BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1
Aset Tetap
2.1.1 Definisi Aset Tetap Definisi aset tetap berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 06, adalah “Aset tetap adalah aset berwujud yang: (a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.” Definisi aset tetap yang lainnya menurut K.R Subramanyam (2013:294), aset tetap adalah “properti, pabrik, dan peralatan (atau aset tetap) merupakan aset berwujud tak lancar yang digunakan dalam proses manufaktur, penjualan, atau jasa untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas selama lebih dari satu periode.” Definisi aset tetap berikutnya menurut Surya (2012:149), aset tetap adalah "Aset berwujud yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau menyediakan barang atau jasa, untuk disewakan, atau untuk keperluan administrasi; dan diharapkan dapat digunakan lebih dari satu periode." Berdasarkan beberapa uraian definisi yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa aset tetap memiliki ciri-ciri: 1. Aset tetap adalah barang-barang yang ada secara fisik yang diperoleh dan digunakan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan operasi perusahaan atau memproduksi barang-barang atau memberikan jasa pada perusahaan lain atau pelanggannya dalam usaha bisnis yang sesuai dengan yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. 2. Aset tetap digunakan oleh perusahaan lebih dari satu periode. 3. Aset tetap bersifat permanen dan dapat menghasilkan pendapatan dan arus kas di masa mendatang.
8
9
4. Aset tetap juga digunakan untuk tujuan administratif. 2.2
Pengakuan Aset Tetap Ini merupakan prinsip pengakuan umum untuk aset tetap. Prinsip ini
diterapkan pada saat pengakuan awal aset, pada saat ada bagian tertentu dari aset yang diganti, dan jika ada pengeluaran tertentu yang terjadi terkait dengan aset tersebut selama masa manfaatnya. Jika pengeluaran tersebut menimbulkan manfaat ekonomis di masa depan, maka dapat diakui sebagai aset. Menurut Dwi Martani (2012:272), sebagaimana pengakuan untuk aset lainnya, biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika: 1. Besar kemungkinan manfaat ekonomi di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan 2. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal. Sementara berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 07, biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika: 1. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut; dan 2. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal. Entitas harus mengevaluasi berdasarkan prinsip pengakuan ini terhadap semua biaya perolehan aset tetap pada saat terjadinya. Biaya-biaya tersebut termasuk biaya awal untuk memperoleh atau mengkonstruksi aset tetap dan biaya-biaya selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti, atau memperbaikinya. 2.3
Pengukuran Awal Aset Tetap Ketika transaksi aset tetap terjadi tentu tidak akan terlepas dari komponen
biaya yang menyangkut aset tersebut, dari mulai membeli aset tersebut hingga aset tersebut bisa digunakan untuk keperluan operasi perusahaan.
10
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 15, menjelaskan bahwa: “Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.” Uraian tersebut menjelaskan bahwa pada awalnya aset tetap harus diukur sebesar biaya perolehan dari aset tersebut. Berikut definisi mengenai biaya perolehan: Menurut Donald E. Kieso (2008:506), yang telah dialihbahasakan oleh Emil Salim, S.E. menjelaskan bahwa: “Harga perolehan aktiva tetap meliputi semua jumlah yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tetap dan membuatnya siap digunakan.” Sedangkan menurut Walter T. Harrison Jr. (2012:404), yang telah dialihbahasakan oleh Gina Gania menjlaskan bahwa: "Biaya setiap aset adalah jumlah semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat aset tersebut sesuai dengan maksud yang diinginkan." Dari seluruh uraian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya perolehan merupakan pengorbanan perusahaan yang dilakukan untuk memperoleh aset tetap sampai aset tetap tersebut siap digunakan dalam operasional perusahaan sehingga perusahaan dapat mengambil manfaat ekonomik dari aset tetap tersebut. 2.3.1 Komponen Harga Perolehan Dalam praktiknya, untuk memperoleh aset tetap terdapat biaya-biaya yang berpengaruh terhadap perolehan aset tersebut hingga aset tersebut bisa digunakan. Berikut beberapa pendapat mengenai komponen biaya perolehan. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 16, biaya perolehan aset meliputi: (a) Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain;
11
(b) Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intensi manajemen; (c) Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan. Sementera menurut Dwi Martani (2012:272), biaya perolehan aset tetap meliputi berikut ini: 1. Harga perolehannya termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain. 2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intensi manajemen. 3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a) Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap; b) Biaya penyiapan lahan untuk pabrik; c) Biaya penanganan (handling) dan penyerahan awal; d) Biaya perakitan dan instalasi; e) Biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil neto penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut; dan f)
Komisi profesional.
12
Sementara menurut Walter T. Harrison Jr. (2012:404), yang telah dialihbahasakan oleh Gina Gania, biaya perolehan aset meliputi: 1. Harga belinya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan, setelah dikuarngi diskon dan rabat. 2. Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset itu ke lokasi dan kondisi yang diperlukan agar mampu beroperasi dengan cara yang diinginkan oleh manajemen. Uraian diatas telah menjelaskan biaya-biaya yang dikategorikan sebagai komponen harga perolehan aset. Namun tidak semua biaya dapat dikategorikan sebagai kompnen harga perolehan aset. Setidaknya ada beberapa biaya yang bukan merupakan komponen harga perolehan aset. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 19, biaya-biaya yang bukan merupakan biaya perolehan aset tetap adalah: (a) Biaya pembukaan fasilitas baru; (b) Biaya pengenalan produk baru (termasuk biaya iklan dan aktivitas promosi); (c) Biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelompok pelanggan baru (termasuk biaya pelatihan staf); dan (d) Administrasi dan biaya overhead umum lainnya. 2.4
Pengukuran Setelahnya Berdasarlan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16)
paragraf 29, menjelaskan bahwa entitas memilih model biaya sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. 2.4.1 Model Biaya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 30, menjelaskan bahwa setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar biaya
13
perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. 2.4.2 Model Revaluasi Revaluasi adalah penilaian kembai aset tetap perusahaan yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasar atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 31, menjelaskan bahwa: “Setelah diakui sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.” Standar tidak mengharuskan revaluasi dilakukan setiap tahun. Frekuensi revaluasi bergantung pada pergerakan nilai wajar dari aset tetap. Dari uraian tersebut terdapat sedikit perbedaan antara model biaya dan model revaluasi. Model biaya tidak menerapkan penilaian ulang aset dalam pengukurannya, dalam model ini, komponen harga perolehan saja yang digunakan sebagai penentu besarnya harga aset sementara dalam model revaluasi terdapat penilaian ulang aset secara teratur walaupun tidak setiap tahun. Penilaian ini menyebabkan nilai aset yang ada di laporan keuangan tidak berbeda terlalu jauh dengan nilai wajar aset tersebut. 2.5
Karakteristik Aset Tetap Tidak semua peralatan yang ada di sebuah perusahaan dapat dikatakan
sebagai aset tetap karena aset tetap memiliki beberapa kriteria yang membedakan antara mana yang termasuk aset tetap dan mana yang bukan aset tetap.
14
Beberapa pendapat mengenai karakteristik aset tetap akan dikemukakan sebagai berikut: Menurut Hans Kartikahadi (2012:316), beberapa karakteristik aset tetap tersebut diantaranya: 1. Aset tetap adalah aset berwujud yang secara fisik dapat dilihat dan disentuh. 2. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa dan tidak untuk dijual kembali. 3. Digunakan untuk waktu yang panjang, lebih dari satu periode akuntansi. Sementara menurut Sugiri (2009:147), karakteristik aset tetap diantaranya: 1. Memiliki wujud fisik. 2. Diperoleh untuk digunakan dalam kegiatan usaha perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual. 3. Memberikan manfaat ekonomi untuk periode jangka panjang dan merupakan subjek depresiasi. Dari uraian mengenai kriteria aset tetap diatas dapat disimpulkan bahwa aset tetap memiliki ciri-ciri, diantaranya: 1. Aset tetap memiliki wujud atau bentuk fisik; 2. Digunakan dalam operasi perusahaan; 3. Memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun atau lebih dari satu periode akuntansi; 4. Sebagai subjek depresiasi; dan 5. Tidak diperjualbelikan. 2.6
Klasifikasi Aset Tetap Suatu aset bisa saja memiliki umur ekonomis lebih dari satu periode
akuntansi, tidak diperjualbelikan oleh perusahaan, dan memiliki nilai relatif besar. Tetapi bila aset tersebut tidak digunakan oleh perusahaan untuk operasi
15
perusahaan maka aset tersebut bukanlah dikategorikan sebagai aset tetap. Bisa saja aset tersebut dikategorikan sebagai properti investasi atau persediaan. Berikut beberapa klasifikasi aset tetap yang ditinjau dari berberapa sudut pandang antara lain yaitu: Menurut Dwi Martani (2012:279), beberapa contoh kelompok aset adalah: 1. Tanah; 2. Tanah dan Bangunan; 3. Mesin; 4. Kapal; 5. Pesawat udara; 6. Kendaraan bermotor; 7. Perabotan; dan 8. Peralatan kantor Sementara menurut Jusup (2005:155), aktiva tetap biasanya digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Tanah, seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung-gedung perusahaan. 2. Perbaikan tanah, seperti jalan-jalan di seputar lokasi perusahaan yang dibangun perusahaan, tempat parkir, pagar, dan saluran air bawah tanah. 3. Gedung, seperti gedung yang digunakan untuk kantor, toko, pabrik, dan gudang. 4. Peralatan, seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan, dan meubel. 2.7
Cara Memperoleh Aset Tetap Banyak cara yang digunakan perusahaan untuk memperoleh aset tetap.
Berikut dijelaskan cara-cara perolehan aset tetap dari beberapa sumber. Menurut Hans Kartikahadi (2012:326), beberapa cara untuk memperoleh aset tetap diantaranya:
16
1. Aset Tetap yang Dibangun Sendiri Adakalanya entitas membangun sendiri aset tetap yang akan digunakan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun sendiri ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama sebagaimana perolehan aset dengan pembelian atau cara lain. Semua biaya yang terkait langsung dengan pembangunan aset tersebut menjadi biaya perolehan aset, termasuk beban material, beban tenaga kerja, dan beban overhead yang dapat dikaitkan langsung dengan pembangunan aset tetap. 2. Pertukaran Aset Tetap Entitas mungkin saja memperoleh suatu aset tetap melalui pertukaran dengan aset non moneter lainnya atau kombinasi aset moneter dan aset non moneter. Aset tetap yang diperoleh melalui pertukaran dengan aset non moneter lainnya dinilai pada nilai wajar, kecuali jika: i.
Nilai wajar dari aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara andal.
ii.
Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial.
3. Hibah Pemerintah Aset tetap yang diperoleh dari hibah pemerintah diatur dalam PSAK 61 tentang Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah. Pada hibah yang berkaitan dengan aset tetap, maka baik hibah maupun aset tetap yang diterima harus dicatat pada nilai wajar. Hibah dari pemerintah ini hanya boleh diakui jika telah diperoleh suatu keyakinan bahwa (a) entitas akan memenuhi kondisi atau prasyarat hibah tersebut; dan (b) hibah akan diperoleh. Menurut Jusup (2005:160), beberapa cara memperoleh aktiva tetap antara lain:
17
1. Pembelian dengan Menggunakan Wesel Berbunga Dalam pembelian aktiva tetap, terutama dalam pembelian yang mencakup jumlah rupiah yang cukup besar, kadang-kadang perusahaan membayarnya dengan menggunakan wesel berbunga. Cara seperti ini banyak dijumpai dalam pembelian rumah, kendaraan, dan mesin-mesin pabrik. Biasanya pembeli diwajibkan membayar uang muka sejumlah tertentu dan sisanya dibayar dengan menggunakan wesel ditambah bunga dengan persentase tertentu. Bunga wesel biasanya dibayar pada tanggal jatuh wesel. 2. Pembelian dalam Satu Paket Pembelian dalam satu paket terjadi bila beberapa jenis aktiva dibeli secara bersama dalam satu transaksi. Cara yang paling umum untuk mengalokasikan harga borongan adalah dengan mendasarkan pada harga pasar masing-masing golongan aktiva yang tercakup pada pembelian tersebut. 3. Perolehan dengan Membangun Sendiri Kadang-kadang perusahaan membangun sendiri aktiva yang diperlukannya. Harga perolehan aktiva yang diperoleh dengan membangun sendiri terdiri dari : (1) Harga material dan tenaga kerja yang dibayar perusahaan, ditambah (2) biaya lain seperti listrik, solar, dan depresiasi peralatan perusahaan yang digunakan dalam pembangunan tersebut. Dalam hal ini mungkin juga terdapat biaya bunga seandainya dana pembangunan berasal dari pinjaman pada pihak luar. 2.8
Biaya Selama Masa Perolehan Aset Saat penggunaan aset tetap, perusahaan tentu harus mengeluarkan
biaya-biaya yang dibutuhkan agar aset tetap tersebut dapat terus beroperasi sesuai masa manfaat dari aset tersebut. Sementara menurut Hans Kartikahadi (2012:333), biaya-biaya perolehan awal ummumnya dapat dikelompokan sebagai berikut:
18
1. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Termasuk dalam kelompok biaya ini adalah biaya-biaya tenaga kerja dan biaya habis pakai sehubungan dengan kegiatan perawatan sehari-hari aset tetap. Biaya perbaikan dan pemeliharaan tidak boleh diakui sebagai bagian dari aset tetap, namun harus langsung diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi pada saat terjadinya. 2. Biaya Penggantian Bagian tertentu dari aset tetap mungkin perlu diganti secara periodik. Biaya penggantian ini dapat menjadi bagian dari biaya aset tetap jika memenuhi kriteria pengakuan aset tetap, yaitu terdapat manfaat ekonomi dari aset tetap yang akan mengalir ke entitas dan biaya perolehannya dapat diukur secara andal. 3. Biaya Inspeksi Teratur Untuk dapat mempertahankan kinerja dari suatu aset, perlu dilakukan inspeksi secara teratur yang memerlukan biaya yang cukup signifikan karena mungkin saja melibatkan keahlian teknis yang cukup tinggi. Biaya terkait dengan inspeksi ini dapat dikapitalisasi pada nilai aset tetap jika memenuhi pengakuan aset tetap. Nilai tercatat dari inspeksi yang pernah dilakukan sebelumnya atau yang dilakukan pada saat perolehan harus dihentikan pengakuannya. Estimasi biaya inspeksi sejenis yang dilakukan dapat digunakan sebagai indikasi biaya inspeksi saat aset tersebut diperoleh atau dibangun. Menurut Surya (2012:184), menjelaskan bahwa pengeluaran utama yang dilakukan terhadap aset tetap setelah perolehannya meliputi: 1. Pemeliharaan dan Reparasi Biasa Pemeliharaan dan reparasi biasa adalah pengluaran yang dilakukan untuk mempertahankan aset tetap berada dalam kondisi siap operasi. Biaya ini dapat dibebankan ke akun beban pemeliharaan dan reparasi
19
pada saat terjadinya, atas dasar periode tersebut merupakan periode yang paling banyak menerima manfaat. 2. Penambahan Penambahan menyebabkan adanya aset baru yang diciptakan yang melekat pada aset lama, yang dapat meningkatkan kondisi aset melebihi standar kinerja semula. 3. Penggantian dan Perbaikan Penggantian adalah substitusi suatu bagian aset tetap dengan aset lain yang sama. Perbaikan adalah substitusi suatu bagian aset tetap dengan aset lain yang lebih baik. Penggantian dan perbaikan yang meningkatkan potensi jasa masa depan dari aset yang bersangkutan harus dikapitalisasi. Akan tetapi, penggantian dan perbaikan yang hanya mampu mempertahankan tingkat pelayanan yang ada dianggap sebagai reparasi biasa dan dicatat ke dalam beban pemeliharaan dan reparasi. 2.9
Penyusutan Aset Tetap Pada suatu waktu perusahaan akan menjual atau menukarkan aset yang
dimilikinya. Dalam penjualan atau penukaran itu akan dibahas berbagai macam hal mengenai aset tersebut, salah satunya adalah berapa nilai tukar aset tersebut. Dalam hal tersebut, nilai tukar diketahui setelah aset tersebut disusutkan. Berikut beberapa definisi penyusutan menurut beberapa sumber: Menurut Donald E. Kieso (2008:60), yang telah dialihbahasakan oleh Emil Salim, S.E. menyatakan bahwa: “Penyusutan didefinisikan sebagai proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aktiva berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aktiva tersebut.” Sementara menurut Carl.S.Warren (2006:507), yang telah dialihbahasakan oleh Aria Farahmita, S.E., Ak. menyatakan bahwa: “Transfer biaya periodik ini dari biaya ke beban dinamakan dengan penyusutan.”
20
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16), menyatakan bahwa: “Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.” Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa penyusutan adalah pengalokasian dari sebagian harga perolehan aset yang timbul karena penggunaan aset tersebut yang disesuaikan dengan masa manfaat atau umur ekonomis aset tersebut. 2.9.1 Faktor yang Mempengaruhi Penyusutan Ada beberpa faktor yang mempengaruhi penyusutan aset tetap. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penyusutan aset tetap dari berbagai sumber. Menurut Donald E. Kieso (2008:61), yang telah dialihbahasakan oleh Emil Salim, S.E. faktor-faktor yang terlibat dalam proses penyusutan adalah: 1. Dasar Penyusutan Aktiva Dasar yang ditetapkan untuk penyusutan merupakan fungsi dari dua faktor : biaya awal dan nilai sisa atau pelepasan. Nilai sisa adalah estimasi jumlah yang akan diterima pada saat aktiva itu dijual atau ditarik dari penggunaannya. Nilai sisa adalah jumlah dimana aktiva harus diturunkan nilainya atau disusutkan selama masa manfaatnya. 2. Estimasi Umur Pelayanan atau Jasa Umur pelayanan suatu aktiva dan umur fisiknya sering kali tidak sama. Sebuah mesin secara fisik mungkin dapat memproduksi sejumlah produk tertentu selama beberapa tahun melebihi umur pelayanannya. Aktiva ditarik dari penggunaan karena dua alasan : faktor-faktor fisik dan faktor-faktor ekonomi. Faktor-faktor fisik adalah keausan, dekomposisi, dan kerusakan yang membuat aktiva itu sulit untuk bekerja tanpa batas. Faktor-faktor ekonomi atau fungsional dapat diklasifikasikan menjadi tiga ketegori:
21
i.
Ketidaklayakan terjadi ketika suatu aktiva tidak berguna lagi bagi perusahaan tertentu karena permintaan akan produk perusahaan itu telah meningkat.
ii.
Penggantian adalah penggantian satu aktiva dengan aktiva lainnya yang lebih efisien.
iii.
Keusangan adalah tempat pembuangan untuk situasi yang tidak melibatkan ketidaklayakan dan penggantian.
3. Metode Penyusutan Faktor ketiga yang terlibat dalam proses penyusutan adalah metode pembagian biaya secara adil. Profesi akuntan mewajibkan metode penyusutan yang digunakan harus sistematis dan rasional. Sementara menurut Carl.S.Warren (2006:509), yang telah dialihbahasakan oleh Aria Farahmita, S.E., Ak. menjelaskan bahwa tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban penyusutan adalah: 1. Biaya awal aktiva tetap; 2. Umur manfaat yang diperkirakan; dan 3. Estimasi nilai pada akhir umur manfaat. 2.9.2 Pemilihan Metode Penyusutan Pemilihan ini bersifat relatif karena setiap perusahaan memiliki tingkat produksi, kualitas proses produksi, dan faktor lainnya yang menimbulkan adanya perbedaan dalam pemilihan metode penyusutan yang digunakan perusahaan. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan mengatur tentang metode penyusutan yang digunakan untuk keperluan pelaporan perpajakan sebagai berikut: 1. Untuk aset kelompok I s.d. kelompok IV disusutkan dengan memakai metode garis lurus atau metode saldo menurun. 2. Untuk aset kelompok bangunan harus disusutkan dengan garis lurus
22
3. Masa manfaat dan tarif penyusutan aset untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan
I.
Kelompok Harta
Masa
Berwujud
Manfaat
Tarif
Tarif
Penyusutan
Penyusutan
Metode Garis Metode Saldo Lurus
Menurun
Bukan Bangunan
II.
Kelompok I
4 Tahun
25%
50%
Kelompok II
8 Tahun
12,5%
25%
Kelompok III
16 Tahun
6,25%
12%
Kelompok IV
20 Tahun
5%
10%
20 Tahun
5%
Bangunan Permanen
Tidak Permanen 10 Tahun 10% Sumber : Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 2.9.3 Metode Penyusutan Aset Tetap Telah dikemukakan sebelunya bahwa taksiran nilai sisa dari aset tetap yang digunakan oleh perusahaan dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan perbedaan yang ada pada jenis perusahaan, operasi perusahaan, dan bidang yang menjadi spesialisasi perusahaan. Menurut Surya (2012:174), menjelaskan bahwa penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut: a) Berdasarkan waktu I. II.
Metode garis lurus (straight line method). Metode pembebanan menurun (decreasing balance method).
23
i.
Metode saldo menurun (declining balance method).
ii.
Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method).
b) Berdasarkan penggunaan I. II.
Metode jam jasa (service hours method). Metode jumlah unit produksi (productive output method).
Dibawah ini akan dibahas beberapa cara metode penyusutan tersebut. 1. Berdasarkan waktu a. Metode Garis Lurus Metode garis lurus mengalokasikan jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset dalam jumlah yang sama besar selama estimasi masa manfaatnya. Beban penyusutan setiap tahunnya dapat dihitung dengan mengalikan tarif penyusutan dengan dasar penyusutan. Dasar penyusutan yang digunakan adalah biaya perolehan aset dikurangi dengan nilai sisanya. Surya (2012:174). Secara matematis beban penyusutan dapat dihitung sebagai berikut: Beban penyusutan = Tarif Penyusutan X Dasar penyusutan Tarif penyusutan = Dasar penyusutan = Biaya perolehan – Nilai sisa Sebagai contoh, anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 200A dibeli sebuah kendaraan dengan harga $ 12.500 (sudah termasuk bea balik nama dan lain-lain), nilai sisa diperkirakan sebesar $ 1.550,. umur kendaraan diperkirakan 5 tahun. Beban penyusutan dihitung sebagai berikut: Tarif penyusutan = Dasar penyusutan = $ 12.500 - $ 1.550 = $ 10.950 Beban Penyusutan = 20% X $ 10.950 = $ 2.190
Pada akhir tahun pertama dicatat sebagai berikut:
24
Dr. Beban penyusutan kendaraan
$ 2.190
Cr. Akumulasi penyusutan kendaraan
$ 2.190
Harga perolehan, beban penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan, dan nilai buku kendaraan tersebut selama lima tahun tampak seperti terlihat di bawah ini Tabel 2.2 Metode Penyusutan Garis Lurus Harga
Beban
Akumulasi
Nilai
Perolehan
Penyusutan
Penyusutan
Buku
1
$ 12.500
$ 2.190
$ 2.190
$ 10.310
2
$ 12.500
$ 2.190
$ 4.380
$ 8.120
3
$ 12.500
$ 2.190
$ 6.570
$ 5.930
4
$ 12.500
$ 2.190
$ 8.760
$ 3.740
Tahun
5 $ 12.500 $ 2.190 $ 10.950 $ 1.550 Sumber : Akuntansi Suatu Pengantar, Soemarso.S.R (2005:26) b. Metode Saldo Menurun Metode
saldo
menurun
membebankan
penyusutan
dengan
menggunakan tarif dua kali tarif garis lurus atas dasar penyusutan aset. Oleh karena itu metode saldo menurun dikenal juga dengan sebutan metode saldo menurun ganda. Dasar penyusutan yang digunakan dalam metode saldo menurun adalah nilai tercatat aset tersebut. Surya (2012:175). Dalam metode saldo menurun, beban penyusutan dihitung dengan rumus sebagai berikut: Beban penyusutan = Tarif penyusutan X Dasar penyusutan Dasar penyusutan = Nilai buku awal periode. Tarif penyusutan yang digunakan adalah dua kali tarif metode garis lurus. Misalnya apabila suatu aset tetap ditaksir akan berumur 5 tahun, maka tarif penyusutan adalah 40% yaitu dua kali tarif metode garis lurus sebesar 20%. Dengan menggunakan contoh kendaraan seperti yang telah disebutkan di atas, beban penyusutan pada tahun pertama akan dihitung sebagai berikut:
25
Beban penyusutan = 40% X $ 12.500 = $ 5.000 Perhatikan bahwa nilai buku pada awal tahun pertama adalah sama dengan harga perolehannya, yaitu $ 12.500. Pada saat itu akumulasi penyusutannya sama dengan nol, penyusutan tahun pertama dicatat sebagai berikut: Dr. Beban penyusutan kendaraan
$ 5.000
Cr. Akumulasi penyusutan kendaraan
$ 5.000
Pada akhir tahun ke dua, beban penyusutan dihitung sebagai berikut: Beban penyusutan = 40% X ($ 12.500 - $ 5.000) = $ 3.000 Nilai buku pada awal tahun ke dua sama dengan harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan pada saat itu, yang jumlahnya sama dengan $ 5.000. penyusutan tahun kedua ini kemudian dicatat sebagai berikut: Dr. Beban penyusutan kendaraan
$ 3.000
Cr. Akumulasi penyusutan kendaraan
$ 3.000
Harga perolehan, beban penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan, dan nilai buku kendaraan tersebut selama lima tahun tampak seperti berikut Tabel 2.3 Metode Penyusutan Saldo Menurun Harga
Beban
Akumulasi
Nilai
Perolehan
Penyusutan
Penyusutan
Buku
1
$ 12.500
$ 5.000
$ 5.000
$ 7.500
2
$ 12.500
$ 3.000
$ 8.000
$ 4.500
3
$ 12.500
$ 1.800
$ 9.800
$ 2.700
4
$ 12.500
$ 1.080
$ 10.880
$ 1.620
Tahun
5 $ 12.500 $ 70 $ 10.950 $ 1.550 Sumber : Akuntansi Suatu Pengantar, Soemarso.S.R (2005:27) c. Metode Jumlah Angka Tahun
26
Metode jumlah angka tahun menghitung beban penyusutan suatu tahun berdasarkan tarif yang diperoleh dengan membagi sisa masa manfaat aset tersebut dalam tahun (angka pembilang) dengan jumlah angka tahun (angka penyebut). Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun dengan semakin menurunnya sisa masa manfaat aset seiring dengan berjalannya waktu pemanfaatan aset tersebut. Surya (2012:176). Sebagai contoh kasus sama dengan yang telah dibahas sebelumnya, penyebut dalam contoh diatas adalah 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15. Beban penyusutan untuk tahun pertama dihitung sebagai berikut: Beban penyusutan = Beban penyusutan untuk tahun kedua adalah sebagai berikut: Beban penyusutan = Pencatatan beban penyusutan untuk tiap-tiap tahun tidak berbeda dengan yang telah diterangkan di atas. Apabila disusun dalam bentuk tabel, harga perolehan, beban penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan, dan nilai buku kendaraan selama lima tahun akan tampak seperti terlihat di bawah ini: Tabel 2.4 Metode Penyusutan Jumlah Angka Tahun Harga
Beban
Akumulasi
Nilai
Perolehan
Penyusutan
Penyusutan
Buku
1
$ 12.500
$ 3.650
$ 3.650
$ 8.850
2
$ 12.500
$ 2.920
$ 6.570
$ 5.930
3
$ 12.500
$ 2.190
$ 8.760
$ 3.740
4
$ 12.500
$ 1.460
$ 10.220
$ 2.280
Tahun
5 $ 12.500 $ 730 $ 10.950 $ 1.550 Sumber : Akuntansi Suatu Pengantar, Soemarso.S.R (2005:29)
d. Metode Jumlah Unit Produksi
27
Metode ini memberikan pembebanan berdasarkan penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset. Faktor yang digunakan bisa saja jam produksi atau jumlah unit hasil produksi. Hans Kartikahadi (2012:349). Dalam kasus mesin yang dibeli oleh PT Kimiawindo, harga perolehan mesin adalah Rp360.000.000,00 dan memiliki nilai residu Rp60.000.000,00. Jika selama tahun 2012 mesin tersebut menghasilkan 1.750 ton dan memiliki taksiran total jumlah produk sebesar 30.000 ton, maka akan diperoleh beban penyusutan sebagai berikut: Beban penyusutan = Karena selama tahun 2012 mesin mampu menghasilkan 1.750 ton maka beban penyusutan mesin untuk tahun 2012 adalah Rp10.000 X 1.750 ton Rp17.500.000 Pencatatan jurnal adalah sebagai berikut: Dr. Beban penyusutan mesin
Rp17.500.000
Cr. Akumulasi penyusutan mesin
Rp17.500.000
2.10 Penghentian Aset Tetap Suatu aset tetap harus dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaan aset tersebut. Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dijual, disumbangkan, atau tidak digunakan lagi. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 67, menyatakan bahwa: “Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya: (a) Pada saat pelepasan; atau (b) Ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diekspektasikan dari penggunaan atau pelepasannya.” Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap harus dimasukkan dalam laporan laba rugi komprehensif pada saat aset tersebut
28
dihentikan pengakuannya. Berikut adalah contoh penghentian pengakuan Aset tetap. PT Mara membeli mesin pada tanggal 1 Juli 2007 dengan harga perolehan Rp200.000.000. aset tersebut mempunyai umur manfaat 10 tahun dan tidak memiliki nilai sisa. Pada tanggal 1 Januari 2010, entitas menghentikan pemakaian aset tersebut dikarenakan rusak. Metode penyusutan menggunakan metode garis lurus. Berikut perhitungan penghentian aset tersebut. Penyusutan per tahun = Rp200.000.000 / 10 tahun = Rp20.000.000 Akumulasi penyusutan sampai tanggal 1 Januari 2010 = Rp20.000.000 X 2,5 tahun = Rp50.000.000 Kerugian akibat penghentian = Rp200.000.000 – Rp50.000.000 = Rp150.000.000 Maka pencatatan jurnalnya adalah Dr. Akumulasi penyusutan mesin
Rp50.000.000
Dr. Kerugian penghentian mesin
Rp150.000.000
Cr. Mesin
Rp200.000.000
2.11 Penjualan Aset Tetap Aktiva tetap yang sudah tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian. Penarikan aktiva tetap salah satunya dapat dilakukan dengan cara dijual. Apabila aktiva tetap dijual, nilai bukunya dihitung sampai tanggal penjualan. Nilai buku ini kemudian dibandingkan dengan hasil penjualan yang diterima. Soemarso.S.R (2005:44). Sebagai contoh PT Mara membeli mesin pada tanggal 1 Juli 2007 dengan harga perolehan Rp200.000.000. Aset tersebut mempunyai umur manfaat 10 tahun dan nilai sisa Rp40.000.000. Pada tanggal 1 Januari 2010, entitas menjual aset tersebut dengan harga Rp162.000.000. Metode penyusutan menggunakan metode garis lurus. Berikut perhitungan penghentian aset tersebut. Penyusutan per tahun = (Rp200.000.000 – Rp40.000.000) / 10 tahun = Rp16.000.000
29
Akumulasi penyusutan sampai tanggal 1 Januari 2010 = Rp16.000.000 X 2,5 tahun = Rp40.000.000 Nilai tercatat pada tanggal 1 Januari 2010 = Rp200.000.000 – Rp40.000.000 = Rp160.000.000 Keuntungan penjualan Aset tetap = Rp162.000.000 – Rp160.000.000 = Rp2.000.000 Ayat jurnal yang dicatat sebagai berikut: Dr. Kas
Rp162.000.000
Dr. Akumulasi penyusutan mesin
Rp40.000.000
Cr. Mesin
Rp200.000.000
Cr. Keuntungan dari penjualan mesin
Rp2.000.000
2.12 Pengungkapan Pada dasarnya pengungkanpan ini berkaitan dengan infotmasi yang ada dalam catatan atas laporan keuangan yang disampaikan kepada pengguna laporan keuangan sebagai acuan dalam penganbilan keputusan. Berikut akan disajikan mengenai apa saja yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan dari berbagai sumber. Menurut Hans Kartikahadi (2012:359), menjelaskan bahwa entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut dalam catatan atas laporan keuangan, untuk setiap kelompok aset tetap: a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat kotor. b. Metode penyusutan, umur manfaat, dan tarif penyusutan yang digunakan. c. Jumlah tercatat kotor dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; dan rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode. d. Penurunan nilai aset. e. Nilai pertanggungan asuransi atas aset tetap.
30
Sementara berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16), menjelaskan bahwa laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap kelompok aset tetap: (a) Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto; (b) Metode penyusutan yang digunakan; (c) Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; (d) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; (e) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.