihat bahwa nilai F signifikan pada α = 0%, yang berarti variabel IOP, size dan dividend terbukti mempengaruhi capital expenditure. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut dapat digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini. Hasil pengolahan statistik bivariet maupun multivariet terlihat pada table 2. Pada tabel 2 terdapat dua hasil pengolahan data, yakni hasil pertama tanpa variabel kontrol dengan menggunakan analisis bivariet dan hasil kedua dengan menggunakan variabel kontrol (baik dengan satu, dua maupun tiga variabel kontrol), menggunakan analisis multivarit. Tanpa mempertimbangkan variabel kontrol, uji F menunjukkan hasil signifikan
487
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
pada variabel internal cash flow dengan nilai 78.10%. Ini terbukti bahwa kenaikan capital expenditure sangat dipengaruhi oleh internal cash flow dengan nilai yang cukup signifikan. Demikian juga dengan mempertimbangkan variabel control, baik dengan satu, dua atau tiga variabel kontrol menunjukkan bahwa internal cash flow tetap berpengaruh terhadap capital expenditure. Hal ini sesuai dengan pecking order theory dan managerial theory. Dimana pecking order theory, menyatakan bahwa manajer cenderung untuk membuat keputusan pembelanjaan (pengeluaran) modal atas dasar aliran kas internal karena adanya informasi asimetris antara manajer dengan calon pemegang saham potensial (Myres & Majluf,1984). Demikian juga managerial theory mengatakan bahwa seorang manajer akan menggunakan aliran kas internal untuk membuat tingkat pembelanjaan (pengeluaran) modal berada pada posisi yang melebihi tingkat yang memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang lain (Griner dan Gordon, 1995). Ini dapat diartikan bahwa pecking order theory dan manageria theory mempunyai kesamaan yakni pentingnya arus kas internal perusahaan menentukan besarnya pengeluaran modal. Dengan demikian hasil penelitian ini membuktikan bahwa perusahaan di Indonesia mendukung pecking order theory dan manageria theory. Tabel 2 Hasil Pengujian ICF dan IO Keterangan Tanpa Variabel Kontrol * ICF * OI Dengan Variabel Kontrol Satu variabel: * Size * IOP * Dividend Dua Variabel * Size & IOP * Size & Dividend * IOP & Dividend Tiga Variabel * Size, IOP & Dividend Keterangan: * signifikan pada α = 0%
ICF
IO
0.000
Uji F Nilai Sig. 0.000* 0.999
0.384 * 0.777 * 0.737 *
0.018 0.009 0.022
0.000 * 0.000 * 0.000 *
0.383 * 0.372 * 0.735 *
0.017 0.024 0.020
0.000 * 0.000 * 0.000 *
0.372 *
0.022
0.000 *
0.781 *
Uji F pada variabel insider ownership (IO) menujukkan hasil yang tidak signifikan, baik tanpa menggunakan variabel kontrol maupun menggunakan variabel control. Penelitian ini sesuai dengan pecking order theory, yang mana mengasumsikan tidak ada hubungan antara pengeluaran modal dengan
488
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
kepemilikan saham oleh manajer (Griner dan Gordon,1995). Manajer akan memilih besarnya pengeluaran modal yang dapat memaksimalkan kemakmuran pemegang saham saat ini tanpa memperhatikan kepemilikan manajer atas saham perusahaan. Namun sebaliknya hasil penelitian ini tidak sesuai dengan managerial theory, yang menyatakan bahwa insider ownership diharapkan akan mengurangi kecenderungan manajer untuk melakukan investasi yang berlebihan, ini berarti terdapat hubungan negatif antara insider ownership dengan pengeluarang modal perusahaan(Griner & Gordon, 1995). Dengan demikian tidak diperlukan lagi pemberian insentif kepada manajer untuk mengurangi agency conflict ketika akan membuat keputusan pengeluaran modal lewat penyerahan kepemilikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Myers (1984), Myers & Majluf (1984), Sartono (2001), Manurung dan Ratnaningsih (2005), Synta (2011). Dengan demikian hasil pengujian tersebut membuktikan bahwa pasar modal di Indonesia mendukung pecking order theory Tabel 3 Hasil Pengujian Simultan Model Koefisien Regresi ICF 0.372 OI 0.022 Size 0.511 IOP 0.052 Dividend 0.056 R-Square Nilai Sig. Uji F N Keterangan: signifikan pada α = 0%
Nilai Sig. Uji t 0.000 * 0.663 0.000 * 0.311 0.316 0.736 0.000 * 110
Dari tabel 3, hasil uji F membuktikan bahwa aliran kas internal, kepemilikan manajer, ukuran perusahaan, peluang investasi dan dividen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran modal perusahaan. Nilai determinasi sebesar 73.60% menunjukkan bahwa bahwa variabel-variabel tersebut mampu menjelaskan pengeluaran modal sebesar 73.60% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya. Secara parsial hanya internal cash flow dan size perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap capital expenditure. Nilai koefisien regresi variabel size 51.10%, ini menunjukkan bahwa semakin meningkat ukuran perusahaan sebesar 1% saja akan meningkatkan pengeluaran modal sebesar 51.10%, karena meningkatnya ukuran perusahaan akan membutuhkan dukungan sumberdaya semakin besar, sehingga tingkat
489
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
pengeluaran modal semakin meningkat; demikian juga sebaliknya, sesuai dengan hasil penelitian Waluyo & Ka’aro (2002) dan Manurung & Ratnaningsih (2005). KESIMPULAN Dari hasil penelitian ditemukan bahwa internal cash flow berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure, namun insider ownership terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure. Ini berarti perusahaan di Indonesia mendukung pecking order theory, namun tidak sepenuhnya mendukung managerial theorys. Oleh karena itu tidak diperlukan lagi pemberian insentif kepada manajer untuk mengurangi agency conflict ketika akan membuat keputusan pengeluaran modal lewat penyerahan kepemilikan. Secara simultan terbukti bahwa variabel internal cash flow, insider ownership, size, investement opportunity dan dividend berpengaruh signifikan terhadap capital expenditure pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan secara parsial hanya internal cash flow dan size yang terbukti menetukan besarnya capital expenditure. DAFTAR PUSTAKA Barton, S.L.N.C. Hill & Sundara, 1989, An Empirical Test Stakeholder Theory Prediction of Capital Structure, Financial Management, Spring:36-44. Benston, G., 1985, The Self-serving Management Hypotheses: Some Evidence, Journal of Accounting and Economics, Vol.7, April, pp:67-84. Chakraborty, Etreya, Mark Kazarosian, Emery A. Trahan, 1999, Uncertanty in Executive Compensation and Capital Investment: A Panel Study, Journal Financial Management. Davies, J.R., David Hillier, Patrick Mc Colgan, 2002, Ownership Structure, Managerial Behaviour and Corporate Value. Delcoure, V.Natalya, 2006, Value Creation of Cash Mergers. Empirical Investigation. Investment Management and Financial Innovations,Vol.3, Issue 2. Fazzari, S.M., Hubbard, R.G., and Petersen, B.C. (1988), Financing Constrains and Corporate Investment. Brookings Papers on Economic Activity (I), pp.141-206. Gitman, Lawrence J., 2009, Principles of Managerial Finance, Twelfth Edition, Pearson Prentice Hall.
490
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Griner, E.H. & L.A.Gordon, 1995, Internal cash flow, insider ownership, and capital expenditure: a Test of The Pecking Order and Managerial Hypotheses, Journal of Business Finance & Accounting, Vol.22 (March), pp.179-199. Jensen, G.R; Solberg and T.S. Zorn, 1992, Simultaneous Determinat of Insider Ownership, debt, and Devidend Policies, Journal of Financial and Quantitative Analysis. Keown, Arthur J., John D. Martin, J.William Pettu, David F.Scott Jr, 2005, Financial Management: principles and Aplications 10th Ed, Pearson Education International, Pearson Education Inc. Manurung, Amran dan Stephana, D.A.Ratnaningsih, 2005, Analisis Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Pembelanjaan Modal: Studi Empiris Terjadinya Pecking Order Hypotheses atau Managerial Hypotheses pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Visi. Vol.13(1), hal.54-63. Mansor, N. and Hamidi, M., 2008, Capital Expenditure Decisions of Malaysian Listed Companies, The Malaysian Finance Association Procedding, 5th6th June 2008, Kucing, Sarawak, Malaysia. Morck, R.A., Shleifer, A., and Vishny,R.W., 1988, Management Ownership and Market Valuation, Journal of Financial Economics, Vol.20 (January/March), pp.293-315. Myers, S.C. dan Majluf, N.S., 1984, Corporate Financing and Investment Decisions When Firm Have Information That Investor Do Not Have, Journal of Finance Economics, Vol39 (June). Myers, S.C., 1984, The Capital Structure Puzzle, journal of Finance, Vol.39 (July), pp.575-592. Sartono, A., 2001, Pengaruh Aliran Kas Internal dan Kepemilikan Manajer Dalam Perusahaan Terhadap Pembelanjaan Modal: Managerial Hypotheses atau Pecking Order Hypotheses?, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16, No.1,(Januari) pp.54-63. Synta Sutanto, 2011, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Capital Expenditure (Perpestive Pecking Order dan Managerial Hypotheses), Skripsi, Jurusan Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Univesitas Surabaya.
491
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Sundjaya, Ridwan S. daan Inge Barlian, 2002, Manajemen Keuangan Dua, Edisi 3, Prehallindo, Jakarta. Yeannie dan Handayani,R., 2007, Analisis Pengaruh Kesempatan Investasi, Internal Cash Flow, Insider Ownership terhadap Capital Expenditure: Perspective Pecking Order Theory, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.9, No.2, (Agustus), pp.153-164. Yuniningsih, 2002, Interdependensi Antara Kebijakan Dividend Payout Ratio, Financial Leverage dan Investasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listed Di Bursa Efek Jakarta, www.ssrn.com. Waegelein. J.F., 1988, The Association Between The Adoption of Short-term Bonus Plans and Corporate Expenditure, Journal of Accounting and Public Polic, Vol.7 (Spring), pp.43-63. Waluyo, Fx. Agus Joko dan Hermeindito Ka’aro, 2002, Analisis Pengaruh Kebijakan Dividen serta Leverage Terhadap Keputusan Pendanaan, Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol.2.No.1(April), hal.1-21.
492