BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1
Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi
atau badan, sebagai salah satu sumber dana yang berasal dari dalam Negara untuk membiayai kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Pada prinsipnya pajak bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran rakyat. 2.1.1
Pengertian Pajak Menurut Undang – Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, pengertian pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk
keperluan
negara
bagi
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.” Menurut Siti Resmi (2013:23), pengertian pajak adalah sebagi berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
6
7
Menurut Rochmat Soemitro (2011:1), pengertian pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Berdasarkan berbagai pengertian pajak diatas, maka disimpulkan bahwa unsur pokok pajak adalah sebagi berikut: 1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut
pajak adalah
negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan Undang – Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan Undang – Undang serta pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dan negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran – pengeluaran yang bermanfaat bagi masyrakat luas. 2.1.2
Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011:2) terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran – pengeluaran pemerintah. b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak
berfungsi
sebagai
alat
untuk
mengatur
atau
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
melaksanakan
8
Selain dua fungsi pajak diatas, menurut Diana Sari (2013:40) pajak memiliki fungsi lain yaitu: 1. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 2. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 3. Fungsi Demokrasi Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayaran pajak. 2.1.3
Jenis – jenis Pajak Jenis – jenis pajak yang wajib dibayar oleh rakyat terdiri dari beberapa jenis,
beberapa diantarnya adalah: 1. Pajak penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBm) 4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 5. Bea Materai
9
2.1.4
Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak, serta sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan undang undang tersebut harus dijamin kelancarannya, jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum dan jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak. 3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan maupun jasa. 4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan, jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah dari pada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
10
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. 2.1.5
Sistem pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7), Sistem pemungutan pajak dapat dibagi
menjadi 3 yaitu: 1. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 2. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberikan wewenang wewenang kepada kepercayaan, tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 2.1.6
Penggolongan Pajak Pajak dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok, dalam hal ini menurut
Oyok Abuyamin dalam bukunya yang berjudul Pajak Pusat dan Daerah (2010:16) adalah sebagai berikut:
11
1. Berdasarkan Sifatnya a. Pajak Bersifat Subjektif Pajak yang bersifat subjektif adalah pajak yang berdasarkan atau berpangkal pada keadaan diri subjek pajaknya (wajib pajaknya). Dalam hal ini jumlah pajak yang terutang dipengaruhi oleh keadaan diri subjek pajaknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Bersifat Objektif Pajak yang bersifat objektif adalah pajak yang berdasarkan atau berpangkal pada objek pajaknya yang berupa denda, atau keadaan, atau peristiwa dan setelah ada objeknya baru ditentukan subjek pajaknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM). 2. Berdasarkan Cara Pemungutan a. Pajak Langsung Pajak yang dipungut secara periodik (berkala). Pajak langsung ini harus dipikul sendiri oleh WP dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Tidak Langsung Pajak yang dipungut karena perbuatan atau peristiwa tertentu dan pada akhirnya pembayar pajak dapat membebankan atau melimpahkan beban pajaknya kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 3. Berdasarkan Lembaga / Wewenang Pemungutan a. Pajak Pusat / Pajak Negara Pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemeritah pusat (Departemen Keuangan, Direktorat Jendral Pajak) dan hasil penerimaannya sebagai sumber utama bagi APBN yang digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, baik biaya rutin maupun biaya pembangunan. Contoh: PPh, PPN / PPnBM, BM b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah (Provinsi / Kabupaten / Kota) dan hasil penerimaannya sebagai sumber utama APBD
12
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, baik biaya rutin maupun biaya pembangunan. Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dll. Menurut Early Suandy (2011: 35) pembagian pajak dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, dan sifat untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Pajak Langsung Berdasarkan Golongan Pajak Tidak Langsung
Pajak
Berdasarkan Wewenang Pungut
Pajak Pusat / Negara
Pajak Daerah
Pajak Subjektif Berdasarkan Sifat Pajak Objektif
Gambar 2.1 sumber Early Suandi 2011
Dari bagan diatas dapat disimpulkan bahwa pajak dibagi berdasarkan: 1. Golongan a. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oelh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, misalnya Pajak Panghasilan (PPh) b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain, misalkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
13
2. Wewenang Pungut a. Pajak pusat / pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keungan melalui Direktorat Jendral Pajak (Dirjen Pajak). Pajak pusat diatur dalam Undang – Undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). b. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutan ada pada Pemerintah
Daerah
yang pelaksanaannya
dilakukan
oleh
Dinas
Pendapatan Daerah. Pajak Daerah diatur dalam Undang – Undang dan hasilnya akan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). 3. Sifat a. Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan Wajib Pajak. Dalam penentuan pajaknya harus ada alasan – alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. b. Pajak objektif adalah pajak yang awalnya memperhatikan objek yang menyebabka timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi dengan kata lain pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya 2.1.7
Tarif Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 9) tarif pajak dibagi menjadi 3 (tiga) macam,
yaitu: 1. Tarif sebanding atau proporsional, yaitu tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. 2. Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap terhadap jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
14
3. Tarif progresif, yaitu tarif presentase yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
2.2
Pajak Penghasilan
2.2.1
Definisi Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan menurut Undang – Undang No. 36 Tahun
2008 tentang dasar hukum peraturan Pajak Penghasilan adalah: “Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditunjukan kepada masyarakat yang memiliki penghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam satu tahun pajak yang hasilnya digunakan untuk Negara dan masyarakat”. 2.2.2
Subjek Pajak Penghasilan Menurut Waluyo (2008:89) secara umum subjek pajak diartikan sebagai
berikut: “Subjek pajak adalah orang yang ditujuk oleh undang – undang untuk dikenakan pajak”. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak yang meliputi: 1. Orang Pribadi Orang pribadi sebagai Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
15
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. 3. Badan Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap. BUMN dan BUMD merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap ini ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri terpisah dari badan. Perlakuan perpajakanya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan.
16
2.2.3
Bukan Subjek Pajak Penghasilan Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang bukan termasuk
Subjek Pajak adalah: 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat – pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari negara asing dan orang – orang yang diperbantukan keada mereka yang bekerja pada dan tempat tinggal bersama – sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan timbal balik. 3. Organisasi – organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat – pejabat perwakilan organsasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
2.2.4
Objek Pajak Penghasilan Menurut Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 tentang dasar hukum
peraturan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) telah memberikan penegasan mengenai Objek Pajak Penghasilan, yaitu penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang – Undang adalah:
17
“Objek Pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dapat dikategorikan atas 4 (empat) sumber, yaitu: 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan bebas; 2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan; 3. Penghasilan dari modal, yang berupa harga gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, deviden, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; 4. Penghasilan lain – lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. 2.2.5
Bukan Objek Pajak Penghasilan Menurut Diana Sari (2013: 104), yang bukan termasuk Objek Pajak adalah:
1. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang di akui di Indonesia, yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah dan; 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus sederajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mirko atau kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak – pihak yang bersangkutan;
18
3. Warisan; 4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5. Penggantian attau imbalan sehubungan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh; 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwam asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa; 7. Deviden atau bagian laba yang diterima Perseroan Terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat di Indonesia dengan syarat: a. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; b. Bagi Perseroan Terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah moodal yang disetor; 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar pemberi kerja maupun pegawai; 9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
19
a. Merupakan perusahaan mikro, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor – sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia; 12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan; 13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.2.6
Surat Setoran Pajak (SSP) Menurut Undang – Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 14 Pengertian Surat Setoran Pajak adalah: “Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjukan oleh Mentri Keuangan”. Pengertian Surat Setoran Pajak menurut Mardiasmo (2008:35) adalah sebagai berikut:
20
“Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan”. 2.2.6.1 Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. 2.2.6.2 Jenis Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Surat Setoran Pajak (SSP) Standar yaitu surat yang digunakan Wajib
Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang disesuaikan dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak. Satu SSP Standar berlaku untuk satu jenis pajak/masa pajak/tahun pajak/ketetapan pajak dengan menggunakan satu Kode MAP dan satu kode jenis setoran. SSP Standar dibuat dalam rangkap 5, yang diperuntukan sebagai berikut: a. Lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak. b. Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) c. Lembar ke-3
: untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP.
d. Lembar ke-4
: untuk Bank Persepsi, kantor pos dan giro.
e. Lembar ke-5
: untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain.
21
2. Surat Setoran Pajak (SSP) Khusus yaitu bukti pembayaran atau
penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak. SSP khusus mempunyai fungsi sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan.
2.2.7
Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Undang – Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 11 pengertian Surat Pemberitahuan adalah: “Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang – udangan perpajakan”.
2.2.7.1 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; 2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; 3. Harta dan kewajiban; dan/atau 4. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
22
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan 2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertangggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. 2.2.7.2 Jenis Surat pemberitahuan (SPT) Jenis Surat Pemberitahuan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak yang terdiri dari: a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26; b. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22; c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26; d. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25; e. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); f. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15; g. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai; h. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut;
23
i. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; j. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Surat Pemberitahunan (SPT) Tahunan Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang terdiri dari: a. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat; c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi; d. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21.
2.3
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2
2.3.1 Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 Menurut Undang – Undang Pajak Penghasilan pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 adalah: “Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 adalah atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan – tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
24
2.3.2
Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 1. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masingmasing 2. Bunga dari kewajiban 3. Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi 4. Hadiah lotere / undian 5. Transaksi
derivatif dalam
bentuk
berjangka
panjang
yang
diperdagangkan di bursa 6. Transaksi penjualan saham pendiri 7. Jasa perencanaan dan pelaksanaan konstruksi 8. Sewa atas tanah dan / atau bangunan 9. Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real estate) 10. Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh modal usaha
2.3.3
Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat 2 dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. Wajib Pajak badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat 2, sedangkan Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat 2.
25
Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat 2, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat 2 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat 2 tersebut, misalnya dalam transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan. 2.3.4
Tarif Dasar Pemotongan dan Objek PPh Pasal 4 ayat 2 Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan laur negeri lainnya kepada WP dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkab, dengan tarif sebagai berikut: Tabel 2.1 Tarif Dasar Pemotongan dan Objek PPh Pasal 4 ayat 2 No
Obyek
Tarif
Dasar Perhitungan
1
Bunga deposito dan tabungan serta
20% (untuk
Jumlah Bruto
diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Wajib Pajak
Bunga
Dasar Hukum : PP No.131 Tahun 2000
Dalam
Pengecualian:
Negeri &
a. Bunga deposito dan tabungan
BUT)
serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan tabungan
20% (untuk
serta SBI tersebut tidak melebihi
WPLN)
Rp 7.500.000,00 dan bukan
26
merupakan jumlah yang dipecah – pecah. b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhada, kapling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk dihuni sendiri.
2
Transaksi Saham Di Bursa Efek Dasar Hukum: PP No. 41 Tahun 1994 jo. PP No. 14 Tahun 1997 a.Bukan Saham Pendiri
0,1% X Nilai Transaksi
27
b.Saham Pendiri
(0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai saham pasar saat Penawaran Umum Perdana
3
Bunga atau Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek Dasar Hukum : PP No. 16 Tahun 2009 a. Bunga Obligasi dengan kupon 1. Wajib Pajak Dalam Negeri
Jumlah bruto 15 %
dan BUT 2. Wajib Pajak Luar Negeri
dengan masa 20%
selain BUT
Selisih lebih
1. Wajib Pajak Dalam Negeri
harga jual 15%
2. Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT
kepemilikan obligasi
b. Diskonto Obligasi dengan kupon
dan BUT
bunga sesuai
atau nilai nominal di
20%
atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan
28
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga 1. Wajib Pajak Dalam Negeri
Selisih lebih 20%
dan BUT 2. Wajib Pajak Luar Negeri
harga jual atau nilai
20%
selain BUT
nominal di atas harga perolehan obligasi
d. Bunga dan/atau diskonto dari
Jumlah bruto
Obligasi yang diterima dan/atau
bunga sesuai
diperoleh Wajib Pajak reksadana
dengan masa
yang terdaftar pada Badan
kepemilikan
Pengawas Pasar Modal dan
obligasi /
Lembaga Keuangan
selisih lebih harga jual
1. untuk tahun 2009 sampai
0%
nominal di
dengan tahun 2010 2. untuk tahun 2011 sampai
5%
seterusnya Pengecualian: a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
atas harga perolehan
dengan tahun 2013 3. untuk tahun 2014 dan
atau nilai
15%
obligasi
29
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. 4
Hadiah Undian Dasar Hukum :
Jumlah Bruto 25%
PP No. 132 Tahun 2000
Hadiah Undian
KEP-395/PJ/2001 5
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Dasar Hukum :
Jumlah Bruto 10%
PP No. 29 Tahun 1996 jo. PP No. 5 Tahun 2002 6
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Dasar Hukum : PP No. 48 Tahun 1994 jo. PP No. 27 Tahun 1996 jo. PP No. 79 Tahun 1999 jo. PP No. 71 Tahun 2008 jo. a. Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Jumlah Bruto 5%
Nilai Pengalihan
30
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Jumlah Bruto
mengalihkan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang jumlah
Nilai 5%
Pengalihan
bruto nilai pengalihannya kurang dari Rp. 60 jt namun penghasilan lainnya dalam 1 tahun melebihi PTKP.
c. Pengalihan hak atas Rumah
Jumlah Bruto
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh
Nilai 1%
Pengalihan
Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan 7
Usaha Jasa Konstruksi Dasar Hukum : PP No. 51 Tahun 2008 a. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang
2%
dilakukan oleh Penyedia Jasa
Penghasilan bruto
yang memiliki kualifikasi usaha kecil b. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang
4%
dilakukan oleh Penyedia Jasa
Penghasilan bruto
yang tidak memiliki kualifikasi usaha c. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang
Penghasilan
dilakukan oleh Penyedia Jasa
bruto
selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
3%
31
d. Jasa Perencanaan Konstruksi atau
Penghasilan
Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
bruto 4%
yang memiliki kualifikasi usaha e. Jasa Perencanaan Konstruksi atau
Penghasilan
Pengawasan Konstruksi yang
bruto
dilakukan oleh Penyedia Jasa
6%
yang tidak memiliki kualifikasi usaha 8
Penghasilan perusahaan modal ventura
Jumlah Bruto
dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
Nilai 0,1%
Transaksi
perusahaan pasangan usahanya
Penjualan/
Dasar Hukum :
Pengalihan
PP No. 4 Tahun 1995
Penyertaan
Syarat : a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia
Modal
32
Contoh cara menghitung PPh Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah dengan tarif sebesar 3% : PT. XXX merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia perumahan, PT. XXX akan membangun perumahan yang berlokasi di Soreang dengan jumlah 10 unit rumah dan 5 unit ruko, untuk membangun 10 unit rumah dan 5 unit ruko tersebut PT. XXX bekerja sama dengan PT. ABC selaku kontraktor untuk membangun rumah tersebut, nilai kontrak kena PPN untuk membangun perumahan tersebut adalah Rp. 1.500.000.000,- (. Pajak ditanggung oleh pemberi kerja atau kontrak) yang dibayar sesuai dengan prestasi kerja sampai pembangun tersebut selesai, maka perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
Nilai Kontrak Kena PPN
= Rp. 1.500.000.000,-
PPN 100/110 x Rp. 1.500.000.000,10% x Rp. 1.363.636.364,-
= (Rp. 136.363.636,-) Rp. 1.363.636.364,-
PPh Pasal 4 ayat 2: 3% x Rp. 1.363.636.364,- = (Rp. 40.909.091,-) Biaya Kontrak
= (Rp.
2.500.000,-)
Rp. 1.320.227.273,Jumlah yang harus dibayar kepada PT. ABC sebesar = Rp. 1.500.000.000,- - Rp. 136.363.636,- - Rp. 40.404.091,- - Rp. 2.500.000 = Rp. 1.320.227.273,-
33
2.3.5
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 a. Pemotongan Pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 secara umum dilakukan oleh pihak yang membayarkan (penerima jasa) dengan cara menerbitkan Bukti Pemotogan PPh pasal 4 ayat 2 rangkap tiga, selanjutnya melakukan penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 dengan SSP atas nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemotong pajak. b. Penyetoran Penyetoran dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya. Jika tanggal 10 itu jatuh tepat pada hari libur termasuk sabtu atau libur nasional, maka sesuai ketentuan Pasal 3 PMK Nomor 184/PMK.03/2007 penyetoran pajak bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran PPh Final dilakukan dengan menggunakan SSP dimana satu SSP digunakan untuk penyetoran PPh final yang dipotong dibulang bersangkutan. c. Pelaporan Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh Final. Dan jika tanggal 20 itu jatuh tepat pada hari libur termasuk hari Sabtu maupun libur nasional, maka pelaporan SPT Masa dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Untuk
transaksi
Penghasilan
dari
Persewaan
Tanah/Bangunan
atau
Penghasilan dari Usaha Jasa Kontruksi, penyetoran PPh dapat dilakukan oleh pihak penerima penghasilan apabila pihak yang membayarkan bukan Pemotong Pajak. Penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 yang dilakukan sendiri ( tanpa melalui pemotong) ini dilakukan paling lambat 15 bulan berikutya, sedangkan pelaporan paling lambat tetap tanggal 20 bulan berikutnya.