BAB II BAHAN RUJUKAN
2.1
Pajak
2.1.1
Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan
oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam negara harus berurusan dengan pajak. Dengan demikian, masalah pajak menjadi masalah seluruh rakyat dalam negara tersebut, sehingga setiap anggota masyarakat dalam suatu negara perlu mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan pajak, baik menge nai azasazasnya, jenis-jenisnya atau macam- macam pajak yang berlaku di negaranya, tata cara perhitungan pajak, tata cara pembayaran pajak serta hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Para ahli memberikan batasan tentang pengertian pajak, diantaranya pengertian pajak yang definisinya lebih memfokuskan pada fungsi anggaran (Budgeteir) dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur (Regulerend). Tetapi dalam berbagai pengertian dan definisi yang berbeda definisi tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama. Untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan definisi mengenai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli di bidang perpajakan tersebut, adalah sebagai berikut : Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Waluyo (2006:4) menyatakan : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara be rdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (Kontraprestasi) yang langsung dapat digunakan dan ditunjukkan untuk me mbayar pengeluaran umum.”
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh P.J. A. Adriani dalam Waluyo (2006:3) sebagai berikut: “Pajak adalah merupakan iuran kepada kas Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib me mbayarnya me nurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk me mbiayai peraturanperaturan umum, berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan Pemerintah.” Pengertian pajak menurut Soeparman Soe mahamidjaja dalam Erly Suandi (2005:11) menyatakan : “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dapat dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum,” Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak, adalah : a) Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b) Pajak dipungut berdasarkan undang- undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. c) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk adanya kompensasi individual oleh pemerintah. d) Digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara yakni pengeluaran-
pengeluaran pemerintah, yang bermanfaat bagi masyarakat luas. e) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu regulerend (mengatur) berfungsi sebagai sumber keuangan negara (Budgetair) f) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bersifat bagi masyarakat luas.
2.1.2
Dasar Hukum Pe mungutan Pajak Dasar hukum pemungutan pajak diatur berdasarkan pada Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. Dasar hukum pajak berdasarkan Undang- undang RI terdiri dari : 1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007. 2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. 3. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994. 4. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 24 Tahun 2000. 5. UU No. 18 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPn BM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000. 6. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000. 7. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2000. 8. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 20 Tahun 2000. 9. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 20 Tahun 1999. 10. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
2.1.3
Fungsi Pajak Menurut Mardias mo (2006:1), sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pemb iayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh : Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras, Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif, dan Tarif pajak untuk ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 2.1.4
Pembagian Jenis Pajak Menurut Waluyo (2006:13) pajak dapat dikelompokan ke dalam beberapa
jenis, yaitu : 1. Menurut Golongannya a) Pajak Langsung Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Menurut Sifatnya a) Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam pemerhatian keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Objektif Yaitu pajak yang berpangkal pada objek, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pelunasa n Atas Barang Mewah (PPn dan PPnBM) 3. Menurut Pemungut dan Pengelolanya a) Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b) Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Pajak Restoran 2.1.5
Sistem & Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardias mo (2006:7) dijelaskan mengenai tata cara pemungutan
pajak, yang dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel: a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak
yang didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Asas Pemungutan Pajak a) Asas Domisili (tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b) Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu sistem. 3. Sistem Pe mungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7) dijelaskan mengenai sistem pemungutan pajak, yang dibagi menjadi 3 (Tiga) yaitu : a) Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya : 1. Wewenang yang menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, 2. Wajib pajak bersifat pasif, dan 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. b) Self Assessment System Adalah suatu
ariff pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri. 2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c) With Holding System Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Cirinya adalah : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ke 3, pihak selain itu fiskus dan wajib pajak. 2.2
Pajak Daerah
2.2.1
Pengertian Pajak Daerah Menurut UU No. 18 Tahun 1997 yang telah diubah dengan UU No. 34 Tahun
2000 pasal (1) angka 6, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dikeluarkan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang dapat dipaksakan dan digunakan untuk membiayai penyelenggaran Pemerintah Daerah.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah memiliki unsur sebagai berikut : 1) Iuran wajib masyarakat kepada daerah 2) Berdasarkan Undang-Undang 3) Dapat dipaksakan 4) Tidak mendapat jasa timbal yang seimbang, dan pengembangan Pemerintah Daerah. 2.2.2
Jenis Pajak Daerah Menurut pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2000
menegaskan bahwa pajak daerah terdiri dari : 1) Jenis Pajak Daerah Tingkat 1 (Propinsi) terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air (PKB), b. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air (PBBNKB), c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dan d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2) Jenis Pajak Daerah Pemerintah Kota Bandung/Kabupaten terdiri dari : a. Pajak Hotel dan restoran, b. Pajak Hiburan, c. Pajak Reklame, d. Pajak Penerangan Jalan, e. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, f.
Pajak Parkir, dan
g. Pajak Sewa/menyewa/Kontrak Rumah dan/atau Bangunan. Ruang lingkup pajak daerah hanya terbatas pada objek pajak yang belum dikenakan oleh negara (Pusat). Disamping itu ada ketentuan bahwa pajak dari daerah
yang lebih tinggi tingkatnya. Tarif pajak daerah ditentukan berdasarkan peraturan daerah masing- masing
2.3
Pajak Hiburan
2.3.1
Pengertian Pajak Hiburan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 tentang perubahan
pertama Peraturan Daerah Kota Bandung No 19 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan. Pengertian pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Objeknya adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk fasilitas berolahraga. 2.3.2
Subjek dan Objek Pajak Hiburan Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi dan atau badan hukum yang
menonton dan/atau menikmati. Sementara wajib pajaknya adalah orang pribadi dan atau badan hukum yang menyelenggarakan hiburan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Pasal 2 objek pajak hiburan, yaitu : 1) Semua pembayaran atas penyelenggaraan hiburan dan/atau pelayanan yang disediakan termasuk penjualan makanan dan minuman. 2) Penyelenggaraan hiburan beserta setiap pelayanan yang disediakan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 Ayat (1) terdiri dari : a. Jenis Penyelenggaraan Hiburan 1. Pertunjukan Film; 2. Pertunjukan Kesenian dan sejenisnya; 3. Diskotik; 4. Karaoke, Pub; 5. Klab Malam;
6. Sirkus/Akrobat/Sulap; 7. Permainan Billyard; 8. Permainan Bowling; 9. Permainan Mesin Ketangkasan; 10. Panti Pijat; 11. Pusat Kebugaran; 12. Pertandingan Olah Raga; 13. Tempat Rekreasi; 14. Kolam Renang; 15. Gedung Kesenian; b. Jenis Pelayanan lainnya antara lain : 1. Jasa Pemandu Lagu; 2. Dan lain sejenisnya yang bersifat Insidentil, antara lain seperti Showbiz; c. Penjualan makanan dan minuman. 2.3.3
Dasar Penyelenggaraan dan Tarif Pajak Hiburan Dasar pengenaan pajak menurut Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000
Pasal 4 adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan menikmati hiburan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2000 Pasal 5, besarnya tariff pajak untuk setiap jenis hiburan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Daftar Tarif Pajak Hiburan JENIS HIBURAN
PERSENTASE
a. Pertunjukan Film di Bioskop ditetapkan Golongan A.II
10%
b. Pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional, pameran seni, pameran busana, kontes
10%
kecantikan
30%
c. Diskotik, Bar
30%
d. Karaoke, Pub
30%
e. Klub Malam
10%
f.
10%
Sirkus/Akrobat/Sulap
g. Permainan Billyard
15%
h. Pertandingan Bowling
10%
i.
Permainan Mesin Ketangkasan
25%
j.
Panti Pijat
10%
k. Pusat Kebugaran l.
Pertandingan Olah Raga
12.5% 10%
m. Tempat Rekreasi
10%
n. Kolam Renang
10%
o. Gedung Kesenian Sumber : Pe raturan Daerah No. 11 Tahun 2000 2.3.4
Tata Cara Pe mungutan Pajak Hiburan Tata cara pemungutan pajak hiburan berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA)
Kota Bandung No. 11 Tahun 2000 Pasal 2 dan 3 adalah sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan penetapan jabatan atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan atau diborongkan. 2. Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat (SKPD) adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak terutang. atau dokumen lain yang dipersamakan.
3. Wajib pajak
memenuhi kewajiban pajak
yang dibayar sendiri dengan
menggunakan : a. Surat Pemeritahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat (SPTPD) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitunga n dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan. b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat (SKPDKB) adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaranb pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat (SKPDKBT) adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atau jumlah pajak terutang. 4. Terhadap wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 & 3 dapat diterbitkan Surat tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat (STPD) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan penyetoran pajak. 2.3.5
Pelaporan dan Penyetoran Pajak Hiburan Menurut Early (2005:115), setiap wajib pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas wajib mendaftar, melaporkan dan menyetor usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, untuk dikenakan pajak berdasarkan Undang- undang. Wajib pajak melakukan pelaporan dan penyetoran pajak secara Self Assesment, yang diawali dengan pendaftaran ke Kantor Dinas Pendapatan Kota Bandung dengan mengisi formulir pendaftaran wajib pajak guna mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat (NPWPD).
Setelah melakukan pendaftaran, wajib pajak melakukan pelaporan dan perhitungan dengan menggunakan formulir SPTPD secara lengkap, jelas dan benar. Wajib pajak melakukan penyetoran pajak dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) yaitu surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah. Adapun Pelaporan dan Penyetoran Pajak Hiburan menurut Perda No. 11 Tahun 2000 Pasal 12 pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan waktu yang ditentukan. Selambat- lambatnya 10 (Sepuluh) hari setelah berakhirnya masa pajak. Berdasarkan SPTPD dan SSPD yang dibuat oleh wajib pajak, petugas pajak melakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan pemeriksaan, petugas pajak melakukan penetapan apakah pajak yang sudah disetorkan wajib pajak benar atau tidak. Apabila wajib pajak tidak melakukan kewajibannya untuk melunasi pajak yang terutang setelah waktu jatuh tempo penyetoran, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan. Jika ternyata terdapat kekurangan atau kesalahan atas penyetoran pajak, yang mengakibatkan penolakan oleh kantor pajak, maka kantor pajak menerbitkan SKPD yang terdiri dari SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan ketentuan SKPD yang diterbitkan tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 harus dibayar paling lambat tanggal 22 bulan berjalan, dan jika SKPD diterbitkan tanggal 16 sampai dengan akhir bulan maka wajib pajak harus membayar pajak yang terutang paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya. Penyetorannya dilakukan dengan menggunakan SSPD yang disertakan dengan SKPD. Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat- lambatnya 1 x 24 jam. Jika sampai batas waktu yang ditentukan wajib pajak belum melunasi kewajiban pajak kurang bayar, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi administra si berupa denda sebesar 2% per bulan.