6
BAB II BAHAN RUJUKAN
2.1
Auditing Auditing merupakan suatu proses pemeriksaan untuk membandingkan antara
fakta yang ada dengan yang seharusnya terjadi. Unsur auditing yaitu kondisi dan kriteria. Kondisi merupakan fakta yang terjadi pada objek yang diaudit, sedangkan kriteria merupakan hal yang seharusnya dikerjakan atau merupakan bahan pembanding untuk mengetahui apakah suatu kondisi berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan ataukah terjadi suatu penyimpangan.
2.1.2
Jenis –Jenis Audit Menurut Alvin A.Arens, Randal J.Elder, dan Mark S. Beasley (2005:3),
ada tiga jenis audit, yaitu : 1. Audit Operasional (Operational Audits) 2. Audit Ketaatan (Compliance Audits) 3. Audit Keuangan (Financial Audits) Audit operasional (operational audits) adalah penelaahan terhadap prosedur dan metode operasi perusahaan dengan tujuan untuk menilai efisensi dan efektivitasnya. Pada akhir pemeriksaan ini akan diajukan saran dan rekomendasi kepada pimpinan atau manajemen perusahaan dari pihak perusahaan untuk memperbaiki jalannya operasional dalam perusahaan tersebut. Tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada
7
masalah akuntansi atau keuangan saja, melainkan dapat juga merupakan evaluasi sumber daya perusahaan, fungsi pemasaran perusahaan, dan bidang lain yang menjadi keahlian pemeriksa. Audit Keataatan (compliance audits) adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah perusahaan yang telah diperiksa telah menaati prosedur dan peraturan tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Audit keuangan (financial audits) adalah pemeriksaan yang dilakukan atas laporan keuangan perusahaan secara keseluruhan apakah sudah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Biasanya kriteria yang digunakan adalah standar akuntansi keuangan (SAK). Hasil pemeriksaan berupa laporan keuangan yang telah digunakan oleh kelompok yang berbeda dengan tujuan yang berbeda, sehingga akan lebih efisien jika hanya satu auditor yang melaksanakan pemeriksaan dan memberikan kesimpulan yang dapat dijadikan dasar bagi semua pengguna. Adapun jenis-jenis audit menurut Sukrisno Agoes (2004:10) ditinjau dari segi luas pemeriksaannya audit terbagi atas: 1.
General Audit ( Pemeriksaan Umum) General audit merupakan suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dengan tujuan memberikan keseluruhan.
pendapat
tentang
kewajaran
laporan
keuangan
secara
8
2.
Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Special audit merupakan suatu pemeriksaan yang terbatas sesuai dengan permintaan auditee. Dalam hal ini auditor tidak perlu memberikan pendapat secara keseluruhan tentang kewajaran laporan keuangan, yang diberikan hanya sebatas pada masalah tertentu yang diperiksa. Menurut Boyton, Johnson, dan Kell (2003:34) berdasarkan tujuan dilaksanakannya, audit terbagi atas tiga jenis audit yang dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
1.
Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit laporan keuangan merupakan proses pemeriksaan atas laporan keuangan suatu instansi atau organisasi untuk menilai apakah laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ukuran kesesuaian dari audit laporan keuangan yaitu kewajaran dalam penyajiannya.
2.
Audit kepatuhan (Compliance Audit) Audit kepatuhan merupakan penghimpunan dan pengevaluasian terhadap bukti-bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial atau operasi dari suatu entitas sesuai dengan kondisi, aturan, dan regulasi yang ditentukan. Dengan audit kepatuhan ini dapat diketahui juga apakah suatu prosedur, aturan, regulasi lebih tinggi ditaati/ditakuti.
9
3.
Audit operasional (Operational Audit) Audit operasional mencakup penelaahan yang sistematis atas aktivitas suatu organisasi yang dihubungkan dengan tujuan yang khusus. Secara umum, audit operasional dilakukan dengan tujuan untuk menilai efektivitas, efisiensi maupun kehematan (ekonomis) dari prosedur atau metoda suatu operasi.
2.2
Audit Operasional Audit operasional atau sering disebut dengan audit manajemen merupakan
audit operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dari setiap bagian atau seluruh operasi manajemen perusahaan. Dalam suatu perusahaan, audit operasional merupakan kegiatan yang penting, dan cara pelaksanaannya dapat mempunyai pengaruh yang besar. Diperlukan pertimbangan, perhatian yang tepat dan ketelitian dalam melakukan audit operasional. Audit operasional dimulai dengan membiasakan diri dengan pekerjaan yang sesungguhnya dan masalah-masalah yang terkait, diikuti dengan analisis dan penilaian atas pengendalian untuk menjamin bahwa pengendalian tersebut cukup untuk melindungi bisnis yang dijalankan. Hasil dari audit operasional dapat berupa saran atau rekomendasi untuk melakukan perbaikan kinerja perusahaan atau metode operasi.
10
2.2.1
Pengertian Audit Operasional Banyak definisi mengenai audit operasional, namun pada umumnya semua
definisi yang ada berkaitan dengan efektivitas, ekonomis, dan efisiensi kinerja suatu entitas. Audit operasional sering disebut dengan audit manajemen karena sebagian besar audit operasional dilakukan untuk menilai kinerja pihak manajemen dan untuk keperluan intern perusahaan termasuk pihak manajemen itu sendiri. Alvin A.Arens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasly (2005:13), definisi audit operasional adalah : “An operational audit is a review of any part of an organizations operating procedures and methods for the purpose of evaluating efficiency and effectineness. At the completions of an operational audit, management audit management normally expects recommendations for improving operations.” merupakan suatu proses yang sistematis untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan ekonomisnya suatu operasi yang dilaporkan kepada orang yang tepat serta memberikan rekomendasi untuk melakukan perbaikan. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2008:13) Audit Operasional merupakan suatu proses yang sistematis seperti dalam audit laporan keuangan, audit operasional mencakup serangkaian langkah atau prosedur yang terstruktur dan diorganisasi. Aspek ini mencakup perencanaan yang tepat, dan juga mendapatkan dan secara objektif menilai bukti yang berkaitan dengan aktivitas yang diaudit. Dengan demikian audit operasional dilakukan untuk memenuhi tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen melalui suatu rangkaian ini mencakup perencanaan yang tepat, dan juga yang terstruktur.
11
Menurut Sukrisno Agoes (2004:13) Lebih jelas lagi dikatakan bahwa audit operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh pihak manajemen, untuk mengetahui tingkat efektifitas, efisiensi, dan ekonomis. keseluruhan definisi audit operasional di atas dapat disimpulkan bahwa audit operasional merupakan suatu proses sistematik berupa serangkaian prosedur untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan ekonomis atau tidaknya kinerja dan aktivitas suatu organisasi.
2.2.2
Tujuan Audit Operasional Tujuan dari audit operasional tergantung pada entitas yang diaudit. Akan
tetapi pada dasarnya tujuan dari audit operasional adalah untuk menilai efektivitas, efisiensi dan keekonomisan kegiatan perusahaan dan menilai apakah suatu metoda, cara-cara pengelolaan, atau kinerja perusahaan sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Adapun tujuan dari audit operasional menurut Amin Widjaja Tunggal (2008 : 40) dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Audit Operasional” adalah sebagai berikut : 1. Objek
dari
audit
operasional
adalah
mengungkapkan
kekurangan
dan
ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan.
12
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien. 3. Untuk mengusulkan kepada manajemen bagaimana cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien. 4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan. 5. Untuk membantu manajemen, auditor berhubungan dengan setiap face dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan dari manajemen. 6. Membantu manajemen dalam setiap tingkat pelaksanaan yang efisien dan efektif dari tujuan dan tanggung jawab mereka. Pada intinya dari semua tujuan diatas audit operasional dilakukan dengan maksud untuk menilai dan menjamin bahwa kegiatan perusahaan berjalan dengan efisien, efektif dan ekonomis.
2.2.3
Manfaat Audit Operasional Disamping tujuan di atas, audit operasional juga memiliki beberapa manfaat
bagi pihak yang berkepentingan (manajemen). Hal ini dijelaskan oleh Nugroho Widjayanto (2001:28) dalam bukunya yang berjudul “Pemeriksaan Operasional Perusahaan”, sebagai berikut: “Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya audit operasional antara lain: 1. Identifikasi tujuan, kebijaksanaan, sasaran, dan prosedur organisasi yang sebelumnya tidak jelas.
13
2. Identifikasi kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat tercapainya tujuan organisasi dan menilai kegiatan manajemen. 3. Evaluasi yang independen dan objektif atas suatu kegiatan tertentu. 4. Penetapan apakah organisasi sudah mematuhi prosedur, peraturan, kebijaksanaan, serta tujuan yang telah ditetapkan. 5. Penetapan efektivitas dan efisiensi sistem pengendalian manajemen. 6. Penetapan tingkat kehandalan (reliability) dan kemanfaatan (usefulness) dari berbagai laporan manajemen. 7. Identifikasi daerah-daerah permasalahan dan mungkin juga penyebabnya. 8. Identifikasi berbagai kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan laba, mendorong pendapatan, dan mengurangi biaya atau hambatan dalam organisasi. 9. Identifikasi berbagai tindakan alternatif dalam berbagai daerah kegiatan.” Dengan
adanya
audit
operasional,
perusahaan
dapat
memprediksi
kemungkinan yang akan terjadi dan mempersiapkan solusi dari kemungkinan tersebut sedini mungkin, menggunakan sumber daya alam dan manusia secara efektif dan efisien, yang akhirnya dapat mengingkatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
14
2.2.4
Jenis –Jenis Audit Operasional Ada tiga kategori audit operasional : fungsional, organisasional dan
penugasan khusus. Dalam setiap kasus, sebagian audit tersebut cenderung mencakup evalusi pengendalian intern untuk efisiensi dan efektifitas. 1. Fungsional Fungsi merupakan suatu alat penggolonggan kegiatan suatu perusahaan, seperti fungsi penagihan atau fungsi produksi. Ada banyak cara untuk menggolongkan dan membagi lagi fungsi–fungsi yang ada. Misalnya terdapat fungsi– fungsi pengeluaran kas, penerimaan kas dan pembayaran gaji. Ada fungsi pengajian, tetapi ada pula fungsi penerimaan pegawai, perhitungan waktu dan pembayaran gaji. Seperti yang tersirat dalam namanya, audit fungsional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam suatu organisasi. Ini dapat berhubungan misalnya dengan fungsi dalam suatu divisi atau untuk perusahaan secara keseluruhan. Keunggulan audit fungsional adalah memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor. Auditor–auditor tertentu dalam staf audit intern dapat mengembangkan banyak keahlian dalam suatu bidang, seperti rekayasa produksi. Mereka dapat lebih efisien memakai seluruh waktu mereka untuk memeriksa dalam bidang itu. Kekurangan audit fungsional adalah tidak dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan. Fungsi rekayasa produksi berinteraksi dengan fungsi pabrikasi dan fungsi lainnya dalam suatu organisasi.
15
2. Organisasional Audit operasional
atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit
organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu audit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi saling berinteraksi. Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas yang ada yang sangat penting dalam audit jenis ini. 3. Penugasan khusus Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Ada banyak variasi dalam audit seperti itu. Contoh-contohnya mencakup penentuan penyebab tidak efektifnya sistem PDE, penyelidikan kemungkinan fraud dalam suatu divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang.
2.2.5
Tahap–Tahap Audit Operasional Dalam melaksanakan audit operasional diperlukan suatu kerangka kerja audit
sebagai pedoman pelaksanaan sehingga pelaksanaan audit dilakukan secara terstruktur, terorganisir dan terkendali yang akhirnya tujuan dari audit operasional tersebut tercapai. Terdapat beberapa tahapan yang harus dijalankan dalam melakukan audit operasional. Menurut Boyton, Johnson, dan Kell (2003:18) yang dialihbahasakan oleh Ichsan Setiyo Budi dan Herman Wibowo dalam bukunya,”Modern Auditing” tahapan audit operasional yang secara umum dilaksanakan adalah sebagai berikut:
16
Memilih Auditee
Merencanakan Audit
Pelaporan
Melaksanakan Audit
Tindak Lanjut
Gambar 2.1 Tahapan Audit Operasional
1. Memilih Auditee Audit operasional biasanya tergantung pada kendala anggaran. Oleh karena itu, sumber daya untuk audit operasional harus digunakan untuk pemanfaatan yang paling baik. Survei pendahuluan merupakan langkah awal untuk memilih auditee. 2. Merencanakan Audit Dalam perencanaan audit ini, seorang auditor merencanakan pekerjaan yang akan dilakukan, termasuk menetapkan standar-standar yang akan digunakan untuk menilai operasi yang akan diaudit. Perencanaan audit juga mencakup pemilihan tim audit yang memiliki kemampuan teknis yang diperlukan sehingga tujuan audit tercapai. 3. Melaksanakan Audit Dalam melaksanakan audit, auditor mencari fakta dan bukti yang berhubungan dengan masalah yang telah diidentifikasi. Pelaksanaan audit merupakan
17
tahapan audit operasional yang paling memakan waktu. Selain mengumpulkan bukti yang digunakan untuk menilai operasi yang diaudit, dalam tahap ini juga dilakukan analisis dan penentuan tindakan korektif apabila diperlukan. Pelaksanaan audit terdiri atas audit pendahuluan dan audit lanjutan. Audit pendahuluan bertujuan untuk menelaah berbagai ketentuan yang berlaku yang harus dipahami oleh seorang auditor temasuk dalam memahami latar belakang auditee, tujuan dan wewenang yang ditetapkan, berbagai pembatasan-pembatasan dan meninjau sistem pengendalian pihak manajemen yang diaudit. Audit lanjutan merupakan rangkaian untuk melakukan penilaian lebih lanjut termasuk melakukan pengembangan terhadap berbagai temuan audit. Dalam audit lanjutan ini seorang auditor menentukan saran dan rekomendasi yang akan diberikan atas solusi dari temuan audit yang nantinya akan disampaikan kepada auditee dalam bentuk laporan hasil audit. 4. Tahap Pelaporan Tahap pelaporan merupakan tahapan akhir dari pelaksanaan audit. Laporan hasil audit merupakan sarana yang menjadi acuan bagi pihak manajemen untuk mengadakan perubahan dan perbaikan. Laporan hasil audit merupakan penyampaian hasil temuan auditor atas pelaksanaan audit yang berupa informasi, kesimpulan, saran dan rekomendasi yang diberikan kepada pihak berwenang yang memerlukan informasi tersebut. Sebelum laporan hasil audit diserahkan kepada pihak yang memerlukan, terlebih dahulu dilakukan review atas laporan tersebut oleh pejabat
18
audit atau kepala internal auditor perusahaan tersebut. Laporan hasil pemeriksaan harus memuat kelayakan, ketepatan informasi, serta kejelasan dalam penyajiannya. 5. Tahap Tindak Lanjut Hasil Audit Tahap tindak lanjut hasil audit (follow-up) merupakan tahapan bagi auditor untuk menindaklanjuti tanggapan auditee terhadap laporan hasil audit.
2.2.6
Program Audit Program audit internal merupakan pedoman bagi auditor operasional dan
merupakan satu kesatuan dengan suvervisi audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Langkah-langkah audit tertentu. Langkah-langkah audit dirancang untuk (1) mengumpulkan bahan bukti audit dan (2) untuk memungkinkan auditor operasionlal mengemukakan pendapat mengenai efisiensi, keekonomisan, dan efektifitas aktivitas yang akan diperiksa. Program tersebut berisi arahan audit dan evaluasi informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan audit dalam ruang lingkup penugasan audit. Program Audit dirancang untuk menjadi pedoman bagi Auditor mengenai:
Apa yang kan dilakukan
Kapan akan dilakukan
Bagaimana melakukannya
Siapa yang akan melakukannya
Berapa lama waktu yang dibutuhkan
19
2.3.
Aktiva Tetap
2.3.1
Pengertian Aktiva Tetap Beberapa pendapat ahli dan sumber lain memberikan pengertian mengenai
aktiva tetap antara lain : Menurut Standar Akuntasi Keuangan (2007;16:6), menerangkan bahwa : “Asset tetap yang diperoleh dari hibah pemerintah tidak boleh diakui sampai diperoleh keyakinan bahwa : entitas akan memenuhi kondisi atau prasyarat hibah tersebut dan hibah akan diperoleh.” Pengertian Aktiva tetap menurut Sofyan Syafri harahap (2007:20) “Aktiva tetap adalah aktiva yang menjadi hak milik perusahaan dan dipergunakan secara terus menerus dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa perusahaan “
Fees at all (2006:504) menjelaskan tentang pengetian aktiva tetap sebagai berikut: “ fixed asset are long term or relatively permanent assets. They are tangible assets because they exist physically. They are owned and used by the business and are not offered for sale as part of normal operations”. Berdasarkan pengertian aktiva tetap yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli dan sumber lain tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa aktiva tetap memilki karekteristik, yaitu : Bisa dilihat, diraba dan dirasa (tangible) Masa manfaat lebih dari satu tahun
20
Digunakan untuk opersional perusahaan Nilainya relatif besar Sah dimilki oleh perusahaan Dicacat berdasarkan harga perolehannya
2.3.2 Jenis aktiva Tetap Sofyan Syafri Harahap (2007:23) membagi aktiva tetap berdasarkan jenis dapat dibagi sebagai berikut : 1. Tanah Tanah adalah bidang lahan terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila lahan yang didirikan banguunan diatasnya harus dipisahkan pencacatannya dari lahan itu sendiri. Khusus bangunan yang dianggap sebagai dari lahan tersebut atau yang dapat meningkatkan nilai gunanya, seperti jalan maka dapat digabungkan dalam nilai lahan. Tanah yang dikuasai untuk digunakan di masa depan harus dilaporkan sebagai investasi jangka panjang. 2. Bangunan Bangunan adalah gedung yang berdiri sendiri diatas bumi ini baik diatas lahan atau air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung itu. 3. Mesin Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan.
21
4. Kendaraan Kendaraan adalah semua jenis kendaraan seperti alat penggangkutan, truk, forklift, mobil, motor, dan lain-lain. 5. Perabot Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laoraturium, perabot listrik yang merupakan isi dari satu bangunan 6. Inventaris Adalah peralatan yang dianggap merupakan alat- alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboraturium, inventaris gudang dan lain-lain
2.3.3 Metode Penilaian Aktiva Tetap 2.3.4
Penilaian Pada Saat Perolehan Aktiva Tetap Dalam hubungannya dengan penilaian aktiva tetap, dalam standar Akuntansi
Keuangan no.16 (2007:16.2), menyatakan bahwa : “biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu asset pada saat memperoleh suatu asset pada saat perolehan atau konstruksi atau jika dapat diterapkan, jumlahnya yang didisribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain “.
22
Sedangkan harga perolehan aktiva tetap menurut fees att all (2006:398) menyatakan bahwa : “ the cost of acquring a fixed assets includes all amount spent to get it in place and ready for use”. Pencatatan nilai aktiva tetap dicatat sebesar dana yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva itu sendiri ditambah biaya-biaya lain seperti biaya komisi, biaya pengangkutan, biaya asuransi, biaya pemasangan, biaya aristek, biaya konsultan dan lain- lain sehingga aktiva itu dapat digunakan untuk kegiatan perusahaan. Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, di mana masing–masing cara perolehannya akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Berikut adalah beberapa cara perolehan aktiva : 1. Pembelian tunai 2. Perolehan dengan angsuran 3. Pembelian dengan lump sum 4. Perolehan melalui penerbitan saham 5. Perolehan dengan membangun sendiri 6. Perolehan dengan pertukaran aktiva 7. Akuntansi untuk kontribusi
2.3.5
Metode Penyusutan Disamping pengeluaran dalm masa penggunaan, penyusutan merupakan
masalah yang penting selama masa penggunaan aktiva tetap. Yang dimaksud penyusutan menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 16 (2007:16.2) adalah:
23
“ Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya “. Apabila aktiva tetap yang digunakan dihapus, maka istilah penyusutan paling sering digunakan untuk menunjukan bahwa aktiva tetap berwujud telah menurun nilainya. Penyusutan digunakan untuk menunjukan alokasi harga perolehan aktiva tetap ke periode-periode akuntansi. Beban penyusutan biasanya dicatat pada akhir tahun. Jurnal untuk mencatat terjadinya penyusutan adalah: dr. Depreciation Expense cr.
XXX
Accumulation depreciation
XXX
2.3.6 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Beban Penyusutan Fees at all (2006:509) menyebutkan tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban penyusutan yang diakui setiap periode. Ketiga faktor tersebut adalah. 1. Biaya awal Biaya awal adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan. 2. Nilai Sisa Nilai sisa (residual value) aktiva tetap pada akhir umur manfaatnya harus diestimasi pada saat aktiva tetap tersebut mulai dipakai. Jika suatu aktiva tetap
24
diperkirakan hanya memiliki sedikit nilai sisa atau bahkan tidak sama sekali, maka biaya awalnya harus dialokasikan seluruhnya sepanjang umur manfaat yang diperkirakan sebagai penyusutan. Namun jika aktiva tetap diperkirakan memiliki nilai sisa yang signifikan, maka selisih antara nilai awal dengan nilai sisa, yang dinamakan biaya yang dapat disusutkan (depreciable cost), adalah jumlah yang harus disebarkan sepanjang umur manfaat aktiva sebagai beban penyusutan. 3. Umur Manfaat yang Diperkirakan Umur manfaat yang diperkirakan (expected useful life) atas aktiva tetap juga harus diestimasi pada saat aktiva tersebut mulai digunakan. Estimasi umur manfaat yang diharapkan tersedia dari berbagai asosiasi perdagangan dan publikasipublikasi lainnya.
2.3.6.1Metode Pencatatan Penyusutan 2.3.6.2 Metode Garis Lurus Kieso at all (2006:62) menjelaskan, metode garis lurus ( straight-line method) mempertimbangkan penyusutan sebagi fungsi dari waktu, bukan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari penggunaan. Metode ini telah digunakan secara luas dalam praktek karena kemudahannya. Prosedur garis lurus secara konseptual sering sekali juga merupakan prosedur penyusutan yang paling sesuai. Dalam cara beban penyusutan tiap periode jumlahnya sama, maka penurunan kegunaannya akan konstan dari periode ke periode
25
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x (Harga Perolehan - Nilai Sisa)
2.3.6.3 Metode Jumlah Angka Tahun Kieso at all (2006:63) menjelaskan, metode jumlah angka tahun (sum of the year’s digit method) menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan. Setiap pecahan menggunakan jumlah angka tahun sebagai penyebut dan jumlah tahun estimasi umur yang tersisa pada awal tahun sebagai pembilang. Penyusutan = Tarif Beban Penyusutan x (Harga Perolehan - Nilai Sisa)
2.3.6.4 Metode Saldo Menurun Ganda Kieso at all (2006:64) menjelaskan, metode saldo menurun ganda (double declining balance method) hampir sama dengan saldo menurun. Perbedaannya hanya dalam menentukan presentase dalam metode ini dihitung dengan cara melipat gandakan presentase penyusutan menurut metode garis lurus. Beban Penyusutan Metode Aktivitas = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan Kieso at all (2006:61) menjelaskan, metode aktivitas juga disebut pendekatan beban variabel, mengasumsikan bahwa penyusutan adalah funsi dari penggunaan atau produktivitas dan bukan dari berlalunya waktu. Umur aktiva ini dinyatakan dalam
26
istilah keluaran (output) yang disediakan (unit-unit yang diproduksi), atau masukan (input) seperti jumlah jam kerja. Harga perolehan – nilai sisa x jam tahun Total Estimasi jam 2.3.6.5 Satuan Hasil Al haryono (2001: 169 ) menjelaskan, dalam metode satuan hasil, masa pemakaian ativa tidak dinyatakan dalam jangka waktu, melainkan dengan jumlah satuan unit yang dapat dihasilkan oleh aktiva tersebut.
Penyusutan per km = harga perolehan – nilai sisa Jarak maksimum