Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan sedimen yang mungkin terjadi saat itu, yaitu adanya pengendapan dari arah hinge margin sebelah timur dan dari arah sesar batas sebelah barat, menuju pusat cekungan.
Ekstraksi atribut amplitudo seismik, cukup bagus menggambarkan tren dominan dari arah sesar-sesar yang mengontrol pembentukan rift yaitu relatif ke arah timurlaut-baratdaya, sebaliknya geometri fasies pengendapan yang kemungkinan dapat berkembang pada sekuen ini, seperti delta lakustrin, tidak dapat teridentifikasi dengan jelas. (a) Maximum Absolute Amplitude
(b) Dominant Frequency
Gambar IV.15. Penampang horisontal hasil ekstraksi atribut seismik (a) amplitudo absolut maksimum dan (b) frekuensi dominan, dengan acuan Top Brownshale. Warna putih bernilai paling rendah, warna biru gelap bernilai paling tinggi. Hasil ekstraksi atribut amplitudo dan frekuensi dengan acuan Top Brownshale meskipun dapat menggambarkan tren dominan dari sistem sesar yang mengontrol, namun masih tidak dapat memberikan gambaran jelas mengenai geometri lateral dari tiap sesar individual tersebut. Berbeda dengan ekstraksi atribut seismik, hasil pemrosesan dekomposisi spektral dalam bentuk tuning cube dengan acuan 1 dan 2
50
horison, memberikan gambaran yang jauh lebih baik (gambar IV.16). Sistem sesar yang mengontrol pada sekuen ini dapat teridentifikasi dengan cukup jelas, bahkan arah dan bagaimana geometri sesar-sesar tersebut terlihat dengan kuat. Hal ini terkait dengan amplitudo seismik yang cukup kuat, ditunjukan oleh reflektornya pada data seismik yang tampak sangat jelas dan paling mudah dikenali dibandingkan dengan reflektor lain. Kenampakan reflektor yang sangat jelas beramplitudo cukup tinggi ini memberikan satu poin tersendiri dalam pemrosesan data menggunakan metode dekomposisi spektral. Pada sistem trak ini ini, metode dekomposisi spektral dinilai cukup mampu meningkatkan gambaran kondisi geologi bawah permukaan.
a)
b)
c)
Frekuensi Dominan ~20-21 hz
Gambar IV.16. Tuning Cube dengan acuan (a) dua horison Top Lower Red BedsTop Brownshale dan (b) horizon tunggal Top Brownshale. Diiris pada frekuensi ~20-21 hz, (c) histogram sebaran data frekuensi.
51
Pada bagian akhir sistem trak rift-climax, diendapkan sedimen dengan karakter litologi yang lebih kasar sebagai endapan tahap akhir, yang diinterpretasikan sebagai batupasir fluvial. Sistem trak ini berada pada interval antara Top Brownshale dan Sand 4930’ (Upper Red Beds). Ketinggian muka air danau pada
sistem trak ini, berdasarkan penelitian sebelumnya, diinterpretasikan mengalami penurunan (surut). Bermacam-macam fasies non-marin dan fasies lakustrin seperti kipas aluvial, sistem fluvial (channel), dataran banjir (floodplain), soil, delta lakustrin, fitur seperti garis pantai (shoreline like feature) dan endapan lumpur danau dapat terbentuk.
Sungai Teranyam Kipas Aluvial Tipis
Tebal
Gambar IV.17. Peta isokron pada interval antara Brownshale dan 4930’ Sand (interval kontur 25 ms). Memperlihatkan arah pengendapan sedimen dari arah hinge margin dan sesar batas menuju pusat cekungan (depocenter).
Peta ketebalan pada domain waktu (isokron) antara Top Brownshale dan Top 4930’ Sand (gambar IV.17) menunjukan adanya pola-pola pengendapan yang
52
berasal dari arah hinge margin di sebelah timur dan juga dari sesar batas di sebelah barat. Pola-pola pengendapan ini dapat diinterpretasikan sebagai fasies pengendapan sungai teranyam, kipas aluvial dan delta lakustrin. Secara umum ketebalan fitur-fitur geologi bawah permukaan tersebut berkisar antara 100-200 ms.
Dari hasil ekstraksi amplitudo total, meskipun tidak terlalu jelas, masih dapat diidentifikasi pola-pola geometri kipas aluvial yang masuk dari arah baratlaut menuju depocenter sub-cekungan. Sementara dari ekstraksi frekuensi dominan, frekuensi 16-30 hz cukup dominan tersebar merata. Pada frekuensi sekitar 16 hz, pola geometri kipas aluvial juga tampak dibagian baratlaut dari cekungan (gambar IV.18). Tren dominan dari sistem sesar yang mengontrol pada sistem trak ini masih berarah relatif timurlaut-baratdaya yang ditunjukan oleh warna hijau terang hingga merah.
(b) Dominant Frequency
(a) Total Amplitude
Gambar IV.19. Penampang horisontal hasil ekstraksi atribut seismik (a) amplitude absolute maksimum dan (b) frekuensi dominan, dengan acuan Top Sand 4930’. Warna putih bernilai paling rendah, warna biru gelap bernilai paling tinggi.
Pemrosesan dekomposisi spektral, yang hasilnya dapat dilihat pada irisan tuning cube gambar IV.19, dapat diinterpretasikan beberapa fitur geologi menarik yang
53
kemungkinan berkembang pada sekuen ini. Misalnya fitur kipas aluvial yang berasal dari arah sesar batas relatif di sebelah baratlaut, selain itu juga diidentifikasikan adanya fitur sungai teranyam (braided-fluvial) yang berarah relatif utara-selatan. Sistem fluvial ini melebar pada bagian tengah irisan horisontal tuning cube pada daerah yang sudah di tembus oleh beberapa sumur pengeboran hidrokarbon. Sehingga sumur-sumur ini dapat dijadikan kontrol yang cukup baik untuk mem-validasi hasil pemrosesan metode dekomposisi spektral.
a)
c)
b)
Frekuensi Dominan ~22 hz
Gambar IV.19. Tuning Cube dengan acuan (a) dua horison Top Brownshale-Top Sand 4930 dan (b) horizon tunggal Top Sand 4930 yang diiris pada frekuensi ~22 hz sebagai, (c) histogram sebaran data frekuensi.
54
Ketebalan fasies pengendapan berupa braided-fluvial pada sekuen 4930’ Sand ini, pada bagian berikutnya akan diperkirakan dengan menggunakan metode dekomposisi spektral, yaitu menggunakan ekstraksi frekuensi dalam bentuk horison ber-domain frekuensi yang disebut First Peak Frequency.
IV.5.4. Sistem trak (tahap) Post-rift
Sistem trak ini merupakan babak akhir dari episode pembentukan rift subcekungan Aman Utara. Sistem trak ini diinterpretasikan bersosiasi dengan bagian akhir pengendapan Pematang Upper Red Beds hingga endapan awal Formasi Menggala. Topografi dari sekuen ini relatif cukup terjal pada bagian Upper Red Beds dan melandai pada Formasi Menggala, sehingga cukup memungkinkan
berkembangnya fasies-fasies fluvial. Secara struktur, tidak banyak aktivitas tektonik pada sistem trak ini. Sesar-sesar yang cukup dominan pada sistem trak sebelumnya, diinterpretasikan tidak banyak mengontrol. Beberapa sesar utamanya teraktifkan kembali hingga berakhir pada saat terjadinya erosi regional pada kawasan ini yang ditandai oleh adanya batas sekuen SB25,5 ma. Setelah fase ini, accomodation space utamanya dibentuk oleh adanya sagging dibagian akhir dari
episode paleogen Pematang.
Peta isokron antara Top Pematang dan Top Sand 4930’, menunjukan adanya polapola geometri fasies pengendapan yang belum dapat diinterpretasikan dengan cukup jelas. Fasies pengendapan ini berkembang dari arah relatif timurlaut menuju selatan (gambar IV.20)
Ekstraksi atribut amplitudo RMS seismik dapat diidentifikasi pola-pola sistem sesar yang dominan berarah timurlaut-baratdaya, sementara dari ekstraksi atribut frekuensi puncak spektral, dapat diindentifikasi pola-pola yang sangat menarik pada frekuensi 15-20 hz, menyerupai pengendapan fasies sungai berkelok atau meandering fluvial yang relatif dari arah timurlaut-barat-selatan (gambar IV.21).
55
Gambar IV.20. Peta isokron pada interval antara Top Pematang dan Sand 4930’. Memperlihatkan arah pengendapan sedimen dari arah hinge margin dan sesar batas menuju pusat cekungan (depocenter).
(a) RMS Amplitude
(b) Peak Spectral Frequency
Gambar IV.21. Interpretasi terhadap penampang horisontal hasil ekstraksi atribut (a) Amplitudo RMS dan (b) frekuensi puncak spektral. Interpretasi terhadap penampang ekstraksi amplitudo seismik dengan acuan horison Top Pematang FM.
56
Hasil pemrosesan dekomposisi spektral dalam bentuk tuning cube pada gambar IV.22, menunjukan arah dominan dari sistem sesar yang masih mengontrol hingga sistem trak ini. Tren dominan sistem sesar ini diidentifikasi relatif ke arah timurlaut-baratdaya.
a)
b)
Frekuensi Dominan ~21 hz
Gambar IV.22. Tuning Cube dengan acuan (a) satu horison Top Pematang dan (b) dua horizon Top Sand 4930’-Top Pematang yang diiris pada frekuensi ~21 h, (c) histogram sebaran data frekuensi.
Fitur-fitur geometri fasies pengendapan fluvial yang berkembang pada sekuen sebelumnya, terlihat masih dapat diindentifikasi meskipun cukup samar, seperti misalnya sungai berkelok.
57