BAB II BAHAN RUJUKAN
2.1
Pengendalian Intern Apabila suatu perusahaan semakin berkembang wilayah jangkauan dan
kegiatan operasinya, maka semakin besar pula resiko yang akan diperoleh. Semakin berkembang suatu perusahaan maka harus semakin besar pula pengawasan secara langsung terhadap jalannya kegiatan operasi. Dilain pihak, manajemen tetap berkewajiban untuk menjaga aktivitas perusahaan, mencegah dan menentukan kemungkinan terjadinya kesalahan dan penggelapan. Dengan semakin berkembangnya perusahaan maka semakin bertambah kegiatan transaksi yang terjadi, untuk itu diperlukan suatu pengendalian intern yang baik untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan. Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen untuk menjamin tercapainya tujuan dan memastikan bahwa kegiatan operasi perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Agar pengendalian intern dapat berjalan dengan baik, maka harus meliputi prosedur yang sesuai agar pengendalian intern dapat dilaksanakan dengan baik.
2.1.1
Pengertian Pengendalian Setiap perusahaan pasti memiliki tujuan telah ditetapkan bersama. Suatu
pengendalian dibutuhkan agar dapat mengontrol jalannya suatu proses pencapaian perencanaan. Ketepatan pengantisipasian atas segala kegiatan perusahaan dapat memungkinkan perusahaan untuk memprediksi segala macam penyimpangan. Pengertian pengendalian menurut Mulyadi (2002:89) menyatakan bahwa: “Aktivitas pengendalian adalah kebijakan prosedur yang dibuat oleh manajemen telah dilaksanakan.”
7
8
Sedangkan menurut Carter, William K. Yang diterjemahkan oleh Krista (2004:6) menyatakan bahwa: “Pengendalian adalah usaha sistematik manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Aktivitas-aktivitas dimonitor terus menerus untuk memastikan bahwa hasilnya berada pada batasan yang diinginkan.” Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian merupakan alat yang digunakan oleh manajemen untuk memantau sejauh mana yang sudah dilakukan perusahaan untuk mencapai suatu tujuan dan agar dapat memastikan bahwa prosedur yang telah dibuat telah dilaksanakan.
2.1.2
Pengertian Pengendalian Intern Menurut Institut Akuntansi Indonesia (2005:319) dalam “Standar
Profesional Akuntansi Publik” pengendalian intern disefinisikan sebagai berikut: “Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal identitas yang didesain untuk memberikan keyakinan tentang pencapaian tiga golongan: a. Keandalan pelaporan keuangan b. Efektivitas dan efisiensi operasi c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” Menurut Carl S. Warren dkk (2005:235) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Akuntansi, mendefinisikan bahwa pengendalian intern adalah: “Pengendaliam Intern (Internal Control) adalah kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti.” Sedangkan pengertian pengendalian intern menurut Siti Kurnia Rahayu dan Eli Suhayati (2009:221) menyatakan bahwa: “Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang
9
dirancang untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan-tujuan berikut ini: a. Kendalan pelaporan keuangan b. Menjaga kekayaan dan catatan organisasi c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan d. Efektivitas dan efisiensi operasi.” Kesimpulan mengenai definisi pengendalian internal berdasarkan tiga pengertian dari para ahli diatas yaitu pengendalian internal adalah suatu kebijakan, proses atau prosedur yang harus dijalankan oleh manajemen perusahaan dalam upaya melindungi aset perusahaan dan menjamin keandalan laporan keuangan bahwa informasi yang telah disajikan secara akurat serta patuh terhadap hukum dan peraturan.
2.1.3
Sifat-Sifat Pengendalian Intern Menurut Carl S. Warren dkk (2005:452) dalam bukunya yang berjudul
pengantar akuntansi menjelaskan bahwa pengendalian intern memiliki 2 (dua) sifat, diantaranya: 1. Preventive control, dirancang untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan. Preventive control akan ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar, bahwa sasaran bisnis akan di capai. Termasuk pencegahan dari penggelapan pencatatan oleh karyawan. 2. Detective control, dituju untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang terjadi.
Detective control
akan mengidentifikasi
di
mana letak
kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut.
Sedangkan menurut William C. Boynton dkk (2003:187) dalam bukunya yang berjudul Modern Auditing menjabarkan bahwa sifat-sifat pengendalian intern adalah:
10
1. Memiliki tujuan (objective), setiap pengendalian memiliki suatu atau lebih tujuan organisasi sebagai suatu pengendalian mempunyai tujuan utama yaitu mengurangi resiko sekecil apapun. 2. Adanya kegiatan pengendalian, yaitu berbagai kegiatan pengendalian dilaksanakan untuk tercapai tujuan pengendalian intern. 3. Adanya lingkungan (environment) dan vatas (boundary), setiap pengendalian secara fisik memiliki batas (boundary) dan disekitar batas adalah lingkungan (environment). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat pengendalian intern sebagai suatu prosedur yang telah dirancang sedemikian rupa utnuk menghindari adanya penyelewengan
atau penyimpangan dari prosedur, tidak dipatuhinya
kebijakan manajemen, mencegah dan mendeteksi terjadinya segala bentuk kecerobohan, kecurangan, melakukan kesalahan baik secara disengaja maupun tidak disengaja.
2.1.4
Tujuan Pengendalian Intern Menurut Mulyadi (2008:181) tujuan pengendalian intern adalah: “Pengendalian intren bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan, yaitu keandalan informasi keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi yang berlaku.”
Sedangkan tujuan pengendalian intern menurut Azhar Susanto (2008:88), yang diistilahkan sebagai alasan utama dilakukannya pengendalian adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan setiap aktivitas (sistem informasi dan sistem operasi) akan dicapai;
11
2. Untuk mengrangi resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan karena kejahatan, bahaya atau kerugian yang disebabkan oleh penipuan, kecurangan, penyimpangan, penyelewengan dan penggelapan; 3. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan dan dapat dipercaya bahwa semua tanggung jawab hukum telah dipenuhi. Menurut
pendapat
AICPA
(American
Institute
Certified
Public
Acoountants) yang dikutip oleh Wing Wahyu Winanrno (2006:116) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi bahwa tujuan pengendalian intern adalah: 1. Melindungi harta kekayaan perusahaan 2. Meningkatkan akurasi yang dihasilkan oleh sistem informasi yang djalankan oleh perusahaan 3. Meningkatkan efisiensi kinerja perusahaan sehingga dalam berbagai kegiatan dapat dilakukan penghematan 4. Meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen. Menurut pengertian diatas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Melindungi harta kekayaan perusahaan Kekayaan perusahaan dapat berupa kekayaan yang berwujud maupun kekayaan yang tidak berwujud. Kekayaan sangat diperlukan untuk menjalankan kegiatan perusahaan. 2. Meningkatkan akurasi informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi yang dijalankan oleh perusahaan Informasi menjadi dasar pembuatan keputusan. Apabila informasi salah, keputusan yang diambil baik oleh manajemen maupun pihak lain dapat salah. 3. Meningkatkan efisiensi kinerja perusahaan sehingga dalam berbagai kegiatan dapat dilakukan penghematan Efisiensi merupakan suatu perbandingan antara besarnya pengorbanan dengan hasil yang diperoleh.
12
4. Meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen Secara berkala manajemen telah menetapkan tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan dan tujuan tersebut hanya dapat dicapai apabila semua pihak dalam perusahaan bekerja sama dengan baik. Jika dilihat dari ketiga penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian intern merupakan faktor yang paling penting dalam sebuah perusahaan, untuk menjamin dan meyakinkan keandalan laporan keuangan, aktiva yang dimiliki perusahaan sudah dilindungi dan digunakan untuk perusahaan, serta dipatuhinya peraturan serta hukum oleh para karyawan dan juga peningkatan efektivitas dan efisiensi operasi.
2.1.5
Fungsi Pengendalian Intern Pengendalian intern merupakan faktor yang sangat befungsi bagi perusahaan,
seperti yang dikemukakan oleh James A. Hall (2007:182) dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi sebagai berikut: “Sebagai pelindungan yang melindungi aktiva perusahaan dari banyaknya peristiwa yang tidak diinginka yang menyerang perusahaan. Ini semua meliputi usaha untuk akses secara tidak sah ke ativa perusahaan, penipuan yang dilakukan oleh orang dalam dan luar perusahaan, kesalahan karena karyawan tidak kompeten, program komputer salah data input yang rusak, dan lain sebagainya.” Sedangkan menurut Carl S. Warren dkk (2005:235) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Akuntansi pengendalian intern berfungsi untuk: 1. Mengarahkan operasi mereka Pengendalian intern berfungsi untuk mengarahkan aktiva operasional perusahaan sesuai dengan prosedur yang ada.
13
2. Melindungi aktiva Pengendalian intern dapat melindungi aktiva perusahaan dari pencurian, penggelapan, dan penyalahgunaan dari tangan-tangan jahil karyawannya. 3. Mencegah penyalahgunaan sistem mereka Dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan perusahaan dapat mencegah kecurangan karyawannya. Berdasarkan kedua pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal berfungsi untuk melindungi seluruh asset perusahaan dari kesalahan atau kecurangan dari orang dalam maupun luar prusahaan baik disengaja maupun tidak disengaja.
2.1.6
Unsur-unsur Pengendalian Intern Pengendalian internal terdiri atas beberapa unsur, namun unsur-unsur tersebut
tetap saling berhubungan dalam satu sistem. Unsur-unsur pengendalian internal menurut Warren Reeve Fess (2005:229) yang diterjemahkan oleh Aria Farahmita, Amanugrahani dan Taufik Hendrawan adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan pengendalian 2. Penilaian resiko 3. Prosedur pengendalian 4. Pemantauan (monitoring) 5. Informasi dan komunikasi
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:164) dalam buku yang berjudul Sistem Akuntansi menyatakan bahwa unsur-unsur pengendalian intern adalah:
14
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur
organisasi
merupakan
kerangka
(framework)
pembagian
tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pihak perusahaan. 2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otoritas dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang atau otoritas atas terlaksananya setiap transaksi. 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional, sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Bagaimanapun baiknya struktur organisasi sistem organisasi dan prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang
sehat,
semuanya
melaksanakannya.
sangat
tergantung
pada
manusia
yang
15
Menurut Carl S. Warren dkk (2005:237-242) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Akuntansi, unsur pengendalian intern adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan pengendalian, Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencakup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. 2. Penilaian resiko, semua organisasi menghadapi resiko. Manajemen harus memperhitungkan resiko ini dan mengambil langkah penting untuk mengendalikannya sehingga tujuan dari pengendalian internal dapat tercapai. Setelah resiko diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis untuk memperkirakan besarnya pengaruh dari resiko tersebut serta tingkat kemungkinan terjadinya, dan untuk menemukan tindakan-tindakan yang akan meminimumkannya. 3. Prosedur pengendalian, Prosedur pengendalian ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa sasaran bisnis akan dicapai, termasuk pencegahan penggelapan. 4. Pemantauan (monitoring), Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal akan mengidentifikasi di mana letak kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut. Sistem pengendalian internal dapat di pantau secara rutin atau melalui evaliasi khusus. Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati perilaku karyawan dan tanda-tanda peringatan dari sistem akuntansi tersebut. 5. Informasi dan komunikasi, Informasi dan komunikasi merupakan unsur penting dari pengendalian internal. Informasi mengenai lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan operasi dan memastikan terpenuhinya tuntutan-tuntutan pelaporan serta peraturan yang berlaku.
16
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap sistem pengendalian intern yang dianggap memadai bagi suatu perusahaan belum tentu dapat digunakan oleh perusahaan lain. Dalam artian tidak ada sistem pengendalian intern yang dianggap bersifat universal yang dapat dipakai oleh seluruh perusahaan.
2.1.7
Komponen-komponen Pengendalian Intern Komponen pengendalian intern menurut Marshall B. Romney (2004:231-
236) dalam bukunya yang berjudul Accounting Information Systems, Pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling berhubungan, yaitu: A. Lingkungan Pengendalian. Inti dari bisnis apapun adalah orang-orang ciri perorangan, termasuk integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi serta lingkungan tempat beroperasi. Mereka adalah mesin yang mengemudikan organisasi dan dasar tempat segala hal terletak. Lingkungan pengendalian terdiri dari faktor-faktor berikut: 1. Komitmen Atas Integritas dan Nilai-nila Etika. Merupakan hal
yang penting bagi pihak manajemen untuk
menciptakan struktur organisasional yang menekankan pada integritas sebagai prinsip dasar beroperasi, dengan cara secara aktif mengajarkan dan mempraktikannya. 2. Filosofi Pihak Manajemen dan Gaya Beroperasi. Semakin bertanggung jawab filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi mereka, semakin besar kemungkinannya para pegawai akan berperilaku secara bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi. Apabila pihak manajemen menunjukkan sedikit perhatian atas pengendalian informasi maka pegawai akan menjadi kurang rajin dan efektif dalam mencapai tujuan pengendalian tertentu.
17
3. Struktur Organisasional. Struktur organisasional perusahaan menetapkan garis otoritas dan tanggung
jawab,
serta
menyediakan
kerangka
umum
untuk
perencanaan, pengarahan, dan pengendalian operasinya. Aspek-aspek penting struktur organisasi tersebut sentralisasi atau desentralisasi otoritas, penetapan tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu, cara alokasi tanggung jawab mempengaruhi permintaan informasi pihak manajemen, dan organisasi fungsi sistem informasi dan akuntansi. 4. Badan Audit Dewan Komisaris (Board of Director). Seluruh perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange harus memiliki komite audit (Audit Committee) yang secara keseluruhan terdiri dari para komisaris (Non-Pegawai) dari luar perusahaan. Komite audit bertanggung jawab untuk pegawai struktur pengendalian internal perusahaan, proses pelaporan keuangannya, dan kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan standar yang terkait. Komite tersebut bekerja dekat dengan auditor eksternal dan internal perusahaan. 5. Metode untuk Memberikan Otoritas dan Tanggung Jawab, Pihak manajemen harus memberikan tanggung jawab untuk tujuan bisnis tertentu ke departemen dan individu yang terkait, serta kemudian membuat mereka bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut. Otoritas dan tanggung jawab dapat diberikan melalui deskripsi pekerjaan secara formal, pelatihan pegawai, dan rencana operasional, jadwal, dan anggaran. 6. Kebijakan dan Praktik-praktik dalam Sumber Daya Manusia. Kebijakan dan praktik-praktik mengenai pengontrakkan, pelatihan, pengevaluasian, pemberian kompensasi, dan promosi pegawai mempengaruhi kemampuan organisasi untuk meminimalkan ancaman, resiko, dan pinjaman. Para pegawai harus dipekerjakan dan
18
dipromosikan
berdasarkan
seberapa
baik
mereka
memenuhi
mempengaruhi
lingkungan
persyaratan pekerjaan mereka. 7. Pengaruh-pengaruh Eksternal. Pengaruh-pengaruh
eksternal
yang
pengendalian adalah termasuk persyaratan yang dibebankan oleh bursa efek, oleh Financial Accounting Standards Board (FASB), dan oleh Securities and Exchange Commision (SEC). Termasuk dalam pengaruh eksternal juga persyaratan peraturan lembaga, seperti bank, sarana umum (utility), dan perusahaan asuransi. B. Aktivitas Pengadaan. Kebijakan dan prosedur pengendalian harus dibuat dan dilaksanakan utnuk membantu memastikan bahwa tindakan yang diidentifikasi oleh pihak manajemen untuk mengatasi resiko pencapaian tujuan organisasi, secara efektif dijalankan. C. Penilaian Resiko. Organisasi harus sadar akan dan berurusan dengan resiko yang dihadapinya. Organisasi harus menempatkan tujuan, yang terintegrasi dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya, agar organisasi beroperasi secara harmonis. Organisasi juga harus membuat mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola resiko yang terkait. D. Informasi dan Komunikasi. Di sekitar aktivitas pengendalian terdapat sistem informasi dan komunikasi. Mereka memungkinkan orang-orang dalam organisasi untuk mendapat dan bertukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya.
19
E. Pengawasan. Seluruh proses harus diawasi, dan perubahan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Melalui cara ini, sistem dapat beraksi secara dinamis, berubah sesuai tuntutan keadaan. Sedangkan lima komponen model pengendalian internal menurut Committe of Sponsoring Organizations of Treadway Commission (COSO) yang saling berhubungan : 1. Lingkungan pengendalian Inti dari bisnis apapun adalah orang-orangnya, ciri perorangan, termasuk integritas, nilai-nilai etika, dan kompentensi - serta lingkungan tempat beroperasi. Mereka adalah mesin yang mengemudikan organisasi dan dasar tempat segala hal terletak. 2. Aktivitas pengendalian Kebijakan dan prosedur pengendalian harus dibuat dan dilaksanakan untuk membantu memastikan bahwa tindakan yang diidentifikasi oleh pihak manajemen untuk mengatasi risiko pencapaian tujuan organsasi secara efektif dijalankan. 3. Penilaian risiko Organisasi harus sadar akan dan berurusan dengan risiko yang dihadapinya. Organisasi harus menempatkan tujuan, yang terintegrasi dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya agar organisasi beroperasi secara harmonis.
Organisasi juga harus
membuat mekanisme unuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang terkait. 4. Informasi dan komunikasi Disekitar
aktivitas
pengendalian
terdapat
sistem
informasi
dan
komunikasi. Mereka memungkinkan orang-orang dalam organisasi untuk
20
mendapat dan bertukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya. 5. Pengawasan Seluruh proses harus diawasi, dan perubahan dilakukan sesuai dengan dengan kebutuhan. Melalui cara ini, sistem dapat berjalan secara dinamis, berubah sesuai tuntutan keadaan.
2.1.8
Lingkup Pengendalian Intern Menurut Hiro Tugiman (2004:16) dalam bukunya yang berjudul Pandangan
Baru Internal Auditing, menjelaskan bahwa lingkup pengendalian internal adalah sebagai berikut: 1. Cukup Tidaknya Pengendalian Intern. Hal ini dimaksudkan bahwa pengendalian intern harus mencakup seluruh aspek yang ada dalam perusahaan. 2. Kualitas Pelaksanaan dalam Menjalankan Tanggung Jawab yang Diberikan. Penilaian pengendalian intern mengacu pada kualitas kinerja pada karyawannya. 3. Reliabilitas dan Integritas Informasi Keuangan dan Operasional. Untuk membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif: untuk tujuan tersebut, pengawasan internal
menyediakan
bagi
mereka
berbagai
analisis,
penilaian,
rekomendasi, nasihat, dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa. 4. Kesesuaian dengan Kebijaksanaan, Rencana, Prosedur, Hukum, dan Pengaturan. Pengendalian intern harus sesuai dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang ada.
21
5. Verifikasi dan Perlindungan Harta. Pengendalian
intern
dapat
melindungi
harta
perusahaan
dan
mengelompokkan harta perusahaan sesuai dengan jenisnya. 6. Keekonomian dan Efisiensi dalam Penggunaan Berbagai Sumber Daya. Seluruh kegiatan operasional perusahaan harus menggunakan berbagai sumber daya sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2.1.9
Keterbatasan Pengendalian Intern Pengendalian intern setiap entitas memiliki keterbatasan bawaan. Menurut Mulyadi (2001: 181) dalam bukunya Auditing menjelaskan bahwa keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern adalah sebagai berikut: 1. Kesalahan dalam Pertimbangan Seringkali,
manajemen
mempertimbangakan melaksanakan
tugas
dan
personel
keputusan bisnis rutin
karena
lain
dapat
salah
yang diambil
tidak
memadainya
dalam
atau dalam informasi,
keterbatasan waktu, atau tekanan lain. 2. Gangguan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan. 3. Kolusi Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi (collusion). Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas
22
dan
tidak
terungkapnya
ketidakberesan
atau
tidak
terdeteksinya
kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang. 4. Pengabaian oleh Manajemen Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu. 5. Biaya Lawan Manfaat Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian intern tidak boleh melebihi yang diharapkan dari pengendalian intern tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin
dilakukan,
manajemen
harus
memperkirakan
dan
mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya atau manfaat suatu pengendalian intern.
2.2 Penerimaan Kas Setiap perusahaan, baik itu perusahaan perdagangan, manufaktur, ataupun perusahaan jasa memerlukan adanya kas. Kas merupakan akun yang paling berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan dibandingkan dengan akun lain yang dimiliki perusahaan. Perusahaan membutuhkan kas untuk melaksanakan aktivitas yang menyangkut dengan transaksi. Dimana hampir semua transaksi dalam perusahaan akan mempengaruhi kas, baik itu penerimaan kas atau pengeluaran kas.
2.2.1
Pengertian Kas Kas merupakan aspek yang penting dalam perusahaan, selain itu kas
merupakan kekayaan perusahaan yang paling likuid dan merupakan aset yang beresiko tinggi sehingga kerap terjadinya penyelewengan, tanpa adanya pengeluaran
23
kas untuk memenuhi segala kegiatan, perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang seharusnya didapat. Menurut Dwi Martini dkk (2012:180) mendefinisikan kas adalah sebagai berikut: “Kas adalah aset keuangan yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Kas merupakan aset yang paling likuid karena dapat digunakan untuk membayar kewajiban perusahaan.” Sedangkan penjelasan yang terdapat di dalam PSAK No.2 (Revisi 2009:2.3) menyatakan bahwa definisi kas adalah: “Kas atau setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memiliki resiko perubahan nilai yang tidak signifikan.” Kas dalam pengertian yang didefinisikan oleh Akifa (2013:14) yaitu sebagai berikut: Kas berarti simpanan. Pengertian simpanan di sini meliputi: 1. Uang yang mati atau tidak digunakan untuk menghasilkan uang. 2. Segala bentuk simpanan di bank, kecuali deposito, seperti tabungan, rekening Koran, kartu kredit, dan sebagainya. 3. Cek dan bilyet giro yang diberikan oleh pihak lain. 2.2.2
Komposisi Kas Menurut Kieso dkk (2007: 343) komposisi kas adalah sebagai berikut: “Cash consistent of coin, currency, and available funds on deposite at the bank. Negotiable instrument such as money orders, checks cashier’s, personal check, and bank drafts are also as cash.”
24
“Kas terdiri dari uang logam, kertas, dan dana yang tersedia dalam deposito bank. Instrumen yang dapat dinegosiasi seperti pos wesel, cek yang disahkan, cek kasir, cek pribadi, dan wesel bank juga dipandang sebagai kas.”
2.2.3
Jenis dan Fungsi Kas Kas meliputi uang logam, uang kertas, cek, wesel pos (kiriman uang lewat
pos; money orders) dan deposito. Perangko bukan merupakan kas melainkan biaya yang dibayar di muka atau beban yang ditangguhkan. Pada umumnya, perusahaan membagi kas menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Kas kecil (Petty Cash/Cash on Hand) Merupakan uang kas yang ada dalam brankas perusahaan yang digunakan untuk membayar dalam jumlah yang relatif kecil, misalnya pembelian perangko, biaya perjalanan, biaya telegram dan pembayaran lain dalam jumlah kecil. 2. Kas di bank (Cash in Bank) Merupakan uang kas yang dimiliki perusahaan yang tersimpan di bank dalam bentuk giro/bilyet dan kas ini dipakai untuk pembayaran yang jumlahnya besar dengan menggunakan cek.
Sistem pencatatan dan metode penilaian dari kas kecil dan kas di bank berbeda. Kas di bank menggunakan prosedur rekonsiliasi bank yang dilakukan secara periodik antara pihak perusahaan dengan pihak bank. Sedangkan kas kecil, terdapat dua metode pencatatan, yaitu Imprest Fund System (sistem dana tetap) dan Fluctuation Fund System (sistem dana berubah). Adapun fungsi dari kas sebagai berikut : 1) Sebagai alat tukar atau alat bayar dalam jumlah besar/kecil.
25
2) Alat yang diterima sebagai setoran oleh bank sebesar nilai nominalnya. 3) Kas juga digunakan untuk investasi baru dalam aktiva tetap.
2.2.4
Sumber Penerimaan dan Penggunaan Kas Kas sangat berperan dalam menentukan kelancaran kegiatan perusahaan, oleh
karena itu kas harus direncanakan dan diawasi dengan baik, baik penerimaannya (sumber-sumbernya) maupun pengeluarannya (penggunaannya). Penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan ada yang bersifat rutin atau terus menerus ada juga yang bersifat insidential atau tidak terus menerus. Menurut Munawir (2007: 159) mengemukakan sumber penerimaan dan penggunaan kas adalah sebagai berikut: a) Sumber penerimaan kas dalam suatu perusahaan pada dasarnya dapat berasal dari: i) Hasil penjualan investasi jangka panjang, aktiva tetap baik berwujud maupun yang tidak berwujud (Itangible Asset) atau adanya penurunan aktiva tidak lancar yang diimbangi dengan penambahan kas. ii) Penjualan atau adanya emisi saham maupun adanya penambahan modal oleh pemilik perusahaan dalam bentuk kas. iii) Pengeluaran surat tanda bukti hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang serta bertambahnya diimbangi dengan penambahan kas. iv) Adanya penurunan atau berkurangnya aktiva lancar selain kas yang diimbangi dengan adanya penerimaan kas. v) Adanya penerimaan kas karena sewa, bunga atau deviden dari investasinya, sumbangan atau hadiah maupun adanya kelebihan pembayaran pajak pada periode-periode sebelumnya.
26
b) Penggunaan kas dapat disebabkan adanya transaksi-transaksi sebagai berikut: i) Pembelian saham atau obligasi sebagai investasi jangka pendek ataupun jangka panjang serta adanya pembelian aktiva tetap lainnya. ii) Penarikan kembali saham yang beredar maupun adanya pengembilan kas perusahaan oleh pemilik perusahaan. iii) Pelunasan ataupun pembayaran angsuran hutang jangka pendek maupun panjang. iv) Pembelian barang dagangan secara tunai, adanya pembayaran biaya operasi. v) Pengeluaran kas dalam bentuk deviden, pembayaran pajak, dan denda-denda lainnya.
2.3
Struktur Pengendalian Intern Penerimaan Kas Struktur pengendalian intern kas merupakan suatu usaha agar dapat
menghindari terjadinya segala macam penyimpangan dan penyalahgunaan dari dana kas. Salah satu usaha dalam rangka menjalankan pengendalian kas adalah dengan menentukan standar atau rencana dari penggunaan dana kas pada periode tertentu, sehingga dengan adanya standar atau rencana tersebut penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap dana kas dapat dihindari sebelumnya. Menurut Mulyadi (2005: 470) dalam bukunya “Sistem Akuntansi” unsur-unsur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam sistem pengendalian kas adalah: 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. 2. Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. 3. Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan; fungsi kas, fungsi pengiriman dan fungsi akuntansi. 4. Pengiriman order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai.
27
5. Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada faktur tersebut. 6. Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit. 7. Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara membubuhkan cap “sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai. 8. Pencatatan kedalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda pada faktur penjualan tunai. 9. Faktur penjualan tunai bernomor urut tercatat dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi penjualan. 10. Jumlah kas yang diterima dari prnjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya. 11. Perhitungan saldo kas yang ada ditangan fungsi kas secara periodik dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksaan intern.”
Apabila semua langkah-langkah atau unsur-unsur sistem pengendalian intern tersebut dijalankan pada suatu perusahaan, khususnya perusahaan yang aktivtasnya besar, maka resiko dari penyimpangan atau penyalahgunaan dari penggunaan dana kas dapat dihindari.
2.3.1 Unsur Pengendalian Intern Penerimaan Kas Unsur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam sistem penerimaan kas dari penjualan tunai menurut Mulyadi (2001: 470-471) dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah sebagai berikut: 1. Organisasi (1) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. (2) Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
28
(3) Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi. 2. Sistem dan Prosedur Pencatatan a. Penerimaan order dari pembelian diotorisasi oleh fungsi-fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai. b. Penerimaan kas diotorisasikan oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai dan menempelkan pita register kas pada faktur tersebut. c. Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit. d. Penyerahan barang otorisais oleh fungsi pengiriman dengan cara membubuhkan cap “Sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai. e. Pencatatan ke dalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda pada faktur penjualan tunai. 3. Praktik yang Sehat a. Faktur penjualan tunai bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi penjualan. b. Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya. c. Perhitungan saldo kas yang ada ditangan fungsi kas secara periodik dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksaan itern.
Menurut Mulyadi (2008: 447) dalam bukunya Sistem Akuntansi dalam merancang organisasi yang berkaitan dengan sistem penerimaan kas dari penjualan tunai, unsur pengendalian internal dijabarkan sebagai berikut: 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas Fungsi penjualan yang merupakan fungsi operasi harus dipisahkan dari fungsi kas yang merupakan fungsi penyimpanan. Pemisahan ini
29
mengakibatkan setiap penerimaan kas dari penjualan tunai dilaksanakan oleh dua fungsi yang saling mengecek. Penerimaan kas yang dilakukan oleh bagian kas akan dicek kebenarannya. Oleh bagian order penjualan, karena dalam sistem pejualan tunai transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai tidak akan terjadi tanpa diterbitkannya faktur penjualan tunai oleh bagian order penjualan. 2. Fungsi penyimpanan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi Unsur sistem pengendalian intern mengharuskan pemisahan fungsi akuntansi dari fungsi penyimpangan, agar data akuntansi yang tercatat dalam catatan akuntansi dijamin kebenarannya atau keandalannya. Dalam fungsi penyimpanan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi yang dipegang oleh bagian jurnal, yang menyelenggarakan register cek atau jurnal penyamaan kas. Dengan ini, catatan akuntansi yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi dapat berfungsi sebagai pengawas semua mutasi kas yang disimpan oleh fungsi penyimpanan kas. Transaksi penerimaan kas tidak boleh dilaksanakan sendiri oleh bagian kas sejak awal hingga akhir, tanpa campur tangan dari fungsi lain. Unsur sistem pengendalian intern kas mengharuskan pelaksanaan setiap transaksi dilakukan lebih dari satu fungsi agar tercipta adanya internal cek. Dalam transaksi kas bagian kas adalah pemegang fungsi penerimaan kas, pengeluaran kas dan penyimpanan kas. Transaksi penerimaan kas dilakukan oleh fungsi penjualan, pembelian dan penerimaan barang dan fungsi akuntansi serta fungsi penerimaan kas. 3. Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengirima, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan tunai yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. Dengan dilaksanakannya setiap transaksi penjualan tunai oleh berbagai fungsi tersebut akan tercipta adanya pengecekan intern pekerjaan setiap fungsi tersebut oleh fungsi lainnya.
30
Dengan demikian pelaksanaan transaksi penerimaan kas dilakukan oleh lebih dari suatu fungsi, maka kas yang dimiliki perusahaan akan terjamin keamanannya
dan
data
akuntansi
dapat
terjamin
ketelitian
dan
keandalannya. Untuk melindungi kas dari pencurian dan penyalahgunaan, perusahaan harus mengendalikan kas mulai dari diterimanya hingga disetorkan ke bank. Prosedur semacam itu disebut pengendalian preventif (preventive control).
Prosedur
dirancang
untuk
mendeteksi
pencurian
atau
penyalahgunaan kas disebut pengendalian detektif (detective control). Dalam pengertian tertentu, pengendalian detektif juga bersifat preventif (mencegah) karena para karyawan akan berupaya menghindarkan pencurian atau penyalahgunaan bila mereka mengetahui bahwa hal semacam itu kemungkinan besar akan terungkap.
2.3.2 Sistem dan Prosedur Penerimaan Kas Sebelum penulis menguraikan sisetem dan prosedur penerimaan kas, penulis akan memberikan beberapa pengertian sistem dan prosedur dari Cole dan Neuchel (2001: 3) sebagai berikut: “Sistem adalah suatu jaringan pekerjaan yang berhubungan dengan prosedur-prosedur yang erat hubungannya satu sama lain yang dikembangkan menjadi suatu skema untuk melaksanakan sebagian besar aktivitas perusahaan. Prosedur adalah suatu ukut-urutan pekerjaan tata usaha (clerical operations) yang biasanya melibatkan beberapa petugas di dalam suatu bagian atau yang diadakan untuk menjamin pelaksanaan yang seragam
dari
perusahaan.”
transaksi-transaksi
yang
berulang-ulang
dalam
31
Dari penjelasan di atas menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara sistem dan prosedur. Penjelasan sistem merupakan suatu jaringan prosedur yang dikembangkan menjadi suatu skema untuk melaksanakan aktivitas perusahaan, sedangkan prosedur merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu pelaksanaan tertentu yang berulang-ulang secara seragam.
Menurut
Mulyadi
(2008:
423)
dalam
bukunya
Sistem
Akuntansi
mengemukakan: “Jaringan prosedur yang membentuk sistem penerimaan kas dari penjualan tunai adalah sebagai berikut: 1. Prosedur Order Penjualan 2. Prosedur Penerimaan Kas 3. Prosedur Penyerahan Barang 4. Prosedur Pencatatan Penjualan Tunai 5. Prosedur Penyetoran Kas ke Bank 6. Prosedur Pencatatan Penerimaan Kas 7. Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan Prosedur Order Penjualan. Dalam prosedur ini fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan membuat faktur penjualan tunai untuk memungkinkan pembeli melakukan pembayaran harga barang ke fungsi kas dan untuk memungkinkan fungsi gudang dan fungsi pengiriman menyiapkan barang yang akan diserahkan kepada pembeli. Prosedur Penerimaan Kas. Dalam prosedur ini fungsi kas meneriman pembayaran harga barang dari pembeli dan memberikan tanda pembayaran (berupa pia register kas dan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai) kepada pembeli untuk memungkinkan pembeli tersebut melakukan pengambilan barang yang dibelinya dari fungsi pengiriman.
32
Prosedur Penyerahan Barang. Dalam prosedur ini fungsi pengiriman menyerahkan barang kepada pembeli. Prosedur Pencatatan Penjualan Tunai. Dalam prosedur ini fungsi akuntansi melakukan pencatatan transaksi penjualan tunai dalam jurnal penjualan dan jurnal penerimaan kas. Di samping itu fungsi akuntansi juga mencatat berkurangnya persediaan barang yang dijual kartu persediaan. Prosedur Penyetoran Kas ke Bank. Sistem pengendalian intern terhadap kas mengharuskan penyetoran dengan segera ke bank semua kas diterima pada suatu hari. Dalam prosedur ini fungsi kas menyetor kas yang diterima dari penjualan tunai ke bank dalam jumlah penuh. Prosedur Pencatatan Penerimaan Kas. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat penerimaan kas ke dalam jurnal penerimaan kas ke dalam jurnal penerimaan kas berdasar bukti setor bank yang diterima dari bank melalui fungsi kas. Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi membuat rekapitulasi harga pokok penjualan berdasarkan data yang dicatat dalam kartu persediaan. Berdasarkan rekapitulasi harga pokok penjualan ini, fungsi akuntansi membuat bukti memorial sebagai dokumen sumber untuk pencatatan harga pokok penjualan ke dalam jurnal umum. Menurut Mulyadi (2008:: 455-482) dalam bukunya Sistem Akuntansi mengemukakan: “Sistem penerimaan kas dari penjualan tunai mengharuskan: 1. Penerimaan kas dalam bentuk tunai harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh dengan cara melibatkan pihak lain selain kasir untuk melakukan internal check. 2. Penerimaan kas dari penjualan tunai melalui transaksi kartu kredit, yang melibatkan bank penerbit kartu kredit dalam pencatatan transaksi penerimaan kas.
33
Sistem penerimaan kas dari piutang mengharuskan: 1. Debitur melaksanakan pembayaran dengan cek atau dengan cara pemindahbukuan melalui rekening bank (giro bilyet). Jika perusahaan hanya menerima kas dalam bentuk cek dari debitur, yang ceknya atas nama perusahaan (bukan atas unjuk), akan menjamin kas yang diterima oleh perusahaan masuk ke rekening giro bank perusahaan. Pemindahbukuan juga akan memberikan jaminan penerimaan kas masuk kerekening giro bank perusahaan. 2. Kas yang diterima dalam bentuk cek dari debitur harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh.”
Di dalam perusahaan, penerimaan kas berasal dari dua sumber yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang. Dalam penjualan tunai, pembeli datang ke perusahaan melakukan pemilihan produk yang akan dibeli, jika pembelian tunai perusahaan akan menerima uang tunai cek pribadi maupun kartu kredit. Menurut Mulyadi (2008: 456) dalam bukunya Sistem Akuntansi prosedur penerimaan kas dari penjualan tunai adalah sebagai berikut: 1. Pembeli memesan barang langsung kepada wiraniaga (sales person) di bagian penjualan. 2. Bagian kas menerima pembayaran dari pembeli, yang dapat berupa uang tunai, cek pribadi (personal check) atau kartu kredit. 3. Bagian penjualan memerintahkan bagian pengiriman menyerahkan barang kepada pembeli. 4. Bagian pengiriman menyerahkan kepada pembeli. 5. Bagian kas menyetorkan kas yang diterima ke bank. 6. Bagian akuntansi mencatat pendapatan penjualan ke dalam jurnal penjualan.
34
7. Bagian akuntansi mencatat penerimaan kas dari penjualan tunai ke dalam jurnal penerimaan kas.”
Sedangkan jika pembelian dilakukan secara kredit, prosedur penerimaan kas dari piutang harus dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih kepada bagian penagihan. 2. Bagian penagihan mengirimkan penagih, yang merupakan karyawan perusahaan, untuk melakukan penagihan kepada debitur. 3. Bagian penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan (remmillance advice) dari debitur. 4. Bagian penagihan menyerahkan cek kepada bagian kas. 5. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk kepentingan posting kedalam kartu piutang. 6. Bagian kas mengirimkan kwitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur. 7. Bagian kas menyetorkan cek ke bank, setelah cek atas cek tersebut dilakukan endorsement oleh pejabat yang berwenang. 8. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur. (Mulyadi, 2008: 493)
35
Berikut ini adalah diagram arus kas menurut Bodnar dan Hapwood (2001: 311) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi
Gambar 2.1 Flowchart Penerimaan Kas
Data Flow Key 1. Cash sale
9. Check
2. Sales slip
10. Remittance advise
3. Sales slip
11. Control total-mall receipts
4. Sales receipt
12. Journal voucher
5. Good released
13. Deposit
6. Journal voucher
14. Deposit slip
7. Control total-cash sales
15. Bank statement
8. Mall receipts
Tabel 2.1 Data Flow Key
36
2.3.3 Catatan Akuntansi dalam Penerimaan Kas Dalam penerimaan kas ada beberapa catatan akuntansi yang digunakan diantaranya jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, jurnal umum, kartu persediaan dan kartu gudang. Catatan akuntansi digunakan untuk menjamin pencatatan dan peringkasan data transaksi dalam penjualan tunai. Catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem penerimaan kas dari penjualan tunai menurut Mulyadi (2001: 468-469) dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah sebagai berikut: 1. Jurnal Penjualan Jurnal Penjualan digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat dan meringkas data penjualan, baik secara kredit maupun tunai. Jika perusahaan menjual beberapa macam produk, maka jurnal penjualan menyediakan kolom-kolom untuk mencatat penjualan menurut jenis produk tersebut. 2. Jurnal Penerimaan Kas Jurnal Penerimaan Kas digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat penerimaan kas dari berbagai sumber, diantaranya dari penjualan tunai. 3. Jurnal Umum Jurnal Umum digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat harga pokok produk yang dijual. 4. Kartu Persediaan Kartu Persediaan digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat berkurangnya harga pokok produk yang dijual dan berfungsi untuk mengawasi mutasi dan persediaan barang yang disimpan di gudang. 5. Kartu Gudang Kartu Gudang ini tidak termasuk sebagai catatan akuntansi karena hanya berisi data kuantitas persediaan yang disimpan digudang. Kartu gudang digunakan oleh fungsi gudang untuk mencatat mutasi dan persediaan barang yang disimpan dalam gudang. Dalam transaksi penjualan tunai, kartu gudang digunakan untuk mencatat berkurangnya kuantitas produk yang dijual.
37
2.3.4 Pemeriksaan Intern Penerimaan Kas Dalam perusahaan yang relatif besar pasti terdapat suatu pemeriksaan intern. Untuk itu pimpinan dapat membentuk suatu departemen, bagian, seksi atau satuan organisasi yang lain dan pimpinan dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada sejumlah unit, inilah yang mendorong diperlukannya staf pengendalian intern. Setiap perusahaan harus menjaga dan membukukan setiap penerimaan kas sebagaimana mestinya terlepas dari manapun kas tersebut diterima. Menurut Institute of Internal Auditor oleh Bambang Hartadi (2005: 24) dalam buku Sistem Pengendalian Intern mendefinisikan pemeriksaan intern sebagai berikut: “Pemeriksaan intern adalah suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan guna memberi saran-saran kepada manajemen.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang staf pemeriksaan intern diharuskan dapat berorientasi terhadap pengendalian intern itu sendiri, juga diharuskan dapat mempelajari segala macam kegiatan yang berhubungan dengan perusahaan agar dapat memberikan saran yang berguna bagi perusahaan itu sendiri. Pemeriksaan intern merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menciptakan suatu koordinasi antara bagian-bagian pada suatu departemen yang ada disuatu perusahaan dalam kaitannya untuk menilai dan mengetahui suatu kebijakan baik yang telah ditentukan. Kebijakan-kebijakan ini akan dilaporkan kepada manajemen untuk mengambil suatu keputusan.