BAB IV AMPLITUDE VARIATION WITH OFFSET (AVO)
IV.1 Prinsip Dasar AVO
AVO (Amplitude Variation with Offset) adalah analisa perubahan amplitudo sinyal terpantul sebagai fungsi dari offset. Variasi dari amplitudo terhadap offset ini disebabkan oleh adanya variasi dari koefisien refleksi sebagai akibat dari sudut gelombang datang yang bervariasi juga. Seperti yang terlihat pada gambar 3.1, semakin besar offset maka semakin besar pula sudut datangnya.
offset S
R1
R2
R3
R4
θ
Lapisan pemantul
Gambar 4.1 Hubungan antara offset dan sudut datang (θ). Makin besar offset, makin besar pula sudut datangnya (Munadi, 1993).
Konsep dasar dari AVO adalah ketika gelombang P datang pada batas antara 2 lapisan, sebagian energi dari gelombang P tersebut terefleksikan kembali ke permukaan dan sebagian lainnya tertransmisikan. Jumlah energi yang terefleksi dan tertransmisi bergantung pada perbedaan parameter diantara dua lapisan
45
tersebut. Parameter tersebut adalah kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, dan densitas dari kedua lapisan tersebut.
Pada sudut datang normal (gambar 4.2.) koefisien refleksi hanya bergantung pada kecepatan gelombang P dan densitas lapisan tersebut.
Gambar 4.2 Refleksi dan transmisi gelombang P yang datang tegak lurus mengenai bidang batas lapisan datar pada z = 0. (Gadallah, 1994)
R NI =
ρ 2 .Vp 2 − ρ1 .Vp1 ΔI p = ρ 2 .Vp 2 + ρ1 .Vp1 IP
RNI adalah koefisien refleksi untuk kasus normal incidence dan Ip adalah Impedansi gelombang P
Sedangkan pada sudut datang bukan sudut datang normal, sebagian energi gelombang P yang sampai pada batas antara 2 lapisan akan dirubah menjadi gelombang S seperti yang ditunjukkan oleh gambar dibawah :
46
Gelombang datang
Gelombang pantul (gelombang S)
(gelombang P)
Gelombang pantul φ1 Medium 1 VP1, VS1, ρ1 Medium 2 VP2, VS2, ρ2
θ1
(gelombang P)
θ’ Bidang batas θ2 φ2
Gelombang pantul (gelombang P) Gelombang bias (gelombang S)
Gambar 4.3. Refleksi dan transmisi gelombang P untuk sudut datang tidak sama dengan nol. (Munadi, 1993)
Pada batas lapisan tersebut, kecepatan gelombang P dan gelombang S akan berbeda. Perbedaan kecepatan gelombang pada batas lapisan ini menyebabkan variasi pada koefisien refleksi, yang sebagai mana kita tahu bahwa variasi pada koefisien refleksi inilah yang menjadi dasar analisa dalam AVO. Sebagai contoh jika terdapat gas dalam sebuah lapisan, Vp akan turun sedangkan Vs tidak berubah,. Ini berarti terjadi anomali pada Vp/Vs. Anomali ini bisa kita lihat pada pola refleksi yang dihasikan. Pada prinsipnya, analisa AVO harus mengukur amplitudo yang bervariasi terhadap sudut datang. Amplitudo diukur dengan offset, karena biasanya jika offset meningkat maka sudut datang pun akan meningkat.
47
IV.2 Persamaan Zoeppritz dan Aproksimasinya
Zoeppritz (1919) telah menghubungkan parameter-parameter yang berupa amplitudo refleksi dan transmisi sebagai fungsi dari sudut datang, ΔVp, ΔVs, dan
Δρ dari fenomena perambatan gelombang untuk sudut datang tidak sama dengan nol dalam bentuk matriks. Karena Perumusan persamaan Zoeppritz ini cukup sulit dan kurang praktis, banyak aproksimasi persamaan zoeppritz yang diperkenalkan untuk membantu interpretasi fisis dan visualisasi pengaruh dari beberapa parameter terhadap koefisien refleksi. Beberapa aproksimasi tersebut adalah:
a.
Aproksimasi Bortfeld (1961)
Bortfeld menghasilkan aproksimasi sebagai berikut ini dengan asumsi bahwa terjadi sedikit perubahan properti lapisan:
1 ⎛⎜ V p 2 ρ 2 cos θ1 ⎞⎟ sin 2 θ1 2 R (θ1 ) = ln Vs1 − Vs22 + ⎜ ⎟ V p1 2 ⎝ V p1 ρ1 cos θ 2 ⎠
(
⎤ ⎡ ⎛ ρ2 ⎞ ⎥ ⎢ ln⎜⎜ ⎟⎟ ρ ⎥ ⎢ ⎝ 1⎠ ⎥ ⎢2 + ⎛Vp2 ⎞ ⎛ V p 2Vs1 ⎞ ⎥ ⎢ ⎟ − ln⎜ ⎟ ln⎜ ⎢ ⎜V V ⎟⎥ ⎜ Vp ⎟ ⎝ p1 s 2 ⎠ ⎦ ⎝ 1⎠ ⎣
)
(4.1)
48
b.
Aproksimasi Aki, Richards dan Frasier
Aki, Richards dan Frasier (1976) melakukan aproksimasi dengan menampilkan selisih variabel densitas, kecepatan gelombang P, dan kecepatan gelombang S yang ditulis sebagai berikut:
R (θ ) = a
Δα
α
+b
Δρ
ρ
+c
Δβ
β
(4.2)
dengan:
a=
1 (1 + tan 2 θ ) = 2 2 cos 2 θ
b=
β2 1 − (2 2 sin 2 θ ) 2 α
c = −4
(4.3)
β2 sin 2 θ 2 α
α = (α1+α2)/2, β = (β1+β2)/2, θ = (θ1+θ2)/2, Δα = (α2-α1), Δβ = (β2-β1), Δρ = (ρ2-ρ1)
Persamaan di atas dapat disusun sebagai berikut:
β 2 Δβ β 2 Δρ 1 Δα 1 Δα 1 Δα Δρ R (θ ) = ( + )+( −4 2 −2 2 ) sin 2 θ + (tan 2 θ − sin 2 θ ) ρ 2 α 2 α 2 α α β α ρ
(4.4) Jika kita anggap β/α =0.5, maka persamaan tersebut menjadi :
49
1 Δ α Δρ 1 Δ α Δβ 1 Δ ρ + ( )+( − ) sin 2 θ ρ 2 α 2 α β 2 ρ
R (θ ) =
(4.5)
jika kita ambil:
RP =
1 Δα Δρ ( ) + ρ 2 α
RS =
1 Δβ Δρ ( ) + ρ 2 β
(4.6)
maka:
R (θ ) = R P + ( RP − 2 RS ) sin 2 θ
(4.7)
R(θ ) = RP + G sin 2 θ G = ( R P − 2 RS )
c.
Hilterman (1983)
Hilterman menyedarhanakan pendekatan Bortfeld dengan memisahkan koefisien refleksi menjadi bentuk akustik dan elastik yaitu:
R (θ1 ) =
⎛ sin θ1 ⎞ ⎡ ⎤ ⎟(Vs1 + Vs 2 )⎢3(Vs1 − Vs 2 ) + 2(Vs 2 ρ1 − Vs1ρ 2 ) ⎥ +⎜ ⎟ ⎜ V p 2 ρ 2 cosθ1 + V p1ρ1 cosθ 2 ⎝ V p1 ⎠ ρ 2 + ρ1 ⎣ ⎦ V p 2 ρ 2 cosθ1 − V p1ρ1 cosθ 2
(4.8) d.
Aproksimasi Shuey
Shuey (1985) memodifikasi pendekatan Aki dan Richard (1980) dengan menampilkan variabel rasio Poisson sebagai berikut: ⎡ Δσ ⎤ 2 Δα R (θ1 ) = RP + ⎢ RP AO + sin θ + (tan 2 θ − sin 2 θ ) 2 ⎥ 2α (1 − σ ) ⎦ ⎣
(4.9)
50
dengan:
σ = (σ 1+ σ 2)/2, Δ σ = (σ 2- σ 1) AO = B − 2(1 + B ) B=
(4.10)
1 − 2σ 1−σ
Δα / α Δα / α + Δρ / ρ
Untuk sudut yang kecil maka sin2θ = tan2θ, sehingga persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi: R(θ) = R0 + G sin2θ dengan G =
β 2 ⎛ Δβ Δρ ⎞ Δα ⎟ − 2 2 ⎜⎜ 2 + α ⎝ β ρ ⎟⎠ 2α
(4.11) (4.12)
yang dikenal sebagai Gradient AVO atau slope.
Wiggins et.al. (1983) menunjukkan bahwa Vp/Vs kira-kira bernilai 2. Untuk sudut kecil, gradient AVO diberikan oleh: B = R0 – 2 Rs
(4.13)
dengan Rs adalah koefisien refleksi gelombang S pada sudut normal.
Smith dan Gidlow (1987) menyusun kembali persamaan Aki Richard menjadi: R (θ ) =
β 2 Δβ Δρ 1 Δα Δρ 1 Δα + + ( ) − 2 2 (2 ) sin 2 θ + tan 2 θ 2 α 2 α ρ β ρ α
(4.14)
atau dalam bentuk sederhana dapat juga dituliskan dalam bentuk: R(θ) = A – B sin2θ + C tan2θ
(4.15)
51
Ketergantungan terhadap densitas dihilangkan dengan menggunakan persamaan Gardner: 1 4
ρ = cVp
(4.16)
dari persamaan di atas dapat diturunkan sebagai berikut:
Δρ
ρ
=
1 ΔVp 4 Vp
(4.17)
Dengan mensubstitusikan persamaan-persamaan di atas, maka persamaan Aki dan Richards dapat dituliskan kembali menjadi persamaan jumlah terbobotkan dari variasi kecepatan P dan S. ΔVp ΔVs +b Vp Vs
(4.18)
5 Vs 2 1 − 2 sin 2 θ + tan 2 θ 8 Vp 2
(4.19)
R (θ ) = a dengan:
a=
b = −4
Vs 2 sin 2 θ Vp 2
Apabila rasio Vs/Vp telah ditentukan maka koefisien a dan b dapat dihitung (nilai sudut dapat dihitung dengan ray tracing), dan digunakan untuk mengetahui nilai
ΔVp
Vp
dan ΔVs
Vs
menggunakan amplitudo gather seismik.
52
Begitu kecepatan P dan S diketahui, maka dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan salah satu atribut AVO yaitu nilai rasio Poisson semu yang didefinisikan sebagai:
Δσ
σ
=
ΔVp ΔVs − Vp Vs
(4.20)
Kegunaan berikutnya adalah untuk menghitung atribut faktor fluida (fluid factor) yang didasarkan persamaan mudrock oleh Castagna: Vp = 1360 + 1.16 Vs
(4.21)
Turunan persamaan diatas adalah ΔVp = 1016 ΔVs yang dapat diekspresikan dalam bentuk rasio menjadi:
ΔVp Vs ΔVs = 1.16 Vp Vp Vs
(4.22)
Persamaan tersebut hanya berlaku untuk reservoir yang tidak produktif. Untuk reservoir beranomali didefinisikan besar kesalahan faktor fluida sebagai berikut:
ΔF =
ΔVp Vs ΔVs + 1.16 Vp Vp Vs
(4.23)
dengan kata lain, bila ΔF = 0 maka reservoirnya tidak prospektif, tapi bila ΔF ≠ 0 reservoirnya prospektif.
Hilterman (1989) melakukan pendekatan lain dari pendekatan Shuey untuk sudut kecil dengan asumsi perubahan kecil pada parameter lapisan dan Vp/Vs = 2 menjadi persamaan berikut: R(θ) = R0 cos2θ + 2.25 Δσ sin2θ
(4.24)
53
IV.3 PREDIKSI RESPON AVO
Seperti bahasan sebelumnya bahwa untuk sudut yang kurang dari 30o, maka persamaan Zoeppritz bisa disederhanakan sebagai berikut: R(θ) = R0 + G sin2θ
(4.25)
dari persamaan di atas terlihat bahwa reflektivitas sangat bergantung pada tanda rasio Poisson yaitu kurva naik untuk perubahan rasio Poisson yang positif, dan turun untuk sebaliknya.
Klasifikasi AVO:
1.
Kelas I: High Impedance Gas-Sandstone Sandstone kelas I memiliki impedansi yang lebih tinggi dari pada penutupnya (shale). Interface antara shale dan sandstone jenis ini akan menghasilkan koefisien refleksi yang tinggi dan positif pada zero offset, namun memiliki magnitude amplitudo yang berkurang terhadap offset. Magnitude amplitude berubah tehadap offset pada sandstone kelas I memiliki gradient lebih besar dari pada gradient kelas II dan kelas III. Pada sandstone kelas I terjadi perubahan polaritas pada sudut tertentu, kemudian amplitude akan meningkat terhadap bertambahnya offset.
2.
Kelas II: Near zero impedance contrast gas sandstone. Sandstone kelas II memiliki impedansi akustik yang hampir sama dengan penutupnya (seal rock) dan amplitude yang meningkat terhadap
54
bertambahnya offset. Sandstone kelas ini terbagi atas 2 jenis yaitu kelas II dan kelas IIp. Sandstone kelas II memiliki koefisien refleksi negatif pada zero offset sedangkan kelas IIp positif pada zero offsetnya.
3.
Kelas III: Low Impedance Gas-Sandstone. Sandstone kelas III memiliki impedansi akustik yang lebih rendah dari lapisan penutupnya.
4.
Kelas IV: koefisien refleksi negatif pada zero offset dan memiliki amplitude yang berkurang terhadap offset. Pada sudut tertentu terjadi perubahan polaritas kemudian terjadi peningkatan amplitude terhadap offset.
Rpp Kelas I Kelas IV
Sudut Kelas II
Kelas III
Gambar 4.4 Klasifikasi AVO
55
IV.4 INVERSI ATRIBUT AVO
Inversi Atribut AVO adalah tahap dasar dalam prosessing AVO. Pada tahap ini kita mengubah data seismik berupa data seismik pre-stack ke dalam reflektivitas yang berbeda-beda sehingga mempunyai makna fisis yang jelas. Data seismik prestack merepresentasikan koefisien refleksi dan dengan menggunakan persamaan zoeppritz kita mencoba mengubah data ini menjadi reflektivitas. Makna dari reflektivitas adalah perubahan relatif yang terjadi pada parameter batuan. Reflektivitas dasar yang relevan dalam AVO adalah : 1. Reflektivitas Vp :
ΔV P VP
2. Reflektivitas Vs :
ΔV S VS
3. Reflektivitas ρ :
Δρ
ρ
Untuk melakukan Inversi AVO, kita harus terlebih dahulu mengetahui sudut datang dari semua gather pada seluruh offset dan pada waktu atau kedalaman tertentu. Jika diberikan model kecepatan dan juga posisi dari source dan receiver kita bisa tahu sudut datang dengan menggunakan teknik ray tracing. Perhitungan sudut datang secara akurat untuk offset tertentu akan menjadi faktor yang mempengaruhi dalam inversi AVO. Aproksimasi yang paling umum digunakan alam perhitungan sudut datang adalah straight ray approximation. Tetapi bisa kita
56
lihat disini bahwa sudut datang yang dihasilkan bisa menjadi sangat berbeda dengan kenyataannya. Seperti yang terlihat pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Teknik ray tracing untuk menghitung sudut datang. (Anonym, 2000)
Selain itu jika kita berhadapan dengan lapisan yang horizontal yang mempunyai struktur atau lapisan miring, maka untuk offset dan travel time tertentu akan menghasilkan perbedaan yang signifikan pada sudut datangnya, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4.6. Oleh karena itu pada perhitungan sudut datang dengan teknik ray tracing, aproksimasi yang paling sesuai dengan model sebenarnya sangat penting untuk digunakan.
57
Gambar 4.6 Efek Struktur pada ray tracing. (Anonym, 2000)
Setelah ray tracing dilakukan, langkah selanjutnya dalam AVO inversi adalah picking seluruh nilai amplitudo (pada CMP tertentu) untuk seluruh offset pada sampel waktu tertentu.
Gambar 4.7 Picking Amplitudo pada CMP tertentu. (Anonym, 2000)
Kita menganalisa amplitudo sebagai fungsi dari sudut datang. Dengan menggunakan formula least square kita memplot kurva aproksimasi zoeppritz untuk mendapatkan kurva zoeppritz yang paling representatif dengan data (gambar 4.8)
58
Gambar 4.8 Plot kurva aproksimasi Zoeppritz. (Anonym, 2000)
Jika kurva zoeppritz sudah didapat, maka parameter-parameternya seperti
ΔV P , VP
ΔVS Δρ , dapat diketahui. Nilai reflektivitas ini adalah nilai reflektivitas untuk VS ρ
sampel CMP dan waktu tertentu. Proses ini diulang untuk seluruh CMP dan seluruh waktu sehingga didapatkan data reflektivitas berbentuk kubus 3D yang sering disebut dengan atribut AVO.
Selain itu kita dapat menghitung atribut AVO lain sebagaimana yang telah diturunkan diatas yang merupakan fungsi dari atribut dasar reflektivitas Vp dan Vs seperti faktor fluida (fluid factor) dan reflektivitas semu poisson (pseudo
poisson reflectivity). Atribut lain yang juga merupaka fungsi dari reflektivitas Vp dan Vs adalah reflektivitas impedansi atau impedance reflectivity (
dan reflektivitas modulus elastis atau elastic moduli reflectivity (
ΔIp ΔIs ) dan Ip Is
Δλρ
λρ
dan
Δμρ
μρ
).
Seluruh atribut ini adalah atribut yang diturunkan dari aproksimasi aki dan richard. Atribut AVO lain yang lebih umum dan juga telah dijelaskan
59
penurunannya diatas dengan menggunakan aproksimasi shuey adalah Intercept (Rp) dan Gradient (G). Intercept disebut juga dengan normal incidence
reflectivity yang identik dengan P-wave impedance reflectivity.
Selain itu metode umum yang dipakai untuk inversi AVO adalah melakukan stack pada sudut tertentu. Misalnya near normal stack, medium angle stack, dan far
angle stack. Analisa perbedaan dari hasil stack tersebut bisa digunakan sebagai indikasi hidrokarbon. Sebagai contoh pada klas 3 anomali amplitudo yang besar pada sudut jauh (far angle) dapat digunakan sebagai indikator gas. Pada klas 3 terjadinya pembalikan fasa antara near angle stack dan far angle stack mengindikasikan adanya gas.
Gambar 4.9 Penggunaan beberapa atribut AVO. (Anonym, 2000)
60
IV.5 Atribut Lambda Mu Rho
Hasil dari inversi AVO dapat digunakan untuk menurunkan parameter rigiditas (μ) dan inkompressibilitas (λ) (Goodway et.al, 1997). Kedua kostanta tersebut sangat dipengaruhi oleh densitas batuan. Secara matematis hubungan antara rigiditas (μ) dan inkompressibilitas (λ) dengan densitas (ρ) dinyatakan sebagai berikut :
λρ = I P 2 − 2 I S 2
(4.25)
μρ = I S
(4.26)
Gray dan Andersen (2001) menyatakan bahwa rigiditas (μ) atau modulus geser didefinisikan
sebagai
resistensi
batuan
terhadap
sebuah
starin
yang
mengakibatkan perubahan bentuk tanpa merubah volume total dari batuan tersebut. Sedangkan inkompresibitas (λ) atau konstanta lame didefinisikan sebagai resistensi batuan terhadap perubahan volume yang disebabkan oleh perubahan tekanan. Rigiditas atau kekompakan sangat sensitif terhadap perubahan lithologi, karena setiap lithologi mempunyai derajat rigiditas yang berbeda. Sebagai contoh batuan karbonat biasanya lebih kompak jika dibandingkan dengan batu pasir atau shale, dan batu bara biasanya kurang kompak jika dibandigkan dengan batu pasir dan shale. Sedangkan inkompresibilitas sensitif terhadap fluida pengisi pori terutama gas. Batuan yang terisi gas akan terkompresi jika dibandingkan dengan batuan yang terisi fluida lain seperti minyak atau air.
61
Secara ringkas atribut Lambda Mu Rho dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Lambda*Rho (λρ) a) Ketahanan terhadap normal stress yang menyebabkan perubahan volume b) Sensitif terhadap perubahan fluida pengisi pori c) Membedakan kompresibilitas beberapa lithologi batuan seperti gas sand,
wet sand, shale, karbonat, dan batu bara. 2. Mu*Rho (μρ) a) Ketahanan terhadap shear stress yang menyebabkan perubahan bentuk. b) Sensitif terhadap perubahan lithologi dan tidak dipengaruhi oleh jenis fluida c) Membedakan rigiditas beberapa lithologi batuan seperti karbonat, sand,
shale, dan batu bara
62