BAB II BAHAN RUJUKAN
2.1
Pajak Untuk dapat memahami pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari
mengapa wajib pajak diharuskan membayar pajak terutang, tentunya perlu terlebih dahulu dipahami yang dimaksud dengan pajak. Banyak pengertian atau definisi yang diberikan oleh para ahli pajak tentang pajak yang mungkin berbeda antara satu dengan ahli lainnya, sesuai dengan cara pandang masing-masing. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat kepada negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.
2.1.1
Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. P. J. Adriani yang dikutip oleh Muhammad Zain (2007 ; 1) pajak
adalah “Iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
6
7
Menurut R. Santoso Brotodiharjo, SH yang dikutip oleh Waluyo (2005 ; 2) pajak adalah “ Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH. yang dikutip oleh Muhammad Zain (2007 ; 11) pajak adalah “ Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar umum”. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : “ Pajak adalah peralihan kekayaan dari dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : 1.
Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa unag bukan barang.
2.
Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3.
Tanpa jasa timbal balik dan kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kotraprestasi individual oleh pemerintah.
8
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R. yang dikutip oleh Muhammad Zain (2007 ; 11) pajak adalah “ Suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan “.
2.1.2
Dasar Hukum Pemungutan Pajak Negara kita telah mengatur landasan pemungutan pajaknya dalam pasal 23 ayat 2
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “ Segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang “.
2.1.3
Fungsi Pajak Ada 4 fungsi pajak, yaitu :
1.
Fungsi Budgetair (penerimaan) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2.
Fungsi Regulerend (mengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
9
Contoh : a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c. Tarif pajak untuk ekspor 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 3.
Fungsi Demokrasi Suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Contoh : Bila masyarakat telah melaksanakan kewajibannya dengan membayar pajak kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint) terhadap pemerintah dengan mengatakan bahwa ia telah membayar pajak, tetapi mengapa ia tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya.
4.
Fungsi Redistribusi Fungsi yang lebih menenkankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
10
Contoh : Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih kecil.
2.1.4
Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak sendiri di bagi menjadi 4, yaitu :
1.
Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan ketetapan pajak oleh fiskus.
2.
Semi Self Assessment Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.
3.
Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
11
Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 4.
With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.1.5
Aturan Pelaksanaan Pemungutan Pajak Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stesel, yaitu :
1.
Stesel Nyata (Riil Stesel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stesel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
12
2.
Stesel Anggapan (Fictive Stesel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya dalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3.
Stesel Campuran Stesel ini merupakan kombinasi antara stesel nyata dan stesel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diambil kembali. Tetapi pada pajak daerah, tata cara pemungutan pajak ditetapkan oleh kepala daerah masing-masing.
2.1.6
Asas-asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas
pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak tersebut, yaitu :
13
1.
Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya. Baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
2.
Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3.
Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
2.1.7
Pembagian Jenis Pajak Pajak dapat dikelompokkan berdasarkan :
1. Menurut golongan a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan (misalnya Pajak Penghasilan). b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain (misalnya Pajak Pertambahan Nilai). 2. Menurut sifat Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan perbedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip :
14
a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memerhatikan keadaan diri dari wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri dari wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3. Menurut pemungut dan pengelolaannya a. Pajak Pusat (negara) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : -
Pajak Penghasilan,
-
Pajak Bumi dan Bangunan, dan
-
Bea Materai.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan.
2.2
Pajak Daerah Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan
peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah
15
daerah, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
2.2.1
Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
2.2.2
Dasar Hukum Pajak Daerah Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang-undang No. 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2.2.3 Jenis Pajak Daerah Karena pemerintah di Indonesia di bagi 2 yaitu pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang di beri kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di Indonesia dewasa ini juga di bagi menjadi 2, yaitu : 1.
Pajak Provinsi, yang terdiri dari : a.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air.
b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air.
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d.
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
16
2.
Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari : a.
Pajak Hotel
b.
Pajak Hiburan
c.
Pajak Reklame
d.
Pajak Restoran
e.
Pajak Penerangan Jalan
f.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g.
Pajak Parkir
i.
Pajak Lain-lain
2.3
Pajak Reklame
2.3.1
Pengertian Reklame dan Pajak Reklame Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak
ragamnya memiliki tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada barang, jasa atau orang, yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, atau didengan dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan pengertian dari pajak reklame itu sendiri ialah pajak atas penyelenggaraan reklame.
2.3.2
Dasar Hukum Pajak Reklame Dasar hukum dari pajak reklame Peraturan Daerah No. 08 Tahun 2003 Tentang Pajak
Reklame.
17
2.3.3
Objek, Subjek dan Wajib Pajak Reklame Objek pajak reklame : adalah semua penyelenggaraan reklame.
Penyelenggaraan reklame (berdasarkan Marihot Siahaan) antara lain : 1.
Reklame papan (billboard) Yaitu reklame yang terbuat dari papan, kayu, termasuk seng atau bahan lain yang sejenis dipasang atau digantungkan atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pohon, tiang dan sebagainya baik bersinar maupun disinari.
2.
Reklame megatron/videotron/Large Electronic Display (LED) Yaitu reklame yang dipasang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan tenaga listrik.
3.
Reklame kain Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.
4.
Reklame melekat (stiker) Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm2 per lembar.
5.
Reklame berjalan Yaitu reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.
18
6.
Reklame selebaran Yaitu reklame berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau digantungkan pada suatu benda lain.
7.
Reklame udara Yaitu reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.
8.
Reklame suara Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat.
9.
Reklame film / slide Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan.
10.
Reklame Peragaan Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.
Subjek pajak reklame : adalah orang/pribadi/badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame.
Wajib Pajak Reklame : adalah orang/pribadi/badan yang menyelenggarakan reklame.
19
2.3.4
Pengecualian Objek Pajak Objek pajak reklame yang dikecualikan adalah :
2.3.5
a.
Reklame Internet, TV, Radio, Warta Harian/mingguan/bulanan
b.
Reklame Khusus untuk kegiatan : Sosial, pendidikan, keagamaan, politik.
Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Reklame Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR), yaitu nilai yang
ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya Pajak Reklame. NSR diperhitungan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. NSR dihitung berdasarkan : a.
Besarnya biaya pemasangan reklame,
b.
Besarnya biaya pemeliharaan reklame,
c.
Lama pemasangan reklame,
d.
Nilai strategis lokasi,dan
e.
Jenis reklame.
Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25 % (dua puluh lima persen).
2.3.6
Cara Perhitungan Pajak Reklame Cara perhitungan NSR ditetapkan dengan peraturan daerah. Umumnya peraturan
daerah akan menetapkan bahwa NSR ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) II dan berpedoman pada Keputusan Menteri
20
Dalam Negeri. Hasil perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan keputusan kepala derah. Besarnya pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Sesuai dengan Peraturan Daerah No. 08 Tahun 2003 Tentang Pajak Reklame Nilai Sewa Reklame dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : NSR =
NJOR + NSPR
Dimana, NJOR
= ( ukuran reklame x harga dasar ukuran reklame ) + ( ketinggian reklame x hargadasar ketinggian reklame )
NSPR
= ( NFR + NSP + NFJ ) x Harga Dasar NSPR
Keterangan :
2.3.7
NJOR
= Nilai Jual Objek pajak Reklame
NSPR
= Nilai Strategis Pemasangan Reklame
NFR
= Nilai Fungsi Ruang
NSP
= Nilai Sudut Pandang
NFJ
= Nilai Fungsi Jalan
Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak Reklame Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim atau jangka
waktu lain yang ditetapkan melalui keputusan walikota. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan reklame. Setiap wajib pajak harus mengisi SPTPD (Surat Pemberitahuan PajakDaerah) secara jelas, benar,
21
dan lengkap. SPTPD ini kemudian harus disampaikan kepada walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan melalui keputusan walikota. bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ini ditetapkan melalui keputusan walikota.
2.3.8
Cara Penetapan Pajak Reklame Sesuai dengan Peraturan Daerah No.08 Tahun 2003 Tentang Pajak Reklame
penetapan pajak reklame diatur berdasarkan SPTPD. Walikota atau pejabat berwenang menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). Bentuk, isi, kualitas dan ukuran SKPD ini ditetapkan melalui keputusan walikota. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang pajak. Walikota atau pejabat berwenang yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang pajak. Walikota atau pejabat berwenang yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan) apabila ditemukan data baru/ data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlahnya kredit pajak atau pajak tidak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak.