BAB II BANK DAN RISIKO LIKUIDITAS
A. Karakteristik Kegiatan Usaha Bank Lembaga keuangan atau sering juga disebut sebagai lembaga intermediasi dapat
dikelompokkan
berdasarkan
kemampuannya
menghimpun
dana
dari
masyarakat secara langsung yaitu lembaga keuangan depositori (depository financial institution) dan lembaga keuangan non-depositori (non depository financial institution). Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan, atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa ini adalah bank-bank. Lembaga keuangan non-depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan bukan bank menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi dan program pensiun. 96
96
Dahlan Siamat, Op. Cit., hal. 5-6. Unit surplus dapat berupa perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan non depositori adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions). Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun. Lembaga keuangan investasi (investment institutions) yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yang kegiatan usahanya tidak termasuk dalam kelompok lembaga keuangan kontraktual dan investasi yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan (finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit. Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Konvergensi (penyatuan) kegiatan usaha bank dengan kegiatan usaha lembaga keuangan non bank merupakan salah satu fenomena sistem keuangan saat ini. Fenomena lain dari sistem keuangan adalah kompetisi yang semakin tajam antara bank dan lembaga keuangan non bank. Meningkatnya kompetisi dan konvergensi dipengaruhi terutama oleh faktor teknologi yang mendobrak batas – batas geografis dan hambatan fungsional. 97 Bank sebagai salah satu lembaga keuangan depositori mengemban fungsi utama untuk memobilisasi dana masyarakat dan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut kepada penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi tersebut dikatakan sebagai ”aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dan peningkatan standar hidup. 98 Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting untuk di jaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk
97
Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 9. Inovasi produk di sektor keuangan yang semakin mahal dan berbahaya seperti produk subprime mortgage dengan segala derivatifnya yang bila dicermati merupakan salah satu penyebab kehancuran lembaga keuangan. Produk derivatif tersebut tidak dimengerti oleh nasabah bahkan seringkali juga tidak dimengerti oleh industri yang menerbitkannya. Nasabah hanya bergantung pada opini lembaga pemeringkat. Sayangnya, lembaga pemeringkat seringkali memiliki benturan kepentingan. Lembaga pemeringkat dibayar untuk ikut mendesain suatu produk keuangan agar peringkat produk tersebut lebih baik. Zulkarnain Sitompul, Antisipasi Krisis Perbankan Jilid Dua : Sudah Siapkah Pranata Hukum Melindungi Nasabah dan Memperkuat Industri Perbankan?, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 28- No.1- Tahun 2009, hal 48. 98 William F. Jung, Banking Mergers and Line of Commerce After the Monetary Control Act : A Submarket Approach, (The University of Illinois Law Review, Vol 731, 1982), hal 302. Di dalam Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana…Op.Cit, hal 1-2.
Universitas Sumatera Utara
mencegah terjadinya bank runs and panics. 99 Kepercayaan masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus. 100 Krisis kepercayaan juga yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi yang terjadi sejak semester kedua tahun 1997. Hal ini memberikan pelajaran yang sangat berharga, dengan menyusun mekanisme pencegahan dan penanganan ketika menghadapi krisis global tahun 2008. Bank memiliki karakteristik yang unik dalam perannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage 101
99
Runs adalah suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya. Runs menjadi masalah karena ketika bank mengalami permintaan akan uang yang meningkat, mereka harus menyediakan dana dalam jumlah yang mencukupi. Masalahnya menjadi lebih pelik sebab bank harus mengambil simpanan dananya yang ada di bank sentral atau di bank lain. Jika belum mencukupi, hal tersebut harus dipenuhi dengan menjual asetnya dan atau menjual utangnya (yang tentunya dalam harga yang lebih rendah). Dalam keadaan normal, sebagian aset perbankan berbentuk piutang. Pada kondisi dimana bank menghadapi permintaan akan kas dalam jumlah besar dan mendadak, maka kegoncangan pada suatu bank dapat memberikan efek domino pada bank lain melalui hubungan pinjaman antar bank atau lewat kenaikan suku bunga pasar uang antar bank. Kondisi ini yang akan menyebabkan insolvensi pada satu atau lebih atau bahkan semua sistem perbankan. Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Ekonomi .... Op. Cit., hal 32-33. Ketidakpercayaan kepada suatu bank cepat atau lambat akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect dari pola runs suatu bank terjadi bila nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan DPK dalam sistem perbankan pada saat yang sama yang keluar dari bank yang baik maupun yang gagal. Ibid, hal 37. 100 Zulkarnain Sitompul, Problematika….Op. Cit, hal 1. 101 Leverage in finance (or gearing because of its analogy with a gearbox) is borrowing money to supplement existing funds for investment in such a way that the potential positive or negative outcome is magnified and/or enhanced. It generally refers to using borrowed funds, or debt, so as to attempt to increase the returns to equity. Financial leverage (FL) takes the form of a loan or other borrowings (debt), the proceeds of which are (re)invested with the intent to earn a greater rate of return than the cost of interest. Leverage allows greater potential returns to the investor that otherwise would have been unavailable but the potential for loss is also greater because if the investment becomes worthless, the loan principal and all accrued interest on the loan still need to be repaid.
Universitas Sumatera Utara
yang jauh lebih tinggi dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri. Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk dengan turut memanfaatkan dana-dana masyarakat yang mempercayakannya pada bank. Hal ini menyebabkan bank berada pada posisi yang sangat strategis sekaligus rawan risiko. 102 Kegiatan usaha bank (jenis dan usaha) diatur secara limitatif dalam Pasal 6 dan 7 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 103 Berdasarkan Undang – Undang yang
Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Leverage_(finance), (Diakses Rabu, 27 Mei 2009). Leverage dalam keuangan (atau disebut juga dengan perlengkapan karena analoginya dengan kotak perlengkapan) adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan. Biasanya tujuannya untuk menggunakan dana pinjaman, atau utang, jadi untuk mencoba meningkatkan hasil yang wajar. Perlengkapan keuangan mengambil bentuk pinjaman atau pinjaman lainnya (utang), kelanjutan yang diinvestasikan (kembali) dengan maksud untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi dari pada biaya bunga. Leverage memungkinkan pendapatan potensial yang lebih besar pada investor jika tidak maka tidak akan berarti tapi potensi kerugian juga lebih besar karena jika investasi menjadi tidak berharga maka dasar pinjaman dan semua pertambahan bunga pinjaman masih perlu dibayar kembali. 102 H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 426. Kesenjangan likuiditas merupakan salah satu risiko yang di alami bank sehari-hari mengingat bank memiliki leverage (rasio utang terhadap modal) yang tinggi dan ketidakseimbangan dalam struktur aset (umumnya berjangka menengah dan panjang) dan kewajiban (umumnya berjangka pendek). Kompas.com, ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi. (Diakses Sabtu, 22 Nopember 2008). 103 Berdasarkan Pasal 5 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menurut jenisnya bank terdiri dari : a. Bank Umum; b. Bank Perkreditan Rakyat. Pengertian kedua jenis bank ini terdapat dalam Pasal 1 angka 3 dan 4. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegaitan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha bank secara limitatif di atur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 untuk Bank Umum dan Pasal 13 untuk Bank Perkreditan Rakyat Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 6 : Usaha Bank Umum meliputi : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ; b. Memberikan kredit; c. Menerbitkan surat pengakuan hutang; d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : 1. Surat – surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat – surat dimaksud; 2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat- surat dimaksud; 3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 5. Obligasi; 6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga; h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang – Undang ini dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pasal 7 : Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula : a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan dana pensiun yang berlaku. Pasal 13 : Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
Universitas Sumatera Utara
mengatur jenis dan usaha bank tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan yang dianut oleh Undang – Undang Perbankan Indonesia adalah sistem commercial banking, yaitu suatu sistem yang melarang bank melakukan kegiatan usaha di bidang sekuritas/ pasar modal. Sistem ini mengikuti sistem yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui The Glass – Steagell Act of 1933 104 yang memisahkan commercial banking dari investment banking, berbeda dengan yang lazim berlaku di negara – negara Eropa yang menggunakan sistem universal banking. 105 Sistem universal banking tidak memisahkan kegiatan usaha bank dengan kegiatan usaha di pasar modal, bahkan di negara – negara tertentu bank juga dibolehkan melakukan kegiatan usaha perasuransian. Sedangkan investment bank adalah bank yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana b. c.
Memberikan kredit; Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/ atau tabungan pada bank lain. 104 Di Amerika Serikat, pemisahan antara kegiatan usaha commercial banking (bank umum) dan kegiatan usaha investment banking (perusahaan sekuritas) dilakukan sebagai jawaban terhadap gelombang kebangkrutan bank yang melanda negara tersebut disebabkan oleh stagnasi ekonomi pada tahun 1930-an dengan memberlakukan Glass Steagall Act. Pemisahan yang ditetapkan Undang – undang ini mendapat tantangan banyak pihak. Pihak yang setuju dengan pemisahan berargumentasi bahwa pemisahan yang ditentukan oleh Glass Stegall Act adalah untuk menciptakan industri perbankan yang kuat. Alasannya adalah keterlibatan commercial banking pada kegiatan investasi merusak prinsip kehati – hatian dan kepercayaan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya kehancuran pasar modal dan kebangkrutan bank yang kemudian disusul dengan depresi ekonomi pada tahun 1929. Penelahaan ulang dilakukan atas legislative history Glass Stegall Act menunjukkan bahwa penyebab kehancuran pasar modal dan kebangkrutan industri perbankan adalah kesalahan Federal Reserve Bank (Bank Sentral Amerika Serikat) karena memberikan pinjaman murah kepada industri perbankan. Penyempurnaan Glass Steagell Act berakhir dengan dikeluarkannya Gramm Leach Billey Act (GLBA) pada 12 November 1999. GLBA hanya memperbolehkan financial holding company (FHC) suatu bagian dari bank holding company (BHC) melakukan kegiatan keuangan baru termasuk merchant banking. Namun demikian GLBA tidak sepenuhnnya menghilangkan dinding pemisah antara perdagangan dan banking di Amerika Serikat. Sejumlah kegiatan non bank yang boleh dilakukan BHC melalui FHC memang telah diperluas, tetapi banyak diantaranya hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan subsidiary. Zulkarnain Sitompul, Problematika....Op. Cit, hal 45-46. 105 Ibid, hal 67.
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang yang diperlukan oleh perusahaan dengan cara membeli, menjual, dan menjamin surat – surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan. Bank investasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang ingin memperoleh dana dengan menerbitkan surat – surat berharga (yang baru) di pasar modal. 106 Untuk konteks Indonesia terdapat pemisahan antara kegiatan commercial banking dan investment banking. Kegiatan investment banking hanya dapat dilakukan melalui subsidiary bank umum (commercial bank). 107 Dengan pengembangan sistem perbankan syariah, kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh bank yang sama. Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 dan Undang - Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang mempermudah pembukaan bank dan kantor cabang bank berdasarkan prinsip syariah, pada dasarnya sistem universal banking telah pula dikembangkan. Kebijakan perbankan yang di anut Bank Indonesia saat ini adalah pengembangan perbankan
106
Mandala Manurung & Prathama Rahardja, Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia), (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal 294. Bank investasi juga tidak memiliki aliran pendapatan yang lebih stabil seperti pada bank komersial dan bank ritel. Dengan kata lain, bank investasi memiliki ruang gerak lebih sempit untuk terjadinya kesalahan. Reputasi bank investasi dunia seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley di bidang manajemen risiko sudah terkenal prima. Namun, mendapatkan kepercayaan investor dari sisi valuasi dan hedging lebih sulit pada hari-hari terjadinya guncangan krisis finansial 2008 ini. Kecemasan kedua terkait dengan profil pendanaan bank investasi. Sebagai grup korporasi, bank investasi sangat bergantung pada pendanaan jangka pendek, terutama pada transaksi repo, yakni pihak pembeli mendapat jaminan atas surat utang yang mereka beli. Karena itu, bank investasi sangat rentan dengan risiko keringnya likuiditas seperti yang dialami Bear Stearns, Merryl Linch dan Lehman Brothers yang dinyatakan bangkrut dan di bailout Pemerintah Amerika Serikat. Okezone, ”Akhiri Era Bank Investasi Wall Street demi Bertahan dari Krisis”, http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/09/25/212/149123/akhiri-era-bank-investasiwall-street-demi-bertahan-dari-krisis, (Diakses Rabu, 15 Juli 2009). 107 Pasal 7 huruf b Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 menetapkan bahwa bank dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.
Universitas Sumatera Utara
syariah sehingga akan berjalan dua sistim perbankan secara bersamaan yaitu bank konvensional dan bank syariah (dualbanking system). 108 Setidaknya bank melakukan enam kegiatan usaha. Pertama, menyediakan jasa dalam sistem pembayaran. Bank merupakan institusi utama dalam lalu lintas pembayaran. Bank misalnya menyediakan jasa dalam rekening giro, kartu debet, kartu kredit dan jasa anjung tunai mandiri (automated teller machine/ ATM). Kedua, mengumpulkan dan menyalurkan kekayaan. Bank menghimpun simpanan dan sumber dana lainnya seperti sertifikat deposito. Sementara itu bank juga menjual reksa dana dan menyediakan jasa kustodian. Ketiga, menyalurkan dana. Bank memberikan kredit kepada individu, perusahaan bahkan Pemerintah di berbagai lokasi dengan beragam jangka waktu. Keempat, memproses informasi. Bank terlibat dalam berbagai proses pembukuan (record keeping) seperti processing, pemyimpanan dan
diseminasi
informasi
keuangan.
Kelima,
mengelola
dan
mengontrol
ketidakpastian risiko. Bank mengurangi ketidakpastian yang berkaitan dengan default, likuiditas dan risiko suku bunga. Bank juga menyediakan jasa mengelola risiko. Keenam, menyediakan sarana dalam mengatasi agency problem yang timbul dalam kontrak keuangan. Bank mengawasi kemampuan debitur, mengawasi tanda – tanda perubahan kualitas kredit dan menyediakan jaminan seperti banker’s acceptance. 109
108 109
Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 39. Ibid, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor perbankan merupakan sektor yang sangat strategis sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dan juga sekaligus gerbang investasi, sehingga posisinya sangat penting bagi perkonomian nasional. Sebagai lembaga intermediasi, kelangsungan kegiatan usaha bank sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat. Hal ini terlihat dari struktur dana yang dikelola oleh pengurus bank, dimana sekitar 90% adalah dana pihak ketiga dan hanya 10% yang merupakan modal pendiri bank. Kondisi ini mengakibatkan paparan risiko yang sangat tinggi atas dana yang dikelola. Oleh karena itu diperlukan pengaturan dan pengawasan bank untuk memastikan bahwa bank dijalankan dengan hati-hati, penuh integritas dan professional serta terhindar dari moral hazard 110 para pengurusnya. Sesuai dengan fungsinya, sektor perbankan mempunyai karakter khusus bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Karakteristik yang membedakan sektor perbankan dengan sektor ekonomi lainnya antara lain adalah: 111 1. Sebagai lembaga intermediasi di bidang keuangan, bank merupakan lembaga yang dalam menjalankan usahanya: 110
Moral hazard berasal dari kosakata industri asuransi dan merujuk kepada kemungkinan bahwa pemegang asuransi dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat merugikan terhadap barang yang diasuransikan dengan harapan akan memperoleh klaim penggantian dari perusahaan asuransi. Keberadaan perusahaan asuransi menyebabkan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan atau kerugian menjadi terabaikan. Perilaku dari perusahaan menjadi tidak hati – hati (imprudent) karena apabila perusahaan mengalami musibah maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kata moral hazard kemudian dipergunakan dalam konteks krisis keuangan yang terjadi di Asia dengan merujuk kepada perilaku dari beberapa individu, korporasi, investor, deposan, debitur dan kreditur maupun perbankan yang menciptakan insentif untuk melakukan agenda dan tindakan yang tersembunyi (hidden agenda) yang berlawanan dengan etika bisnis dan hukum yang berlaku. Perilaku tersebut sangat mempengaruhi peran pemerintah, Bank Sentral maupun lembaga internasional seperti IMF untuk bertindak sebagai penjamin (insures) dalam lender of the last resort. Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan....Op. Cit, hal 35-36. 111 Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank : Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Melaksanakannya, (Bandung : Hikayat Dunia, 2007), hal 62.
Universitas Sumatera Utara
a. menghadapi berbagai macam risiko usaha, baik risiko hukum, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, dan lain sebagainya. b. kegagalan kegiatan perbankan mempunyai pengaruh luas terhadap sektor ekonomi lainnya, baik makro maupun mikro. c. sebagai industri jasa, bank harus dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan fungsinya. 2. Mengingat karakteristik pada butir 1 di atas, maka sektor perbankan, menjadi sektor yang sangat ketat diatur (highly regulated). Dalam pengertian ini: a. perbankan mempunyai lembaga otoritas perbankan yang secara khusus melakukan pengawasan dan pembinaan dengan cakupan yang sangat luas, mulai dari pendirian, pengawasan operasional hingga penutupan operasi bank. Untuk Indonesia otoritas ini dilaksanakan oleh bank sentral yaitu Bank Indonesia; b. terdapat lembaga internasional yang secara terus menerus mengkaji prinsip-prinsip kehati-hatian dan pengawasan terhadap perbankan. Lembaga tersebut adalah Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di Basel, Belgia dan mempunyai komite yang terkenal dengan Basel on Banking Supervision. c. pengaturan-pengaturan untuk sektor perbankan yang dikeluarkan Bank Indonesia bersifat mengikat bagi bank di Indonesia, sedangkan yang dikeluarkan oleh BIS lebih merupakan rekomendasi yang masih harus diadopsi oleh masing-masing bank sentral yang menjadi anggotanya. d. selain peraturan dan regulasi yang diterbitkan oleh otoritas perbankan, bank secara internal juga harus memiliki aturan-aturan tertulis untuk semua kegiatan yang dilakukan berupa kebijakan, manual dan pengaturan kewenangan. 3. Etika dan kehati-hatian merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu bank. Oleh karena itu, di samping ketentuan-ketentuan formal, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang sering disebut kebiasaan-kebiasaan perbankan yang sehat (best practice) seperti misalnya Code of Conduct (seperti misalnya Kode Etik Bankir Indonesia), Corporate Value, International General Accepted Accounting Principle (IGAAP).
Universitas Sumatera Utara
B. Risiko Kegiatan Usaha Bank 1. Jenis Risiko Perbankan Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor dari sedikit sektor industri yang menghadapi goncangan strategis (strategic turbulance) terutama pada dekade terakhir abad 20. Industri keuangan menghadapi perubahan regulasi seiring dengan perkembangan teknologi, perubahan perilaku nasabah serta globalisasi 112 yang berdampak pada perubahan struktur organisasi. Pada waktu yang bersamaan, bagian terbesar industri keuangan telah semakin menyatu, terjadi pertautan antara peminjam dan yang meminjamkan, penerbit dan investor, risiko dan pengambil risiko. 113 Bank, sebagai institusi keuangan yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan (income/ return). Dalam menjalankan aktivitas, untuk memperoleh pendapatan perbankan selalu dihadapkan pada risiko. Pada dasarnya risiko melekat (inherent) pada seluruh aktivitas bank. Seluruh aktivitas bank, produk dan layanan bank terkait dengan uang. 112
Proses Globalisasi diyakini sebagai satu – satunya jalan menuju kesejahteraan dunia dan umat manusia. Hal ini dikarenakan globalisasi seolah – olah dipandang sebagai penghapusan identitas dan batas – batas negara/ bangsa sehingga dengan sukacita semua orang menyerahkan diri ke dalam pelukan ideologi ini, yang dianggap sebagai jimat menuju masyarakat yang adil dan makmur. Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalisasi adalah Mitos (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2001) hal vii. Globalisasi telah menghilangkan batas – batas tradisional kedaulatan negara dalam sistem keuangan. Modal tidak lagi dimiliki bendera nasional, dana mengalir dari satu negara ke negara lain secara cepat, bergerak melewati batas – batas negara. Globalisasi juga dapat diartikan sebagai semakin terintegrasinya pasar modal dan pasar uang yang secara populer disebut dengan konsep global village. Bank dan lembaga keuangan lainnya dalam sistem keuangan terlibat dalam proses restrukturisasi secara luas. Dalam proses ini seluruh lembaga keuangan dipaksa untuk bersikap pro aktif dalam melaksanakan perubahan dan diharuskan melakukan antisipasi terhadap perkembangan – perkembangan baru dengan cara menyusun rencana sesuai dengan perkembangan baru tersebut. Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan….Op. Cit, hal 10. 113 Ingo Walter, Mergers and Acquisitions in Banking and Finance What Works, What Fails, and Why, (New York : Oxford University Press, 2004), hal 3. Di dalam Zulkarnain Sitompul, Problematika…Op. Cit, hal 12.
Universitas Sumatera Utara
Sifat dasar uang adalah anonim, siapa pun bisa memilikinya, siapa pun ingin memilikinya dan sangatlah mudah berpindah tangan bahkan hilang. Oleh karena itu, seluruh aktivitas bank mulai dari penyerapan dana hingga penyaluran dana sangat rentan terhadap hilangnya uang. Risiko kehilangan uang. 114 Risiko dalam hal ini adalah potensi terjadinya suatu peristiwa atau events yang mungkin dapat menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Bismar Nasution mendefinisikan risiko sebagai potensi fluktuasi yang merugikan laba bank atau cash flow atau modal bank sebagai dampak yang diakibatkan oleh nasabah, internal control yang kurang memadai, kegagalan sistem atau kontrol, dan mismanagement. 115 Untuk itu bank harus mengerti dan mengenal risiko – risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Besarnya risiko yang terkandung dalam suatu bank pada hakikatnya menunjukkan besarnya potential problem yang dihadapi oleh bank tersebut. Agar risiko tidak menjelma secara nyata menjadi problem maka dibutuhkan sumber daya di dalam bank untuk menopangnya. Misalnya, tersedianya penyisihan penghapusan aktiva produktif merupakan sumber daya untuk menopang risiko kredit macet dan keberadaan alat likuid yang cukup adalah untuk mengantisipasi risiko likuiditas. Di atas segala macam sumber daya
114
Ferry. N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), hal 21. 115 Bismar Nasution, ”Aspek Hukum Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)”, Disampaikan pada ”Focuss Group Discussion (FGD) tentang Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)”, (Padang : Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), 28 Mei 2009), hal 19.
Universitas Sumatera Utara
kuantitatif tersebut, yang paling penting dan menduduki posisi sentral adalah sumber daya yang bersifat kualitatif, yaitu manajemen bank. 116 Eksekutif dalam manajemen bank serta seluruh pihak terkait harus mengetahui risiko – risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan usaha bank, serta mengetahui bagaimana dan kapan risiko tersebut muncul untuk dapat mengambil tindakan yang tepat. Pemahaman umum mengenai masing – masing kategori risiko sangat penting sehingga para manajer, pelaksana (risk taker) dan bagian pengawasan dapat berdiskusi tentang masalah – masalah umum yang terjadi dari berbagai eksposur risiko. Risiko itu sendiri tidak harus selalu dihindari pada semua keadaan, namun semestinya dikelola secara baik tanpa harus mengurangi hasil yang ingin dicapai. Risiko yang dikelola secara tepat dapat memberikan manfaat kepada bank dalam menghasilkan laba yang atraktif. Agar manfaat tersebut dapat terwujud, para pengambil keputusan harus mengerti tentang risiko dan pengelolaannya. 117 Salah satu kekhasan perilaku bisnis perbankan adalah bahwa bisnis perbankan sebenarnya memperjualbelikan apa yang disebut dengan risk dan service. Sepintas tampaknya tidak ada persoalan yang pelik untuk mengelola risk dan service. Akan tetapi yang perlu mendapat perhatian adalah, terjadinya trade off antara risk dan service yang seringkali menjadi tidak terkendali karena memang jarang disadari sebelumnya. 118
116
Ibid, hal 18. Ibid, hal 22. 118 Krisna Wijaya, Reformasi Perbankan Nasional, Catatan Kolom Demi Kolom, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2000), hal 44. 117
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya trade off antara risk dan service memang sesuatu yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Suatu bank dalam rangka menghadapi persaingan berusaha melonggarkan service-nya, agar produk yang ditawarkan oleh bank tersebut berkesan mudah dijual. Akan tetapi, seringkali tidak disadari bahwa pada saat service itu dilonggarkan, sejak itu pula tingkat risk bagi bank menjadi lebih tinggi. Begitu sebaliknya, jika unsur risk-nya ditingkatkan, service yang dapat diberikan akan berkurang, sehingga produknya menjadi sulit dipasarkan.119 Bank Indonesia mewajibkan struktur manajemen risiko dari seluruh bank untuk mencakup risiko – risiko sebagai berikut : 120 1. Risiko Pasar Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain suku bunga dan nilai tukar; 2. Risiko Kredit Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan debitur dan/ atau lawan transaksi (counterparty) dalam memenuhi kewajibannya; 3. Risiko Operasional Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank; 4. Risiko Likuiditas Risiko yang antara lain disebabkan oleh bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo; 119
Contoh terjadinya trade off yang mudah dipahami, yaitu dalam hal penjualan kredit. Kalau ingin aman dengan risk yang kecil bagi bank, persyaratan dan prosedur kredit harus diperketat. Ini jelas akan mengurangi unsur service, karena persyaratan yang ketat cenderung tidak disukai. Sebaliknya, jika service- nya ditingkatkan melalui persyaratan dan prosedur kredit yang longgar, tingkat risk bagi bank menjadi tinggi. Mangasa Manurung, Kredit Bermasalah : Tanggung Jawab antara Pengurus Bank dan Debitur, Ringkasan Disertasi, (Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal 32. 120 Ferry N. Idroes, Op. Cit, hal 54- 55.
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu bank memiliki model bisnis yang lebih rumit, biasanya sejalan dengan skala usaha yang semakin besar dari bank yang dimaksud, maka BI akan meminta bank tersebut untuk mengatur risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik dan risiko kepatuhan. 5. Risiko Hukum Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang – undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak; 6. Risiko Reputasi Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank; 7. Risiko Stratejik Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal; 8. Risiko Kepatuhan Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang – undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Dalam hal sebuah bank mengalami kerugian terkait dengan empat kelompok terakhir (risiko hukum, risiko reputasi, stratejik dan kepatuhan), maka terhadap bank yang bersangkutan akan dipersyaratkan untuk memonitor risiko spesifik yang sedang berlangsung. Risiko kegiatan usaha perbankan yang kian beragam tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di bidang perbankan. Hal ini di atur di dalam Peraturan Bank
Universitas Sumatera Utara
Indonesia No. 8/ 4/ PBI/ 2006. 121 Pengelolaan bank penting diformulasikan dengan prinsip GCG, agar kualitas pengelolaan bank dapat mendorong jalannya fungsi utama bank tersebut, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 122 Karena masalah yang dihadapi industri keuangan khususnya perbankan Indonesia bukanlah telah semakin menyatunya dengan industri keuangan lainnya tetapi lemahnya penerapan good corporate governance (GCG). 123 BI juga menyempurnakan penerapan GCG dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5/ 8/ PBI/ 2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang dipertegas lagi dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/ 25/ PBI/ 2005 Tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum, yang mengharuskan seluruh pejabat bank dari tingkat terendah hingga tertinggi memiliki sertifikasi manajemen risiko sesuai dengan tingkat jabatannya. 124 2. Manajemen Risiko Likuiditas Perbankan Memperoleh laba maksimum yang stabil sekaligus menjamin likuiditas setiap hari merupakan suatu strategi bisnis perbankan yang berhasil. Untuk menjamin keberhasilan itu diperlukan strategi manajemen likuiditas yang merupakan suatu upaya yang berkesinambungan menentukan jumlah dana yang akan di tahan dalam bentuk uang tunai atau sekuritas dan jumlah dana yang akan ditempatkan dalam 121
Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance, Mengesampingkan Hak – Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, (Jakarta : Kencana, 2008), hal 116. 122 Bismar Nasution, ”Penerapan Good Corporate Governance dalam Pencegahan Penyalahan Kredit”, Disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan”, (Medan : Bank Rakyat Indonesia, 12 – 13 Maret 2002), hal 5. 123 Bismar Nasution, Aspek Hukum Peran Bank Sentral.....Op. Cit, hal 25. 124 Ferry N. Idroes, Op. Cit, hal 52.
Universitas Sumatera Utara
pelbagai bentuk kredit dengan dukungan informasi mengenai karakteristik setiap titipan dari para nasabah. 125 Liquidity
management
merupakan
faktor
terpenting
dalam
banking
management dalam kaitannya dengan penciptaan prudential regulation sebagai salah satu fungsi pengawasan. Kekurangan likuiditas pada suatu bank dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan berdampak negatif pada sistem perbankan. Kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh perilaku nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola oleh bank. Manajemen likuiditas dilakukan tidak saja untuk mengukur posisi likuiditas bank pada kondisi bank sedang berjalan tetapi juga dipergunakan untuk memeriksa kebutuhan dana pada berbagai skenario jika terjadi kondisi yang berbeda. 126 Menurut Duane B. Graddy, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan. Sedangkan menurut Oliver G. Wood, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang. 127 Sumber utama kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi : 128
125
Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan, Konsep dan Implementasi untuk Bersaing, (Bandung : Kappa – Sigma, 2004), hal 247. 126 Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hal 42 – 43. 127 Dahlan Siamat, Op. Cit., hal 153. 128 Ibid, hal 337.
Universitas Sumatera Utara
1. GWM; 2. Saldo rekening minimum pada bank koresponden; 3. Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari – hari; 4. Permintaan kredit dari masyarakat. Sejalan dengan sumber – sumber likuiditas itu, maka manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain : Pertama, untuk menjaga posisi likuditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan Bank Sentral; Kedua, mengelola alat – alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba –tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo; Ketiga, sedapat mungkin memperkecil terjadinya idle funds. Sulitnya mengendalikan dana dan pinjaman yang diberikan, sehingga bank harus berusaha mengelola kesenjangan waktu antara assets dan liabilities (gap management). Kegagalan dalam pengelolaan liquidity management akan berakibat fatal bagi bank, seperti : 129 a. Minimal Giro Wajib Minimum 130 yang ditetapkan Bank Indonesia kemungkinan tidak terpenuhi. Hal ini membawa akibat Bank Indonesia akan mengenakan denda;
129
Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan...Op. Cit, hal 19. 130 Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan kewajiban bank – bank di Indonesia untuk menempatkan dana di Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari seluruh dana nasabah yang berhasil dihimpun. Produk ini merupakan salah satu piranti moneter yang digunakan untuk menyerap akses likuiditas perekonomian dalam rangka mencapai kestabilan harga dan nilai tukar rupiah, dengan demikian GWM milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak sistemik pada sistem perbankan dan perekonomian. Bank umum harus mentaati ketentuan ini. Jika tidak, bank sentral akan melakukan tindakan dengan mengenakan denda. Hukum Online, “Duh Sulitnya Mencairkan Rekening”, http://hukumonline.com/berita.asp. (Diakses Selasa, 30 Juni 2009). GWM diatur dalam PBI No. 10/ 19/ PBI/ 2008 tanggal 14 Oktober 2008, ketentuan GWM Rupiah telah ditetapkan dalam pengelolaan likuiditasnya, Bank Indonesia menyempurnakan cara pemenuhan ketentuan GWM Rupiah dimaksud sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
b. Negatif / merahnya saldo giro di Bank Indonesia yang juga dikenakan denda penalty; c. Bank tidak dapat memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan nasabah kredit, yakni bank tidak dapat menyediakan dana untuk memberikan pinjaman; d. Bank terlalu banyak memlihara uang tunai yang berarti dana menganggur (idle money), yang pada akhirnya akan mengurangi rentabilitas bank. 131 3. Risiko Likuiditas Perbankan Risiko likuiditas antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo waktu. Bank perlu memenuhi kebutuhan likuiditas untuk berbagai tujuan seperti penarikan dana simpanan oleh nasabah, penyediaan dana untuk fasilitas kredit, pemenuhan reserve requirement, dan lain – lain. Masalahnya adalah bank tidak mungkin memperkirakan penyediaan likuiditas dalam waktu dan jumlah yang selalu tepat dengan kenyataan. Apabila likuiditas yang
1.
GWM Rupiah yang telah ditetapkan sebesar 7,5 persen tersebut terdiri dari GWM utama (statutory reserve) dan GWM sekunder (secondary reserve) dengan rincian : a. 5 persen berupa GWM utama (statutory reserve) berupa simpanan giro di Bank Indonesia. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Oktober 2008; b. 2,5 persen berupa GWM sekunder (secondary reserve) dalam bentuk SBI dan atau SUN dan atau simpanan giro di Bank Indonesia. 2. Masa transisi untuk pemenuhan secondary reserve ditetapkan selama 1 tahun sejak berlakunya ketentuan atau selambat – lambatnya tanggal 24 Oktober 2009; 3. Bank yang belum dapat memenuhi kewajiban secondary reserve dalam masa transisi tidak dikenakan sanksi; 4. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro (remunerasi) atas saldo simpanan giro bank di Bank Indonesia maupun atas secondary reserve. PBI No. 10/ 19/ PBI/ 2008 tanggal 14 Oktober 2008. 131 Rentabilitas bank (banking profitability) adalah kesanggupan sebuah bank untuk memperoleh laba berdasarkan investasi yang dilakukannya. Rentabilitas bank yang tinggi akan menguntungkan bank, karena : a. Dapat menarik calon investor untuk menanamkan modal atau cadangan dengan membeli saham yang diterbitkan bank. Dengan modal itu bank dapat memperbesar dayanya untuk melayani nasabah. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menyulitkan penjualan saham, atau mendorong para persero yang ada bahkan menjual kembali sahamnya sehingga karenanya kurs sahamnya sehingga karenanya kurs saham akan tertekan di bursa. b. Dapat menambah cadangan bank sehingga kredibilitas nasabah terhadap bank itu pun akan bertambah besar. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menurunkan kredibilitas nasabah terhadap manajemen bank. Oleh karena itu soliditas (mutu kepastian) manajemennya juga akan menurun. Komaruddin Sastradipoera, Manajemen Perbankan, (Bandung : Kappa-Sigma, 2001), hal 43.
Universitas Sumatera Utara
disediakan ternyata lebih besar daripada yang betul – betul diperlukan, bank rugi karena kelebihan dana tersebut merupakan dana tidak produktif yang sebenarnya dapat dikalkulasikan dalam bentuk aktiva lain yang lebih produktif. Apabila likuiditas yang disediakan ternyata kurang atau tidak mencukupi kebutuhan likuiditas yang sebenarnya, maka bank dapat berada dalam kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama dapat menempatkan bank tersebut dalam posisi sulit sehingga tergolong bank kurang sehat, kurang dipercaya nasabah, dan ada kemungkinan untuk bangkrut. 132 Ditinjau dari sudut kepada siapa kewajiban yang jatuh tempo harus dipenuhi, dapat dibedakan atas: 1. Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening bank umum yang ada di Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban menyediakan GWM. Bank wajib mengikuti ketentuan tentang GWM bank umum dalam rupiah dan valuta asing sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan Bank Indonesia; 2. Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal bank seperti pembayaran gaji dan kewajiban intern; 3. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para deposan untuk menarik dana simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit. Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban dapat dikategorikan sebagai berikut: 133
132
Y. Tri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2000),
hal 102. 133
Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP, 29 September 2003, perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, hal 36.
Universitas Sumatera Utara
1. Risiko likuiditas pasar yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar (market discruption); 2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Definisi Likuiditas bank adalah kemampuan sebuah bank untuk menyediakan alat – alat lancar guna membayar kembali titipan jatuh temponya dan memberikan pinjaman kepada nasabah yang membutuhkannya. Likuiditas bank yang baik, terjadi bilamana daya beli potensial yang ada pada aktivanya dapat diubah menjadi daya beli efektif tanpa menderita kerugian. Secara umum, syarat likuiditas untuk permodalan menentukan bahwa modal yang diperlukan harus ditarik perusahaan untuk jangka waktu yang sekurang – kurangnya sama dengan waktu modal itu dibutuhkan. 134 Konsep likuiditas dalam perbankan dapat dibedakan dalam konsep statis dan konsep dinamis : 135 1. Konsep Statis (static concept) Disebut juga konsep persediaan (stock concept) adalah konsep likuiditas yang mengganggap likuiditas sebagai kesanggupan untuk menyediakan alat – alat lancar sebagai persediaan yang senantiasa mesti ada sekarang ini. Konsep statis tidak berkaitan dengan waktu yang akan datang sehingga dengan demikian juga tidak berkaitan dengan perencanaan manajemen keuangan suatu bank. 2. Konsep Dinamis Disebut juga konsep arus (flow concept) adalah konsep likuiditas yang mengantisipasi kewajiban finansial yang akan tiba dan memproyeksikan alat – alat 134
Komaruddin Sastradipoera, Ensiklopedia Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hal
135
Ibid, hal 493.
491.
Universitas Sumatera Utara
lancar yang akan masuk, baik yang berasal dari kegiatan operasional maupun yang berasal dari kredit. Para praktisi kerapkali menganggap bahwa konsep statis menyebabkan para bankir hanya melihat posisi likuiditas bank mereka untuk hari ini, yaitu untuk melayani para nasabah yang memerlukannya saat ini juga. Sebaliknya, konsep dinamis mendorong para bankir itu melihat likuiditas bank mereka untuk waktu yang akan datang, sehingga mereka terdorong untuk menyusun rencana finansial yang membutuhkan informasi yang cermat dan proyektif. Namun, kecermatan informasi dan analisis untuk waktu yang akan datang menjadi masalah besar jika perekonomian makro yang mereka hadapi sedang mengalami ketidakpastian. 3. Konsep Kontingensi/ Situasional Konsep ini menyarankan agar perbankan dapat memadukan konsep statis dan konsep dinamis dalam format baru sehingga likuiditas bank itu dapat menyesuaikan diri pada perubahan – perubahan. Berdasarkan konsep likuiditas tersebut di atas, para ahli manajemen permodalan perbankan membagi likuiditas bank sebagai berikut : 136 a. Likuiditas Simpanan (deposit liquidity) Likuiditas bank untuk menghadapi penarikan titipan (hari ini). Likuiditas simpanan umumnya lebih peka terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Kepekaan ini disebabkan kenyataan bahwa ketaklikuidan sebuah bank dapat menyebabkan penarikan besar – besaran (bank run). Padahal unsur kepercayaan (yaitu amanat atau credere) merupakan unsur yang sangat strategis bagi setiap bank. b. Likuiditas Portepel (portofolio liquidity) Likuiditas bank yang memproyeksikan pemberian pinjaman yang akan dilakukan sebuah bank di waktu yang akan datang. Likuiditas portepel umumnya kurang peka terhadap kepercayaan masyarakat. Perlu dikemukakan bahwa rentabilitas bank tergantung, antara lain pada jumlah yang dapat dipinjamkan kepada para nasabah. Manakala sebuah bank ternyata tidak memiliki alat likuid untuk memberikan pinjaman itu, maka sudah tentu peluang
136
Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen....Op. Cit, hal 249.
Universitas Sumatera Utara
untuk memperoleh laba (di waktu yang akan datang) pun akan lenyap dengan sendirinya. Umumnya, jika perekonomian menjadi lebih baik, para bankir lebih tertarik pada likuiditas portepel. Sebaliknya, jika perekonomian menjadi lebih buruk, mereka lebih terdorong untuk mempertahankan likuiditas simpanan. Oleh karena itu, seperti halnya dengan masalah konsep likuiditas perbankan di atas, para ahli manajemen perbankan pun menyarankan likuiditas lain yaitu likuiditas kontingensi atau likuiditas situasional yang dapat menyesuaikan diri pada kemungkinan terjadinya perubahan perubahan, khususnya ekonomi makro. Ada 4 (empat) cara mengelola likuiditas, yaitu sebagai berikut : 137 a. Commercial Loan Theory b. Shiftability Theory c. Anticipated Income Theory d. Liability Management Theory Ad. a. Teori Pinjaman Komersial (Commercial Loan Theory) Menurut teori ini likuiditas bank akan terjamin selama hartanya berwujud pinjaman jangka pendek yang dapat dicairkan dalam masa transaksi perdagangan yang normal. Hendaknya pinjaman diberikan untuk jangka pendek, seperti membiayai modal kerja atau usaha dagang yang pengembaliannya dijamin. Adalah kurang tepat jika bank memberikan pinjaman untuk keperluan surat berharga, pendirian gedung atau pinjaman untuk jangka panjang. Dalam praktik, bank komersial memberikan kredit jangka pendek, tetapi tidak semata – mata untuk pinjaman perdagangan.
137
O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), hal 142.
Universitas Sumatera Utara
Ad. b. Teori Kemampuan Bergeser (Shiftability Theory) Teori ini berpendapat bahwa tingkat likuiditas dapat dipertahankan apabila bank memiliki kekayaan (asset) yang mudah dijual untuk memperoleh alat – alat likuid. Salah satu bentuk kekayaan yang mudah dijual dalam bentuk kas ialah surat – surat berharga yang marketable. Ad. c. Teori Antisipasi Pendapatan (Anticipated Income Theory) Teori ini menyatakan bahwa masalah likuiditas bank sebenarnya dapat direncanakan. Kalau sesuatu dapat direncanakan berarti masalahnya dapat dipecahkan dengan baik, tidak perlu dikhawatirkan. Likuiditas bank selalu dapat dipertahankan jika pengembalian pinjaman dari debitor dilaksanakan tepat waktu. Teori ini lebih menekankan pada kepada likuiditas yang dinamis dan luas. Dijelaskan bahwa pengembalian pinjaman ataupun deposan baru yang menitipkan uangnya membuat bank lebih likuid. Ad. d. Liability Management Theory Teori ini mengemukakan bahwa likuiditas bank dapat dijamin di pasar uang demi memenuhi kekurangan dana likuiditas. Dalam arti yang luas, pasar uang meliputi pinjaman dari bank sentral dan bank – bank umum. Teori ini menitikberatkan pada kewajiban liability dan ketiga teori sebelumnya meninjau dari segi kekayaan (asset). Menurut pengalaman setiap harinya hanya sebagian kecil dari simpanan giro ditarik oleh para nasabah. Pada hari yang sama banyak juga nasabah menyetor uangnya ke bank. Seandainya pada hari yang sama penarikan dan penyetoran uang sama jumlahnya, dengan sendirinya alat – alat likuid tidak dibutuhkan. Seringkali penarikan lebih besar daripada penyetoran sehingga persediaan alat – alat likuid dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan kelangsungan hidup usaha
Universitas Sumatera Utara
bank. Bank Indonesia diberikan wewenang menetapkan ketentuan – ketentuan untuk memelihara likuiditas dan menjaga solvabilitas sebagai berikut : 138 1. Memelihara likuiditas Sebagian besar kewajiban dari bank dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid (illiquid). Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Oleh karena itu Bank Indonesia membuat regulasi dalam upaya memelihara likuiditas. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang ditentukan dan memenuhi penarikan dana baik oleh nasabah debitur maupun deposan; 2. Menjaga solvabilitas Bank yang memiliki laba yang tinggi dapat menghindari masalah kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Pada industri perbankan, kompetisi di antara bank dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing-masing bank dan apabila tingkat profitabilitas ini begitu rendah maka bank akan rentan terhadap suatu shock yang mengancam likuiditas dan solvabilitas bank. Pada dasarnya bank memiliki laba yang tinggi untuk dapat menghindari masalah likuiditas dan solvabilitas. Hal ini disebabkan karena regulator selalu berupaya mencari jalan untuk melindungi bank dari kompetisi yang ketat dan pada saat yang sama bank berupaya untuk beroperasi secara efisien. Pada industri perbankan, kompetisi antara perbankan bagaimanapun dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing – masing bank dan apabila tingkat profitabilitas begitu rendah
138
Sheng, A., Role of the Central Bank in Banking Crisis: An Overview, (IMF Publication, 1991), hal 195. Di dalam Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian …Op. Cit, hal 43.
Universitas Sumatera Utara
maka suatu kejutan yang tidak terduga dapat terjadi pada sistem ekonomi dan finansial sehingga mengakibatkan bank akan mengalami kerugaian yang cukup berarti dan ini tentunya dapat mengancam likuiditas dan solvabilitas bank. 139
C. Bank dalam Masalah Likuiditas Industri perbankan yang sehat dan berada dalam kondisi stabil berperan mutlak dalam kegiatan atau pembangunan ekonomi dalam pengertian bahwa lembaga keuangan
tersebut
terutama
perbankan
diyakini
dapat
memenuhi
seluruh
kewajibannya tanpa dukungan atau bantuan pihak luar (eksternal). Suatu negara bisa saja memiliki sistem perbankan yang kuat, dengan perekonomian yang lemah. Tetapi, tidak pernah dalam sejarah menunjukkan bahwa suatu negara dengan sistem perbankan yang lemah menjadikan perekonomiannya kuat. 140 Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain: 141 1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank runs) sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank; 2. Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect sehingga berpotensi menimbulkan system problem; 3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit; 4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress); 139
Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan...Op. Cit, hal 17. 140 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana...Loc. Cit. 141 Anwar Nasution, Loc. Cit..
Universitas Sumatera Utara
5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter. Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 142 Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia secara teratur dan diberitahukan kepada bank secara berkala. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank telah dimulai sekitar tahun 1970 dengan menggunakan kriteria yang dikembangkan dari asas-asas usaha bank dan perkreditan yang sehat. Dalam periode ini kriteria penilaian tingkat kesehatan tidak hanya didasarkan atas kriteria tradisional yaitu: aspek likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas, namun juga telah memasukkan unsur penilaian atas kemampuan modal untuk memikul resiko yang mungkin timbul dari kegiatan usahanya. 143 Proses penyehatan dan penguatan perbankan telah mulai dirumuskan dalam PAKFEB 1991. 144 Kebijakan tersebut mengadopsi ”Prudential Banking” (Prinsip
142
Pasal 29 angka (2) Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum ..... Op.Cit., hal 49. 144 Ketentuan penilaian tingkat kesehatan berdasarkan PAKFEB 1991 tersebut untuk pertama kalinya ditetapkan dalam Paket ketentuan antara lain sebagai berikut: 1. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Penilaian Tingkat Kesehatan, yaitu masing-masing No. 23/81/KEP/DIR dan No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. 2. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank, masing-masing No. 23/67/KEP/DIR dan No. 23/11/BPPP tanggal 28 Februari 1991. 143
Universitas Sumatera Utara
kehati-hatian dalam usaha perbankan), yang digunakan sebagai ”Best Practice Guide” di dunia perbankan internasional. Beberapa ketentuan yang penting adalah syarat kecukupan modal minimum (CAR), kewajiban penyisihan cadangan risiko, pengetatan klasifikasi likuiditas kredit (kolektibilitas) dan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit). 145 Ukuran kinerja bank umum yang lebih komprehensif adalah CAMEL, yang mencakup seluruh aspek yang penting dalam evaluasi kesehatan/ kinerja bank umum, yaitu : C = Capital Adequacy (tingkat kecukupan modal), A = Assets Quality (kualitas aktiva), M = Management Quality (kualitas manajemen), E = Earnings (kemampuan menghasilkan pendapatan), L = Liquidity (tingkat likuiditas). 146 Teknik analisa CAMEL yang digunakan untuk penilaian kinerja keuangan bank mengacu pada ketentuan penilaian yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/ 2/ UUPPB/tgl30/4/1997 jo.SE No.30/ UUPPB/ tgl 19/03/1998. 147 Dalam menentukan tingkat kesehatan suatu bank, pada mulanya Bank Indonesia menilai atas dasar 3 (tiga) kelompok faktor penilaian, yaitu : 148
3.
Surat Keputusan Direksi dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan, masing-masing No. 23/68/KEP/DIR dan No. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum…Op. Cit., hal 50. 145 Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum....Op. Cit, hal 41. 146 Manurung Mandala dan Prathama Rahardja, Op. Cit, hal 157. 147 M. Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan (Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank), (Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), hal 129 – 130. 148 Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan.... Op. Cit, hal 29.
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Penambah (CAMEL Reward System) Aspek yang dinilai mencakup 5 (lima) faktor yang meliputi aspek permodalan (capital), kualitas aktiva produktif (asset liquidity), manajemen, rentabilitas (earnings) dan likuiditas sebagai faktor CAMEL. Setiap faktor yang dinilai terdiri dari beberapa komponen yang dikuantifikasikan dan diberi bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank. Penilaian terhadap faktor CAMEL tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasikan beberapa komponen penting dari masing – masing faktor yang seluruhnya berjumlah sembilan komponen dengan nilai kredit antara 0 sampai dengan 100. 2. Faktor Pengurang (Compliance/ Violation Penalty) Aspek yang meliputi penilaian atas pemenuhan (compliance) dan pelanggaran (violation) terhadap ketentuan kehati – hatian dalam pengelolaan bank (prudential banking regulation) yang terdiri atas : a. Pelanggaran ketentuan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit); b. Pelanggaran ketentuan PDN (Posisi Devisa Neto). Pelanggaran atas BMPK dan PDN akan dikenakan sebagai faktor pengurang terhadap total nilai kredit. 3. Faktor Professional Judgement Pada proses penilaian tingkat kesehatan bank penilaian secara profesional (professional judgement) berupa analisis dan pengujian tambahan atas aspek tertentu usaha bank yang belum dimasukkan dapat dilakukan untuk memperoleh tingkat kesehatan bank yang sebenarnya. Sesuai dengan hasil penilaian maka tingkat kesehatan suatu bank dapat menurun apabila ditemukan adanya : 149 a. Perselisihan internal antara pemegang saham dan pelaksana operasional perbankan dapat menimbulkan kesulitan pada bank bersangkutan; b. Campur tangan dari pihak – pihak di luar bank tersebut dalam pengelolaan bank; c. Indikasi terjadinya window dressing 150 dalam akuntansi dan laporan bank yang secara signifikan mempengaruhi keadaan keuangan sehingga mengakibatkan terjadinya kekeliruan dalam penilaian terhadap bank; 149
Ibid, hal 31. Window dressing is a strategy used by mutual fund and portfolio managers near the year or quarter end to improve the appearance of the portfolio/fund performance before presenting it to 150
Universitas Sumatera Utara
d. Ketidaksesuaian atau mismatch dalam pengelolaan likuiditas sehingga mengakibatkan penghentian dari keikutsertaan dalam kliring; e. Praktik bank dalam bank dengan melakukan usaha di luar akuntansi perbankan. Suatu bank dapat mengalami permasalahan likuiditas apabila mengalami permasalahan keuangan akibat ketidaksesuain antara arus kas masuk dengan arus kas keluar.
Apabila
permasalahan
likuiditas
tersebut
tidak
segera
ditangani,
dikhawatirkan kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut merosot dan nasabah berbondong-bondong menarik uangnya (bank runs) sehingga bank dimaksud tidak berfungsi secara normal. 151 Pengelolaan likuiditas merupakan salah satu hal yang
clients or shareholders. Performance reports and a list of the holdings in a mutual fund are usually sent to clients every quarter. To window dress, the fund manager will sell stocks with large losses and purchase high flying stocks near the end of the quarter. These securities are then reported as part of the fund's holdings. Another variation of window dressing is investing in stocks that don't meet the style of the mutual fund. For example, a precious metals fund might invest in stocks that are in a hot sector at the time, disguising the fund's holdings, so clients really have no idea what they are paying for. Window dressing may make a fund appear more attractive, but you can't hide poor performance for long. Investopedia, http://www.investopedia.com/terms/w/windowdressing.asp (Diakses Senin, 6 Juli 2009). Window dressing adalah suatu strategi yang digunakan oleh manajer dana dan portofolio sebelum akhir tahun atau perempat tahun untuk meningkatkan penampilan dari portofolio/keuangan sebelum memperkenalkannya pada klien atau shareholder. Laporan performa dan daftar dari perusahaan dalam keuangan yang sama biasanya dikirim ke klien setiap tiga bulan. Untuk melakukan window dressing, manajer keuangan akan menjual saham yang sangat merugikan dan membeli saham yang sedang naik pada saat akhir bulan ketiga. Sekuritas ini kemudian dilaporkan sebagai bagian dari dana perusahaan. Variasi lain dari window dressing adalah berinvestasi dalam stok yang tidak mempunyai jenis dana yang sama. Contohnya, logam berharga mungkin diinvestasikan dalam saham di sektor yang sedang beruntung pada saat itu, menyamarkan keuangan perusahaan, jadi klien benarbenar tidak tahu apa yang telah mereka bayarkan. Window dressing mungkin membuat keuangan kelihatan lebih menarik, tapi anda tidak dapat menyembunyikan keuangan yang buruk dalam jangka waktu yang lama. Window dressing adalah penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaaan sesungguhnya. Kamus Keuangan, http://www.perencanakeuangan.com/files/wl.html (Diakses Senin, 17 Mei 2009). Secara politis, window dressing akan membuat pemerintahan seolah-olah berhasil mencapai target-targetnya. Tempointeraktif, “Ekonom Kuatir Pemerintah Melakukan Window Dressing”, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/10/21/brk.20071021-109827.id.html, (Diakses Senin, 6 Juli 2009). 151 Bank Runs sangat rentan terhadap rumor yang dengan mudah menyebar dan makin besar yang dapat berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Suatu bank dapat kolaps apabila semua nasabah percaya terhadap rumor yang berkembang ditengah masyarakat dan kemudian semua bertindak menarik simpanannya. Bank tersebut tidak akan mampu melikuidasi
Universitas Sumatera Utara
sangat mempengaruhi indikator penentuan penurunan kesehatan suatu bank. Dalam pengelolaan likuiditas dikenal beberapa komponen/ unsur yakni Giro Wajib Minimum, Rekening Giro di Bank Indonesia, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Cadangan Kedua. 152 Ad. 1. Giro Wajib Minimum/Cadangan Wajib Pengelolaan likuiditas dalam kaitannya dengan Giro Wajib Minimum ditentukan dengan menggunakan suatu formula yang berlaku umum bagi semua bank. Perbandingan antara Total Saldo Giro Bank Indonesia Harian yang dipelihara oleh seluruh cabang pada suatu bank dengan rata – rata kewajiban kepada masyarakat atau DPK yang ada di seluruh cabang dari bank yang bersangkitan pada 2 (dua) periode sebelumnya. Bank Indonesia menentukan bahwa GWM harian minimal sebesar 5%. Menjaga agar GWM dalam batas minimal yang ditetapkan Bank Indonesia dan alat likuid/ kas tetap tersedia harus dijadikan prioritas utama dalam kegiatan bank sehari – hari. Dalam ketentuan perhitungan GWM, rata – rata DPK setiap bulannya dibagi menjadi 4 (empat) periode sebagai berikut : i) ii) iii) iv)
Periode I yaitu tanggal 1 s/d 7, Periode II yaitu tanggal 8 s/d 15, Periode III yaitu tanggal 16 s/d 23, Periode IV yaitu tanggal 24 s/d akhir bulan.
asetnya dalam waktu singkat untuk dapat memenuhi efek domino terhadap bank lain sehingga bank – bank lain kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran kepada nasabahnya (dampak sistemik). Naskah Akademik Rancangan Undang – Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), http://www.jpsk.info/publish/detail.php?module=det_naskah&id=11(Diakses Jum’at, 31 Juli 2009). 152 Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan...Op. Cit, hal 21-23.
Universitas Sumatera Utara
Ad. 2. Saldo Giro Bank pada Bank Indonesia Saldo Giro Bank pada Bank Indonesia terdiri dari saldo giro yang dicatat dalam pembukuan Bank Indonesia. Saldo giro bank ini meliputi seluruh saldo giro cabang – cabangnya di Kantor – kantor Cabang Bank Indonesia di seluruh Indonesia. Di wilayah DKI Jakarta dari berbagai cabang dari suatu bank, Bank Indonesia hanya memperkenankan dipelihara 1 (satu ) rekening giro saja, dengan demikian hasil kliring cabang – cabang tersebut akan ditampung di satu rekening tersebut. Besarnya giro Bank Indonesia yang diperlukan oleh setiap bank setiap harinya ditentukan oleh : a. b. c. d.
Besarnya penarikan tunai dalam operasional sehari – hari; Besarnya kewajiban jatuh tempo yang harus dipenuhi oleh bank; Besarnya komitmen kredit yang akan ditarik; Batas minimal 5% dari Dana Pihak Ketiga.
Ad. 3. Dana Pihak Ketiga (DPK) DPK dalam rupiah meliputi jumlah dana milik masyarakat yang ada pada seluruh cabang dari bank yang bersangkutan baik berupa Giro, Tabungan, Deposito maupun kewajiban lainnya kepada masyarakat seperti Transfer yang belum dibayarkan, dan lain – lain. DPK dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima hasil transaksi money market dengan Bank komersial lainnya, atau dari Bank Indonesia. Ad. 4. Cadangan Kedua (Secondary Reserve) Selain Cadangan Wajib dikenal pula sejenis cadangan lainnya yang biasa disebut dengan Cadangan Kedua. Sifat cadangan ini adalah tidak wajib namun demikian dengan tujuan untuk keamanan bank itu sendiri bila suatu saat jumlah Giro
Universitas Sumatera Utara
Bank Indonesia tidak memenuhi syarat minimal 5%. SBI dan SUN merupakan surat berharga bank yang dapat berfungsi sebagai cadangan kedua. Sertifikat ini diterbitkan oleh Bank Indonesia dan risikonya nihil karena pengembalian pokok dan bunganya dijamin langsung oleh Bank Indonesia. Surat Promes yang dikeluarkan oleh para debitur – lebih dikenal dengan Sertifikat Berharga Pasar Uang (SBPU) dapat dijual/ diskonto ke Bank Indonesia dalam upaya untuk menambah likuiditas, walaupun ketersediaan likuiditas sangat tergantung dari kebijakan Bank Indonesia. Surat berharga semacam ini dapat diklasifikasikan sebagai Cadangan Ketiga. Ketidaksesuaian atau mismatch dalam pengelolaan likuiditas mengakibatkan penghentian dari keikutsertaan dalam kliring. Kinerja dan kestabilan perbankan dalam praktek sehari – hari dapat dipantau dari mekanisme pelaksanaan kliring antar bank. Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronis antar bank, baik atas nama bank maupun atas nama nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan dalam waktu tertentu. 153 Dalam penyelenggaraan kliring tersebut BI sebagai pengatur, penyelenggara, pengawas ketertiban dan kelancaran kliring. Pengaturan kliring oleh BI mencakup antara lain tata kerja dan prosedur kliring, tata kerja dan prosedur penyelesaian perhitungan kliring, mekanisme kliring dengan Pasar Uang Antar Bank dan penetapan jadwal kliring. Peserta kliring terdiri atas bank yang memenuhi syarat sebagai peserta kliring baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung.
153
Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan Hadori & Rekan, Studi Hukum.... Op.
Cit, hal 52.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan perkembangan bank di Indonesia jumlah peserta kliring maupun jumlah dan nilai nominal warkat – warkat yang diperhitungkan dalam kliring dari waktu ke waktu menunujukkan peningkatan. Salah satu kewajiban penting dari bank sebagai peserta kliring adalah memelihara rekening giro pada BI sejumlah tertentu yang disebut GWM. Ada 2 (dua) tujuan dari penetapan GWM tersebut yaitu : 154 (1) Secara mikro, tersedianya dana siaga dari setiap bank agar setiap waktu dapat membayar kewajibannya; (2) Secara makro, merupakan sarana pengawasan bank dan pengendalian moneter yaitu untuk meredam ekses likuiditas yang berlebihan dari perbankan yang dapat mendorong ekspansi yang berlebihan atau spekulasi. Memperhatikan tujuan dari GWM tersebut, pada umumnya bank memelihara giro pada BI sedikit lebih besar dari GWM, dengan memperlihatkan kebiasaan penarikan dan penyetoran oleh nasabah bank serta berjaga – jaga dari hal – hal yang tidak terduga. Melalui mekanisme perhitungan kliring dapat dilakukan pemantauan terhadap kestabilan dan manajemen likuiditas bank antara lain dari indikator sebagai berikut: 155 (1) Kalah Kliring atau Menang Kliring Perhitungan kliring menghasilkan kompilasi besarnya pembayaran yang akan diterima dan besarnya tagihan yang harus dibayar oleh setiap bank peserta kliring. Bila besarnya pembayaran yang akan diterima lebih kecil dari jumlah tagihan yang harus dibayar, disebut kalah kliring. Kalah kliring belum merupakan indikator buruk sepanjang bank tersebut dapat segera mengatasinya, yaitu terdukung oleh saldo gironya pada BI atau dengan 154 155
Loc. Cit. Ibid, hal 53.
Universitas Sumatera Utara
tambahan dana baik yang diusahakan dari bank sendiri atau melalui pinjaman antar bank. Tetapi bila kalah kliring terjadi dalam frekuensi yang sering apalagi berkelanjutan, maka hal itu merupakan suatu indikasi bahwa manajemen likuiditas bank tersebut kurang baik atau sedang menghadapi kesulitan likuiditas. Bank yang kondisinya seperti di atas biasanya sulit untuk memperoleh pinjaman dari Pasar Uang Antar Bank, kalaupun dapat dengan bunga yang cukup tinggi dibanding dengan bank lainnya. Bila kekalahan kliring tersebut sampai dengan proses Penyelesaian Akhir oleh BI tidak dapat ditutup dengan dana yang cukup maka terjadilah Saldo Debet. (2) Bank yang mengalami saldo debet dalam rekening gironya pada BI sebelum proses Penyelesaian Akhir ditutup, memberikan indikasi bahwa bank tersebut sedang mengalami kesulitan likuiditas Dalam kondisi seperti tersebut, bank yang bersangkutan diwajibkan mengusahakan dana yang cukup untuk menutup saldo debet tersebut, baik melalui pinjaman antar bank (PUAB) atau sumber dana lain. Bila upaya tersebut tidak berhasil sampai dengan penutupan Perhitungan Akhir oleh BI, maka terjadilah Saldo Negatif. (3) Saldo Negatif Sesuai dengan ketentuan/ perjanjian penyertaan kliring, maka terhadap bank yang mengalami saldo negatif diwajibkan untuk dapat mengatasinya/ menutupnya sampai dengan pukul 09.00 WIB hari kerja berikutnya. Terhadap bank yang mengalami saldo negatif dan tidak dapat menutupnya dalam batas waktu yang ditetapkan, dapat dikenakan skors dari kliring. Pengenaan sanksi skorsing tersebut dilakukan dengan hati – hati oleh BI karena dapat memiliki implikasi yang luas baik terhadap nasabah bank, bank lain atau bank itu sendiri. Melalui mekanisme yang telah ditetapkan dilakukan analisis dan evaluasi terhadap besarnya saldo negatif, faktor yang menyebabkan terjadinya saldo negatif dan permasalahan yang dihadapi oleh bank, guna menentukan apakah bank tersebut segera diskors dari kliring atau terlebih dahulu diberi kesempatan untuk dilakukan upaya penyelamatan/ penyehatan. Sementara dalam proses penyelamatan/ penyehatan bank yang bersangkutan mendapat pengawasan yang intensif oleh BI. Saldo negatif yang tercatat pada bank tersebut sedang dalam proses penyelematan tersebut tergolong dalam salah satu jenis BLBI.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa strategi represif yang diterapkan untuk mengatasi krisis likuiditas dapat dijelaskan sebagai berikut : 156 1. Meminjam dari Pasar Uang Pasar Uang Antar Bank (interbank call money market) 157 merupakan sumber dana utama untuk mengatasi kekurangan likuiditas. Bank yang mengalami kekurangan likuiditas dapat meminjam dari bank lain yang kelebihan dana atau overliquid melalui instrumen yang tersedia di pasar uang. Dalam kaitannya dengan pinjaman antarbank ini, biasanya masing – masing bank mempunyai credit line dengan bank lainnya. Credit line ini disediakan berdasarkan hasil analisis tertentu dan pemanfaatannya tergantung tersedia tidaknya dana. Pada saat bank mengalami kekurangan likuiditas, bank tersebut dapat memanfaatkan credit line yang diberikan oleh bank lain sejauh dananya tersedianya dari pemberi credit line. Pinjaman yang diterima dari bank lain dapat dipakai untuk menutup kekurangan likuiditas sehingga krisis likuiditas yang nyaris terjadi dapat dihindarkan.
156
Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek – Aspek Operasi Bank Umum, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1999), hal 38 – 39. 157 Pasar Uang Antar Bank (interbank call money market) dibentuk dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan dana – dana bank misalnya : a. Bank – bank yang sangat memerlukan dana tambahan untuk menutup kekalahan kliring pada hari yang bersangkutan dan/ atau untuk memenuhi ketentuan kewajiban pemelihaaraan likuiditas. b. Bank – bank yang mempunyai kelebihan dana (idle) dapat menjadikan dana tersebut untuk earning assets dalam rangka mendapat rentabilitas yang optimal dengan cara meminjam hanya untuk waktu yang relatif pendek. Yang ikut serta dalam Pasar uang antar bank adalah Bank – bank umum dan Bank – bank pembangunan yang menjadi peserta kliring di tempat pasar uang antar bank diselenggarakan. Setiap bank diwakili oleh kantor pusat atau cabangnya yang ditetapkan oleh Direksi bank yang bersangkutan. Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal 86.
Universitas Sumatera Utara
2. Mengkonversikan Dana Valuta Asing yang dimiliki Alternatif lain yang dapat diterapkan untuk mengatasi krisis likuiditas (rupiah) ialah dengan menjual dana valas (valuta asing) yang dimiliki. Valuta asing yang ditukarkan rupiah sehingga posisi uang kas bank yang bersangkutan mengalami peningkatan. Apabila bank yang bersangkutan menjual valasnya ke Bank Indonesia, maka rekening bank yang bersangkutan menjual valasnya ke Bank Indonesia, maka rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia akan di kredit. Pengkreditan rekening bank yang dimaksud dapat dipakai untuk menutup kekurangan likuiditas yang nyaris terjadi. 3. Meminjam Valuta Asing dari Pasar Uang Internasional Dalam kondisi tertentu seperti langkanya dana rupiah akibat kebijakan uang ketat misalnya bank dalam negeri dapat mengalami kesulitan untuk meminjam dana dari bank lain. Apabila hal ini terjadi, bank yang bersangkutan dapat mempertimbangkan untuk meminjam di pasar uang internasional. Hasil pinjaman valas ini kemudian dijual ke Bank Indonesia untuk ditukarkan menjadi rupiah. Dengan cara ini uang kas rupiah bank yang bersangkutan meningkat sehingga dapat dipakai untuk menutup krisis likuiditas yang semula akan menimpa bank tersebut. 4. Memanfaatkan Fasilitas Diskonto (Discount Facility) Pemberian fasilitas ini diberikan berkaitan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Fasilitas ini diberikan agar kepercayaan masyarakat terhadap bank secara umum dapat terjaga. Namun apabila bank sering menggunakan fasilitas ini dapat memberikan kesan yang kurang baik bagi kapabilitas manajemen
Universitas Sumatera Utara
bank. Dengan fasilitas diskonto ini bank sentral dapat mempengaruhi permintaan pinjaman dari bank melalui pengaturan terhadap tinggi atau rendahnya tingkat diskonto yang diberikan kepada bank peminjam. Fasilitas diskonto ini disebut juga Fasdis. Fasdis adalah penyediaan dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promes yang diterbitkan bank atas dasar diskonto. Fasdis dapat dibagi menjadi dua, yakni Fasdis I dan Fasdis II. Fasdis I disediakan dalam rangka memperlancar pengaturan dana bank sehari – hari. Fasdis II diberikan untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan karena rencana pengerahan dana tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka menengah atau jangka panjang oleh nasabah (mismatch). Bank Indonesia saat ini tidak lagi menggunakan instrumen pengendalian moneter jenis ini, sebagai gantinya dikeluarkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), yaitu fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 158 Bank dapat memperoleh FPJP dengan memenuhi persyaratan, sebagai berikut: 159 a. Mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek yang menyebabkan bank tidak memenuhi kewajiban GWM Rupiah; b. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) positif;
158
Dahlan Siamat, Op. Cit, hal 88. Frequently Asked Questions (FAQs), Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/39/DPM Tanggal 14 November 2008 Perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum. 159
Universitas Sumatera Utara
c. Memiliki agunan yang berkualitas tinggi dan sesuai persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia dan Perpu No. 2 Tahun 2008, yaitu Surat Berharga yang terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan Obligasi Korporasi; d. Bank mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB pada setiap hari kerja yang dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung yang telah ditetapkan Bank Indonesia; e. Jangka waktu FPJP paling lama 14 (empat belas) hari kalender dan dapat diperpanjang secara berturut – turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender; f. FPJP diberikan paling banyak sebesar plafon FPJP berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan bank memenuhi GWM berdasarkan perkiraan arus kas 14 hari ke depan; g. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan bank untuk memenuhi kewajiban GWM selama jangka waktu FPJP sepanjang plafon mencukupi; h. Biaya bunga atas FPJP yang digunakan bank dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar BI-Rate 100 (seratus) basis poin. Jumlah FPJP yang dikenakan FPJP adalah sebesar realisasi FPJP harian. Pembebanan FPJP dilakukan pada saat FPJP jatuh waktu; i. Dalam hal terjadi default, yang dilakukan bank pada saat FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia akan mengeksekusi agunan FPJP dan hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. Bank Century menjadi bank pertama menerima akses FPJP. Tingginya intensitas rumor negatif yang beredar di masyarakat, akhirnya mempertegas kondisi perbankan Indonesia yang sedang mengalami ketatnya likuiditas antar bank. Gagal kliring akibat kesulitan likuiditas yang dialami bank Century, yang merupakan hasil merger dari Bank CIC, Bank Danpac, dan Bank Pikko, pada 13 November 2008 menjadi bukti nyata dampak rumor telah meresahkan sektor perbankan. 160 Dengan sigap BI mengumumkan bahwa bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) setelah sebelumnya membawa membawa permasalahan tersebut ke 160
Okezone, “Jalan Berliku Perbankan Indonesia di 2008-2009”, http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/12/23/277/176453/jalan-berliku-perbankanindonesia-di-2008-2009, (Diakses Rabu, 24 Desember 2008).
Universitas Sumatera Utara
rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). KSSK selanjutnya memutuskan bank Century bersifat sistemik sehingga harus diberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Jika tidak dapat melunasi FPJP dalam jangka waktu yang ditetapkan, bank bersangkutan dinyatakan sebagai bank gagal. Dan karena itu selanjutnya KSSK menyerahkan penanganan bank century pada LPS. 161 Setelah Bank Century, terjadi kasus Bank IFI. Walau sama-sama dirawat oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), tapi penyakitnya jauh berbeda. Pemerintah melalui LPS mengambil alih Bank Century akibat penurunan rasio kecukupan modal (CAR). Pengambilalihan bank beraset Rp 15 triliun itu dilakukan demi melindungi kepentingan nasabah dan seluruh sistem perbankan nasional. Keputusan mengambil alih Bank Century merupakan kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 162 Bank Indonesia melikuidasi Bank IFI karena dinilai gagal memenuhi ketentuan kesehatan perbankan yang disyaratkan. Mulai dari kesehatan aset cair hingga rasio kredit macet yang masuk kategori sangat tinggi di atas 5 persen. Akibatnya seluruh pegawai dipecat. Bank IFI kini diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memverifikasi rekening nasabah dan mengumumkan siapa
161
Kompas. Com, ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi, (Diakses Sabtu, 22 November 2008). 162 Okezone, “LPS: Kasus Bank IFI Beda Dengan Bank Century”, http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/04/17/277/211483/lps-kasus-bank-ifi-bedadengan-bank-century (Diakses Senin, 6 Juli 2009).
Universitas Sumatera Utara
yang layak dibayar dalam 90 hari. LPS juga membubarkan badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menonaktifkan seluruh direksi serta komisaris. 163 Gubernur Bank Indonesia, Boediono, mengatakan bahwa dengan gejala global yang masih berlanjut, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga likuiditas di perbankan baik dalam bentuk valas maupun rupiah. Hal tersebut merupakan bagian dari langkah integral dengan pemerintah juga sebagai respons atas perkembangan ekonomi global yang terjadi. Bank Indonesia mengeluarkan 5 (lima) aturan pelonggaran likuiditas dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas perbankan baik dalam valas maupun rupiah, yakni: 164 1. Perpanjangan tenor foreign exchange swap 165 dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valuta dalam dolar AS yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukup bagi bank atau pelaku pasar sebelum benar-benar melakukan penyesuaian komposisi portofolionya. 2. Penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan berlaku 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk meningkatkan kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing, perusahaan domestik yang memiliki underlying transactions 166 . 163
Liputan6. Com, “Bank IFI di likuidasi”, http://www.liputan6.com/news/?id=176193&c_id=4. (Diakses, Senin 6 Juli 2009). 164 Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter (Diakses Jum’at, 17 Juli 2009). 165 Foreign Exchange Swap atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut "kaki" dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manajemen risiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya (absolut). Istilah swap ini sebenarnya berasal dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai suatu instrumen lindung nilai atau risiko tertentu misalnya risiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu juga digunakan sebagai instrumen spekulasi. Wikipedia Indonesia, “Foreign Exchange Swap”, http://id.wikipedia.org/wiki/Tukar_menukar (Diakses Jum’at, 17 Juli 2009). 166 Underlying transactions is contract or deal between account party and beneficiary of a Letter of Credit (L/C). Business Dictionary.com, http://www.businessdictionary.com/definition/underlying-transaction.html. (Diakses Jum’at, 17 Juli
Universitas Sumatera Utara
3. Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta dolar AS yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya. 4. Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar AS karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing. 5. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari DPK agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai. 167
D. Prinsip Kehati – hatian Bank (Prudential Banking Regulation) Prinsip kehati – hatian bank adalah salah satu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati – hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 168 Istilah “Prudent” yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan 169 bank dan
2009). Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C. 167 Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter (Diakses Rabu, 22 Juli 2009) 168 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal 161. 169 Pentingnya fungsi pengawasan perbankan telah mendorong kesadaran para Gubernur Bank Sentral negara – negara Group of Ten yang tergabung dalam The Basel Committee untuk merumuskan prinsip – prinsip pengawasan bank yang disebut dengan The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. The Basel Committee mengemukakan konsep dasar yang digunakan dalam mengembangkan The Basel Core Principles, yaitu : a. Tujuan pokok dari pengawasan bank adalah menjaga kestabilan dan kepercayaan sistem finansial sedemikian rupa, sehingga mengurangi risiko kerugian bagi deposan dan kreditur lainnya; b. Pengawasan bank harus mendorong dan menumbuhkan disiplin pasar dengan mendorong penerapan “Good Governance” (melalui struktur organisasi yang memadai dan perangkat tanggung jawab bagi Direksi, Komisaris dan Pejabat Senior Bank) serta meningkatkan transparansi dan pengawasan pasar; c. Agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, pengawasan bank harus memiliki independensi operasional, perangkat dan wewenang untuk mengumpulkan informasi, baik secara on site maupun off site, serta menerapkan hal – hal yang telah diputuskannya;
Universitas Sumatera Utara
manajemen bank mulai dikenal pada belahan kedua tahun 1980-an. Kata ”Prudent” itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti ”bijaksana”. Namun, dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati – hatian. Oleh karena itu, di Indonesia muncul istilah “pengawasan bank berdasarkan kehati – hatian” atau “manajemen bank berdasarkan kehati – hatian.” 170 Prudent yang berarti bijaksana atau asas kehati – hatian itu bukanlah istilah baru, namun mengandung konsepsi baru dalam menyikapi secara lebih tegas dan efektif atas berbagai risiko yang melekat pada usaha bank. Prudent merupakan konsep yang memiliki unsur sikap, prinsip, standar kebijakan dan teknik dalam d.
Pengawasan bank harus memahami sifat bisnis yang dilakukan bank dan memastikan bahwa kemungkinan risiko yang terjadi pada bank telah dikelola dengan memadai; e. Pengawasan bank yang efektif mensyaratkan adanya kemampuan untuk menilai profil risiko bank secara individual dan melakukan alokasi pengawasan bank sesuai dengan tuntutan tersebut. f. Pengawasan bank harus memastikan bahwa bank memiliki sumber daya yang memadai untuk melakukan manajemen risiko, termasuk kecukupan modal, manajemen yang sehat dan sistem control yang efektif serta data akuntansi; g. Kerja sama yang erat dengan unsur pengawasan bank lainnya sungguh essensial, terutama bila operasi bank yang diawasinya mencakup lintas Negara. Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah...Op. Cit, hal 74. Tujuan inti dari pengawasan bank adalah melindungi kepentingan masyarakat penyimpan (deposan dan kreditur) yang mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran kembali dan manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis dan cara pembayaran yang telah dijanjikan. Selain itu, tujuan pengawasan untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan…Op. Cit, hal 220. Pelaksana fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) biasanya dilakukan oleh bank sentral negara yang bersangkutan. Fungsi pokok bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter, kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran serta kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem perbankan yang sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan erat antara efektivitas pelaksanaan kebijaksanaan moneter dengan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank. Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal 7. Adapun prinsip dan metode yang digunakan dalam pengawasan bank meliputi 6 jalur, yaitu : 1. Pengaturan/ regulasi; 2. Pengawasan tidak langsung/ Off – site supervision; 3. Pengawasan Langsung/ On – site supervision; 4. Kontak dan komunikasi teratur dengan bank; 5. Tindak remedial dan/ atau penerapan sanksi; 6. Kerjasama dengan otoritas pengawasan bank negara lain. Ibid, hal 8. 170 Permadi Gandapradja, Op. Cit, hal 20.
Universitas Sumatera Utara
manajemen risiko bank yang sedemikian rupa, sehingga dapat menghindari akibat sekecil apapun, yang dapat membahayakan atau merugikan stakeholders, terutama para depositor dan kreditur. Tujuan yang lebih luas adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Prinsip kehati – hatian juga diatur secara eksplisit dalam Pasal 2, Pasal 29 angka (2) dan (3) Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 2 menegaskan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip – prinsip kehati – hatian. Lebih lanjut penjelasan umum undang – undang tersebut menguraikan bahwa prinsip kehati – hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu dikesampingkan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana termasuk di dalamnya peningkatan peran analisis mengenai dampak lingkungan bagi perusahaan berskala besar dan atau berisiko tinggi. 171 Pengertian prinsip kehati – hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang – undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Prinsip kehati – hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati – hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang – undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. 172
171
Arie, Kredit Wewenang Pimpinan Cabang dan Kredit Usaha Kecil, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 6. 172 Mangasa Manurung, Op. Cit, hal 59.
Universitas Sumatera Utara
Penegasan pentingnya prinsip kehati – hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank disebutkan dalam Pasal 29 angka (2), bahwa : ”Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.” Berdasarkan ketentuan Pasal 29 angka (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip tersebut. Artinya, segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dengan menerapkan prinsip kehati – hatian, tingkat kesehatan bank akan terjaga. Hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas bank yang ditandai dengan adanya dana murah yang dapat disalurkan melalui kredit yang sehat dan diharapkan membuat kinerja operasional bank menjadi sehat.173 Pasal 29 angka (2) tersebut sejalan dengan Pasal 25 Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa : ”Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, BI berwenang menetapkan ketentuan – ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati – hatian.” BI dalam menerapkan serangkaian aturan yang biasa disebut ketentuan kehati – hatian tersebut mencakup banyak aspek, antara lain aturan mengenai Modal Inti 173
Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal 111.
Universitas Sumatera Utara
Bank Umum, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Kualitas Aktiva, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Giro Wajib Minimum, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Transparansi Kondisi Keuangan Bank. 174 Hal tersebut menjadi begitu penting untuk diatur oleh BI, karena pengaturan industri perbankan harus dapat menjawab dua masalah fundamental, yaitu luas dan dalamnya materi yang akan diatur dan bentuk pengaturan yang akan ditetapkan. 175 Pasal 29 angka (3) Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, menyebutkan bahwa : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara – cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”
Ketentuan Pasal 23 angka (3) dan (2) berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29 angka (4) karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun ketentuan Pasal 29 angka (4) berbunyi untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan 174
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, (Jakarta : E Publishing Company, 2008), hal 118. 175 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…Op. Cit, hal 15.
Universitas Sumatera Utara
memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Karena salah satu persyaratan bank yang baik adalah kemampuannya untuk menyediakan mobilitas pada modal yaitu kemampuan untuk menggerakkan kredit dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan variasi persyaratan bisnis. 176 Oleh karena itu kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.177 Pada dasarnya bankir adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati – hatian yang tinggi dalam mengelola bank. Alasannya adalah bank sebagai institusi keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank. Oleh karena itu pengurus bank diminta berhati – hati agar kredit tersebut disalurkan dengan tepat dan tidak macet.178 Prinsip kehati – hatian itu dapat dijadikan way of thinking bankir. Sebab prinsip kehati – hatian itu harus dianut secara proaktif. Namun yang menjadi masalah adalah setiap bankir memiliki way of thinking yang beragam, yang tampaknya tidak mungkin diseragamkan. Walaupun demikian, sebenarnya agar way of thinking para bankir itu
176
Ibid, hal 179. Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan…Op. Cit, hal 218. 178 Zulkarnain Sitompul, Antisipasi Krisis Perbankan Jilid Dua....Op. Cit, hal 52. 177
Universitas Sumatera Utara
selalu mengacu kepada prinsip keberhatian, dapat pula ”dipolakan” melalui ”pemahaman” perilaku bisnis perbankan secara tepat dan benar. 179 Standar kehati – hatian ditetapkan sebagai ”the degree of care to which the bank directors were bound is that which ordinarily prudent and diligent persons would exercise under similar circumstances.” Berdasarkan standar ini pengurus bank wajib menjaga kondisi bank dan melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang diperlukan. Untuk itu, pengurus harus menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap bank. 180 Peran pengawasan bank adalah memastikan apakah bank memiliki kebijakan, prosedur, dan pedoman penilaian kredit, serta menguji konsistensi pelaksanaannya. Kesulitannya adalah belum adanya standar umum untuk mengukur risiko dari kebijakan tersebut. 181 Prudential Banking Regulation dan Prudential Banking Supervision merupakan pendekatan dan konsep tentang cara mengatasi kelemahan yang digambarkan di atas. Dengan memperhatikan unsur – unsurnya, Prudential Regulation dan Prudential Supervision itu memiliki karakter sebagai berikut : 182 a. Bertitik – tolak dari sikap waspada dan hati – hati. Sebab, banyak dan beragam risiko yang melekat usaha bank itu. Berbagai risiko tersebut harus dikenali dengan cermat, seperti karakter dan akibatnya, sumber penyebab dan faktor kunci pencegahannya. 179
Yang namanya kehati – hatian itu tidak lain merupakan way of thinking pihak manajemen dalam usaha meminimalkan trade off antara risk dan service. Sebagai alat kontrol, prinsip kehati – hatian itu harus tercermin pada sikap dan perilaku manajemen maupun bankirnya. Mangasa Manurung, Op. Cit, hal 33. 180 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…Op. Cit, hal 181 Permadi Gandapradja, Op. Cit, hal 23 – 24. 182 Ibid, hal 25.
Universitas Sumatera Utara
b. Menggunakan pendekatan yang proaktif dan antisipatif. Cara ini seperti pepatah yang mengatakan ”sedia payung sebelum hujan” atau falsafah kedokteran ”lebih baik mencegah daripada mengobati.” c. Menggunakan prinsip bahwa baik buruknya bank merupakan tanggung jawab manajemen bank. Oleh karena itu, manajemen bank yang kompeten dan tinggi integritasnya itu merupakan kunci sukses dalam mewujudkan bank yang sehat dan sistem perbankan yang sehat. d. Dari segi kinerja operasional, pengawasan bank memberikan bobot yang besar terhadap kecukupan modal bank dalam memikul risiko kerugian yang mungkin timbul. Dengan demikian, tidak hanya mengutamakan aspek likuiditas, melainkan juga aspek solvabilitasnya. Bila aspek solvabilitas terpenuhi maka aspek lainnya seperti likuiditas dan profitabilitas relatif terkendali (manageable). e. Dari segi informasi tentang kondisi, kinerja, dan disiplin pasar, bank wajib memberikan informasi yang lengkap, akurat, tepat waktu, dan layak dipercaya (reriable) kepada pengawasan bank dan publik umumnya. Tanpa mengabaikan ketentuan tentang rahasia bank, asas transparansi dan ”public disclosure” merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank dan menjadi sorotan penilaian pengawasan bank. f. Dari segi pembatasan risiko, pengawasan bank memberi perhatian besar terhadap konsentrasi pemberian kredit kepada debitur perorangan, grup debitur, dan kredit kepada pihak terkait dengan menetapkan batas maksimal pemberian kredit. g. Dari segi etika bisnis, pengawasan bank berusaha mencegah agar bank tidak digunakan secara sadar atau tidak sadar sebagai sarana bertransaksi dari hasil kegiatan kejahatan. h. Dari segi tanggung jawab, dianut prinsip bahwa tidak seharusnya pengawasan bank memberikan jaminan bahwa bank tidak ada yang gagal. Sukses atau gagalnya suatu bank merupakan tanggung jawab penuh dari manajemen bank. Pengawasan bank bertanggung jawab atas kesehatan dan kestabilan sistem perbankan dan harus berupaya secara optimal dan tepat waktu untuk mencegah agar bank bermasalah tidak berada dalam sistem perbankan. i. Pengawasan bank harus dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak bank tersebut mengajukan permohonan untuk mendirikan bank, agar dapat dipastikan bahwa hanya bank yang dikelola secara profesional dan viable secara finansial yang masuk dalam sistem perbankan.
Dengan konsep seperti itu, otoritas pengawasan bank berupaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian risiko atas kegiatan yang dilakukan bank dan menjaga keamanan serta kestabilan sistem perbankan. Untuk itu, otoritas pengawasan
Universitas Sumatera Utara
bank memerlukan landasan yang kuat yang berbentuk undang – undang, agar Prudential Regulation dapat diterapkan. 183 Sasaran dari Prudential Regulation adalah, menetapkan kebijakan bahwa hanya bank yang viable secara finansiallah yang diizinkan untuk beroperasi, mengendalikan pemilik dan manajemen bank agar tidak mengambil risiko yang berlebihan, menetapkan ketentuan dan pedoman bagi pelaksanaan akuntansi yang memadai, penilaian aset yang realistis, dan menetapkan dasar kewenangan pihak pengawasan bank dalam melakukan tindanakan korektif dan dalam membatasi aktifitas bank yang lemah atau tidak sehat. Mengutip komentar Hakim Agung Shientag dalam Litwin v. Allen, bahwa standar kehati – hatian yang lebih tinggi dipersyaratkan kepada pengurus bank dibandingkan dengan pengurus perusahaan lain. 184 Oleh karena itu, pengurus bank harus menjalankan bank secara efisien atau menghadapi risiko kebangkrutan. 185 Karena pengalaman menunjukkan dalam setiap kasus kebangkrutan bank, justru pemilik dan penguruslah yang punya andil besar dalam menghancurkan bank tersebut. 186
183
Ibid, hal 28. Litwin v. Allen, Supreme Court of New York, 1940, 25 N.Y.S.2d 667. Di dalam Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana….Op. Cit, hal 42. 185 Ibid, hal 275. 186 Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 179. 184
Universitas Sumatera Utara